Putih. Terlalu bersih. Kedua orang yang ada dalam ruangan itu memang tidak pernah menyukai Rumah Sakit. Wajah khawatir mewarnai raut mereka. Detik demi detik berlalu seperti sayatan pisau tajam di hati mereka.

Satu-satunya buah hati mereka terbaring. Wajah putra tercintanya pucat. Tak memperlihatkan warna yang sama seperti saat wajah itu tersenyum. Tak ada lagi teriakan kekanak-kanakan dari bibir yang kini membiru itu. Tak ada lagi senyum lebar yang membawa hari kepada kedua manusia ini.Tak akan terlihat lagi, kedua mata safir yang selalu membuat orang merasa nyaman.

Air mata menetes. Tak lagi bisa terbendung ketika vonis itu meluncur dari mulut sang dokter, "maaf, nyonya Namikaze. Beberapa organ dalamnya perlahan mulai berhenti bersama dengan otaknya yang juga sudah mulai berhenti bekerja. Kesadarannya telah lama jatuh.Dia—putra anda secara teknis sudah meninggal."

"Ti—Tidak…!Ta-tadi kau bilang masih 'mulai' berhenti. Bukan berhenti total!"

"Tapi, nyonya—"

"Tidak! Naru-chan, katakan pada Kaa-san-mu ini, kau sedang bercanda, 'kan? Ya kan?"

Wajah sayu suaminya bertambah sedih. Tak kuasa dia melihat istrinya yang berusaha menolak kenyataan, "Kushina…"

"Naru-chan-hiks—Naruto! Ayo bangun! Kauharus-harus sekolah! I-ini tidak lucu Naru-chan, kau harus ba-bangun…", tangannya mengguncang tubuh yang perlahan di tinggalkan oleh kehidupan.Air mata yang hangat mengalir deras, terjatuh di pipi dingin sang pemuda yang tertidur dalam keabadian.

"NARUTO!"



Title: The Hidden Villages

Pairing: Find out by your own thought…

Genre: Sci-fi/Fantasy/Romance

Disclaimer:Damnit! NARU-CHAN ISN'T MINE!

Warning: Contain Shounen-Ai, possible Boys Love sooner or later.OOC dari beberapa karakter yang tidak bertanggung jawab. Don't like? Don't read! Get the hell out of this story! Tekan tombol back jika anda adalah homophobia!

A/N: Nothing! Yeah, I know, I'm insane, I'm crazy. JUST LOOK AT MY PROFILE, NOW! XDD terutama yg di-underline bagian bawah profileArigato! RnR, ya?

'thinking'

"dialogue"

[machine command]


T H E H I D D E N V I L L A G E S chapter I

Not everything that is faced can be changed, but nothing can be changed until it is faced (James A. Baldwin)

Matahari menjulang tinggi, bersama dengan awan putih yang melayang-layang seperti pengawal di sekelilingnya. Namun, semuanya itu hanyalah sedikit dari wajah dunia yang makin di makan usia. Hari demi hari, bumi semakin menua. Manusia juga semakin di gerogoti dengan penyakit yang hampir tidak ada penyembuhnya; keserakahan.

Modernisasi adalah upgrade dari masa depan. Penawaran menggiurkan dari globalisasi. Komputer adalah otak dari semua kegiatan. Barangsiapa yang tak bisa menggunakan komputer adalah mangsa yang mudah. Termasuk perusahaan.

Tangan pucat menari di atas keyboard notebook di pangkuannya. Mata abu-abu gelap meng-scan berbagai tulisan hijau di atas layar hitam.

[Password Required—]

Wajah pemuda ini melihat ke arah papan guru. Manusia yang sedang mengajar di depan sana hampir tak peduli padanya yang sedang 'bermain' dengan notebook kesayangannya. Hn, tak akan ada guru yang peduli padamu sekalipun kau tidur di kelas, jika saat kau di tanya kau bisa menjawabnya dengan mudah tanpa melihat buku.

Sekali lagi, tangannya berpindah dari satu tombol ke tombol lain dalam barisan QWERTY.

[Access Granted]

Seringai kemenangan tersungging di wajahnya, 'tunggu sampai dua puluh detik.'

"Sensei."

"Ya, Uchiha-kun?"

"Saya minta ijin ke belakang."

"Silakan."

Kaki jenjangnya keluar dari kelas. Notebook berwarna hitam bertengger di antara lengan dan tubuhnya dengan manis. Pemuda tenang ini melihat ke sekelilingnya. Berjalan menyusuri lorong lengang sekolahnya yang terkenal.

Ya, dia, Uchiha Sasuke. Murid berprestasi dari sebuah sekolah ternama, Saint Hedwig Internasional School(1). Sekolah ini merupakan satu kesatuan dengan Elementary-Junior dan High School. Tentu saja sekolah ini besar. Dan ter-komputerisasi.

Hampir semuanya di atur oleh komputer. Suatu hal yang cukup membuat mata tercengang untuk ukuran sekolah. Karena di abad ini, hanya perusahaan dan universitas saja yang menggunakan basic komputer untuk pengelolaan. Sasuke meneruskan perjalanannya melewati salah satu ruangan laboratorium biologi. Tentu kalian tak akan kaget jika menemukan lebih dari satu laboratorium untuk satu subjek pelajaran, 'kan?

"4… 3… 2… 1…"

Seringainya semakin lebar saat ia mendengar "DAMNIT! Siapa yang berani melakukan ini?" dari dalam lab kosong.

Seorang pembantu dosen keluar dari ruangan itu. Tubuh pemuda berkacamata yang bermuka masam itu tak lebih tinggi atau lebih pendek dari Sasuke. Lagipula, sudah keturunan, jika para Uchiha memiliki kesempurnaan termasuk fisik mereka.

Pembantu dosen itu mengenakan jubah lab berwarna putih. Wajahnya yang memang pucat-tak sepucat Sasuke, jika kau ingin tahu-terlihat kesal. Rambut silver sang pemuda kacamata terlihat berantakan. Dia berjalan melewati sang Uchiha.

Sasuke tahu, bahwa pembantu dosen itu 'sakit' dan 'gila'. Senior yang bernama Yakushi Kabuto. Karin pernah bilang bahwa banyak siswa dan siswi yang sudah menjadi korban senior ini. Dan tak ada satupun dari mereka yang berani mengungkapnya. Karena ancaman dari Kabuto.

Kabuto adalah orang yang bermasalah. Pamannya adalah salah seorang dari Sannin. Sannin adalah sebuah gelar terhadap pemegang perusahaan terbesar yang berbasis dunia Internasional. Di dunia hanya ada tiga Sannin. Dua orang di Jepang dan satu orang di sini. Tak ayal orang-orang takut pada si-Yakushi itu. 'Hn, tidak untukku', pikir Sasuke. Sasuke berjalan melewati Kabuto dan berbisik padanya.

"This is the night the hunter will be hunted. No one but something flying from the sky…" (2)

Mata berwarna coklat gelap melebar saat mendengar potongan lagu itu. Dia membeku dan menoleh ke arah orang yang baru saja melewatinya. Seringai di wajah juniornya itu membuat darahnya mendidih, "k—kau… 'Taka'. Kau yang melakukannya."

Sasuke berbalik dan berjalan menjauh dari seniornya seraya melambaikan tangannya, "sayangnya aku tidak tahu apa maksudmu, Yakushi-san. Selamat siang."

line break-don't bother to look at me, I am Goldilocks who stole bears family's porridge-line break

Hujan rintik masih membasahi jalanan New York. Langit yang menggantung di atas sana membuat Matahari tak terlihat saat ia menghilang di gantikan Bulan. Sasuke tahu, dia terlambat pulang. 'Ah, supir bis sialan, cewek-cewek sialan!', umpatnya dalam hati. Tas punggungnya ia pegang agar tak membuat notebook-nya tidak kenapa-napa.

Lampu jalanan masih redup. Malam masih belum sepenuhnya datang. Yang membuat perjalanannya terang adalah lampu toko dan kendaraan roda empat yang menyala. Orang-orang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sasuke setengah berlari menuju 'rumah'nya. Menghindari orang-orang yang membawa koper atau tas belanja. Hingga akhirnya dia memasuki sebuah gedung yang tak terlalu tinggi. Dengan etalase yang memperlihatkan orang-orang di dalamnya.

Anjing peliharaan keluarganya, Tenshi, menyambut Sasuke dengan gonggongannya. Sasuke membungkuk memberinya salam dan mengelus kepala makhluk berwarna abu-abu gelap itu. Chi mengerang pelan dan menyandar manja di sentuhan pemuda itu.

"Selamat datang—ah, Sasu-chan!"

"Kaa-san, aku sudah tujuh belas tahun, jangan panggil aku dengan suffix itu."

"Nee, tapi Kaa-san tetap menganggapmu bayi mungil Kaa-san. Sama seperti Aniki dan Imouto-mu", Mikoto meraih kepala anaknya dan mengacak-ngacak rambut hitam itu.

Sasuke hanya bisa tersenyum melihat ibunya. Keluarganya adalah hal yang paling penting baginya. Ayah dan ibunya membangun Restoran ini saat dia masih kecil. Bersama dengan kakak laki-laki dan adik perempuannya, Sasuke membantu orang tuanya bekerja.

Uchiha adalah keluarga besar mereka. Uchiha memiliki perusahaan besar di Jepang. Tapi, ayah Sasuke-Fugaku-tak mau meneruskan perusahaan itu, ia tak mau hidupnya di atur oleh kakek Sasuke. Karena itu, setelah menikahi Mikoto, Fugaku membawa keluarga kecilnya pergi ke Amerika. Dan tak akan kembali ke keluarga besar yang kolot itu selamanya. Ia tak mau anak-anaknya tumbuh menjadi orang-orang seperti Madara-kakek Sasuke.

Kelima anggota keluarga itu hidup bahagia dengan menjalankan bisnis Restoran mereka. Ya, Restoran makanan khas Jepang. Sasuke segera berganti pakaian. Dia keluar dari kamar mandi dan di sapa oleh salah satu koki yang bekerja bersama keluarganya.

"Hey, kau sudah pulang, bocah?"

"Hn."

"Heh, ternyata kau tak berubah, ya?", ujar Teuchi.

Selain Teuchi, anak perempuannya juga bekerja di tempat ini. Juga teman satu sekolahnya, Chouji dan beberapa pekerja lain. Pemuda berambut gelap ini melangkah pergi dan bergabung dengan kakaknya. Oh, satu hal lagi selain makanan yang enak yang membuat tempat makan ini ramai. Yaitu, pesona Uchiha.

Memangnya siapa yang tahan jika melihat dua orang cowok keren dan seorang cewek cantik mendatangimu dan berkata, "mau pesan apa?"

Pertama, Itachi. Anak pertama dan berumur 21 tahun. Itachi bekerja di bawah Akatsuki Technology. Dan menjadi bagian yang penting dari perusahaan itu. Jika di bandingkan dengan Sasuke, wajah Itachi hampir sama. Terkadang, orang-orang salah mengira bahwa keduanya anak kembar. Kecuali tinggi Itachi yang lebih tiga inci dari Sasuke. Dan, rambutnya di biarkan memanjang dan diikat longgar yang biasanya ia gantungkan di bahunya. Secara keseluruhan, Itachi adalah pangeran idaman semua orang.

Itachi adalah orang yang sopan, tapi juga berbahaya. Dia lebih suka tersenyum di bandingkan dengan Sasuke. Jika Itachi adalah bunga anggrek yang eksotis, maka Sasuke adalah bunga mawar hitam yang jarang di temukan dan penuh duri. Sasuke adalah tipe yang diam dan tak banyak bicara. Orang-orang mengaguminya, memandanginya; tapi, tak seorangpun yang cukup dari mereka yang bisa mendekatinya.

Dan terakhir adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga ini. Umurnya 15 tahun. Yukiko Uchiha. Cewek ini juga tak ada bedanya. Dia memiliki warna rambut yang sama dengan kedua kakak laki-lakinya. Juga mata gelap ciri khas Uchiha. Tentu tak lupa, kulitnya yang pucat. Membuatnya terlihat seperti putri salju yang benar-benar hidup dan berjalan di dunia nyata. Yuki memiliki rambut yang panjang hingga menutupi punggungnya. Biasanya rambut panjang itu dia biarkan tergerai atau dia ikat ekor kuda yang agak tinggi.

Sasuke mengedarkan pandangannya dan mendapati sahabatnya memasuki Restoran. Tiga orang itu duduk di satu meja di dekat jendela.

"Aniki, teman-temanmu datang", kata adiknya.

Pemuda bermata onyx itu berjalan melewati beberapa meja dan berdiri berhadapan dengan ketiga teman-'kejahatan'nya.

"Hai, boss!", salam Suigetsu.

Sesaat setelah tipikal 'hn' Sasuke keluar, Karin langsung melengketkan dirinya ke lengan Sasuke. Dia mendekatkan lengan itu ke dadanya. Berharap cowok emotionless itu bereaksi. Tapi, seperti biasa, Sasuke hanya memutarkan bola matanya dan melepaskan lengannya.

Juugo hanya diam dan duduk di antara Karin dan Suigetsu. Keempatnya, seperti yang ku katakan, adalah teman-'kejahatan' satu sama lain. Keempatnya adalah grup player yang mereka beri nama 'Taka' yang berarti 'Elang'.

"Tak kusangka, Sasuke-kun benar-benar 'menyelinap dan mencuri' dari senior Yakushi. Kau hebat, Sasuke-kun!", Karin kembali melemparkan dirinya tapi segera di tahan oleh Juugo.

"Hn. Lagipula dia memang pantas mendapatkannya."

"Hei, boss, aku dengar dia berusaha melacak 'Taka'. Apa itu juga salah satu alasanmu 'menyerang'nya?"

Sasuke mengangkat alisnya, "ayo, kita bicara di kamarku saja."

Empat remaja pergi ke belakang dan menaiki tangga ke lantai dua. Sasuke membuka pintu kamarnya. Dia menyingkirkan beberapa buku di atas kasurnya. Dan Karin, Suigetsu dan Juugo mengeluarkan masing-masing notebook dan menyetel modem.

"Juugo, ada perubahan dalam THV tiga hari ini?", tanya Sasuke.

"Baik dan tak ada perubahan. Beberapa player baru berkeliaran. Tentu level mereka masih rendah. Seperti biasa, banyak yang mencari-cari 'Taka'."

"Sepertinya fans-mu akan tambah banyak setelah ini, Boss."

"Suigetsu! Berhenti mengatakan hal-hal bodoh kepada Sasuke-kun!"

Sasuke memutarkan bola matanya sekali lagi. Entah bagaimana dia merasa bahwa kedua orang ini terlihat seperti pasangan kakek nenek yang sudah lama menikah. Terkadang dia berpikir, kenapa bisa orang-orang macam mereka berdua ini bisa ia pilih untuk menjadi temannya dalam menjelajahi Hidden Villages.

The Hidden Villages adalah dunia virtual ciptaan perusahaan besar yang memegang peran penting dalam perkembangan web, Konoha Inc. Konoha di pimpin oleh dua orang Sannin. Secara mendasar The Hidden Villages di buat semirip mungkin dengan dunia kerajaan yang dikombinasikan dengan sihir atau elemen-elemen fiksi lain untuk memberi kesan yang bagus di mata pengguna [player].

Mereka yang masuk sebagai player akan memiliki sebuah karakter yang memang di buat semirip mungkin dengan wajah asli manusia itu. Hal ini di buat agar tidak ada kesamaan antara satu player dengan player lain. Kalaupun tidak mirip dengan 'fisik' tubuh asli manusia itu, mereka diperbolehkan memanipulasi beberapa hal seperti warna rambut, mata atau warna kulit.

Pendaftaran di lakukan secara online dan di haruskan datang ke kantor cabang Konoha untuk mendapatkan ID. Sign up secara online ini tak ada bedanya dengan membuat akun di jejaring sosial atau membuat mail. Hanya bedanya, kalian tidak bisa langsung menerima password untuk log in. Kalian harus mengambilnya di kantor cabang, hal ini diberlakukan untuk keamanan player itu sendiri.

Di dalam The Hidden Villages, player tidak hanya bisa bermain dengan menambah level atau mencari barang-barang tertentu. Mereka juga bisa berkomunikasi satu sama lain, seperti di dalam jejaring sosial. Karena keunggulan inilah, Konoha Inc terkenal. Para pekerja Konoha selalu melakukan pembaharuan di dalam dunia virtual itu.

Para player The Hidden Villages tidak hanya remaja saja. Terkadang mahasiswa atau orang-orang yang sudah bekerja juga bermain di dalamnya. Seorang player bisa memilih 'occupation' seperti; thief, knight, fighter, mage atau yang lain. Tentu saja kategori tadi adalah yang paling rendah dan di mulai dengan level satu.

Untuk log in, kau membutuhkan komputer dengan modem dan headphone serta cyber-glasses (3). Setelah connection complete kalian bisa langsung memakai headphone dan cyber-glasses.

Sasuke dan ketiga temannya memasang headphone masing-masing, juga cyber-glasses.

[Loading… Log In]

"Ingat, hari ini kita hanya akan melihat-lihat saja", ujar Sasuke.

"Oh yeah, boss. Dan kau bisa menaikkan level murah-mu itu, Karin", balas Suigetsu seraya terkekeh.

[Username Enter…]

"Heh, dasar Bocah Ikan! Memangnya kau tahu apa tentang level-ku? Kau bahkan tak akan selamat kalau bukan gara-gara aku waktu kita di Sunagakure!", sambung Karin dengan ketus.

"Ha? Itu hanya kebetulan lagipula aku tidak minta bantuanmu Kepala Merah."

[Password Enter…]

"APA KAU BILANG?"

"Karin, Suigetsu berhentilah bertengkar", spontan kedua cewek-cowok yang saling adu mulut itu menoleh tajam ke arah cowok berbadan besar itu. Masing-masing mata mereka berkilatkan api kemarahan.

"Baik, semuanya kita mulai."

Dengan perintah dingin Sasuke, remaja lain di kamar itu menekan tombol Enter dan memasuki The Hidden Villages. Cara kerja Headphone dan cyber-glasses di sini saling berkaitan. Keduanya di beri chip untuk membawa alat indra sang pengguna ke dalam dunia virtual. Impuls berbentuk suara dan pandangan yang di alami pengguna di ubah dan di terjemahkan ke dalam bahasa komputer.

Pengguna bisa merasakan gangguan dari luar saat dia 'bermain'. Misal, jika saat kau bermain, ada orang yang mengguncangkan tubuhmu, mencoba memindahkannya atau mungkin mencoba untuk mengajak berbicara.

Singkatnya, koneksi yang dihasilkan kedua alat itu akan terganggu jika keadaan sekeliling pengguna juga di coba untuk di ubah atau di ganggu. Tapi, jangan coba-coba untuk memutuskan koneksi ini begitu saja, seperti memutuskan modem tiba-tiba. Hal ini membuat pengguna bertahan lebih lama di dalan dunia virtual. Juga, membuat program tidak bisa terlaksana. Bisa menyebabkan kerusakan atau error.

Pengguna memang bisa merasakan hal dari luar saat 'bermain'. Tapi, mereka tidak bisa memberikan reflek. Kesadaran pengguna-lah yang menjadi kunci.(4)

[Welcome to the Hidden Villages; Konohagakure. Avenger has been sign in. Ruby88 has been sign in. BladeManiac has been sign in. Protector-00 has been sign in.]

'Taka' tiba di Konohagakure. Avenger a.k.a player Sasuke, menggunakan jubah gelap berwarna merah yang terlihat seperti merah darah. Tentu di balik jubah itu dia menyembunyikan pedangnya. Ya, pedang adalah keahlian khususnya. Occupation miliknya adalah Professional Assassin. Intinya, dia sudah memiliki level yang tinggi dan sebagai ketua 'Taka' dia nyaris tidak terkalahkan. Sasuke bukanlah player yang hanya bermain karena ingin bersenang-senang. Dia selalu menggunakan taktik dan strategi jitu untuk mendapatkan apa yang ia mau; level atau item tertentu.

Ruby88 a.k.a Karin, adalah seorang Black Druid. Player Karin memiliki kemampuan khusus untuk melacak keberadaan player lain dan memanipulasi kemampuannya sendiri menjadi kemampuan yang di miliki oleh seorang Cleric atau Troubadour, yaitu mentransfer Life Points. Meski dia termasuk player pemain 'Garis Belakang' tapi seorang Druid bisa bertarung dengan sihir hitamnya.

Sudah bisa di tebak siapa pemilik nama BladeManiac. Yep, seperti namanya, Suigetsu ahli dalam pedang. Dia memiliki occupation sebagai Sword Master. Meski memiliki awal yang sama seperti Sasuke sebagai Myrmidon, Suigetsu lebih memilih menjadi Sword Master. Hey, jangan salahkan dia jika menginginkan gelar yang berhubungan dengan 'pedang', okay? Lagipula dia memang memiliki ambisi memiliki pedang yang paling hebat…

Yang terakhir Juugo. Cowok bertubuh besar dan memiliki rambut oranye kecoklatan ini memiliki occupation yang unik. Orang menyebutnya Berserker. Adalah misteri bagaimana Juugo menjadi seorang Berserker. Sebagai Protector-00, Juugo memiliki kemampuan memainkan pedang, meski tak sepandai Sasuke atau Suigetsu. Dia juga bisa menggunakan Kapak. Yang menjadi keahliannya sebagai Berserker adalah kemampuannya melawan siapapun dengan tangan kosong.

Keempat anggota tim berdiri di sisi sebelah utara pintu masuk Konohagakure. Sasuke menginstruksikan tim-nya masuk ke dalam sebuah kedai. Matahari virtual bersinar terang di Konoha. Membuat sebaian player atau NPC (Non Player Character) berhenti untuk berteduh. Karin memanggil seorang NPC dan menyuruhnya memberikan mereka onigiri.

Seperti yang sudah di katakan, dunia virtual saat ini bagaikan dunia kedua. Player memiliki dua basic penting untuk bisa tetap bermain yaitu Life Points dan 'Belly'. Belly di sini memiliki peran seperti artinya yaitu 'perut'. Setiap player berjalan selama beberapa jam, belly akan terus menurun jumlah point-nya dan mereka harus mengisinya dengan 'membeli makanan'.(5)

"Boss, hari ini membosankan, kita pergi membunuh sesuatu saja…"

Karin memukul kepala putih Suigetsu, "dasar Anak Ikan! Sasuke-kun leader-nya bodoh, bukan kau!"

"…"

Sementara kedua kucing dan anjing itu bertengkar mari kita tengok Sasuke yang hanya memandang keluar kedai. Pikirannya masih melayang mengingat kejadian yang membuat darahnya mendidih. Yakushi Kabuto.

Manusia berkacamata itu memang sudah membuat resah. Keluarga si asisten dosen itu memang berpengaruh. Sebenarnya Kabuto itu orang yang pandai. Hanya saja kepalanya berisi banyak 'sampah'. Sudah hal umum di Negara Liberal seperti Amerika yang remajanya sudah tak lagi innocent. Pecandu narkoba, suka mabuk atau bahkan penggila sex seperti si Kabuto itu. Dengan tampang yang cukup menggoda, Kabuto selalu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. (Hey, biarpun author gak begitu suka Kabuto, tapi, dia lumayan 'hot' lho!)

Tentunya semua cewek atau segelintir cowok yang ia 'tiduri', ia tinggalkan begitu saja di pagi harinya. Sebenarnya itu bukan masalah Sasuke. Hanya saja, si brengsek Kabuto itu menggunakan nama 'Avenger' tanpa sepengetahuannya. Nama Avenger sudah di kenal di Konoha dan dengan pandainya Kabuto memperkenalkan playernya sebagai Avenger.

Hari pembalasan tiba. Kabuto memang mempunyai obsesi gila terhadap anatomi manusia. Makanya dia menjadi dosen di jurusan kedokteran. Dengan kemampuannya, Sasuke berhasil memperoleh akses ke komputer utama sekolah hanya dalam waktu tiga menit. Tentunya dia tidak cukup bodoh untuk bermain-main dengan akses itu. Dia hanya menyebarkan virus di komputer laboratorium tempat Kabuto biasa 'mendekam', menghancurkan beberapa file atau folder. Juga memblokir semua koneksi Kabuto. Termasuk nomor telepon genggam, e-mail, ataupun player-nya di The Hidden Villages.

Meski begitu, Sasuke yakin seniornya itu tak akan tinggal diam begitu saja. Lagipula, kalau cowok yang lahir tanggal dua puluh tiga ini tidak bisa lolos dari Kabuto, ia tak akan memiliki nama 'Sasuke', ya kan? Karena 'Sasuke' adalah nama seorang ninja legendaris dari Jepang. Dan tentu ia tak akan menyia-nyiakan apa arti dari namanya itu.

Mata gelapnya berpaling. Melihat Karin dan Suigetsu yang masih bercekcok-ria. Sasuke berdiri dan berkata, "kita pergi ke dungeon hari ini."

"Hell YEAH! Kau dengar itu, Kepala Merah?", ujar Suigetsu seraya berdiri dari tempatnya.

Karin mencoba meraih kepala temannya, "KEMARI KAU IKAN!"

Dalam sekejap dua orang itu sudah mendahului Juugo dan Sasuke yang berjalan santai. Untuk pertama kalinya selama beberapa menit Juugo membuka mulutnya, "menurutmu apa tidak sebaiknya mereka jadian saja?"

"Hn."

Juugo menatap Sasuke kemudian ke depan, mengikuti dua orang yang membuat tim mereka 'hidup'. Juugo melihat ke atas, beberapa burung beterbangan, sementara dua ekor dari mereka mendarat di bahunya. Juugo tersenyum, yah, pria besar ini selalu memiliki titik lembut tersendiri saat berhubungan dengan hewan. Dia hanya berharap hari-hari bersama anggota 'Taka' ini bisa terus dan terus berlalu dengan menyenangkan.

line break-don't bother to look at me, I am Alice who likes to chase the White Rabbit-line break

Kamar ber-wallpaper oranye lembut itu di penuhi dengan kabel dan hardware. Kertas-kertas dengan coretan tangan berserakan di mana-mana. Sementara si empu pemilik kamar berkutat dengan keyboard dan mouse di masing-masing tangannya. Mata biru itu merefleksikan barisan hitam dan putih, tumpukan kode-kode dalam kumpulan 1 dan 0. Pintu kamarnya di ketuk perlahan, membuat figur yang duduk bersila itu membeku sejenak dan menoleh. Mendapati pria yang memiliki penampilan sama sepertinya menggelengkan kepala.

"Naruto—"

"Ya, ya, aku tahu! Tapi ini menyenangkan, Tou-san! Lihat, lihat! Aku bahkan membuat 'player'ku sendiri", ujar sang anak.

"Memangnya kenapa dengan itu? Itu bahkan bukan sesuatu yang harusnya kau kerjakan", Minato menghembuskan nafas dan meraih kepala anaknya. Membuatnya mengacak-acak rambut pirang yang memang sudah tak beraturan.

"Tapi, aku bisa membantu. Lagipula, aku hanya ingin 'player'ku bisa masuk dan membantu dari 'dalam'. Pekerjaan Tou-san mengasyikkan!"

Minato tersenyum, "oke, oke. Setelah ini kau harus tidur. Besok kau harus bersekolah."

"Tapi—"

"Aku akan membuat'kan'nya untukmu. Siapa nama'nya'?"

"Arashi dan rubahnya, Kyuubi. Keren 'kan?"

Alis berwarna pirang terangkat, "yah, terserah padamu. Saja Naru-chan"

Keduanya tersenyum dan tenggelam dalam gelap malam. Makan malam terasa menyenangkan. Juga saat mata safir anak muda Namikaze itu melihat indahnya Rembulan. Ia berpikir, mungkin, apa yang ia buat saat ini akan membuat Kiba berteriak 'Hell NO!' dengan wajah terkejut. Ah, betapa dia tidak sabar menunggu ekspresi itu.

line break-don't bother to look at me, I am Snape who killed Dumbledore-line break

"Damn!"

"Sasuke-kun! Awas!"

Tangan kanan-nya meraih pedang, secepat mungkin dia bisikkan kata-kata. Membuat item itu bercahaya. Kilatan-kilatan listrik berwarna biru meluncur dari pedang itu. Sasuke menoleh melihat lawannya mendekat. Dengan sabar dia menunggu makhluk itu mendekat.

'Sekarang!'

Mata berwarna hijau cerah itu tertahan. Melebar melihat si Avenger menusukkan pedangnya tepat di jantung. Naga itu terjatuh dengan bunyi 'brak'.

Juugo melihat Naga yang tergeletak itu mulai mendata, "Wyvern-A3.50, attack; 57, hit; 45, critical; 23, agility; 83, Naga ini biasa saja. Tidak ada yang bisa kita ambil dan jual."

"Wha—ah, padahal ini lantai 5! Masa' makhluk ini tidak ada gunanya?", gerutu Suigetsu.

Sasuke menyingkapkan jubahnya. Menempatkan pedangnya dan berjalan melalui Karin, "ayo kita teruskan."

Ketiga temannya mengangguk. Mereka menaiki tangga menuju lantai berikutnya. Gerbang berikutnya sudah terlihat. Juugo maju lebih dulu dan mendobrak pintu itu. Membuatnya terbelah dan jatuh, menimbulkan suara yang, yah, berisik…

"Kau suka keramaian ya, Protector?", kekeh si 'Manusia Ikan'.

Juugo kembali mengangkat bahu. Ruangan di lantai itu tak terlalu berbeda. Gelap dan hanya di terangi cahaya temaram dari obor di sisi-sisinya. Pilar-pilar batu besar dan kokoh menompang bagian atasnya. Suara tetesan air sampai di telinga 'Taka'. Singkat saja, ruangan ini terlihat kosong.

Suigetsu yang memang gatal bertarung langsung maju ke tengah ruangan, "HEY! Apa ada orang di rumah!"

Kembali. Yang mereka dapati hanya tetesan air. Sasuke merasa hal ini benar-benar bodoh dan menyebalkan. Dia melangkah perlahan. Melihat sekelilingnya. Berharap menangkap pergerakan sesuatu walau hanya perubahan tekanan atmosfir.

Wushh—BUAK…

Sasuke melihat Suigetsu terlontar dari tempatnya berdiri. Pemuda bergigi tajam itu menggerutu dan mengeluarkan kata-kata 'pamungkas'nya, "Damnit! Fuck!"

Sasuke memutarkan bola matanya, 'hn, sepertinya pernghuni lantai ini tak terlihat atau bergerak dengan kecepatan tinggi.'

Karin mencoba mengedarkan pandangan di balik kacamatanya. Dia mengaktifkan kemampuannya untuk melacak keberadaan musuh. 'Sesuatu' yang bergerak cepat adalah lawan mereka kali ini. Sepertinya semacam kadal atau Pixie. Karin berharap bukan Pixie. Makhluk biru itu menyebalkan menurutnya.

Karin mengumpat saat ia benar-benar melihat dua ekor Pixie bertengger dengan senyum lebar mereka. Pixie sebenarnya mirip dengan Fairy. Hanya saja mereka berbeda, mereka tidak memiliki 'adat' dan 'tata krama' seperti Fairy. Mereka tergolong animal karena hal itu. Yang membuat Karin sebal adalah senyum dan tawa mereka yang membuat mereka seperti bayi dari neraka.

Dua Pixie bertengger terbalik di dua pilar berbeda. Suara melengking dari tenggorokan Makhluk Biru itu membuat mata Juugo melebar dia segera menoleh ke arah Karin yang sedang menatap tajam ke arah musuh mereka, "Karin, ini tidak bagus. Dua ekor Pixie Biru apalagi yang itu sudah buruk. Dan yang lebih buruk—"

"Mereka memanggil sekongkolan-nya, iya 'kan?", sambung BladeManiac.

Karin makin sebal dengan itu, "cih, merepotkan. Kenapa sih mereka harus di ciptakan di The Hidden Villages juga?"

Bayang-bayang mata berwarna merah menyala semakin banyak. Karin merasa hal ini makin seperti di komik saja. Yah, di komik 'kan selalu ada waktunya saat tokoh-nya berjalan di suatu tempat gelap, yang setelah itu sebagai backgroudnya terlihat ribuan pasang mata berwarna merah. Maksudku, ayolah! Mereka itu terlalu merepotkan untuk di lawan.

Tak lebih dari lima detik, ratusan bunyi kepakan sayap Pixie menggema di ruangan remang-remang Dungeon. Hampir setiap obor di yang menerangi ruangan itu apinya bergoyang karena perubahan aliran udara. Membuat suasananya makin menyebalkan dan merepotkan.

Sasuke tak membuang banyak waktu, dia mengambil pedang dan mengayunkannya. Ketiga temannya juga mengikuti dan mulai menyerang para Pixie. Cipratan darah berwarna gelap terasa sangat nyata di dalam indra mereka. Hanya saja mereka tak bisa merasakan apapun di dalam Dunia Maya ini.

Ya, mereka bisa mendengar dan melihat. Tapi, tidak bisa merasakan rasa makanan, sakit, mencium bau, kedinginan atau kehangatan. Karena memang itulah cara kerja headphone dan cyber-glasses. Kedua device ini masih mempunyai keterbatasan yang hingga saat ini tidak di temukan cara untuk membuatnya lebih sempurna.

Dentingan pedang dan suara otot di sobek menggema bersama dengan teriakan pilu nan melengking dari lawan 'Taka'. Pixie-pixie yang beterbangan itu terus menyerang mereka. Suigetsu melayangkan pedangnya dengan tawa psikopat, "hahaha, mati kau!"

Sedetik kemudian goncangan terasa di Dungeon. Sasuke melihat kesekelilingnya. Pixie-pixie itu berhenti menyerang sejenak. Mereka menolehkan kepala biru mereka, terlihat kebingungan. Detik kemudian, ruangan yang masih bergoncang itu seperti di aliri listrik jurus miliknya. Kilatan listrik biru dan hijau terlihat di sana-sini seraya tim Taka memberhentikan kegiatan mereka. "Ada apa ini!", teriak Karin.

Mata onyx Sasuke kembali mengedarkan pandangannya. Pandangan akan ruangan berguncang penuh Pixie beserta ketiga temannya menghilang. Berganti dengan ruangan yang gelap. Kakinya berusaha melangkah mencari-cari jalan dalam kegelapan. Hal pertama yang dia sadari adalah ruangan itu berlantai dan tergenang air, mungkin…?

Dia melihat secercah cahaya. Otaknya berputar, mungkin itu obor. Dia berjalan mendekati sumber cahaya di tengah kacaunya pikiran dalam otaknya. Dia bertanya-tanya. Di mana dia sekarang. Kenapa dia tidak bersama Karin, Juugo atau Seigetsu. Tempat apa yang kini ia pijak. Apakah ini sesuatu yang seharusnya tidak terjadi…?

Sasuke melihat ke depan, semakin mendekati cahaya obor. Dia melihat obor itu di pegang oleh seseorang. Orang itu memunggungi cowok berambut gelap kita. Membuat Avenger tak bisa melihat wajah orang ini. Orang pemegang obor itu mengenakan jubah dengan tudung yang di pasang. Tinggi orang itu tak lebih dari dagu Sasuke. Tangan pucat Sasuke meraih bahu orang itu.

Sayangnya, Sasuke tak menyadari saat kejadian kilatan listrik dan guncangan tadi membuat Life Point dan Belly Point-nya nyaris mendekati nol. Belum sempat ia melihat wajah sang pembawa obor dia terjatuh dalam sesuatu yang hangat dan memiliki bau seperti hutan di musim semi. Matanya tertutup saat kegelapan meraih Sasuke lebih dalam lagi. Hal terakhir yang ia lihat adalah sepasang mata berwarna biru yang cemerlang.

.,:;T.B.C;:,.


(1) Saint Hedwig International School. Sekolah fiksi buatan Nami. Letaknya di suatu tmpt di New York. Sekolah ini terdiri dri SD, SMP dan SMA.

(2) This is the night the hunter will be hunted. No one but something flying from the sky…kata-katabuatan Nami. Sebenernya ini pngen di jadiin semacam lirik gtu. Pokonya, kata-kata ni penting banget. Jadi jgn ampe dilupakan.

(3) Cyber-glasses. Ini adalah device fiksi buatan Nami juga. Buat yang suka game pasti ngerti ato malah pernah liat di anime ato manga yg bhbungan dgn game; mesti ada kacamata khusus utk Log-In. yap, semacam itu.

(4) Buat yg masih inget film fiksi AVATAR. Pasti ngerti hal ini. di film itu, kesadaran tokoh utamanya 'dipindahkan' dari tubuh manusianya ke tubuh 'AVATAR'. Jadi, kurang lebih prinsip headphone dan cyber-glasses disini sama seperti itu.

(5) ini juga Nami adaptasi dari gameboy visual adv; Pokemon Dungeon. Di situ setiap pokemon-nya jalan, point 'belly'nya berkurang. Jadi mereka harus 'makan'.

Komentar Nami; Nami seneng nulis Suigetsu! Dia nyebelin tapi asik buat di tulis! ^_^Review okay? Tunjukin ke Nami, kalian ingin chapter berikutnya ato ngga… Ato malah pengen cerita ini Nami hapus…? Kalo kalian review dgn tanggapan positif, berikutnya akan lebih panjang daripada ini…