Sakura dikirim kembali ke Jepang karena ketahuan balapan motor saat tengah malam oleh salah satu bodyguardnya. Sekarang dia harus mengganti jam tangan mahal milik seseorang dalam waktu setahun. / "Jepang adalah mimpi burukku." / "Aku akan memberikanmu waktu setahun untuk menggantinya, dan karena setahun itu sangat lama, jadi.. kau harus mengikuti perintahku selama setahun juga."
.
.
.
.
.
Naruto always belong to Masashi Kishimoto
But, this story is mine
Saya tidak mengambil keuntungan apapun lewat fic ini. Saya hanya meminjam beberapa chara milik om Masashi.
Jika ada suatu kesamaan dalam fic ini dengan cerita lain, itu adalah ketidak sengajaan atau hanya kebetulan. Karena fic ini real dari hasil otak saya sendiri.
.
WARNING
Typo(s), AU, OOC, Alur kecepetan, EYD berantakan, gaje, dan semacam kecacatan lainnya.
.
GASUKA GAUSAH BACA :)
.
.
.
Chapter 1 : New Student
Suasana kelas yang sangat berisik sudah menjadi hal yang wajar saat ini. Semua siswa sibuk dengan urusannya masing-masing di kelas. Ada yang bergosip ria, bermain catur, ada yang bermain petak umpet, ada yang saling melempar kertas, dan ada yang hanya duduk diam melihat teman-temannya membuat ribut. Yap, seperti aktivitas para siswa Konoha Gakuen setiap harinya jika jam pelajaran kosong.
Konoha Gakuen adalah salah satu SMA elit di Tokyo yang sudah berada di tingkat internasional. Hampir semua siswa Konoha Gakuen adalah orang-orang yang berada di kelas atas, sisanya adalah orang dari kelas bawah yang mendapat beasiswa dari pemerintah. Tetapi Konoha Gakuen terkenal bukan karena pelajarnya yang hampir semua adalah anak orang kaya, melainkan karena prestasi siswanya yang sangat tinggi.
Saat siswa masih terlihat asik sendiri, tiba-tiba pintu kelas terbuka. Muncul sosok pria berambut perak dengan masker hitam yang menutup wajahnya masuk ke dalam kelas yang berisik tersebut.
"Semuanya kembali ke bangku kalian masing-masing," Perintah Kakashi-sensei yang baru saja masuk dengan seorang gadis berambut merah muda. Tunggu, merah muda?
"Hari ini kita kedatangan siswa baru, namanya Haruno Sakura, dia baru saja pindah dari New York, Amerika Serikat." ucap Kakashi-sensei.
"um, Hello guys—eh Ohayou minna, aku Haruno Sakura. Mohon Bantuannya." Sakura tersenyum lalu membungkuk 90 derajat sehingga membuat rambut merah muda-nya jatuh saat membungkuk. Ya, Sakura sudah tidak terbiasa menggunakan bahasa Jepang lagi, dia tinggal di Amerika cukup lama dan selalu menggunakan bahasa Inggris di sana. Jadi, wajar saja dia lupa. Tetapi yang anehnya adalah ia selalu menggunakan bahasa Jepang dengan Ayah dan salah satu sahabatnya, ia hanya tidak terbiasa berbicara menggunakan bahasa Jepang dengan orang yang tidak dikenalinya.
"Haruno, kau duduk di bangku yang kosong itu." Kakashi-sensei menunjuk ke arah meja yang berada dekat jendela kelas.
Sakura berjalan ke arah bangku yang berada di dekat jendela, ia melewati beberapa siswa laki-laki yang sepertinya—ehm tertarik dengannya. Bangku yang diduduki Sakura berada pada barisan kedua paling kiri dekat jendela.
"Baiklah semuanya, karena hari ini Anko-sensei tidak datang, jadi kalian bebas." ucap Kakashi-sensei lalu berjalan keluar ke pintu. Semua siswa yang mendengarnya langsung bersorak bahagia. Siapa yang tidak senang jika jam pelajaran tidak ada guru? Semua siswa pasti senang—kecuali siswa elit yang terlalu rajin.
"Umm.. a-ano,"
"Eh?" Sakura kaget dan langsung mendongakkan kepalanya.
"M-ma-maaf mengganggumu, a-aku ha-hanya i-ingin berkenalan,"
Sakura mengernyitkan alisnya melihat siswi bersurai indigo dan bermanik lavender. Siswi itu terlihat gagap dan malu-malu, tetapi dia memberanikan dirinya untuk berbicara dengan Sakura. "Oh, Aku Sakura, Haruno Sakura. Siapa namamu?" Sakura langsung berbicara to the point.
"A-aku Hyuuga Hinata. K-kau bi-bisa memanggilku Hinata" ucap gadis itu. Hinata tersenyum dan duduk di bangku depan Sakura. "J-jadi, Sakura-chan bisa b-berbahasa Jepang?" Tanya Hinata.
Sakura menaikkan sebelah alisnya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis bermanik lavender di depannya. "Aku ini asli Jepang, mana mungkin aku tidak bisa berbahasa Jepang."
"Eh? Sakura-chan asli Jepang?" Hinata menampilkan raut wajah yang sedikit kaget. Sakura langsung tertawa pelan mendengarnya.
"Menurutmu?"
"Entahlah. Dari namanya, sudah pasti Sakura-chan orang Jepang. Tapi melihat wajah dan cara berbicara Sakura-chan terlihat seperti orang barat." jawab Hinata jujur.
"Benarkah?"
"I-iya, t-tapi itu menurutku."
Sakura terkekeh mendengar pernyataan yang diberikan Hinata "Mungkin ini efek terlalu lama tinggal di Amerika, haha." Gadis itu kembali tertawa pelan.
TENG
Akhirnya suara yang ditunggu seluruh penghuni sekolah pun berbunyi. Semua siswa berbondong-bondong pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan.
"A-ano Sakura-chan,"
"Ya?"
"Aku ingin ke kantin, Sakura-chan mau ikut denganku atau tidak?"
Sakura tampak berpikir sejenak, "Hm, sepertinya aku di sini saja dulu, sebentar lagi aku akan ke kantin."
"B-baiklah, aku duluan, Jaa~"
Setelah Hinata pergi meninggalkan kelas, Gadis musim semi itu mengeluarkan buku tebal dengan sampul berwarna hitam. Jemarinya dengan perlahan membuka satu-persatu halaman dari buku itu. Ia membacanya dengan serius.
"HEI SAKURA!"
Gadis berambut pirang ponytail langsung menerobos masuk ke kelas XII-2, gadis itu adalah Yamanaka Ino. Siswa dari kelas XII-3 yang juga merupakan kelas inti sama seperti kelas XII-2.
Ino berlari masuk dan langsung memeluk Sakura. "Kenapa kau tidak bilang kalau kau kembali ke Jepang, hah?!" gadis ponytail itu melepaskan pelukannya dan menatap Sakura dengan tajam.
"Hehe maaf, aku lupa memberitahumu." Jawab Sakura innocent. Ino memutar bola matanya dan menghela nafas mendengar sahabatnya hanya menjawab dengan jawaban singkat, ditambah lagi dengan ekspresi wajah Sakura saat menjawabnya, jawabannya terdengar santai dan datar seakan-akan tidak tahu kalau Sakura sudah melakukan kesalahan besar.
Sakura dan Ino sudah bersahabat sejak kecil. Saat kelas 7, Sakura ikut bersama orang tuanya pindah ke New York. Lalu Ino sempat pindah ke New York pada saat kelas 8 dan satu sekolah dengan Sakura di sana. Dan Ino kembali ke Jepang pada kelas 10 dikarenakan urusan orang tua Ino sudah selesai di New York. Merepotkan bukan?
Meskipun begitu komunikasi antara Sakura dan Ino tidak pernah terputus. Mereka saling mengabarkan satu sama lain melalui sosial media. Tak jarang juga mereka melakukan video call bersama, itu membuat keduanya seperti bertemu setiap hari seakan tidak ada jarak diantara mereka. Dan itu membuat ikatan persahabatan mereka semakin kuat.
"Dasar Jidat," Gerutu Ino. "Huft.. yasudahlah, ayo kita ke kantin" gadis blonde itu menarik tangan Sakura. Padahal Sakura belum membereskan bukunya yang masih berantakan di atas meja, tapi Ino sudah menarik paksa tangan Sakura. Mau tidak mau Sakura harus mengikuti Ino. Jika tidak, bisa-bisa ia akan kena omelan yang amat panjang dari Ino.
...
Suasana kantin yang begitu ramai membuat Sakura dan Ino tidak kebagian tempat duduk, semua bangku sudah penuh sejak tadi. Sakura yang baru masuk ke sekolah ini hanya bisa berdiri menunggu intruksi dari Ino. Tetapi Ino hanya diam saja dari tadi.
"INO!"
Sebuah suara memanggil nama Ino. Tapi sepertinya gadis ponytail itu tidak mendengar suara tersebut karena sedang melamun, entah apa yang sedang ia lamunkan sehingga tidak menyadari ada yang memanggilnya.
Tiba-tiba sebuah tangan kekar menepuk pundak Ino. Ino sontak menoleh ke arah pemilik tangan kekar itu.
Laki-laki tampan bersurai merah dengan tatto 'ai' di dahinya itu mengangkat tangannya dari pundak Ino. "Kau ini, sudah dipanggil berkali-kali masih saja tidak dengar."
Pemuda yang diketahui bernama Gaara itu menghela nafas melihat Ino yang hanya menampilkan ekspresi cengo. "Neji memanggilmu dan dia sudah menunggu di—eh?" ucapan Gaara terputus saat melihat gadis berambut merah muda yang berdiri di samping Ino.
Sakura menyadari kalau Gaara melihatnya dengan bingung, langsung saja gadis musim semi itu membuka mulutnya, "Ah, Aku Haruno Sakura. Aku baru di sini" lalu Sakura tersenyum dan membungkuk di depan Gaara.
"A-aku Sabaku Gaara," Gaara membalas senyuman Sakura.
Perhatian Gaara kembali kepada Ino. Gadis beriris aquamarine itu terlihat tidak memperhatikan sekitar, sepertinya ia melamun. Gaara kembali menghela nafasnya. "Kau melamun, Ino?" Tidak ada jawaban. "Hei! Jangan membuat Neji menunggu di ruang OSIS!" Ino langsung kaget mendengar suara Gaara yang bisa dibilang (cukup) keras.
Seperti baru saja terbangun dari mimpi, Ino terkejut melihat Gaara yang tiba-tiba—sebenarnya dari tadi—berada di depannya "Gaara, eh? Sejak kapan kau ada di sini?"
KRIK KRIK
oke, Gaara sudah mulai naik pitam.
"Ino,"
"Ya?"
"Neji memanggilmu di ruang OSIS, dan jangan membuat dia menunggu, kau mengerti?" ucap Gaara dengan nada yang sangat halus dan rendah. Mungkin kekerasan tidak bisa dipakai untuk melawan gadis ponytail yang satu ini.
"Oh, oke aku mengerti," Ino sudah membalikkan badannya, tapi ada sesuatu yang ia lupakan. Ino kembali berbalik, "Hei Jidat, maaf aku tidak bisa menemanimu di kantin. Ini semua karena ulah ketua OSIS gila itu, padahal aku ingin sekali mengobrol banyak denganmu." Ucap Ino sambil memanyunkan bibirnya.
"Eh? tak apa Pig, kau bisa berbicara denganku saat pulang sekolah bukan?" kata Sakura meyakinkan Ino.
"Ah, benar juga.. yasudah, Jaa~" Ino meninggalkan Sakura dan mulai berjalan ke arah tujuannya.
Sakura hanya diam sambil menatap punggung Ino yang semakin menjauh. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Kembali ke kelas? atau tetap berdiri di kantin menunggu sampai ada kursi kosong dan langsung mendudukinya? Hei, yang benar saja! Dia akan terlihat seperti orang bodoh yang tersasar jika melakukannya. Sepertinya kembali ke kelas saja, hari ini aku juga tidak selera makan. ucap batin Sakura. Sakura hendak berbalik dan memulai langkahnya.
"Haruno,"
"Eh, ada apa?" Sakura menaikkan sebelah alisnya.
"Hm, tidak jadi."
Sakura menatap pemuda bersurai merah itu dengan ekspresi bingung, Sakura hanya mengangguk pelan. "Oh, yasudah, aku akan kembali ke kelas,"
...
TENG…TENG
Suara bel dua kali berbunyi, itu berarti pelajaran sudah bisa diselesaikan alias pulang. Semua siswa mulai satu persatu keluar dari kelas mereka masing-masing. Termasuk dua orang pemuda dengan warna rambut yang berbeda.
"Teme, kau tahu siswi pindahan dari Amerika itu? Dia itu sangat cantik!" ucap pemuda pirang jabrik yang tak lain dan tak bukan adalah Namikaze Naruto.
Siapa yang tidak kenal dengan pewaris tunggal Namikaze ini? Anak dari President Namikaze Group ini mempunyai penggemar yang cukup banyak. Wajahnya memang tidak terlalu tampan, tapi sikapnya yang ceria, overhyperactive, dan sangat ramah ini membuat semua orang menyukainya. Banyak gadis yang mengincarnya. Bahkan ada yang sampai menguntit Naruto setiap harinya, dan tentu saja itu membuat Naruto selalu was-was dengan para gadis manapun.
"Hn." Yang ditanya hanya menjawab datar dan tampak tidak peduli.
Pemuda dengan gaya rambut emo dan berwarna raven, mata yang kelam sekelam langit malam, badan sixpack yang seperti model majalah. Sangat keterlaluan jika ada yang tidak mengetahui siapa itu. Yap, si bungsu Uchiha, yakni Uchiha Sasuke.
Anak dari pemilik perusahaan Uchiha Corp ini mempunyai julukan Pangeran Sekolah, bagaimana tidak? Lihat penampilannya serta latar belakangnya. Sasuke juga merupakan incaran para gadis di sekolahnya, bahkan ada juga yang di luar sekolahnya. Dan gara-gara hal itulah Pangeran Sekolah ini selalu berdiam diri di kelas tidak mau ke mana-mana karena takut dengan para penggemarnya yang sangat mengerikan. Sebenarnya ia tidak takut, hanya saja malas dengan para gadis yang selalu meneriaki namanya sehingga membuat gendang telinganya hampir pecah.
Mereka berdua sudah berada di depan gerbang. Mengingat peraturan di sekolah tidak boleh membawa kendaraan bermesin, jadi mereka terpaksa menunggu jemputan dari orang tua masing-masing.
Dan ternyata Naruto lah yang duluan dijemput dari pada Sasuke. Sebuah Lamborghini hitam berhenti di depan mereka berdua. "Teme, mau pulang bersamaku?" tanya Naruto.
"Hn, tidak. Aku menunggu baka aniki-ku saja." Jawab Sasuke datar.
Naruto hanya menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya yang sangat keras kepala ini. "Baiklah, aku duluan. Jaa~" Lalu Naruto masuk ke dalam mobilnya.
...
"Kemana si baka itu?" ucap Sasuke kesal. Dia mengotak-atik ponselnya dan menelpon seseorang.
Tuuuttt..tuttt
"Ck, kenapa tidak dijawab?!"
Suasana sekolah sudah sepi dari tadi. Ia sudah menunggu hampir sejam dan tidak ada yang menjemputnya. Bagaimana ia tidak kesal?
BRUKKK
"Arghh!"
Seseorang menabrak Pangeran Sekolah hingga membuatnya terjatuh.
"Mm sorry, aku buru-buru." Seseorang yang menabrak tadi meminta maaf dan langsung melesat pergi. "SEKALI LAGI MAAFKAN AKU!" teriak orang yang tadi sambil berlari. Sementara yang ditabrak?
"HEI KAU!" teriak Sasuke kepada orang yang menabraknya tadi. Namun sepertinya orang itu tidak mendengarnya dan terus berlari. "Ck, apa-apaan dia?!" Sasuke berdiri seraya menepuk lengan dan kakinya.
Dan matanya langsung melebar seketika melihat sebuah benda yang seharusnya melingkar di lengannya telah tergeletak di aspal.
Jam tangan Vacheron Constantin miliknya sudah hancur lebur. Talinya putus dari Case'nya. Kacanya juga sudah penuh retakan sehingga menutupi Dial'nya. Dan yang lebih parah, Gears'nya ikut keluar dari Case. Bagaimana bisa orang itu membuat jam tangan mahal hancur dalam waktu sekejap?
"A-apa yang..?" Sasuke mengutip satu-persatu bagian dari jam tangan yang sudah terpisah-pisah itu. "Awas saja jika aku bertemu dengannya lagi, akan aku cincang dia."
...
Kaki itu melangkah dengan cepat. Ia tampak terengah-engah seperti habis dikerjar sesuatu. Kaki itu berhenti tepat di depan seorang gadis yang memakai seragam sekolah dengan rambut diikat tinggi berwarna pirang. Gadis itu berkacak pinggang melihat orang yang di depannya.
"Kau terlambat nona," ucap gadis pirang itu dengan masih berkacak pinggang. Oh, dan coba lihat raut wajahnya. Wajahnya sekarang memandang horror gadis berambut merah muda yang terlihat seperti habis dikejar setan. "Dan perlu kuingatkan bahwa ini masih siang, tidak akan ada hantu yang mengejarmu ditengah panas terik matahari begini." Tambahnya.
Dengan nafas yang masih terengah-engah, gadis dengan mahkota berwarna merah muda itu mencoba menenangkan dirinya. "Hah.. maaf, aku tadi menabrak seseorang dan tidak sengaja menghancurkan jam tangannya." Kata-kata itu melontar dengan datar dari mulutnya.
Ino mengernyitkan alisnya. Sahabatnya ini memang terkenal ceroboh. Tapi bagaimana bisa dia merusak jam tangan seseorang. "Ha? Jadi karena itu kau berlari seperti dikejar hantu?" Tanyanya.
"Iya." Sakura mengangguk santai.
"Memangnya kau tidak meminta maaf kepada orang itu?" tanya Ino heran.
"Sudah." Sakura mengangguk lagi.
"Lalu kenapa kau berlari seperti itu?" tanyanya lagi.
"Dia tidak sadar kalau benda itu terlepas dari tangannya saat aku menabraknya. Benda itu hancur dalam sekejap, aku tidak tahu bagaimana bisa. Tapi yang pasti benda itu bermerek dan tentunya mahal. Makanya aku berlari." Jelasnya.
"Astaga, Sakura! Berhenti berlatih karate atau semacamnya, itu membuat kekuatanmu menjadi mengerikan!" dengus Ino sambil menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar penjelasan dari temannya ini. Ia tidak bisa membayangkan kalau hanya menabrak seseorang bisa membuat jam tangan mahal rusak. Benda mahal tentu tidak mudah rusak begitu saja. Ya kalau benar jam tangan itu mahal. "Lalu bagaimana jika dia datang menemuimu dan meminta ganti rugi?"
"Entahlah." Sakura menaikkan bahunya.
"Kau ini baru tiba di Jepang tetapi sudah membuat masalah. Pantas ayahmu memberikanmu dua bodyguard dan satu butler pribadi saat di Amerika." Ucap Ino lalu kembali mendengus.
Ia ingat saat satu sekolah dengan Sakura di New York. Sahabatnya itu sangat dijaga ketat oleh ayahnya. Sakura selalu didampingi oleh butler pribadinya kemanapun ia pergi. Dan kadang sesekali dua pria dengan badan besar ikut mendampinginya.
"Kau melupakan satu fakta nona," kata Sakura dengan sedikit menyeringai tipis.
"Dan kau selalu berhasil lolos dari penjagaan mereka." Ino memutar bola matanya bosan.
Ino juga ingat bahwa Sakura selalu lolos dari para pria bertubuh besar itu. Entah bagaimana, dirinya juga tidak tahu. Dan yang lebih mengherankan adalah butler pribadinya tidak pernah membuka mulut jika ditanya ayah Sakura bagaimana tingkah lakunya. Butlernya hanya mengatakan bahwa Sakura selalu bersikap manis. Dan Ino tahu itu bohong, karena ia tahu kebiasaan buruk Sakura dari kecil.
"Ah, sudahlah. Ayo pulang." Kata Sakura lalu berjalan meninggalkan Ino.
Ino berlari menyusul Sakura yang sudah jalan duluan. "Hei, kau masih belum memberiku alasan mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau kembali ke Jepang!" kini Ino menoleh kearah Sakura dan menatapnya dengan tatapan yang tajam.
"Bukankah aku sudah memberitahumu?" jawabnya tanpa menoleh kea rah Ino.
"Alasan macam apa itu?" tanya Ino dengan ketus. Ia kesal dengan alasan yang diberikan Sakura saat istirahat tadi.
"Oh, baiklah." Sakura menghela nafasnya. "Aku dihukum."
"Hah?"
Sakura mengalihkan tatapannya kearah lain. "Ayahku tahu aku berkelahi dan selalu keluar setiap malam. Jadi, yah.. dia menghukumku dengan mencabut seluruh fasilitasku dan kembali mengirimku ke sini."
"A-APA? AYAHMU SUDAH TAU ITU?" Ino berteriak tepat di kuping Sakura.
"Kau tidak perlu berteriak, Pig." Sakura kembali menghela nafasnya. "Saat itu aku keluar seperti biasa. Dan aku tidak mewarnai rambutku karena pewarnanya habis, jadi aku pergi dengan penampilan biasaku tapi rambutku tetap berwarna pink."
Ino menyimak penjelasan Sakura dengan seksama. Ia tidak menyangka Sakura berani keluar saat malam dengan warna rambut seperti itu. Biasanya Sakura mewarmai rambutnya dengan warna lain— biasanya warna hitam. Siapapun yang sudah mengenalnya pasti tahu itu dia walaupun hanya melihatnya dari jauh. Bagaimana tidak, warna rambut Sakura adalah warna khas dan tidak semua orang memilikinya.
"Lalu?" tanya Ino.
"Kau tahu Karl bukan?" yang ditanya malah balik bertanya.
Karl? Siapa dia? Oh, Ino ingat. Karl adalah salah satu bodyguard Sakura. Orang yang paling menjaga ketat pengawasannya terhadap Sakura.
Ino mengangguk pelan.
"Malam itu aku sedang bertanding balap motor dengan salah satu anggota dari geng yang menjadi rival geng-ku. Ternyata Karl menyaksikan pertandingan itu, dia menyadari bahwa orang yang sedang bertanding itu aku. Dan dia langsung melapor pada Ayahku saat itu juga. Lalu pada saat aku pulang ke rumah, aku langsung dimarahi Ayahku. Yah memang Ayahku tidak memukulku atau apa, dia hanya memarahiku dan menyuruhku masuk ke kamar. Pada saat aku masuk ke kamar, sontak saja aku ingin menjerit dan menangis saat itu juga,"
Ino mengernyitkan alisnya heran. "Kenapa?"
"Laptop, charger ponsel, TV, PS, baju karate, pedang kendo-ku, dan semua peralatan yang biasa aku pakai saat aku keluar malam sudah tidak ada di kamar. Aku masih bersyukur ponselku tidak ikut di sita, tetapi aku salah. Esok harinya ponselku diambil secara paksa, dan aku langsung disuruh untuk menyiapkan semua baju-bajuku. Awalnya aku kira aku diusir dari rumah, ternyata aku disuruh kembali ke Jepang. Dan kau tahu apa?"
"Apa?"
"Saat itu juga aku ingin berteriak dan mengahancurkan semua barang yang ada di sekitarku. Rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya." Sakura mendesah keras lalu terdiam.
Ino yang mendengarnya merasa kasihan pada Sakura. Sebenarnya dia marah besar dengan Sakura karena anak itu berubah sepenuhnya menjadi berandalan. Sakura memang suka sekali dengan kegiatan bela diri sejak kecil. Ia masuk klub karate pada saat kelas 4 dan sering berlatih di dojo milik Ayahnya. Tetapi Ino benar-benar tidak menyangka Sakura akan menjadi seperti ini. Dan Sakura mulai bertingkah seperti ini semenjak kematian ibunya enam tahun yang lalu.
"Lalu apa rencanamu di sini?" tanya Ino.
"Tidak ada."
"Hah? Tidak ada?" Ino mengerutkan keningnya tidak percaya.
`"Aku hanya akan menjalankan apa yang disuruh Ayahku. Lagipula aku tidak akan bisa kabur lagi walaupun Ayahku berada di Amerika. Dia memberiku banyak penjaga. Aku merasa seperti narapidana yang akan dihukum mati."
"Lalu kenapa kau sekarang pulang berjalan kaki?" Tanya Ino. Ia baru teringat kalau sekarang ia dan Sakura berjalan kaki. Seharusnya Sakura dijaga dengan seorang pria berbadan besar kalau memang dia dihukum.
"Aku sudah meminta izin agar bisa pulang bersamamu, dan aku yakin pasti sekarang ada yang sedang mengawasiku." Jawab Sakura santai.
"Apa maksudmu?"
"Walaupun aku sekarang sendiri, tetap saja ada yang menjagaku." Sahut Sakura. "Hah.. aku benar-benar seperti buronan sekarang." Ucapnya lalu mendesah.
Keheningan menyelimuti mereka berdua selama perjalan. Sakura menghela nafasnya dan memejamkan matanya sejenak lalu membukanya lagi. "Hei, darimana kau tahu kalau aku kembali ke Jepang?" tanya Sakura setelah mengingat kejadian saat istirahat tadi di sekolah. Ino langsung menerobos masuk ke dalam kelasnya dan memberinya semprotan.
"Dari Ayahmu." Jawab Ino cuek.
Sakura menghela nafasnya saat mendengar jawaban yang diberikan Ino. Ayahnya? Astaga, Sakura tidak ingin memikirkannya lagi. Tolong jangan tanya apa yang Sakura tidak ingin pikirkan, karena ia sangat malas untuk menjelaskannya.
"Kau tahu apa, Pig?" tanya Sakura tiba-tiba kepada Ino.
Ino yang sedang fokus memandang lurus jalanan tersentak karena pertanyaan Sakura.
Gadis pirang itu menaikkan alisnya sebelah. "Apa?"
"Jepang adalah mimpi burukku."
.
.
.
.
To be Continued
HI MINNA ^^
My first fic! Gimana? Ancurkah? Absurd kah? Aneh kah? Yak, mohon maap bila banyak keancuran dalam fic ini.. yah.. saya kan masih newbie :'v
Adakah yang tidak tahu arti kata-kata yang dimiringkan di atas? Kalau gatau, silahkan tanya ama mbah google~ saya malas mengetik hoho :V /dibacok
Ide ini tiba-tiba muncul pas saya lagi liat cover doramanya AKB48 "Majisuka Gakuen", ada yang tau doramanya? Saya suka banget pas ngeliat member-member ekebi jadi yankee.. apalagi Yuko ketua geng Rappappa tercintah :* yah sekarang bukan dia lagi sih.. kan udah grad Yuko nya :") tapi saya gaperna nonton doramanya sekalipun :'v *efek males download* /dibantai
kok saya malah ngomongin itu ya :v
Udah deh gitu aja, saya mohon kritik dan sarannya '-')/999 tapi jangan flame, saya masih newbie :"3
.
.
Riview pls? :V
