Haaai haaaai~ Ryoko Konoe datang lagi ke fandom spiraaaal~ fufufufu Ini cerita ini sebenarnya udah lama ingin aku buaat~ cuman aku terpaku sama cerita-ceritaku yang lain yang belum selesai QAQ)w sedih banget jadi Author yang males-malesan sepertiku u,u) Yaah sudahlah ini cerita pelarian yang aku buat sambil denger lagu galau. Silahkan dinikmati~ X) X)
Ah iya! Aku lupa slogan yang wajib para readers ketahui! Fufufu silahkan dibaca!
Kanone Hilbert itu milikku dengan rekanku di Ayame-Yuri no Hana.
Lalu Hizumi Mizushiro itu perabot pribadi milikku~ XD
Naaah silahkan dicicipi~
.
.
Disclaimer : Spiral itu punya saudara jauh sayaaa fufufu #plak gomeeen Eita Mizuno-sensei dan Kyo Shirodaira-sensei QAQ)w
Warning : OC, OOC, miss-typo, OOT etc etc etc.
.
Hizumi's POV
.
Meine Rache
.
Sudah sejam berlalu semenjak aku berdiri di bandara ini. Beberapa kali aku melihat jam tangan yang aku kenakan. Sekarang itu sudah jam 6 sore waktu Berlin, aku masih terus menunggu kedatangannya. Iya, karena aku sama sekali nggak tahu Berlin. Alasan mengapa aku datang ke ibu kota Negara Jerman adalah agar aku bisa bertemu dengan orang itu, Kiyotaka Narumi. Menurut orang tua asuhku, kabar yang menyebar ia ada di kota ini.
Aku masih terus menunggu, karena bosan aku mengambil harmonikaku yang ada di jaket yang aku kenakan. Lalu aku memainkannya. Alhasil aku berhasil mencuri perhatian orang yang berlalu lalang di sekitarku.
"Kamu… Hizumi Mizushiro, ya?"
Seseorang menyapaku saat aku sedang bermain harmonika. Aku dapati seorang gadis dengan rambut merah muda tergerai. Warna matanya senada dengan warna rambutnya. Pandangannya itu sangat dingin. Tetapi, aku bisa menyadari seberapa besar penderitaan yang ia rasakan ketika pertama kali melihatnya. Lalu, entah kenapa aku berfikir bahwa dia sama denganku, sendirian.
"Ya, Aku Hizumi Mizushiro!" sahutku dengan ramah. Aku tersenyum kecil padanya.
"Kiyotaka-sama telah menunggumu." Kata gadis berambut merah muda itu padaku.
Ia menyuruhku untuk mengikutinya pergi. Aku pun segera menarik koper yang sudah aku bawa dari Jepang. Kalau dilihat-lihat, dia anak yang manis juga ya. Tapi, aku sama sekali tak tahu namanya. Kalau aku bertanya akan dijawab gak ya? Kok auranya serem banget. Tapi… Walaupun begitu dia itu menutupi semua perasaannya.
"He-Hei, memangnya Kiyotaka Narumi itu ada di mana?" Aku bertanya pada gadis yang ada di depanku. Ia bermaksud menaiki sebuah mobil sedan yang tiba-tiba berhenti di depan kami.
"…Masuk saja, aku tak kan menjebakmu." Jawab gadis itu dengan tatapan tajam padaku. Kali ini aku benar-benar merinding.
"Aku kan nanyanya bukan itu…" gerutuku seraya mengikuti gadis berambut merah muda itu. Aku duduk di sebelahnya.
Koper yang aku bawa, kujadikan pembatas antara dia dan diriku. Habisnya, aku benar-benar takut padanya. Bukankah aku sudah bersikap ramah pada awal tadi? Apa aku salah bicara ya? Tunggu aku sama sekali belum bicara banyak padanya.
"Nona Iris, kita berangkat sekarang?" tanya pak supir pada gadis yang ada di sampingku itu.
"Ya." Jawabnya singkat.
Benar-benar gadis yang dingin. Tetapi, aku tahu kalau namanya Iris berkat pak supir itu. Nama yang cantik, secantik wajahnya. Tapi sikapnya itu tidak cantik. Haah menyebalkan juga sedari tadi tidak ada yang bicara.
"he-Hei… berapa lama lagi kita sampai di tempat Kiyotaka, I-Iris?" tanyaku yang mencoba membuka pembicaraan. Tak biasanya aku jadi kaku seperti ini.
Gadis yang bernama Iris itu melirikku, dan berkata, "Jangan sok akrab!"
JLEB! Entah kenapa dadaku seperti tertusuk anak panah dan itu rasanya sakit. Terdengar kekehan dari pak supir yang melihat wajahku menjadi pucat karena itu.
"Tuan, sebentar lagi kita sampai kok." Katanya ramah.
Aku senang karena pak supir itu menjawab pertanyaanku. Kini aku punya teman berbincang. Mulailah aku bertanya-tanya mengenai kota yang luas ini. Dan pak supir itu menjawab dengan sangat jelas, tidak seperti gadis itu. Sepertinya melihat wajahku saja dia tidak mau. Apa-apaan itu? Bikin sebal!
"Nah, Kita sudah sampai Tuan!" ucap Pak supir tiba-tiba.
Aku membuka pintu mobil tersebut dan pak supir membantuku membawa koper milikku. Sementara gadis yang bernama Iris itu berjalan tanpa memberi salam padaku. Menyebalkan! Aku tiba di sebuah mansion yang besar, di depan mansion itu terdapat taman dan air mancur yang membuat taman itu menjadi tambah indah. Lalu, ketika aku masuk ke dalamnya, aku disambut oleh beberapa maid dan mereka menunjukkan tempat keberadaan Kiyotaka.
Aku mengikuti para maid yang ramah itu ke sebuah ruangan yang besar. Di sana terdapat ukiran nama 'Antouniousse'. Sepertinya itu marga.
"Yo! Hizumi-kun!" sapa seorang pria dengan rambut coklatnya.
Mataku yang tadinya bulat kini menajam. Aku menyadari bahwa yang ada di hadapanku adalah Kiyotaka Narumi. Entah mengapa aku tak bisa mengontrol emosiku. Segera aku berlari ke arahnya.
"Apa maksudnya semua ini?" seru pada pria itu.
"wah.. wah.. jadi kau sudah mengetahui semuanya ya, Hizumi-kun?" tanya Kiyotaka dengan tersenyum.
"Jangan mengalihkan pembicaraan! Cepat jawab!" sahutku yang tidak mau berbasa-basi.
"Selama dua tahun ini kau terus mencariku ya, Hizumi-kun? Umurmu berapa sekarang?" katanya dengan tenang, dia benar-benar tak mau menjawab pertanyaanku.
"Sudah aku bilang jangan mengalihkan pembicaraan!" seruku lagi.
"Ah aku tahu, umurmu sekarang 13 tahun kan? Sama seperti Ayumu." Ujarnya sambil tertawa, dia benar-benar membuatku jengkel. "Ya, baiklah Hizumi-kun jika kau ingin mengetahui penjelasan dariku."
Aku sedikit senang ketika mendengar ucapannya itu. Akhirnya ia serius, aku dipersilahkan duduk di sofa yang berhadapan langsung dengannya. Kiyotaka Narumi, dia orang yang telah mengalahkan kakakku. Aku mendengarkan beberapa penjelasan yang membuatku semakin terpuruk, namun aku masih menahan agar air mataku tidak terjatuh.
"Jadi begini, Kau berperan sebagai The Next Devil yang akan dibunuh oleh The Next God, yaitu adikku." Ucap Kiyotaka sambil tersenyum
"….lalu?" tanyaku dengan nada sedikit bergetar.
"sudah cukup." Jawabnya, "tak ada lagi yang perlu aku beritahu padamu."
Aku memandanginya dengan dingin, aku tidak menyukai pria yang bernama Kiyotaka itu. Masalahnya adalah dia bukan dewa yang sebenarnya, dan kakakku pun bukan setan yang sebenarnya. Apalagi aku dan Ayumu. Aku ini seperti boneka saja yang dikendalikan oleh masternya. Aku benci itu. Aku menginginkan kebebasan seperti manusia pada umumnya.
"Aku… Aku pasti akan menghancurkan skenariomu, Kiyotaka!" kataku lantang.
"coba saja, semangatmu bagus juga ya, Hizumi-kun!" sahut Kiyotaka dengan santainya. "Ah iya, kau pasti sudah bertemu dengan Iris-chan kan?" tanyanya.
"Gadis yang dingin itu?" sahutku.
Kiyotaka mengangguk, "Dia adalah hunter, lho! Penerus dari orang tua angkatnya yang beberapa bulan lalu mati dibunuh oleh salah satu Blade Children. Yaaah, sebenarnya sih orang tua kandungnya juga dibunuh oleh Blade Children yang sama sih."
"Maka dari itu dia… seperti itu?" tanyaku yang mendengarkan Kiyotaka bercerita.
"Rupanya kau masih peduli orang lain ya? Ahaha.. Ya, Aku di sini juga karena aku membutuhkannya dalam permainanku ini." Jawabnya, "Ah.. Aku harus segera pergi, Nah.. Hizumi-kun kau bisa tinggal di sini dalam beberapa bulan."
"Untuk apa? Aku bisa kembali ke Jepang kan?" sahutku sambil melihat pria itu beranjak.
"kau tak mau menyelamatkan Iris-chan?" kata Kiyotaka yang mengalihkan pandangannya ke arahku, "Iris-chan butuh seorang laki-laki sepertimu, lho~" lanjutnya.
"HAAAH?" seruku heran, "Lagipula untuk apa aku melakukannya?" tanyaku lagi.
"Ini tugas pertamamu dariku, Hizumi-kun!" jawab Kiyotaka dengan wajah yang cukup membuatku merinding. "satu hal lagi mengenai gadis itu, dia itu tsundere lho!" lanjutnya, Kini Kiyotaka sudah ada di ambang pintu dan melambaikan tangannya padaku, "Ja ne!"
"Bicara apa sih pak tua itu?" gerutuku yang ber-sweat drop ria, "Mooo.. aku lapar, ini sudah waktunya makan malam kan?" kataku sambil memegangi perut.
Aku pun menidurkan tubuhku di sofa yang sedari tadi aku duduki. Mengabaikan suara perutku yang menandakan bahwa aku lapar. Mataku menatapi langit-langit ruangan itu, tapi aku tahu sekarang ini aku sedang menangis. Air mata perlahan jatuh dari pelupuk mataku. Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
"Apa tak ada pilihan lain untukku selain mati?" tanyaku putus asa.
.
.
Ini pagi pertamaku di kota Berlin. Saat ini jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi waktu jerman. Aku berjalan-jalan ke halaman belakang mansion, dan kudapati beberapa pot bunga Iris yang berwarna-warni. Sangat indah. Bunga Iris kalau tidak salah artinya adalah harapan. Tapi… Apa di hidupku ini masih ada harapan?
"Minggir! Jangan menghalangi jalanku!" seru seorang gadis yang ada dibelakangku.
"Ah… Iris!" Ia mendorongku tanpa tenaga. Lucunya. "Kau suka bunga, ya?" tanyaku mengawali pembicaraan pagi pada gadis itu.
"…" Iris sama sekali tidak menjawab, ia menyirami bunga-bunga yang namanya sama dengannya.
Kami masih terdiam, dan aku pun hanya bisa memandangi gadis itu menyirami bunga miliknya. Beberapa saat kemudian, seorang maid membawakan beberapa cake yang serba berwarna merah muda. Di atas cake tersebut terdapat buah strawberry segar.
"Nona Iris, Tuan Hizumi, saya membawakan snack untuk pagi ini.." kata Maid itu ramah.
"Terima kasih.." sahut Iris yang segera menghentikan pekerjaannya itu, ia tersenyum kecil pada maid yang kemudian beranjak dari tempat kami.
"uwaaaaah… enak bangeet!" ucapku setelah mencicipi cake yang ada di depanku itu.
Iris sepertinya kagum melihatku yang begitu senang, ia memandangiku sejenak kemudian mengalihkan pandangannya ketika aku balas melihatnya. Nampak pipinya merona saat bertemu pandang denganku. Sikapnya itu, berbeda seperti kemarin.
"Neee~ Kamu nggak makan yang itu? Buatku saja yaa?" ucapku yang mengincar cake yang sebenarnya sudah sebagian ia makan. Dengan cepat aku memotong cake itu dengan garpuku dan aku masukan ke mulut. "Maaaaanis~ Seperti gadis yang sedang ada di hadapanku~" lanjutku.
"Ha-Hah?" nampaknya Iris terkejut, lucunya, wajahnya kembali memerah dan mencoba melindungi cake yang ia punya, "Makan bagianmu!" katanya pedas.
Aku tersenyum melihatnya seperti itu, ternyata benar kata Kiyotaka. Iris sebenarnya tidak dingin hanya saja dia, "t-s-u-n-d-e-r-e~" kataku sambil mengambil cake lain, tapi di saat yang bersamaan tangan mungil milik gadis itu pun memegang cake yang sama.
"Ini milikku!" katanya.
Aku terdiam sebentar dan tertawa kecil, nampaknya ia semakin heran dengan kelakuanku. "Aku duluan yang memegangnya!" sahutku sambil tersenyum.
"Apa? Sudah jelas aku yang memegangnya duluan!" sahutnya yang terpancing pada omonganku.
"Ahahaha~ Iya iya, cake ini buatmu, tapi dengan catatan kamu harus tersenyum dulu padaku~" kataku yang kembali meledek gadis itu. Gadis yang tsundere itu memang paling menyenangkan untuk digoda.
Iris memandangi dengan wajahnya yang merah seperti tomat, aku kembali tertawa geli melihatnya. Nampaknya pun ia sudah kesal dengan sikapku dari tadi. Ia pun melepaskan cake yang sedari tadi kami pegang. Lalu, ia membuang muka dan tak mau melihat ke arahku.
"Cakenya untukmu saja!" katanya pedas. Ia pun beranjak pergi meninggalkan aku yang masih terkekeh geli karenanya.
.
.
"…Apa-apaan sih, cowok berambut mint itu?" gerutu Iris di kamarnya, "ta-tapi… dari tadi aku itu…" lanjutnya, kini ia memegangi dadanya.
Iris terdiam sejenak, ia kembali berjalan menuju tempat tidur yang bersprei merah muda itu. Kemudian, ia memeluk sebuah boneka beruang yang ukurannya sangat besar. Iris membiarkan tubuhnya jatuh perlahan di atas tempat tidur itu.
"Mama… papa…" gumamnya, "Akan kubalas penderitaan kalian pada orang itu…" lanjutnya.
Gadis bermanik merah muda itu kemudian tertidur tanpa menutup pintu kamarnya. Ia tidak memperdulikan suara-suara para pelayannya yang sedang sibuk.
Sejam telah berlalu, Aku terus mencari Iris yang meninggalkanku di taman tadi. Aku merasa bosan kalau tidak melakukan apapun, pasalnya semua pekerjaan rumah dilakukan oleh para pelayan yang jumlahnya sama sekali aku tidak ketahui itu. Aku terus menelurusi lorong panjang yang di ujungnya terdapat sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Karena penasaran, aku memasuki ruang itu.
Aku menyapu seluruh ruangan yang lebih besar dari ruang tamu rumahku di Jepang. Lalu, aku menyadari Iris sedang tertidur memeluk sebuah boneka beruang dengan lelap. Aku menghampiri gadis itu dengan perlahan agar tidak membangunkannya. Aku pun duduk di samping gadis itu dan terus memperhatikannya. Raut wajahnya berubah seperti sedang ketakutan, nampaknya ia bermimpi buruk.
"Ma…. Pa…" panggilnya, dan aku tahu ia sedang mengigau.
Aku berusaha menenangkan gadis itu dengan membelai lembut dahinya. Aku tersenyum melihat wajahnya yang menenang. Tiba-tiba gadis itu membuka matanya perlahan dan memelukku dengan erat. Aku terkejut dan mencoba agar keseimbanganku tidak goyah.
"I..Iris?" panggilku padanya.
Gadis itu menangis dan terus menangis sambil terus menyerukan panggilan untuk kedua orang tuanya. Aku yang mendengarnya sangat bersedih, menurut cerita yang aku dengar dari Kiyotaka, Iris kehilangan orang-orang yang berharga sampai dua kali dan pelaku pembunuhnya adalah orang yang sama.
"Ma… Pa… Jangan tinggalkan aku… " ucapnya sambil terus menangis.
Ia terus memelukku dan semakin erat, tubunya gemetaran dan tangisnya semakin menjadi. Aku yang tidak tahu harus berbuat apa hanya membiarkannya seperti itu. Kemudian, aku pun memeluknya agar ia menjadi tenang.
Kak, ini akibatmu… akibat dari permainan yang kau buat bersama orang itu.. pikir sambil menatap langit-langit ruangan itu.
.
.
Yoooo~ Akhirnya selesai juga chapter 1nyaaa XD gimana? Ini pairing HizumiXOC, bagi yang suka sama Hizumi jangan protes please #plak habisnya aku juga cemburu Hizumi meluk-meluk orang selain aku #plak neee~ ya udah dari pada sampe gaje aku tutup chapter 1 sampe sini! Reviewnya dimohoon yaaa~ *sujud sembah*
Ja Mata, Readers~^^
.
.
OMAKE~
.
.
Hizumi : Neee... Iris-chan meluk aku~ XD
Iris : BAKA! Itu karena aku nggak sadar tau! cih! Author gimana nasibku selanjutnya?
Author : waaah~ penasaran niiih? Tetep pantengin aja cerita ini~ fuufufu ah aku mau jemput karakter buat chapter 2 dadaaaah! *naik awan kinton*
Iris : huwe... Ryoko-sama gaje! ._.
Hizumi : Nyahaha~ ownernya siapa? XD
Iris : ... syukurlah gue nggak sebrutal Ryoko-sama ==") #killed
