#

.

.

Bleach © Tite Kubo

Love or Treason by Yurisa-Shirany Kurosaki

[tatkala dua hal yang saling bertolak belakang memenuhi hati dan hidupmu]

.

.

#

"Tujuh bulan itu waktu yang lama, bukan, untuk membawa seorang gadis ke tempat ini," suaranya terdengar sarat akan nada emosi. Mungkin reaksi akan kekesalan telah memberinya waktu yang cukup panjang hanya demi membawa seorang perempuan. Demi Tuhan, hanya satu orang. Itu bukanlah sebuah tugas yang sulit bagi seorang Kurosaki Ichigo, bila kalian tahu.

"Tidak perlu bersuara seperti itu, Kurosaki," teguran itu tentu saja terlontar untuknya yang sudah berbicara dengan nada lancang.

"Tujuh bulan hanya demi satu orang? Astaga, kau meremehkanku?"

Pria tua itu menggeleng. Diketuknya tongkat yang memang selalu setia berada di tangannya, "kau harus menyusup ke dalam kerajaan dan mencuri semua informasi-informasi tersebut. Jadi, Kurosaki, tugasmu tidak hanya membawa gadis itu, kau tahu," terangnya.

"Itu rumit," sahutnya dengan kening yang semakin berkerut.

"Kau harus, Kurosaki Ichigo."

Matanya terpejam sesaat, "aku tahu kalau aku harus, karena memang hanya aku, bukan, yang bisa kau andalkan? Nah, apakah aku bisa ikut andil di saat terakhir kita melakukan penyerangan?"

"Aa," mata pria tua itu terbuka sedikit untuk menatap Ichigo, "lakukan apapun yang kau inginkan tanpa menggagalkan rencana yang ada. Selain itu, kau harus bisa melawan pesona gadis itu."

Ichigo mendecih. "Pesona kau bilang?" suaranya terdengar mengejek, "cinta adalah satu kata yang paling mustahil dalam hidupku."

"Kalau begitu," pria tua bernama Yamamoto itu sedikit menaikkan ujung cuatan bibirnya, "jangan pernah jatuh cinta padanya. Karena kalau hal itu sampai terjadi, aku tidak akan pernah melepaskanmu, Kurosaki."

"Tidak akan pernah," ia menyahut dengan nada pasti sebelum melangkahkan kakinya keluar dari tempat tersebut.

.

Suara ramai pasar tidak dipedulikan pemuda berambut jingga tersebut. Ia lebih memilih bermain dengan otaknya—mencari cara agar dapat memasuki area Kerajaan tanpa perlu dicurigai oleh berbagai pihak. Langkah kakinya terhenti saat ditatapnya dua orang yang saling berbeda jenis kelamin sedang sibuk saling menyerang dan bertahan. Suara pedang yang saling beradu cukup menarik perhatian seorang Kurosaki Ichigo yang semula tidak menghiraukan sekitarnya.

"Sudahlah, Nona, menyerah saja," suara pria yang memiliki banyak tato tersebut terdengar lantang dan mencemooh.

Gadis dengan perawakan yang cukup mungil itu menjawab dengan nafas tersendat-sendat, "sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan kau lepas dariku. Kau sudah melakukan kejahatan dan aku tidak akan membiarkanmu begitu saja, kau harus tahu itu."

Pemuda itu tergelak, "jangan mimpi bisa mengalahkanku, Nona."

Senyum tipis tersungging di wajah gadis itu, "aku tidak pernah bermimpi karena aku pasti memang mengalahkanmu."

"Jangan bicara omong-kosong," serunya sambil menyerang kembali gadis itu.

Terlihat melalui amber Ichigo jikalau sang Gadis terlihat kepayahan dalam mempertahankan dirinya. Namun Ichigo cukup kagum akan keberanian yang ada pada dirinya. Kekaguman itu sayangnya harus terhenti tatkala ia melihat gadis tersebut tertusuk tepat di perutnya. Tusukan yang Ichigo yakini akan menghabiskan banyak darah andai tidak ada yang berusaha menghentikan pertarungan ini sekaligus menyembuhkan gadis tersebut. Mata pemuda tersebut mulai terbelalak saat dilihatnya pemuda berambut merah itu hendak menusukkan pedangnya tepat mengarah pada jantungnya.

Suara pedang yang berdesing kembali mengudara. Kali ini bukan gadis berambut hitam sebahu tersebut yang menahannya, melainkan seorang pemuda berambut jingga. Benar, Kurosaki Ichigo memilih membantu gadis yang kini sudah tersungkur tak berdaya tersebut.

"Jangan menghalangi jalanku, Tuan," pemuda tersebut melontarkan kata-katanya dengan nada penuh emosi.

"Aku hanya berbuat apa yang harus kulakukan," Ichigo menyahut dengan tenang, "dan membunuh orang yang sudah tak berdaya itu bukanlah suatu tindakan manusiawi yang pantas, terlebih lagi jika seorang laki-laki sepertimu membunuh perempuan yang sudah terluka sepertinya."

"Dia memang pantas mendapatkannya karena sudah mencampuri urusanku," ia menjawab masih dengan nada yang sarat akan emosi.

Ichigo mendecih, "apa jadinya seorang laki-laki membunuh perempuan yang sudah tidak berdaya? Tidak punya harga diri, eh?" suaranya kali ini terdengar sangat mengejek, namun cukup telak.

Laki-laki tersebut menatap nyalang mata Ichigo. Ia meludahi tanah tempatnya berdiri sebelum kembali berbicara, "jangan bicara tentang harga diri di tempat ini, Tuan. Kekuatanlah yang dibutuhkan di sini, bukan harga diri."

Pemuda berambut jingga itu menggelengkan kepalanya, "tidak ada gunanya bicara dengan orang keras kepala sepertimu. Sekarang, menyingkirlah. Biarkan aku membawa dan mengobati gadis ini sebelum ia kehabisan darah."

Suara tawa dalam sekejap menggema setelah Ichigo menyuarakan kalimatnya. "Kau tidak pantas menyuruhku untuk menyingkir dari tempat ini, Tuan. Seharusnya kaulah yang menyingkir dari hadapanku serta membiarkanku membunuh gadis yang sudah sok jagoan ini."

"Kalau begitu," Ichigo menatap tajam balik mata pria tersebut, "lawan saja aku. Biarkan aku yang menggantikan gadis ini untuk bertarung denganmu. Tapi kau harus berjanji satu hal padaku, kalau aku menang kau harus tunduk pada perintahku."

"Tentu saja," ia menyeringai, "perjanjian yang sama untukmu. Namun aku tidak akan kalah dari orang sepertimu, Tuan."

"Jangan besar mulut," sahut Ichigo sebelum pertarungan itu kembali dimulai.

Pemuda berambut jingga tersebut terlihat tenang dalam bertahan tatkala ia diserang habis-habisan. Tidak terlihat sedikitpun rasa takut atau cemas tersirat di wajahnya yang memang cukup tampan. Ia menyeringai sedikit sebelum melayangkan serangan pertamanya untuk pemuda bertato tersebut. Dalam sekali hentak, pemuda itu langsung jatuh terjerambab dengan pedang yang hampir menembus kulit lehernya karena Ichigo terlebih dulu menahannya—membuat pedang tersebut bertahan menempel di lehernya.

Dinginnya besi panjang tersebut cukup membuat pemuda berambut merah tersebut cemas. Diteguknya salivanya dengan susah-payah sembari matanya memancarkan sorot kecemasan.

"Sudah kukatakan, bukan," mata musim gugurnya menatap tajam, "jangan besar mulut."

Ichigo menarik pedangnya dan menyarungkannya kembali. Ia melangkahkan kakinya menghampiri gadis yang nafasnya mulai kian memburu. Ditatapnya gadis itu cemas sebelum ia menggendongnya dengan hati-hati. Kakinya terhenti sesaat sebelum mengucapkan beberapa deret kalimat, "jangan lupa dengan perjanjian itu. Siapa namamu?"

Dengan sigap, pemuda tersebut segera berlutut di depan Ichigo yang berdiri membelakanginya, "Abarai Renji."

"Aa," ia menganggukkan kepalanya sedikit, "mulai hari ini kau adalah bawahanku. Aku Kurosaki Ichigo, akan kupanggil kau bila aku membutuhkanmu."

Dalam sekejap, bayangan Ichigo sudah menghilang bersama dengan gadis yang berada dalam gendongannya, menyisakan keheranan sekaligus kekaguman akan orang-orang yang barusaja melihat perkelahiannya. Sementara itu, di sisi Ichigo, ia tengah membaringkan gadis tersebut untuk bersandar di sebuah pohon yang umurnya terlihat cukup tua.

Mereka kini tengah berada di hutan yang letaknya lumayan jauh dari tempat mereka semula. Pemuda tersebut mengangkat telapak tangannya untuk menyentuhkannya pada luka menganga yang berada dalam perut gadis tersebut. Diusapnya beberapa kali sembari dengan bisikan-bisikan lirih yang terdengar dari mulutnya, luka tersebut sudah menutup seutuhnya.

Gadis itu membuka kedua matanya untuk menunjukkan keindahan violetnya. Sedikit tertegun Ichigo menatapnya, sampai lengan gadis itu menyentuh pundaknya serta membuyarkan angannya.

"Terima kasih, ngg…"

"Kurosaki Ichigo," ia menampilkan senyum tipis, "itu nama saya, Nona."

"Aa," gadis itu ikut tersenyum tipis, "aku Kuchiki Rukia."

Pemuda itu tersentak. "Apakah Anda putri dari Byakuya Kuchiki? Putri dari Kerajaan Kuchiki?"

Kepalanya mengangguk sekali. "Benar, kedua pertanyaanmu jawabannya adalah benar."

"Begitu," senyum tipis kembali terlihat di wajah Ichigo. Otaknya sudah mendapatkan rencana bagaimana caranya agar ia dapat menyusup masuk ke wilayah Kerajaan dengan sedikit kecurigaan yang ada. Tepat, hanya sedikit, namun setidaknya itu lebih baik dibanding semua orang harus meletakkan kecurigaan pada dirinya yang masih belum terlalu dikenal pihak Kerajaan.

"Ne, Kurosaki-san, sebagai balas jasa atas kebaikan Anda, maukah anda mengisi posisi sebagai salah satu penasihat kerajaan? Aku akan mengatakannya pada Otou-sama supaya ia bisa menerimamu," gadis itu bicara dengan tulus. Ketulusan yang akan membawanya pada jurang kehancuran, karena apa yang diperkirakan Ichigo sudah menjadi kenyataan. Dengan sekali anggukan persetujuan dari pemuda tersebut, lengkaplah kehancuran yang akan menderanya.

.

Ini adalah fict hasil edit dari cerita yang pernah Yurisa publish dengan judul yang sama. Fict pertama Yurisa yang dulu, tepatnya. Karena setelah menurut pertimbangan Yurisa, fict yang pertama tersebut terlihat 'kurang layak' untuk dilanjutkan. Namun, Yurisa tidak tega untuk menghapusnya, maka jadilah Yurisa mempublish ulang dengan mengedit di sana-sini.

Ne, tambah jelekkah? Gomen na

Jadi, kawan, bersediakah untuk mereview?