Title: Blue Gem
Author: Hikari Kou Minami
Disclaimer: Eyeshield 21 © Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata; Katekyo Hitman Reborn! © Akira Amano
Genre: Crime, Mystery, Fantasy
Warning: kemungkinan OOC, Future AU, beberapa yang tidak masuk akal, action agak gagal, misteri juga agak gagal, typo/misstype, judul tidak nyambung.
Note: ... Saya nggak tahu saya nulis apa ini #duesh. Idenya muncul pas tahu Mamori itu suka masakan Italia, dan entah kenapa langsung saya hubungin sama anak-anak Vongola lol, maafkan saya. Maafkan saya, wahai anggota FESI dan FKHRI karena telah mencemari dengan fanfiksi alay ini. ;u;) Udah lama nggak nulis ke dua fandom ini, sekalinya nulis malah beginian. ;u;) Serius, awalnya saya nggak serius banget sih nulis cerita ini (nulisnya aja ke-pending sejak kapan gitu lupa). Sekali lagi, saya minta maaf. ;u;) Oh ya, kalau semisalnya ada kesalahan-kesalahan teknis atau fanfiksi ini tidak layak baca, silakan dilaporkan lewat review. ;u;)/
Saya tidak memiliki apapun kecuali cerita dalam fanfiksi ini. Tidak ada keuntungan komersil apapun dalam pembuatan fanfiksi ini.
01: Accident Nonsense
Wanita berambut auburn panjang itu melirik ke arloji metalik mungil yang melingkar di pergelangan tangannya untuk ke sekian kalinya. Gaun merah membara yang membalut tubuh proporsionalnya terlihat bersinar dalam kerlap lampu malam. Sudah sekitar lima belas menit ia duduk sambil memandang jendela yang menampilkan kerlip lampu jalan. Namun, orang yang ia tunggu belum juga datang. Padahal biasanya orang itu yang paling tepat waktu dalam segala urusan.
Anezaki Mamori menghela napas. Apa dia sedang ditipu Hiruma? Tidak, tidak. Ketika ia datang tadi, sang pelayan juga telah mengatakan kalau Hiruma Youichi memang memesan meja nomor 7 yang berada tepat di depan wajahnya ini—yang kebetulan (atau memang sudah direncanakan?) juga memiliki akses untuk melihat pemandangan di luar dengan jelas tanpa batas. Tapi kenapa pria itu begitu terlambat?
Iringan melodi jazz mengalir dalam bias lampu panggung. Harum makaroni dan fettucini terselip di dalamnya; membuat perut Mamori sedikit memberontak. Masakan Italia adalah salah satu favoritnya selain kue sus Kariya yang super lezat dan nikmat yang sering ia santap untuk camilan atau penutup. Rasanya ia jadi ingin memesan banyak nanti kepada pria itu sebagai ganti telah membuatnya menunggu di restoran italia ini sendirian selama tujuh belas menit. Dan jika saja ia tidak sabar, ia pasti sudah pulang atau minimal menelpon Hiruma dan marah-marah kepada pria jabrik itu.
Baru saja ia berpikir untuk menelponnya (hei, ini sudah hampir sembilan belas menit!), pria yang dimaksud sudah berjalan dengan muka dilipat yang seharusnya terpasang di wajah Mamori. Sesampainya di meja nomor 7, pria itu langsung duduk seperti biasa; duduk dengan mengangkat kedua kakinya di atas meja.
"Nee, Hiruma-kun, kenapa kau terlambat?" kata Mamori yang tak menghiraukan sikap Hiruma yang memang sudah sangat biasa baginya. "Bukannya kau yang mengatakan padaku untuk tidak telat. Tapi kenapa kau sendiri—"
"Ada urusan penting, Manajer Sialan!" potong Hiruma sambil memperbaiki ekspresi di wajahnya menjadi stoic. Jawaban pria berjulukan The Commander from Hell itu membuat Mamori memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Apapun itu urusannya, jika menyangkut Hiruma pastilah tidak akan baik.
"Baiklah, terus, untuk apa kau menyuruhku ke sini?" akhirnya pertanyaan yang sedari tadi ia pendam meluncur dari bibirnya. Pertanyaan yang ia pendam sejak ia diajak dengan paksa ke restoran—yang masakannya menjadi favoritnya—ini, memang sangat mengganggu pikirannya sejak tadi. Itulah alasan kenapa dia datang tepat waktu.
"Untuk makanlah, Manajer Sialan. Kau tidak bisa lihat, apa? Sepertinya kue sus menjijikkan itu benar-benar sudah meracuni otak sialanmu itu," jawab pria itu seraya menghina makanan paling lezat versi Mamori itu.
"Mou, Hiruma-kun! Kalau itu aku sudah tahu! Tapi 'kan ... rasanya agak aneh," safir Mamori beralih pada jendela berhiaskan kerlip lampu. Mendadak ia merasa agak canggung dan malu.
"Oh ya, ada satu alasan sialan lagi, Manajer Jelek," Hiruma lalu menurunkan kakinya. Pria itu memandang sejurus ke depan untuk sesaat—membuat safir Mamori yang tadi teralihkan oleh seruannya tadi terlihat bingung dan grogi; entah malu atau malah takut karena dipandangi oleh setan yang ditakuti se-kota Deimon—ah, mungkin se-Jepang itu.
Meletuskan balon permen karetnya, "untuk ... MENYUSUN STRATEGI KEKEKEKE!" serunya seraya memamerkan deretan gigi runcingnya yang tajam setajam pisau dapur itu dengan ekspresi troll face khas miliknya. Sesungguhnya, Mamori ingin sekali melempar garpu di samping piringnya ke arah makhluk itu, namun ia tahan dan berbalik menatap sebal Hiruma. "Kekeke, kau kira ini sudah bulan apa? Super Bowl sudah dekat. Lagipula ini juga termasuk pekerjaan, Manajer Sialan!" ucap Hiruma yang menyadari tatapan wanita cantik di depannya.
"Iya, iya. Aku tahu, aku mengerti," sahut Mamori sambil mengeluarkan selembar kertas dan sebuah bolpoin dari dalam tasnya yang sepertinya sudah hafal dengan sikap pemain amefuto pro di depannya. Sebenarnya ia tidak begitu tertarik dengan pekerjaan sebagai manajer merangkap pembantu penyusun strategi tempat tim Hiruma berada. Menurutnya, mengajar anak-anak berumur lima tahun jauh lebih menyenangkan daripada jadi budak setan itu. Terimakasihlah pada Hiruma yang langsung menyeretnya dengan paksaan selepas ia lulus dari Saikyoudai. Pekerjaan kadang memang tak sesuai dengan keinginan.
"Tapi pesan makanan sialan dulu!" ucap Hiruma seraya melempar kertas menu kepada wanita bermata safir itu—yang langsung ditangkap dengan tepat.
"Emm, Maccheroni con le sarde," ucap Mamori seraya memberikan menu kembali ke Hiruma. Dan tanpa aba-aba, si pelayan yang tadi mencatat pesanan langsung melangkah pergi; meninggalkan wajah bingung Mamori. "Tu-tunggu, Hiruma, kau tidak pesan?" tanya Mamori kebingungan.
"Tidak, kekeke. Aku kasian padamu yang menunggu lama di sini dengan perut keroncongan. Bisa gawat kalau kau pingsan karena perut sialanmu kosong, kekeke," jawab Hiruma lagi masih dengan muka menyebalkan.
"Mou, cukup, Hiruma-kun! Aku tidak mengerti apa tujuanmu sebenarnya, dan..." Mamori menggantungkan kalimatnya sejenak. "... rasanya agak aneh," lanjut Mamori dengan nada curiga. Safir birunya menatap pria berambut blonde di depannya dengan pandangan menyelidik.
"Sudah, kau diam saja, Manajer Sialan! Tunggu sampai pesananmu datang!"
"Maccheroni con le sarde Anda siap!" mendadak si pelayan tadi sudah berada di samping Mamori.
"Uwaaa!"
"Tuh kan! Kekeke! Muka sialanmu tadi lucu sekali, Manajer Sialan! Kekeke!" Hiruma ketawa ngakak seraya memegang sebuah kamera digital hitam yang Mamori yakin baru saja pria itu gunakan untuk mengambil wajahnya dengan cara yang amat nista.
"Hiruma-kun, itu tidak lucu!" wajah wanita berumur dua puluh lima tahun itu merah padam. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana melawan sense lawak Hiruma. "Dan kenapa cepat sekali...?" Ucap Mamori lagi sambil mengikuti arah piring yang diberi penutup itu diletakkan di depan mejanya.
"Karena ini spesial untuk Anda," jawab si pelayan.
"Te-terima kasih," jawab Mamori agak bingung. Serius, ia benar-benar tidak mengerti cara masak restoran ini yang terlalu cepat bagai kilat.
"Kalau begitu, silakan menikmati pesanan Anda!"
"SELAMAT ULANG TAHUN!"
Dan saat penutup piring tadi dibuka, muncul sesuatu yang tidak Mamori kira sebelumnya, berikut dengan pekikan ucapan yang juga tidak ia duga beserta letupan khas acara kejutan di telinganya. Konfeti bertebaran di atasnya, jatuh bertaburan di rambut, gaun merahnya, dan di kue berlapiskan krim dan bertuliskan namanya dengan lilin angka dua puluh enam berwarna merah di atasnya. Hiruma menyeringai lebar di depannya. Mamori lalu menoleh ke arah belakangnya. Senyum dan tawa yang sudah lama tidak ia lihat kini terpatri lagi dalam netranya.
"Ka-Kalian?!" Biru safir itu bersinar terang seakan terbakar oleh api semangat yang dulu pernah ada. Seluruh mantan anggota Deimon Devil Bats tepat berada di hadapannya, lengkap dengan Doburoku-sensei, Suzuna, Butaberus, dan Cerberus. "Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanya Mamori dengan nada yang tak mampu menyembunyikan kegembiraan dalam suaranya.
"Kejutan untuk Mamori-neechan," seru Sena Kobayakawa dengan senyum di bibirnya. Pria yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu masih tetap lebih pendek dari yang lainnya, namun tidak jauh berbeda dengan tinggi badannya. Wajahnya pun tidak jauh berbeda, hanya sedikit lebih dewasa. Rasanya baru kemarin ia menolongnya dari sekelompok anak yang menindas pria yang setahun lebih muda darinya itu.
"Kami sudah merencanakannya to the MAX sejak kemarin!"
"FUGOOO!"
Terdengar suara sahabat Sena yang tak lain dan tak bukan adalah Raimon Taro, atau biasa dipanggil Monta, menambahkan ucapan sang Eyeshield 21. Pria satu ini juga tidak jauh berbeda; wajahnya (yang masih agak mirip uhukkeradewasauhuk) maupun gaya bicara "to the max!" favoritnya. Di sebelahnya, Komusubi Daikichi, tengah menaikkan satu tangannya. Dia juga tidak jauh berbeda, begitu pula dengan 'bahasa orang kuat'-nya.
"Dia bilang, "Benar! Benar!"," terdengar suara lembut Ryoukan Kurita yang menerjemahkan apa yang dikatakan oleh 'murid'-nya. Kurita juga tak berubah, ukuran tubuhnya masih berada di atas rata-rata dan tetap baik hati seperti biasa. Aah, Mamori jadi ingin tanding makan kue sus lagi dengan pria satu ini.
"Kau masih saja bicara dengan bahasa itu, Gendut Kecil," seru Juumonji Kazuki dari samping mereka.
"Kalau bicaramu masih seperti itu, nggak akan ada cewek yang mau denganmu, Cebol Gendut," tambah Kuroki Kouji dari samping pria dengan bekas luka "X" di pipinya yang tadi bicara. Tidak, itu bukan Kenshin, itu Juumonji. Oke, lanjut.
"Iya. Setidaknya kau ubah gaya bicaramu agar sedikit lebih keren, kayak di manga-manga," timpal Togano Shouzo dengan majalah JUMP tergenggam di tangan kirinya.
"Ngomong-ngomong soal keren, aku yang sekarang 1000% lebih keren dari waktu SMA, ahaha~" mendadak Taki Natsuhiko muncul dari samping mereka dengan kaki kanannya yang terangkat ke atas dengan luwesnya, seluwes kaki penari balet.
"TIDAK ADA YANG MENANYAKAN ITU, KAKAK IDIOT!"
"TIDAK ADA YANG MENANYAKAN ITU, IDIOT!"
"HAAH?!"
"HAAAAH?!"
"HAAAAAAAH?!"
Suzuna Taki dan tiga pria yang lebih sering dipanggil Haha Brothers tadi menendang Taki Natsuhiko secara komikal ketika mendengar seruan yang terdengar begitu PD darinya. Mamori tertawa kecil melihat mereka. Sudah lama sekali ia tidak mendengar 'Hah? Hah? Hah?' (atau apalah itu namanya) khas dari ketiga mantan berandalan ini. Begitu pula dengan tarian kaki indah milik kakak mantan cheerleader kecil yang sering saling tukar e-mail dengannya.
"YAAA~ OTANJOUBI OMEDETTOU, MAMO-NEE!" pekik gadis itu kemudian seraya meluncur ke arah wanita cantik berambut auburn yang masih tertawa kecil. Sepertinya dia sudah puas menjejaki kakak laki-lakinya yang idiotnya melebihi batas itu.
"Arigatou, Suzuna-chan," jawab Mamori sambil menghentikan tawanya dan tersenyum ke arah gadis manis berambut biru kegelapan itu. "Kalian semua tidak berubah, ya," ucap Mamori senang. Yah, wanita ini seperti diajak kembali ke masa SMA-nya dulu.
"Selamat ulang tahun, Mamori-san," Yukimitsu Manabu menyembul dari belakang Haha bersaudara dan Taki. Jaket putih khas petugas medis terlihat pantas membalut pria yang dulu menduduki peringkat tiga paralel di Deimon.
"Terima kasih, Yukimitsu-kun," jawab Mamori. "Waah, kau juga tidak berubah, ya," tambahnya kemudian.
"Ahaha, tidak juga," balas pria itu lagi. "Sejak SMA, aku sudah berubah, kok," tambahnya seakan mengingat saat-saat ia masih seperti seorang kutu buku di SMA.
"Kau juga tidak berubah, Hiruma. Selalu menyewa tempat yang mahal," terlihat Takekura Gen (atau biasa dipanggil Musashi) muncul dari belakang Kurita. "Maaf, aku terlambat, Anezaki-san," ucapnya lagi dengan sebuah senyuman terbentuk di bibirnya.
"Tidak apa-apa, Musashi-kun," balas Mamori kemudian. Yah, mereka juga baru mengucapkan "selamat ulang tahun". Menurut Mamori, itu belum terlambat.
"Kekeke, kalau ini latihan, kau sudah harus lari 100 kali putaran, Muka Tua Sialan," ucap Hiruma sambil memamerkan deretan gigi runcingnya.
"Bahaha, rasanya jadi seperti reuni dadakan," seru Doburoku dari belakang Musashi. Botol sake terlihat menggantung di tangannya. Pria satu ini juga tidak berubah.
"Anda juga tidak berubah, ya, Doburoku-sensei," ucap Mamori menimpali seraya meringis melihat botol sake berwarna putih tersebut.
"Yo, Mamo-neechan," timpal pria yang dulu merupakan pelatih Deimon Devil Bats itu.
"Um, sepertinya masih ada yang kurang," ucap Mamori sambil melihat sekelilingnya. "Ah! Ishimaru-kun! Dia dimana?" serunya kemudian menanyakan kehadiran sang pemain yang kehadirannya sering dilupakan bagai bayangan.
"I-Iya ya, dia tadi kemana ya?" ujar Sena ikut bertanya seraya melihat ke sekelilingnya kalau-kalau ada pria yang terlihat begitu sederhana sedang berdiri di dekat mereka.
"Oi, dia tadi ikut ke sini, kan?" tanya Juumonji sambil mengernyitkan dahi; merasa tak yakin kalau pria sederhana itu datang bersama mereka. "Aku tak melihatnya sedari tadi,"
"Aku juga tidak melihatnya," sahut Kuroki.
"Aku juga," sambung Togano.
"Sena, kau yakin Ishimaru-senpai datang bersama kita?" tanya Monta ikutan tidak yakin.
"A-Aku yakin ... dia ikut," jawab Sena kemudian. "T-Tapi ... tidak yakin juga, sih," tambahnya dengan nada ragu.
"Kau ini bagaimana, sih?!" kontan semuanya berteriak menanggapi ucapan sang mantan Ace tersebut yang selalu ragu-ragu. Mamori hanya meringis melihat mereka. Wanita ini yakin pria itu ada di sini dengan hawa keberadaannya yang tipis.
"Kekeke, dasar Bocah-Bocah Sialan," ucap Hiruma kemudian. Seringainya masih belum lepas dari bibir dan giginya. "Kalian pikir yang membawa kue sialan ini tadi siapa, heh?"
"Jangan-jangan..."
Tepat sebelum Suzuna melanjutkan ucapannya, sang pelayan tadi melepas topi yang sengaja ia pakai agar identitasnya tidak diketahui. Mereka yang berada di sana menatapnya tak percaya ketika wajah yang identik dengan kesederhanaan itu nampak.
"Ishimaru?!" dan pria tadi hanya bisa tertawa pasrah.
"Ma-maaf, kami tadi melupakanmu," ucap Sena.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa," ucapnya lagi masih dengan tawa pasrahnya yang tidak berubah. Aah kasian Ishimaru. Dimana-mana, dia selalu dilupakan, baik di serialnya ataupun di fanfiksi ini. Eh? Ah, sudahlah.
"Jadi," Mamori menarik seluruh perhatian teman-temannya. "Karena semuanya sudah lengkap ada di sini, aku ingin berterima kasih untuk acara yang kalian rencanakan ini," ucapnya dengan senyum terkembang. "Sejujurnya, aku awalnya merasa aneh dengan ajakan Hiruma yang agak tidak masuk akal ini yang bahkan harus membuatku menunggu selama dua puluh menit,"
"Kau mau mati, Manajer Sialan?" sela Hiruma sambil mengangkat AK-47 berpeluru karet favoritnya.
"Mou, Hiruma-kun, turunkan senjatamu," balas sang wanita. "Tapi, ternyata memang benar. Ajakan ini benar-benar mencurigakan. Ternyata kalian yang ada di balik ini semua ini, merencanakan semua ini, dan memberikan kejutan di hari ulang tahunku yang ke dua puluh enam ini," setitik air hampir mengucur dari pelupuk matanya. "Aku ... aku sangat senang," senyum terkembang di bibirnya berikut dengan senyum-senyum lain yang muncul di wajah teman-temannya yang secara tersirat menunjukkan bahwa mereka juga senang.
"Mamori-neechan..."
"Mamo-nee..."
"Nah, sudah cukup basa-basi sialannya!" mendadak Hiruma memotong seraya bangkit dari tempat duduknya. "Hidangan utama yang sebenarnya akan datang sebentar lagi! Yahaaa!"
"Hidangan utamaaa?" sontak mereka yang ada di sana bertanya bingung minus Hiruma dan Musashi (yang tetap mempertahankan kesan cool-nya). Mamori yang merasa janggal langsung berbalik menoleh, "Ka-kalian juga tidak tahu?". Pertanyaan itu langsung dijawab dengan gelengan dari mereka semua dan Musashi. Sementara Hiruma yang menyeringai lebar dan terkekeh senang seraya melihat ke arah pelayan (yang kali ini bukan Ishimaru) berjalan dari ujung ruangan. Mamori merasa agak was-was. Kalau sikap Hiruma seperti itu, biasanya yang menantinya adalah hal yang tidak baik.
Clap.
Mendadak suasana menjadi gelap gulita dan riuh kepanikan mulai muncul membahana. Iringan musik jazz yang sedari tadi menemani telinga mereka, seakan dihentikan dengan paksa dan diubah menjadi jerit kebingungan para penikmat suasana.
"A-Apa yang terjadi?" ucap Suzuna agak takut.
"Padahal lampu jalan masih hidup," ujar Kuroki kemudian.
"Apa sekringnya mati?" kata Juumonji mengira-ngira.
"Kalau benar begitu, sih, tidak masalah to the max," seru Monta.
"Tapi rasanya aneh," Yukimitsu mengernyit curiga.
"Hiruma-kun, apa yang kau—Hiruma-kun..?" seruan Mamori terhenti ketika melihat kilatan menyelidik di mata pria yang sudah ia kenal sejak kelas satu SMA itu. Meski wajahnya terlihat tenang, Mamori tahu, pria ini juga pasti tidak mengira kejadian mati lampu ini. Berarti ini bukan ulah pria setan aneh ini, pikir Mamori. Tapi karena apa? Rasanya amat sangat tidak mungkin kalau suatu restoran besar seperti ini mati lampu mendadak karena sekringnya mati atau lepas. Dan kalaupun mati lampu, mereka setidaknya memiliki penopang daya macam UPS.
Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan mendadak meraung di udara. Serpihan kaca yang pecah dan bertebaran terdengar mendenting menggema. Gumaman-gumaman kepanikan tadi seraya berubah menjadi pekikan dan jeritan tanpa asa. Langkah-langkah kaki pun ikut menggema meninggalkan jendela yang sudah tak berbentuk seperti semula.
"Kuso! Sebenarnya apa yang—"
Pupil hijau Hiruma Youichi membulat, begitu pula dengan seluruh mantan rekannya. Tunggu! Hal ini di luar perkiraannya, apalagi hal yang kini berada tepat di depan matanya.
"Hi—mph!"
Karena apa yang kini berada tepat di depan matanya adalah Mamori Anezaki yang tengah dibekap dan ditarik tubuhnya oleh sosok serba hitam sehitam langit malam.
"Kudapatkan kau, nona manis, kukuku!"
Bisikan itu bukan salah satu skenarionya. Sosok itu bukan salah satu aktornya. Semua ini bukan salah satu rencananya.
"Mamo-nee!" pekik Suzuna kencang dengan iris violetnya yang membulat tercengang.
"Mamori-neechan!" susul Sena kemudian dengan ekspresi yang tak kalah sama dengan gadis berambut pendek tadi.
"Mamori-san!" teriak yang lainnya mengikuti seraya ikut menyadari bahwa ini semua bukanlah suatu skenario rencana mereka ataupun mantan kapten tim mereka.
Dor! Dor! Dor!
"Itu mereka!" belum sempat Hiruma menarik revolver yang tersimpan dalam saku jasnya, sebuah teriakan dari arah lain mulai menyeru di udara, berikut dengan deru peluru-peluru metal yang menabrak dinding dan atap restoran itu. Suara derap langkah kaki menyerbu masuk dari pintu keluar yang lain. Percik cahaya lampu jalan memroyeksikan sang pemilik langkah yang semuanya berpakaian suit hitam sedang menembaki sosok-sosok serba hitam lain yang bergerak dengan langkah yang cukup cepat dan salah satunya membawa sang manajer cantik berambut auburn.
"Tch! Kuso!" decih Hiruma setelah ia kemudian menarik revolver-nya dan ikut menembaki sosok-sosok yang membawa Mamori.
Dor!
Tembakan ketiganya (setelah yang satu dan dua meleset karena kegusaran Hiruma) tepat mengenai kaki sang pembawa Mamori; membuat sosok tersebut jatuh ke tanah berikut dengan gadis bergaun merah itu (yang Hiruma yakini, pingsan karena fluorosence dari kaus tangan si penculik tadi). Baru saja Hiruma menyeringai, dua sosok hitam lainnya datang menghampiri si penculik dan Mamori, yang kemudian langsung membopong keduanya.
"KUSOOOOOO!"
Duar!
Suara ledakan besar terdengar dari arah pintu keluar ketika Hiruma yang kehilangan kesabarannya bersiap melompat dari tempatnya berdiri. Terlihat sinar merah, biru, dan kuning dari ujung lain. Hiruma mengeryit, siapa lagi orang sialan yang datang?
"Sial! Mereka kabur!" umpat seseorang dari arah sinar itu. Bersamaan dengan larinya si pemilik sinar itu, sosok-sosok hitam tadi segera melesat masuk ke sebuah mobil van. Dan tepat sebelum mobil van itu menginjak pedal gasnya, si pemilik sinar tadi—yang ternyata seorang pemuda berambut keperakan—melemparkan beberapa dinamit ke arah mobil tersebut.
Sayangnya, salah satu sosok di dalamnya mendadak langsung menembaki dinamit-dinamit tersebut, seakan-akan sudah direncakan sebelumnya. Mesiu yang dilapisi pembungkus tersebut meledak di angkasa disertai dengan decitan roda mobil van yang kemudian melaju kencang.
"Sial! Ganti rencana B!" teriak pemuda berambut perak tadi seraya kembali masuk ke dalam bangunan restoran yang kacau balau. "Laporkan kepada Jyuudaime, bahwa rencana kita gagal!"
"Sebelum kalian melapor, katakan, siapa kalian ini?" ucap Hiruma kemudian sambil melangkah maju ke depan. Iris hijaunya mendelik tajam ketika beberapa lampu restoran yang tidak tertembak kembali menyala, sementara inar merah, biru, dan kuning tadi sudah padam (entah apa yang menyebabkannya).
Pemuda berambut perak tadi memicing sesaat, seakan mengidentifikasi siapa pria berambut spike kuning yang berdiri dengan tampang serius di depannya. "Kau, Hiruma Youichi, ya?" ucapnya tanpa mengubah ekspresi di wajahnya.
"Kekeke, menarik," kekeh Hiruma sambil menunjukkan deretan gigi taringnya. "Sepertinya setelah ini, kalian harus menceritakan kepada kami apa yang sedang terjadi dan kemana perginya Manajer Sialan itu,"
Pemuda itu melirik sekilas ke arah dua temannya yang berkulit tan dan yang berambut putih. "Kami ... Vongola Family."
To Be Continued
