Gelap.
Sejauh mata, hanya hitam yang terlihat. Kegelepan tanpa ujung yang menyelimuti dirimu. Tak ada suara satu pun. Hanya terdengar suara detak jantung sang gadis yang sekarang berada di tengah kegelapan itu. Dia bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri. Tetapi, bukannya takut, sang gadis merasa tenang dan terlindungi di tengah kegelapan ini.
"Di mana ini?"
Sang gadis bertanya dengan pelan. Suaranya memecahkan keheningan di sekelilingnya, seperti setetes air yang tumpah ke kolam. Menimbulkan gaung di sekelilingnya. Seperti nada sebuah lagu, gaung-gaung itu menunjukkan jalan untuk sang gadis. Sebuah jalan kecil yang terbuat dari nada.
Mengikuti pendengarannya, sang gadis berjalan menuju asal nada tersebut. Sampai di ujungnya, dia melihat sebuah cahaya kecil. Cahaya sejuk yang berwana hijau muda. Sang gadis pun mencoba untuk menyentuh cahaya itu. Yang ternyata tak bisa dilakukannya. Seperti ada penghalang antara sang gadis dengan cahaya itu.
Walaupun tak bisa menyentuhnya, sang gadis tetap mengulurkan tangannya pada cahaya tersebut. Seperti dipanggil oleh cahaya tersebut. Terus, terus, dan terus. Dia berusaha menggapai cahaya kecil itu. Sedikit lagi...
Begitu jari jemarinya menyentuh sedikit bagian cahaya itu, kegelepan yang menyelubungi sang gadis berubah menjadi cahaya menyilaukan. Secara reflek, sang gadis menutup mata dengan tangannya, melepaskan genggangam kecil pada cahaya itu. Samar-samar, dia mendengar suara...
"Belum waktunya, M'lady..."
Dan sang gadis pun terbangun dari dunia mimpinya...
.Hack/G.U. Liminality of Infinity
Episode 1
The Arrival
Sang gadis membuka matanya perlahan, terbangun dari mimpinya. Sebuah mimpi yang aneh, tapi terkesan sangat nyata bagi sang gadis. Dia pun membenarkan posisi duduknya serta bajunya yang sedikit berantakan karena tertidur. Dilihatnya ke arah kiri, pemandangan dengan cepat silih berganti. Hal yang wajar karena dia sekarang berada di dalam kereta. Kereta yang akan membawanya ke tempat tinggalnya yang baru.
Samar-samar, pantulan wajah sang gadis terlihat di kaca kereta tang menampakkan pemandangan itu. Rambut sebahu berwana hitam, dengan bando hijau kecil tersemat di situ. Matanya berwana hitam kecoklatan, tanpa berkedip memandang pantulan dirinya sendiri. Kulitnya berwana putih, seperti kulit orang Jepang pada umumnya. Gadis yang sangat sederhana, dengan sweater panjang berwana hitam dan rok lipit selutut berwana senada melengkapi penampilannya.
Nama gadis ini adalah Kusaka Chigusa. Berumur 16 tahun. Dan akan segera memasuki kehidupan SMA tahun pertamanya di kota yang baru. Sebuah kota yang terkenal dengan kata 'tidak biasa'. Berbanding terbalik dengan penampilan dan sifat dari seorang Chigusa.
'Untuk seluruh penumpang. Sebentar lagi kita akan sampai di kota dewi air : Mac Anu. Untuk penumpang yang akan turun, mohon untuk memperhatikan barang bawaan masing-masing. Sekali lagi,...'
Mendengar pengumuman itu, Chigusa berdiri dari tempat duduknya. Dia mengambil barang bawaannya, sebuah tas jinjing berukuran sedang berwana hijau dan putih. Dia pun bersiap-siap untuk turun di stasiun berikutnya.
XXX
Kota Dewi Air : Mac Anu. Sebuah kota yang disebut-sebut sebagai kota dengan pemandangan matahari terbenam yang paling indah di dunia. Setidaknya begitulah yang dibaca Chigusa ketika sedang mencari informasi tentang kota yang akan ditinggalinya itu. Dan memang benar. Matahari terbenam yang terlihat di barat, keindahannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Chigusa hanya bisa terdiam takjub di depan stasiun ketika melihat pemandangan itu.
Selain matahari terbenam, kota ini juga terkenal dengan hal lain. Sebuah kota yang 'tidak biasa'. Kenapa? Karena kota ini adalah salah satu kota berbasis Tartaga System. Dan kota ini juga satu-satunya kota yang memegang kewajiban untuk menjalankan dan mengawasi sistem kurikulum pendidikan yang dibuat oleh Tartaga System.
Tartaga System, seperti namanya adalah sebuah sistem. Sistem khusus yang mengatur beberapa kota yang tersebar di seluru dunia. Dan Mac Anu adalah salah satu kota tersebut, yang terletak di negara Jepang. Itulah yang disebutkan dalam pamflet yang didapat oleh Chigusa di depan stasiun tadi. Lalu, apanya yang tidak biasa? Tentu saja, karena murid-murid yang akan menjalani sistem kurikulum pendidikan adalah murid-murid khusus yang memiliki kemampuan – Ability.
Ability, adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak sewajarnya bisa dilakukan manusia. Seperti, menyembuhkan luka, telepati, teleportasi, dan juga terbang serta menimbulkan api. Karena banyaknya kekuatan yang ada, Ability dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mempermudah. Misalnya saja, Kekuatan Healing. Healing adalah kelompok kekuatan yang memusatkan pada penyembuhan seperti penyembuuhan luka, penyakit, bahkan memperbaiki suatu barang yang rusak juga bisa termasuk Healing.
Chigusa mengingat-ingat infomasi yang didapatnya sebelum datang ke kota ini sambil berjalan. Dia juga ingat kalau seseorang yang datang ke kota ini untuk pertama kali, akan di tes untuk mengukur Level dan juga jenis Ability miliknya. Ada 6 level, dari level 0 sampai 5. Level 0 adalah Non-Ability alias tidak punya Ability. Walaupun begitu, mereka tidak dilarang untuk bersekolah di Mac Anu. Karena masih ada kemungkinan Ability mereka akan bangkit nantinya. Level 5 adalah level tertinggi yang dapat dicapai seseorang. Dan katanya, sangat sedikit yang bisa mencapai level ini.
Chigusa melihat peta yang ada di tangannya. Mengecek arah yang menuntunnya menuju ke asrama sekolah yang akan ditempatinya. Academy Wielant. Itulah nama sekolah tersebut. Namanya diambil dari Emma Wielant, istri dari Harald Hoewick, sang pembuat System Tartaga.
Dan sambil berjalan sambil sesekali melihat peta, Chigusa membayangkan Ability terpendam miliknya yang akan segera diketahuinya...
XXX
Begitu sampai di asrama, yang lebih mirip apartemen itu, Chigusa langsung kebingungan dan menoleh ke sana sini. Tempat itu sepi, tidak ada orang sama sekali. Chigusa sudah mengetuk tempat penjaga yang terhalangi kaca, tapi tidak ada jawaban. Dia menghela nafas. Bagaimana ini...?
"Hei, kamu..."
Sebuah suara perempuan mengagetkan Chigusa. Ia lalu menoleh ke belakang. Dilihatnya seorang gadis berambut pendek berwarna dark red dan mata hitam kelam memandang ke arahnya. Dan Chigusa juga menyadari kalau cewek ini lebih pendek darinya. Mungil dan manis. Itulah kesan pertama yang Chigusa dapatkan dari cewek tersebut.
"Kamu siapa? Nggak pernah keliatan... Jangan-jangan, anak baru?" Si gadis mungil pun angsung bertanya dengan suara lantang pada Chigusa. Sepertinya Chigusa harus menambahkan kata 'Tomboy' untuk anak ini. Karena dia tidak segan-segan untuk langsung bertanya pada Chigusa, dengan cara blak-blakkan sambil melotot. Chigusa pun hanya mengangguk pasrah, sambil sekali-kali melirik ke arah tempat penjaga asrama.
Si gadis mungil nan tomboy menyadari ini, dan akhirnya mengerti keadaan Chigusa. Dia kembali berbicara,
"Oh, gitu." Dia kembali memandang Chigusa, dan sekarang matanya menunjukkan kalau dia mengerti keadaan Chigusa. "Kamu bingung karena penjaga nggak ada, ya?" Dan belum sempat Chigusa menjawab, sang gadis mungil kembali berbicara lagi.
"Dasar Yuuichi bodoh! Pergi kemana dia padahal ada anak baru? Dasar bodoh!"
Dan sang gadis mencak-mencak sendiri sambil mengatai seseorang bernama 'Yuuichi'. Chigusa yang melihat ini jadi panik sendiri. Dia pun berusaha menenangkan sang gadis mungil,
"Em, nggak apa-apa kok! Aku masih bisa menunggu... kan?" Chigusa mengakhiri kalimatnya dengan ketidak yakinan. Tentu saja dia tidak yakin! Karena dia belum mengenal si penjaga asrama yang – mungkin – bernama Yuuichi ini...
"Nggak boleh begitu!" Chigusa kembali dibuat kaget dengan teriakan dari si gadis mungil. "Dia harusnya sudah tahu ada anak baru, jadi dia harus stand-by di sini! Uggghhhh, dasar Yuuichi bodooohhh!"
"Kenapa aku ini bodoh, Chika?"
Sebuah suara langsung membuat Chigusa dan sang gadis mungil menoleh ke arah pintu kaca depan asrama yang sekarang terbuka. Menampilkan sosok seorang cowok berambut coklat, yang diikat sedikit di belakang, membentuk ponytail pendek. Matanya berwarna sama dengan rambutnya, coklat muda. Dia membawa plastik, yang mungkin barang belanjaan.
Setelah masuk dan menutup pintu, dia berjalan ke arah dua gadis yang sangat kontras itu. Yang satu terlihat bingung dan panik, yang satu lagi terlihat antara marah dan ngambek. Cowok itu lalu tersenyum pada mereka berdua sambil kembali berbicara,
"Jadi kenapa kau bilang kalau aku ini bodoh, Chika?" Cowok itu berbicara pada si gadis mungil, yang dipanggil Chika. Chika lalu menunjuk ke arah Chigusa sambil berteriak kepada si cowok.
"Karena kau meninggalkan posmu padahal tahu akan ada anak baru! Kasihan 'kan dia kebingungan sendiri!" Chika berteriak pada cowok itu. Yang diteriaki hanya tersenyum sambil memandang ke arah Chigusa.
"Apa boleh buat. Aku 'kan harus beli makan malam juga." Cowok itu mengangkat belanjaannya untuk memperjelas maksudnya. "Eee, Kusaka Chigusa-san... kan?" Dia kembali tersenyum sambil bertanya. Chigusa menganggukkan kepalanya.
"Maaf, aku tidak ada di posku tadi. Namaku Morino Yuuichi, penjaga dan pengawas asrama Academy Wielant." Dia lalu menuju ke arah pos penjaga, membuka pintu kayu yang ada di samping kaca menggunakan MP key alias handphone miliknya, sambil mempersilahkan Chigusa untuk mengikutinya. Chika juga ikut masuk,mengikuti Chigusa dan Yuuichi.
Yuuichi menaruh belanjaannya di atas meja kecil di ruangan itu, lalu memasuki ruangan yang dibatasi dengan pintu geser sambil mengisyaratkan agar Chigusa menunggu. Chigusa pun kembali tinggal berdua dengan si gadis mungil, Chika. Begitu menoleh ke arahnya, Chigusa dikagetkan (lagi) dengan pandangan penasaran dari Chika.
"Eee, tadi namamu Kusaka, ya?" Chigusa mengangguk sambil tersenyum kecil. "Kenalkan! Namaku Kuramoto Chika! Panggil saja aku Chika! Salam kenal, kusaka-san!" Chika mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Salam kenal. Ee, panggil saja aku Chigusa." Chigusa membalas uluran tangan Chika. Mereka berdua pun tersenyum setelah memperkenalkan diri masing-masing.
"Oh, bagus. Kalian sudah berkenalan?" Yuuichi kembali muncul sambil membawa amplop tebal berwana coklat. Dia lalu menyerahkannya pada Chigusa.
"Ini berkas-berkas titipan pihak sekolah. Mereka bilang kau harus membacanya, sekaligus mengisi beberap formulir karena kamu anak pindahan." Chigusa menerimanya sambil memandang amplop tebal, yang pasti isinya banyak itu. Chika yang ada di sampingnya memandang dengan penasaran. "Setelah itu, boleh kupinjam sebentar Handphone milikmu? Aku ingin menginstalkan MP key kamarmu."
Chigusa pun menyerahkan Handphone miliknya, handphone flip berwarna putih yang sederhana dengan strap bunga. Yuuichi mengambilnya sambil tersenyum, dan mulai menyambungkan Handphone itu dengan laptop berwarna hijau yang ada di atas meja kerjanya.
Sambil menunggu pengisntalan MP key miliknya, Chigusa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Chika. Ternyata, Chika seangkatan dengannya dan juga akan masuk SMA. Chika juga bercerita kalau dirinya sudah ada di sini sejak kecil, karena itu dia tahu banyak seluk beluk kota ini. Dia juga berjanji untuk memberikan tour khusus pada Chigusa untuk mengelilingi Mac Anu. Chigusa dengan senang hati menerimanya, mengingat Mac Anu adalah kota yang sangat luas. Terluas diantar kota System Tartaga yang lain.
Waktu Chigusa bertanya tentang Ability Chika, dia hanya tersenyum sambil berkata 'Rahasia!'. Sungguh membuat Chigusa penasaran. Chika lalu tertawa sambil mengibur Chigusa, bahwa Chigusa akan segera tahu kekuatan di hari awal upacara penerimaan siswa baru nanti.
"Maaf menganggu pembicaraan kalian..." Kedua gadis ini menoleh ke arah Yuuichi yang sudah berdiri di depan mereka sambil menggengam HandPhone Chigusa. Chigusa lalu mengambilnya dan menggumamkan 'Terima Kasih'.
"Nah, kamarmu ada di lantai 4. Nomor 402... Jangan memelototiku seperti itu, Chika. Bukan aku yang menentukannya, kau tahu itu."Dan memang benar. Chigusa menoleh ke arah Chika dan melihat gadis mungil itu melotot karena kaget setelah mendengar letak kamar Chigusa. Yuuichi kembali melanjutkan, "Perlu kuingatkan kalau di asrama ini bukan hanya murid, ada beberapa guru dan lulusan sepertiku yang tinggal di sini. Jadi, berbaurlah sebisa mungkin." Yuuichi tersenyum lagi, dan Chigusa balas mengangguk pelan tanda mengerti.
"Baiklah! Barang-barangmu pasti sudah ada di dalam kamarmu sekarang. Chika, bisa tolong tunjukkan kamar Kusaka-san?" Sekarang Yuuichi tersenyum pada Chika.
"Iya, iya. Ayo, Chigusa." Chika membimbing Chigusa menuju lift. Tidak lupa Chigusa kembali mengucapkan terima kasih pada Yuuichi, yang dibalas lambaian tangan cowok itu. Setengah berlari, Chigusa menyusul Chika yang sudah berada di dalam lift.
XXX
Dari dalam lift sampai di lantai 4, Chika kembali bercerita tentang orang-orang yang tinggal di asrama ini. Sepertinya, ada berbagai macam orang dengan kepribadian dan Ability yang berbeda-beda pula. Tapi, ada satu yang membuat Chigusa penasaran...
"Chika." Chigusa memanggilnya begitu mereka keluar dari lift. Chika menghentikan ceritanya lalu menoleh ke arah Chigusa. "Emm, kenapa sepertinya kau kaget ketika tahu letak kamarku..?" Chigusa bertanya takut-takut.
"Oh, itu. Bukan apa-apa, kok! Pertama aku kaget karena kamarmu selantai denganku. Lalu, aku kaget kamarmu itu di sebelah kamar Dia... Tapi, kalau sekarang kupikir lagi... Siapa saja bisa dapat kamar disampingnya..." Chika berbicara panjang lebar, membuat Chigusa harus cepat-cepat menangkap info yang dikeluarkannya. Dia satu lantai dengan Chika. Itu bagus. Tapi, siapa Dia itu...?
"Chigusa, ini kamarmu!" Tanpa Chigusa sadari, dia dan Chika sudah berhenti di depan sebuah pintu. Ada papan nama tertempel di pintu itu, bertuliskan Kusaka. Yup, ini kamarnya. Chigusa lalu mengarahkan HandPhone miliknya ke arah MP Key Plate yang ada di samping kanan pintu tersebut. Membuka pintu itu untuk Chigusa dan Chika.
Begitu masuk, secara otomatis lampu ruangan tengah menyala. Memperlihatkan dapur di samping kiri, juga meja makan dengan 4 kursi. Sisa ruangan itu terbentang luas, ada sofa kecil serta TV di hadapannya. Beberapa tumpukan kotak ada di sudut ruangan. Seperti yang dikatakan Yuuichi, barang-barang milik Chigusa a.k.a tumpukan kotak ada di situ. Di dekat dapur ada sebuah pintu geser kaca, yang kemungkinan tempat cuci dan juga kamar mandi. Di sebelah kanan ruangan, ada dua pintu. Keduannya adalah pintu untuk kamar tidur. Melihat ini semua, membuat Chigusa berpikir 'Ini asrama atau apartemen mewah?'
"Kau kaget? Ada beberapa orang yang tinggal bersama keluarganya, karena itu ini sudah biasa." Suara Chika memecah lamunan Chigusa. Chika hanya nyengir sambil duduk di salah satu kursi meja makan. "Yah, sebaiknya aku memberimu waktu untuk beres-beres dulu. Di bawah ada konbini kalau kau ingin makan malam. Besok baru akan kuajak jalan-jalan ke daerah sekita sini!" Seraya beranjak ke pintu keluar, Chika berkata panjang lebar. Chigusa pun mengikutinya menuju pintu keluar, bermaksud mengantarkannya.
"Oh, ya! Hampir lupa! Chigusa, aku minta nomormu?" Di luar, Chika langsung mengeluarkan HandPhone miliknya – merah terang dengan gantungan bintang kecil – sambil tersenyum pada Chigusa. Mereka lalu saling bertukar nomor dan e-mail masing-masing. Begitu selesai, Chika menutup HandPhone-nya.
"Yak! Nanti akan kuhubungi! Kamarku nomor 408! Nanti juga akan kukenalkan pada anak-anak yang lain, oke?" Chika tersenyum lebar sambil membentuk tanda peace di tangan kanannya. "Kalau begitu, sampai besok Chigusa!" Chika beranjak pergi sambil melambaikan tangannya. Chigusa balas melambai, walaupun tidak sesemangat Chika. Perjalanan dari rumahnya menuju kota ini sepertinya membuatnya lelah.
Sebelum masuk kembali kekamarnya (atau apartemennya?) Chigusa menyempatkan diri melihat kamar di sebeahnya. Karena kamar miliknya ada di pojok, jadi kamar yang ada di sebelah kirinya ini pasti kamar yang dimaksud Chika. Dilihatnya papan nama yang ada di pintu itu...
"Misaki...?" Chigusa membacanya pelan. Di sebeah kamar 401 bertuliskan 'Misaki' itu, ada satu kamar lagi,kamar 400, yang bertuliskan 'Kasumi.' Chigusa ingin menyapa tetangga barunya itu, tapi membatalkan niatnya karena dia sudah sangat lelah. Dia kembali ke kamarnya, memasuki kamar tidur yang paling pojok karena dekat dengan jendela luar, dan langsung tertidur di atas ranjang yang empuk.
Mac Anu telah menerima satu lagi takdir baru di dalamnya. Seorang gadis biasa bernama Kusaka Chigusa yang belum mengetahui Ability miliknya. Seorang gadis yang akan terlibat dengan permasalahan besar di masa depannya...
To Be Continued...
System Tartaga : Sistem yang dibuat oleh Harald Hoewick dan Emma Wielant, yang mengatur kota-kota khusus di seluruh dunia. Mac Anu adalah salah satu kota tersebut. Seperti komputer raksasa, sistem ini mengatur seluruh kehidupan di kota. Tidak ada yang tahu wujud aslinya sistem ini, karena sistem ini bergerak melalui Internet. Pemerintah kota-kota khusus membuat peraturan dan mengatur kehidupan di kota itu dari petunjuk yang diberikan sistem pada mereka. Pemerintah mendapatkan petunjuk dari komputer pusat, dan berbicara langsung dengan AI penjaga System Tartaga yang mereka panggil 'King'.
Ability : Kemampuan seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa. Seperti teleportasi dan pyrokinesis. Mereka yang mempunyai Ability menjalani sistem kurikulum pendidikan yang dibuat System Tartaga untuk melatih Ability milik mereka. Ability terbagi menjadi beberapa jenis yang akan dijelaskan ketika cerita ini berlanjut. Beberapa dari jenis itu : Healing, Protection, Destruction, Senses, Physical, dan Knowledge.
MP Key : HandPhone adalah benda yang wajib dimiliki oleh semua orang. HP menjadi kartu identitas di dunia ini. MP Key atau Mobile Phone Key adalah suatu aplikasi yang ada di HP untuk pengganti kunci. Bisa kunci rumah, mobil, bahkan brankas. HP juga bisa menjadi 'dompet' kita, karena langsung tersambung dengan account bank milik masing-masing orang.
A/N: Aloha, minna-san! Saya nyasar sebentar ke fandom ini, pelampiasan karena saya nggak bisa maen PS2 sama sekali sekarang. Ide cerita mungkin diambil dari referensi ToAru Majutsu No Index dan ToAru Kagaku No Railgun, padahal saya belum nonton animenya sama sekali! Ahahaha... Untuk yang belum tahu :
Kusaka Chigusa : Atoli
Kuramoto Chika : Alkaid
Morino Yuuichi : Silabus
Saya rasa semua pasti tahu siapa itu 'Misaki' dan 'Kasumi'...
.Hack Series owned by Bandai and C.C Corporation...
Emmm, Review?
