Disclaimer: Hm? Kalau Naruto punyaku, alih-alih komik shounen, pasti ntar malah jadi komik shoujo.

A/N: For ichamusume.


Sasuke duduk di pinggir tempat tidur. Tubuhnya condong ke depan, membiarkan lengannya menompa berat tubuhnya di atas paha. Matanya menatap deretan pigura kaca di dinding yang memantulkan sedikit cahaya di kegelapan kamar tanpa benar-benar melihat apapun. Sorotan matanya tajam, namun melukiskan kepedihan. Ujung bibirnya tertekuk ke bawah; otot wajahnya serasa kaku dan enggan untuk bekerja.

Derit pelan tempat tidur memberitahunya bahwa pasangannya telah ikut terjaga. Telinganya mendengarkan dengan baik ketika nafas yang teratur berubah pelan. Tanpa melirik pun ia menyadari tatapan sepasang mata emerald yang menatapnya sedih.

"Kau tidak tidur?" suara alto itu bersuara lembut, nyaris seperti bisikan, seolah takut menambah pekatnya atmosfer kamar.

Sasuke bergeming, sadar bahwa wanita yang kini setengah berbaring di belakangnya mengikuti tiap gerak yang ia lakukan saat ini, mendengarkan tiap helaan nafas yang ia keluarkan. Sadar bahwa tanpa kata pun jawaban telah muncul dengan sendirinya, seolah punggungnya adalah monitor yang secara otomatis menampilkan kata hatinya.

"Mimpi buruk lagi?" tanyanya pelan.

Kali ini Sasuke mencengkeram kedua tangannya lebih kuat.

"Itu hanya mimpi, Sasuke."

"Dan hanya mimpi ini kemarin nyaris membunuhmu, Sakura." Jawab laki-laki itu akhirnya keras. Suaranya pedih seolah menandakan betapa keras ia berusaha menahan amarah dan ketakutannya ketika mengingat bagaimana malam sebelumnya ia mencekik leher kekasihnya karena mengira ia Madara.

Ia mengeluarkan suara seperti anjing kecil yang terluka ketika Sakura menyentuh lengannya. Dengan cepat Sasuke mengibas tangannya pelan, seolah tangan Sakura akan terbakar jika menyentuhnya.

Sakura memaksa otot-otot matanya untuk menutup kedua pelupuknya kuat-kuat, berusaha menahan air mata yang sudah bertengger disana.

"Dan kalau kau ingat, Sasuke, aku langsung melemparmu ke seberang ruangan sebelum kau melukaiku." Suaranya bergetar. "Aku bukan perempuan lemah yang perlu kau tolong lagi. Aku bisa melindungi diriku sendiri. Kau tidak perlu merasa takut akan melukaiku sewaktu-waktu."

Sasuke mendesis pelan, bahunya sedikit bergetar.

"Beritahu aku." Ujar Sakura, sebisa mungkin membuat suaranya terdengar meyakinkan. "Beritahu aku tentang mimpimu. Tentang apa yang kau takutkan. Setelah itu aku yakin kau akan merasa lebih baik."

Lagi-lagi laki-laki di hadapannya bergeming. "Sasuke…" ia memohon.

Sasuke tetap membisu. Sakura menatap punggungnya, berharap monitor imajiner di punggung kekasihnya itu bisa memberitahunya gelombang memori dan emosi yang membanjiri pikiran yang dicintainya itu. Kali ini Sakura memilih ikut bisu, menghormati keinginan Sasuke untuk berpikir dalam diam. Berharap demi seluruh chakra yang ia miliki, keheningan mampu membimbing Sasuke kembali.

Setelah keheningan lama yang hanya sedikit di pecah oleh tetesan hujan yang mulai membasahi bumi Konoha pelan, Sasuke akhirnya bergerak. Dicengkeramnya genggaman tangannya sendiri lebih kuat, yakin bahwa cengkeramannya kali ini akan meninggalkan bekas. Rahangnya seolah kaku, dan ia nyaris yakin bahwa suara yang keluar dari mulutnya selanjutnya bukanlah miliknya.

"Maaf, Sakura." Bisiknya pelan sebelum bangkit dari tempat tidur dan meraih jas tebal miliknya. "Maaf."

Mata Sakura melebar, shock dan takut bercampur. "Ma—apa maksudmu, Sasuke? Sasuke!" teriak Sakura panik ketika tangan Sasuke mulai membuka pintu kamar.

"Maaf." Ujar Sasuke sekali lagi sebelum menghilang di balik daun pintu.


A/N: Jangan bunuh saya ;_;

Bagus? Gak bagus? Suka? Gak suka? Tell me how you find it :)