Naruto © Kishimoto Masashi
Almost Dead, Cinta Di Pusaran Dendam © Lisa Jackson

Kami? Kami, The Crazy Teams, hanya mempublikasikan saja. Ini fic collab pertama jadi, harap jangan bingung jika terdapat sedikit (atau banyak) keanehan dan berbagai macam kesalahan.

Rating : T maybe M
Pairing : Found it yourself…
Genre : Romance / Crime
Warning : Ooc, Oc, Au, Typo, dan kesalahan lainnya. Don't Like, Don't Read, and Don't Flame!

~Prolog~

Rumah sakit Bayside
San Fransisco, California
Kamar 316
Jumat, 13 February
SAAT INI

Mereka pikir aku mati.

Aku mendengar mereka berbisik-bisik satu sama lain.

Mereka mengira aku tak dapat mendengar mereka, tapi sebenarnya aku bisa mendengarkan setiap patah kata yang mereka ucapkan.

"Tidak!" aku ingin berteriak. "Aku masih hidup. Aku tidak akan menyerah. Aku akan membalasnya."

Tapi aku tak mampu bicara.

Aku tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Suaraku tertelan di tenggorokan, seperti halnya mataku yang tak mau terbuka. sekeras apapun aku berusaha, aku tetap tak bisa membuka kelopak mataku.

Yang kutahu kini aku terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, dalam keadaan yang nyaris mati. Aku mendengar bisikan – bisikan, komentar – komentar, dan suara ketukan sepatu di lantai. Semua orang berpikir bahwa aku sedang koma, tak mampu mendengar, tak bisa merespon, tapi aku tahu apa yang sedang terjadi. Aku tak bisa bergerak dan berkomunikasi. Tapi, aku harus membuat mereka tahu. Kondisiku buruk, begitu kata mereka. Aku paham makna limpa yang pecah, tulang panggul yang patah, gegar dan trauma otak, tapi… brengsek, aku bisa mendengar mereka! Aku bisa merasakan kulitku menegang di punggung tanganku yang tertusuk jarum infus, aku bisa mencium bau parfum dan obat, serta merasakan adanya aroma kepasrahan di ruang itu. Permukaan stetoskop yang sedingin es, alat pengukur tekanan darah yang terlalu ketat di lengan, aku berusaha mati – matian untuk memberikan tanda bahwa aku sadar, bahwa aku dapat merasakan semua itu. Aku berusaha bergerak, sekedar menggerakan jari, atau mengeluarkan rintihan, tetapi aku tak bisa melakukannya.

Menakutkan sekali.

Aku terikat pada mesin – mesin dengan monitor yang memantau denyut jantung serta pernapasanku, dan benda – benda lain yang hanya Tuhan yang tahu. Ini buruk sekali. Semua mesin canggih yang bertugas memantau fungsi tubuhku itu tak dapat membuat staf rumah sakit ini yakin, atau berharap bahwa aku bisa merasakan apa yang terjadi. Aku terperangkap di dalam tubuhku sendiri, dan ini benar – benar mengerikan.

Sekali lagi, aku memaksakan diri, berkonsentrasi penuh untuk dapat mengangkat jari telunjuk tangan kananku, untuk menunjuk siapapun yang masuk ruangan. Angkat jarimu, pikirku, tarik sedikit seprainya. Usaha itu menyakitkan… berat skali.

Tak adakah yang memperhatikan monitor sialan itu? Benda itu pasti menunjukkan kenaikan denyut nadi, percepatan detak jantung atau apapun.

Ternyata tidak.

Semua usaha itu sia2!

Lebih buruk lagi, aku mendengar kabar bahwa beberapa perawat berpendapat bahwa aku lebih baik mati saja. Tapi, sesungguhnya mereka tidak tahu kebenarannya.

~End of Prolog~

To Be Continued

Akai : Fiuh selese juga…

ReRe : Tapi masih prolog doang, myaw!

Akai: Biarin! Huaaaa msh banyak lagiiiiiiiii…

ReRe : Akh! OMG! We just has a little time! (Sok inggris)

Akai : Haaaaahhh… sapa mao jadi tim penyelidik? Sapa, sapa? (Kaya nama ade' sepupu gua aja dech!)

ReRe: Myaw! =3

Akai : Berisik! Kucing kejepit!

ReRe : Itu benar. (Serius mode on) Aku terjepit antara… kebenaran dan kebohongan! (?)

Akai : Chuuuu….*ngelirik GaJe (kagak ngarti!)* Kejepit jendela kali! Pintu kalo perlu!

ReRe : Myaww~ Nande koto, myaw!

Akai : Chuu~

Sutradara : Ini bukan kebun binatang!

ReRe : Mya? Mya? Myaww~

Akai : Chu? Chu? Chuuu~

Sutradara : Hh, Baiklah, karena kedua author sedang ber-gila ria saya akhiri dengan mengucapkan… REVIEW, PLEASE!

Give we R!

Give we E!

Give we V!

Give we I!

Give we E!

Give we W!

Give We REVIEW!