"Changmin... Kau adalah seorang penyihir..."
"Aku apa?"
"Penyihir."
.
.
.
Melqbunny present:
An AU homin fictional work
"Love Spell Gone Wrong"
Part 1
Disclaimer : I do not own the character here, only the story. This is pure fiction. I'm not taking the wizarding rules from Harry Potter, only a little part of revealing Changmin's real abilities.
Warning : I want to coat this fic with tons of sugar
.
.
.
Shim Changmin, sejak bisa mengingat, dia tinggal di panti asuhan. Hidup serba pas-pasan dengan begitu sedikit uang saku. Apa-apa dijatah.
Mendadak Changmin yang baru lulus SD, dijemput oleh seorang laki-laki misterius.
Sejak saat itu hidupnya berubah. Dia punya keluarga meskipun tidak seperti yang dia selalu bayangkan di panti asuhan. Dia tinggal dengan sepupunya, Shim Jaewon yang umurnya sudah 25 tahun waktu menjemputnya. Waktu itu dia menahan diri untuk bertanya "Kenapa baru sekarang?" tetapi seolah bisa membaca pikirannya, Jaewon memeluknya erat dan mengatakan maaf berkali-kali. Changmin lemah, dia tak bisa menyimpan dendam secuil pun terhadap Jaewon.
Masuk sekolah baru di lingkungan yang baru, Changmin sulit beradaptasi. Hanya diam saja karena tak tahu bagaimana caranya mulai berteman. Waktu di panti asuhan dulu, tak ada yang mau mengadopsinya hingga dia tergolong 'besar'. Makin besar maka makin kecil peluang untuk diadopsi sehingga memunculkan rasa kurang percaya diri. Introvert dan pemalu.
Padahal ini adalah awal hidup yang baru, tetapi dia memilih untuk bersembunyi di balik kacamata dan buku. Menunduk dan membungkuk tiap berjalan.
"Hei!"
Changmin mendongak, dan langsung bertatapan dengan seorang siswa yang lebih tua darinya. Sepasang mata yang tajam namun entah kenapa terlihat hangat.
"Kenapa murung begitu? Ini!" dia menyodorkan banana milk dan roti isi. Changmin tanpa sadar menerimanya begitu saja, "Habiskan lalu bersemangatlah!" katanya sebelum pergi.
Untuk pertama kalinya, Changmin merasa punya malaikat penolong.
Sebab berkat mengingat-ingat kalimat itu,Changmin jadi berusaha membuka diri. Dia tak lagi irit senyum dan akhirnya berhasil memiliki beberapa teman dan jadi terkenal sebagai siswa pemalu.
Dan begitulah tak ada yang berubah sampai Changmin masuk SMA. Malaikat penolongnya bernama Jung Yunho, tinggal di panti asuhan setelah terjadi sesuatu yang buruk dengan keluarganya. Hartanya diambil alih oleh keluarga lain dan memaksa Yunho tinggal di panti asuhan.
Dulu Changmin pikir hidupnya sudah menderita, ternyata pikirannya terlalu sempit. Yang lebih hebat lagi, Yunho tetap saja berperilaku baik pada siapapun. Teman yang loyal dan populer. Ada juga yang tak menyukai Yunho, tetapi yang membelanya lebih banyak.
Dan karena itulah, sebegitu sulitnya mendapatkan perhatian lebih dari Yunho. Selalu ada orang lain dan orang lain lagi dan orang lain lagi. Tak pernah berhenti. Yunho baik pada Changmin, tapi tak ada yang spesial kan? Sementara Changmin ingin jadi spesial.
"Haaaahhh..." Changmin menopang kepalanya di meja belajarnya dengan satu tangan. Menuliskan kegiatannya hari ini dalam jurnal. Lalu ada hal yang belum dia kerjakan. Entahlah, Changmin tidak antusias dengan yang satu ini : berlatih sihir.
Punya kedua orang tua yang sama-sama penyihir dan tinggal dengan seorang penyihir handal tidak lantas membuatnya jadi penyihir yang baik. Alih-alih memanipulasi cuaca seperti yang pernah dilakukan Jaewon, memindahkan barang tanpa menyentuh saja sering kali membawa kerusakan. Lampu pecah, buku yang terbang keluar jendela, jjajjangmyun yang mengotori penjuru ruang tamu dan masih banyak lagi.
Changmin tak bisa mengelak dan mengatakan dia bukan penyihir. Kemampuan sihir itu ada dalam dirinya. Kecuali hal penting yang tidak dia miliki adalah kontrol. Akibatnya Changmin tak lagi antusias belajar sihir. Biar saja –pikirnya. Jadi manusia biasa tanpa sihir pun dia tetap bisa menjalani hari.
Tapi kali ini ada hal lain yang mengganjal...
4 tahun sejak dia naksir Yunho. Dan selama 4 tahun pula hubungan mereka tak berubah. Tak tahu bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan perhatian Yunho sedikit lebih dari biasanya.
Apa hanya sanggup terus-menerus menghela nafas lelah? Tak berusaha sedikitpun demi memotong jarak di antara mereka. Hanya duduk diam menunggu keajaiban. Lalu bagaimana kalau Yunho tak ada di akhir takdirnya? Dia hanya berdiam tanpa punya arti bagi siapapun?
Matanya membulat sempurna saat memyadari seramnya kemungkinan di hadapannya.
"Aku tak mau..." gumamnya pelan lalu menutup jurnalnya dan keluar kamar, mencari suasana lain.
Rumah ini memang ditinggali oleh penyihir, tetapi tak jauh beda dengan rumah lainnya. Dapur mereka bersih, dan ruangan lain cukup bersih dan rapi. Mereka bahkan punya TV, bukannya bola kristal. Jaewon bahkan suka menonton berita, beberapa drama dan acara musik.
Yang berbeda mungkin isi ruang bawah tanah penuh toples-toples bahan ramuan, ada mata kodok, tanduk unicorn, sayap nyamuk, biji-bijian dan bahan lain yang bikin mual.
Buku-buku tersedia di ruang baca. Terlalu serampangan dalam menyimpan kunci ilmu ke dunia penuh keajaiban? Tentu saja tidak. Ruang baca kecil yang tepat di sebelah ruang tamu memang tampak biasa dan penuh dengan buku-buku populer, ensiklopedi dan ideologi manusia, tapi dengan memutar pigura foto kecil di samping kanan bawah hiasan kepala rusa dari kayu yang menempel di dinding, maka ruang rahasia akan terbuka. Tepat ke ruang baca yang sesungguhnya.
Changmin tak berminat dengan semua ilmu yang dibanggakan oleh Jaewon itu. Catat ulang kalau dia tak punya bakat untuk mengontrol sihirnya sendiri. Justru karena itu, Jaewon membiarkannya ke ruang baca. Karena yang disukai Changmin adalah sofa empuk dan pemutar piringan hitam yang ada di sana. Tak ada yang namanya aneh-aneh dengan buku mantra terutama sejak insiden Mandoongie terlempar ke gerbang depan dan tulang rusuknya patah.
Buku dari dunia sihir yang akhirnya Changmin baca adalah buku cerita. Siapa bilang penyihir tak bisa menulis cerita fiksi? Bahkan penyihir yang menulis cerita manusia biasa juga sama kualitasnya. Tak akan bisa dibedakan.
Kali ini Changmin baca buku dengan tokoh penyihir di dalamnya. Begitu serius hingga Jaewon sampai harus mengecek langsung setelah 5 kali dia memanggil sepupunya itu. Sudah waktunya makan tetapi tak ada tanda-tanda Changmin akan meletakkan buku itu.
"Oke, ini sudah waktunya makan! Letakkan buku itu..."
"Ah, hyung! Biar aku baca sampai akhir chapter..." serunya memohon.
"Tidak!" katanya langsung menyeret Changmin ke ruang makan. Meski Changmin cemberut tetapi hal itu tidak membuat Jaewon melunak.
.
.
.
Jaewon tak bisa berbuat banyak ketika Changmin jatuh cinta dengan sebuah buku. Dia akan terus berkutat dengan satu buku hingga suara hela nafas yang adalah campuran kelegaan dan kecewa terdengar. Sudah maklum, tak ada lagi yang aneh. Kadang hal ini membuat Jaewon ingin mengajaknya jalan-jalan. Dia bukan orang tuanya, hanya seorang wali. Mana dia tahu bagaimana caranya membesarkan anak dengan benar? Dia tahu apa saja yang diperlukan untuk bertahan hidup; makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan.
Kasih sayang? Jaewon rasa dia sudah cukup berusaha. Tapi apa hal itu cukup bagi Changmin? Tak ada ibu yang memeluknya. Pernah ada yang menyarankannya untuk menikah untuk memberikan sosok ibu pada Changmin. Huh, memangnya menikah semudah itu?
Lalu... Ada hal lain yang membuatnya dilema... "Kau harus mengajarkan ilmu sihir pada Changmin!"
Mengajar ilmu sihir itu tidak sesulit itu, andai saja Changmin punya sedikit bakat. Kenapa bisa ada penyihir sepertinya yang seperti tak punya bakat? Kekuatan sihirnya ada, kemampuannya mengontrol ilmu sihir yang nol besar. Kalau dilihat dari kerusakan yang terjadi dengan satu mantra kecil saja, Jaewon yakin kekuatan dan potensi Changmin begitu besar. Tapi kenapa begitu sulit mengendalikan?
Dipikirnya dulu dia harus menahan Changmin dari menggunakan sihir. Tak tahunya Changmin jadi tak berminat gara-gara semua hal yang telah terjadi. Terlalu lama hidup tanpa pengaruh sihir membuatnya terbiasa dengan cara hidup manusia biasa.
"Memangnya kau tak ingin terbang?"
Changmin melihat dari bukunya, "Lenganku pernah patah gara-gara jatuh dari sapu terbang"
"Belajar lagi..."
"Tapi di sini pun tak bisa terbang, kan? Nanti aku dijauhi teman-temanku kalau mereka tahu aku penyihir..."
Jaewon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bukan pertama kalinya dia membujuk Changmin untuk kembali belajar sihir. Berusaha memancing dengan hal yang biasanya dianggap menarik. Hasil rayuannya sih nol besar.
.
.
.
"Katakan... Apa yang harus kulakukan? Aku sudah membujuknya tapi dia tak mau..." Jaewon sampai menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangannya yang terlipat. Bicara dengan teman penyihirnya yang jauh-jauh datang dari Jepang, Sonny.
Pria Jepang yang repot-repot menggunakan transportasi udara manusia biasa itu duduk bersandar di kursinya dalam ruang privat sebuah restoran, "Kau tak kasihan kalau dia tak bisa menjaga diri? Ilmu bela diri manusia pun dia tak bisa kan?"
"Aku bukan ayahnya..."
Sonny terang-terangan melengos dan memutar bola matanya, "Siapa yang sudah bersumpah untuk menjaga Changmin?"
"Aku... Argh! Kau tak tahu apa saja yang sudah terjadi!" erangnya frustrasi.
"Aku tahu. Kau sudah cerita. Tapi kau harus terus berusaha. Ini namanya tindakan preventif."
Jaewon hanya melengos.
"Kau tahu kau tak akan bisa melindunginya selamanya kan?" lanjutnya mengingatkan.
.
.
.
Tangan Changmin bergetar ketika terulur untuk menarik rambut Yunho, "Aw!" Yunho langsung mengelus kepalanya sambil menengok ke belakang.
"Changmin?" marahnya langsung hilang begitu saja.
"A... Ada kotoran di rambut hyung..." katanya langsung berusaha kabur dari sana. Tetapi usahanya digagalkan oleh Yunho yang memegang lengannya.
"Changmin... Kau menghindariku ya?" kedua mata Yunho terlihat begitu memelas seperti anak kucing.
"Hyu... Hyung bilang apa? Tentu saja tidak. Aku hanya sedang sibuk saja. Sudah ya!" Changmin melesat dan tak berapa lama ada suara tabrakan dan teriakan di koridor.
"Dia itu ceroboh sekali ya?" gumam Yunho mendengar suara barusan. Tanpa perlu melihat pun sudah ketahuan siapa yang barusan menabrak siswa lain di koridor.
"Cieee... yang naksir..." senyum Yunho langsung menghilang dan segera kembali menekuni buku yang sedang dibaca, "Jung Yunho naksir Shim Changmin..." kata Donghui, dengan sengaja mengganggu teman sekelasnya, "Susah ya, mengakui hal sepele?"
Terganggu, Yunho berdiri dan pergi dari perpustakaan, meski masih sempat dia dengar kata-kata Donghui yang jelas dialamatkan kepadanya, "Seperti cewek saja, sensitif..."
.
.
.
Yunho meminjam buku di perpustakaan, dan karena terlalu tertarik dengan buku itu, dia jadi membawanya kemana-mana. Sampai-sampai dia tidak menyadari saat temannya menempelkan kertas di punggungnya.
"Yunho hyung! Ada kertas di punggung hyung!" Changmin datang menyelamatkannya.
"Hah? Apa?"
Yunho menoleh dengan polos, tetapi di mata Changmin seolah ada kelap-kelip di sekitar wajah sunbaenya, membuatnya terbata, "Di... di punggung... d punggung hyung... A... Ada kertas..."
Yunho menggapai punggungnya dan membaca tulisannya, "Ah, ya ampun..." katanya malas. Kertas langsung diremas, tak ada tanda-tanda Yunho marah karena tulisan tadi, "Terimakasih Changmin-ah..."
Changmin agak menunduk karena malu setelah mendapatkan senyum gratis dari gebetannya, "I... itu bukan apa-apa kok... aku pergi dulu..."
Lagi-lagi Yunho menggapai tangannya, "Rasanya seperti punya malaikat pelindung..."
Changmin ingin pingsan saat itu juga.
.
.
.
"Satu kaki katak sebelah kiri... Bulu telinga kucing persia sebelah kanan atas... 0,5 ons sayap nyamuk... Diaduk searah jarum jam 5 kali lalu berlawanan arah 2 kali..." Changmin menunggu hingga cairan dalam panci berubah warna jadi merah muda. Warnanya memang berubah jadi merah muda, tetapi warna ungu dan putih sesekali menyelinap.
Changmin mengambil gunting dan memotong 3 helai rambutnya. Memasukkannya ke dalam panci yang langsung membuat cairan itu berubah warna jadi kuning terang seperti lampu. Aromanya berubah manis, membuat Changmin agak tergoda untuk menyicipinya.
Tidak boleh.
Beberapa saat, cahaya dari cairan itu meredup, dan menyisakan cairan bening yang sedikit berwarna merah muda. Dalam dosis kecil tak akan kentara.
Ada botol kaca kecil yang sudah disiapkan, Changmin mengisinya dengan cairan tadi.
"Harus diminumkan ke Yunho hyung..." katanya penuh ambisi saat menatap botol kecil berisi ramuan yang dia buat, "Tapi... Caranya?" wajahnya jadi muram, lalu tangannya mulai sibuk, dengan hati-hati Changmin mengemas cairan yang masih ada di dalam panci kedalam botol selai.
Hanya ada 1 botol besar selai. Ramuan ini tak akan jadi banyak, ini benda berharga, jadi dia harus hati-hati.
Sekarang masalah lain adalah strategi yang tepat agar Yunho meminumnya.
.
.
.
Pagi hari, Yunho sampai di kelasnya yang masih sepi. Ada sebuah botol minum di mejanya, membuatnya berpikir kenapa benda ini ada di sini, "mencurigakan..." katanya dan segera membawa botol minum itu ke tempat sampah di luar kelas. Membuangnya di sana lalu masuk kelas lagi.
Changmin hanya bisa menepuk kepalanya.
Satu kali gagal.
.
.
.
Kali ini Changmin menyiapkan roti isi cream dan selai yang dibelinya di kantin. Memercikinya dengan sedikit ramuan yang sudah dibuatnya. Dia menunggu Yunho keluar dari perpustakaan untuk menyerahkannya, berdiri di dekat pintu sambil sesekali melongok kedalam, melihat kalau Yunho masih ada di tempatnya biasa duduk.
"Wah... kebetulan, aku lapar. Buatku ya, Changmin..." Minho mengambil roti yang dibawa Changmin ketika dia sedang menatap ke dalam perpustakaan. Membuatnya lengah.
Minho sedang membuka plastiknya ketika Changmin menoleh ke arahnya. Roti itu mendekat ke mulut Minho dengan cepat. Tangan Changmin bergerak dengan lebih cepat lagi dan menampar roti itu.
Wajah Minho terlihat bingung, tak mengerti apa yang terjadi. Yang jelas roti itu tak pernah sampai ke mulutnya.
"Choi Minho! Shim Changmin!"
Kedua siswa kelas satu itu menoleh ke sumber suara. Guru mereka, Tak Jaehoon sedang menatap mereka berdua dengan marah. Roti isi selai dan cream tadi mendarat dengan mulus ke lensa kacamatanya. Menempal dengan baik berkat isian roti yang lumayan lengket.
.
Mereka berdua dihukum untuk membersihkan bola basket milik klub basket sepulang sekolah, "Gara-gara kau sih..." protes Minho yang tak terima.
"Salahmu yang seenaknya mengambil barang milik orang lain..." balas Changmin sambil menggosok bola dengan tekun.
"Aku kan lapar!" protesnya.
.
.
.
Yunho sedang bermain basket dengan teman-temannya dan Changmin melihat ini sebagai sebuah kesempatan. Botol berisi soda sudah di tangan. Sudah terbuka, dicampur dengan ramuan dan diberi sedotan.
Melihat Yunho bermain basket dengan riang bersama dengan teman-temannya sedikit banyak sudah membut Changmin ikut tersenyum. Senyuman Yunho selalu berhasil menginfeksinya.
Changmin berjalan mendekat saat Yunho sudah selesai bermain basket. Dia ingin menyerahkan minuman soda yang dibawanya pada sunbaenya.
"Yunhoooo!" bruk, "Ah, maaf ya. Kau tak apa, kan? Hei Yunho!"
Changmin menatap minuman sodanya yang tumpah di lapangan basket gara-gara terlepas dari tangannya setelah tertubruk oleh salah seorang Sunbaenya yang menghampiri Yunho. Wajah Changmin langsung berubah sendu karena usahanya kali ini juga sia-sia.
.
.
.
Sudah 3 minggu dan 15 kali usahanya gagal total. Memangnya Yunho punya malikat pelindung betulan yang mencegahnya dari mengonsumsi ramuan buatan Changmin ya? Kenapa sih? Memangnya membuat Yunho jatuh cinta padanya itu hal yang buruk dan berbahaya ya? Kalau Yunho memang memiliki malaikat semacam itu, dia ingin bisa negosiasi dan membujuknya untuk membantunya.
Atau menculik dan menyekap malaikat pelindung itu.
Huh! Pikiranku makin kacau saja! –keluh Changmin dalam hati. Mana ada yang namanya menculik malaikat pelindung? Memangnya kelihatan?
Tapi bisa tidak sih dia mendekati Yunho? Sudah menguras keberaniannya 3 minggu ini untuk mendekati Yunho, tetapi sia-sia saja.
.
Changmin melamun di bangku taman, satu tangannya menopang dagunya. Sebuah kotak makan berisi kimbab dengan ekstra ramuan tergeletak di sampingnya.
"Aku boleh minta kimbabnya?"
Changmin tak menjawab. Masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia tak menyadari ada yang duduk di sebelahnya dan meminta lagi, "Hei Changmin... aku boleh minta kimbabnya?"
Shim Changmin yang terkenal suka makan itu sedang menganggurkan sekotak kimbab. Bisa jadi dia tidak lapar (yang nyaris mustahil karena biasanya dia akan memakan apapun dalam diam), atau makanannya beracun.
Masa iya dia bawa-bawa makanan beracun?
Dengan pikiran itu akhirnya dia memberanikan diri untuk mengambil satu kimbab dan memakannya. Rasanya yang enak membuatnya sedikit terkejut dan memberanikan diri untuk mengambil satu lagi karena lapar.
Masih menatap ke awang-awang sebelum akhirnya menoleh ke samping, ke kotak kimbabnya. Ada jari yang mengambil satu kimbabnya dengan tidak terlalu hati-hati. Di dalamnya ada ramuan yang dia buat, kalau orang itu memakannya, nanti dia bisa jatuh cinta pada Changmin. Tidak boleh, harus segera dihentikan.
Mata Changmin membulat saat kedua tangnnya berhasil menahan tangan orang tadi dari memakan kimbabnya.
"Uh... um... ti... tidak boleh ya?" tanya Yunho dengan gugup. Changmin belum bilang boleh tapi ini sudah kimbab kedua yang diambilnya. Jadi merasa sudah mencuri.
Changmin mengedipkan kedua matanya berkali-kali. Bahkan dengan terang-terangan menggosok kedua matanya. Ini benar Yunho. Yunho sedang makan kimbabnya. Mungkin malaikat pelindung Yunho itu memang tidak ada.
"Maafkan aku ya. Aku sudah makan kimbabnya tanpa ijin. Aku sudah bilang tapi kau melamun dan... aku... lapar..." katanya agak malu.
Yunho lapar... Yunho hyung lapar... Yunho hyung lapar dan memakan kimbabnya...
Changmin melepaskan cengkeraman tangannya dan mengambil kotak kimbab, menyodorkannya pada Yunho, "Hyu... hyung ma... makan se... semua... ha... habiskan hyung..." Changmin yakin otaknya korslet.
"Yakin?" tanya Yunho setengah tak percaya.
"IYA!" jawabnya tanpa sadar berteriak.
"O... oke..." jawabnya kaget, "Kumakan ya?"
"Habiskan!"
"Lalu kau?"
"Sudah makan!"
Yunho makan dalam diam di samping Changmin. Sementara penyihir kecil kita sedang cemas dan berdebar-debar menantikan Yunho menghabiskan kimbabnya. Semua usaha 3 minggu ini dalam mendekati Yunho sia-sia, tahunya justru targetnya makan sendiri ramuannya. Padahal Changmin sudah nyaris menyerah.
Untung Yunho lapar...
Ah? Yunho kan tinggal di panti asuhan ya. Dia juga bekerja paruh waktu di 3 tempat yang berbeda, kan? Apa jangan-jangan karena itu?
Pikiran yang lagi-lagi membuat Changmin jadi sedih. Dulu dirinya tinggal di panti asuhan jadi tahu rasanya, tapi dulu dia tak perlu repot bekerja paruh waktu. Apalagi sekarang setelah dia tinggal dengan Jaewon. Uangnya lebih dari pas-pasan meski tak pernah mewah. Tapi Yunho sampai lapar begitu?
"Changmin, kau punya air?"
"Ah?! Air!" Meski agak ceroboh karena kaget, Changmin berhasil memberikan botol minum yang juga sudah dicampur dengan ramuan pada Yunho. Rencana cadangannya untuk hari ini. Siapa sangka bahkan air minum juga berhasil kali ini?
Suasana mereka agak canggung sebenarnya, karena Yunho makan sedangkan Changmin tidak. Padahal Yunho sudah menawari Changmin tapi dia tidak mau dan masih ngotot agar Yunho menghabiskan semuanya.
Suapan terakhir dan tegukan terakhir, karena Changmin bersikeras agar Yunho juga menghabiskan air minumnya.
"Terimakasih banyak ya. Kau sudah menyelamatkanku..." kata Yunho sambil membereskan kotak kimbab dan menutup botol air minum.
"Itu bukan apa-apa kok hyung," Changmin mengamati wajah Yunho tetapi tak ada yang berubah. Lebih tepatnya dia menungggu reaksi ramuan cinta yang dibuatnya. Soal mantra sihir dan sapu terbang dia memang tidak ahli, tapi kalau ramuan ternyata dia cukup berbakat.
"Ah ya... um..." kehabisan bahan perbincangan karena sudah diselamatkan dari rasa lapar.
5 menit kemudian... Yunho terlihat agak pucat.
"Hyung... kenapa?"
"Tidak... hanya agak pusing saja, bukan apa-apa... sepertinya aku perlu ke kelas..."
Changmin jadi khawatir. Jangan-jangan ramuannya juga gagal? "Hyung... ke ruang kesehatan saja!"
Yunho terhuyung waktu mencoba berdiri, membuat Changmin reflek untuk menopangnya.
"Ke ruang kesehatan saja ya..." tak ada jawaban dari Yunho, sepertinya kesadarannya perlahan menghilang meski masih bisa berjalan menurut tuntunan Changmin. Jantung Changmin berdebar-debar dan keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Apa dia harus memberitahu Jaewon soal ini? Tapi nanti dia bakal dimarahi kalau ketahuan membuat ramuan tanpa pendampingan. Ramuan cinta pula.
Tapi kalau tenyata ramuannya berbahaya dan terjadi sesuatu yang buruk pada Yunho bagaimana? Kalau Yunho berubah wujud atau bahkan...
Tidak. Harus tenang.
Dia harus sampai ke ruang kesehatan sekarang.
.
.
.
Mereka berdua baru setengah jalan menuju ruang kesehatan saat changmin berjengit, nyaris melompat di tempatnya berdiri gara-gara ada yang meremas pantatnya.
Sampai-sampai dia melepaskan Yunho yang terjatuh di atas pantatnya dengan tidak elit.
Changmin mencari-cari ke sekitar tapi hanya ada mereka berdua. Masa' yang meremas pantatnya barusan adalah...
"Kok aku di sini?" Yunho terlihat bingung seperti baru bangun tidur.
Buru-buru berjongkok di depan Yunho, "Hyung tak apa?"
Dia menggeleng, "Kenapa?"
"Ah ti... tidak... sebaiknya kembali ke kelas, waktu istirahat hampir berakhir."
Mereka berdua berdiri dan Yunho masih saja terlihat bingung. Terlepas apakah ramuannya berhasil atau tidak, Changmin senang Yunho tak kenapa-kenapa. Masih untung ramuan itu tidak menjadi racun bagi Yunho.
"Ya sudah... aku duluan ya hyung..." Changmin bermaksud meninggalkannya, tetapi lagi-lagi dia dikejutkan dengan sesuatu menyentuh pantatnya, "Yah!" dia menoleh dan menemukan Yunho dengan wajah bingung namun dengan satu tangan terulur dan kedua bola mata yang terarah ke pantatnya. Dia seperti tak sadar dengan apa yang baru saja diperbuatnya.
.
.
.
Sudahlah... ramuannya gagal. Kalau begini mungkin lebih baik dibuang saja dan mulai lagi dari awal. Begitu yang ada di dalam pikiran Changmin sambil menggenggam botol selai yang isinya hanya tinggal sepertiga saja.
Sudah seminggu dari saat Yunho mengonsumsi ramuannya, tetapi rasanya tak ada yang berubah. Yunho juga tak mendekatinya atau melihatnya dengan tatapan yang berbeda.
Gagal total.
.
'Tak!' ada yang melempari jendela kamarnya dengan kerikil, tak cukup untuk memecahkan kacanya. Lagi pula rumah ini dilindungi sihir sih, jadi segala macam gangguan sihir tak akan bisa lolos dengan mudah seperti itu. Pasti gangguan biasa, manusia biasa, anak kecil iseng ,ungkin.
'Tak!' agak kesal juga kalau tak berhenti. Changmin membuka jendelanya dengan wajah masam, siap-siap memberikan death glare pada orang iseng itu.
"Yunho hyung?"
.
Ada Yunho di depan rumahnya mengenakan pakaian biasa namun masih menggendong tas sekolahnya dan melambaikan tangan pada Changmin.
.
Changmin segera turun dari kamarnya di lantai 2. Agak gugup karena ini pertama kalinya Yunho datang ke rumahnya. Kok tahu di mana rumahnya ya? Tahu dari mana?
"Ada apa, hyung?"
Dia menggeleng, ada senyum di wajahnya, "Aku baru pulang dari part time, ini!" Yunho menyerahkan sesuatu yang lsngsung diterima oleh Changmin, "Ucapan terimakasih karena sudah menyelamatkanku waktu itu..."
"Yang ma..."
"Kimbab!" potong Yunho.
Ah, yang waktu itu. Sebenarny dia merasa bersalah karena itu tapi sudahlah.
"Kok diam saja? Sudah makan ya?" Yunho terdengar sedikit kecewa karena sudah repot-repot membawakan makanan untuknya.
Changmin langsung menggeleng, "Se... sepupuku sedang pergi jadi aku sendirian dan belum makan."
Wajah Yunho langsung kembali ceria mendengarnya, "Ya sudah... kurasa aku harus pergi sekarang."
Tangan Changmin bergerak lebih cepat dari mulutnya, menarik tas Yunho, "Ma... mau masuk dulu?" wajahnya langsung memerah dan dalam kepala mengutuk perbuatanna sendiri yang bisa dengan berani mengatakan hal seperti itu.
.
.
.
Yunho tak bisa menahan diri untuk melihat-lihat isi rumah Jaewon dan Changmin, "Ke... kenapa hyung? Ada yang aneh ya?"
"Tidak. Kau hanya tinggal berdua dengan sepupumu kan? Besar ya?"
Aduh, Changmin jadi tak enak hati mendengarnya, "Ah... ah... hyung mau minum? Kuambilkan teh, ya... hyung duduk saja..."
.
Changmin menuangkan teh ke dalam dua gelas tinggi. Ini pertama kalinya mereka berdua saja di satu ruangan tertutup dan sedikit banyak membuat Changmin merasa panik. Waktu menyentuh wajahnya sendiri, dia bisa merasakan kalau wajahnya hangat.
Bagaimana ini? Apa yang harus mereka bicarakan? Kenapa kau memintanya mampir? –berbagai macam pikiran memenuhi kepalanya. Tapi ini kesempatan, kan?
.
"Silahkan hyung..."
Mata Yunho nampaknya tak bisa lepas dari Changmin, membuat penghuni rumah itu jadi takut-takut karenanya. Senang sih, tetapi rasanya mau bergerak pun jadi salah ya
Yunho langsung menarik tangan Changmin setelah kedua gelas teh dan setoples cemilan diletakkan. Memaksanya untuk duduk di sebelah Yunho.
"Um... hyung... kenapa ya?"
"Jangan malah sibuk sendiri..." pinta Yunho, satu tangannya menepuk paha Changmin. Siswa kelas 1 SMA itu melihat ke tangan Yunho yang bukannya lepas dari pahanya tapi malah berdiam di atasnya. Muncul rasa geli dan panas di tempat Yunho menyentuhnya.
Changmin tak tahu kenapa, tetapi waktu mengalihkan matanya sekilas ke wajah Yunho, ada senyum yang tak biasa di sana.
"Changmin-ah..." bisik Yunho. Terdengar aneh dan tak biasa dan membuat Changmin bergidik, "Apa kau tahu kalau kau punya kaki yang panjang dan menarik?"
"... hah?" Yunho mengelus paha Changmin dari pangkal hingga ke lututnya. Sebelum penghuni rumah itu bisa memproses apa yang terjadi, Yunho sudah mengelus kedua paha Changmin dengan kedua tangan.
Waktu melihat mata Yunho, sekelebat potongan cerita yang dia baca tampak di matanya.
Matanya perlahan menggelap, memencarkan aura yang aneh, seperti tertarik oleh kekuatan dan pesona yang tak tampak, bagai kucing yang mengejar catnip.
Changmin yang bergidik begitu menyadari apa yang terjadi segera bangkit sesegera mungkin. Meloloskan diri dari Yunho sebelum Sunbaeya berhasil menangkapnya. Dia sudah ada di seberang ruangan, "Hyu... hyung... kau... sadar?"
"Tentu saja!" katanya dengan senyum sombong yang bukan Yunho sekali. Kedua matanya dengan cepat menjadikan sepasang kaki Changmin sebagai target.
Tidak, Yunho sama sekali buka dirinya dan Changmin tahu itu. Harus keluar dari rumah dan menjauh, tapi jalannya terhalang oleh tamunya. Dengan terpaksa berlari ke kamarnya di lantai 2.
"Hei! Kau mau kemana?!" seru Yunho dengan nada yang tak pernah didengar oleh Changmin. Seperti tukang bully saat buruannya lari.
Changmin menutup pintu kamarnya dan bermaksud menguncinya saat Yunho dengan kuat mendorongnya. Membuat Changmin ikut terdorong juga. Bagaimana bisa Yunho berlari secepat itu mengikutinya ke lantai 2?
"Kenapa kau lari dariku?" protes Yunho terdengar agak sayu.
"Hyu... hyung sendiri... kenapa bertingkah aneh?"
"Apanya yang aneh? Tidak ada?" jawabnya penuh percaya diri sambil melangkah masuk ke kamar Changmin, "Kemarilah Changminie... hyung tak akan berbuat jahat padamu..."
Keringat makin banyak bercucuran dari dahi Changmin, menelan ludah pun tak bisa mengusir rasa gugup yang berubah jadi ketakutan yang nyata. Bagaimana nasibnya? Tak bisa kabur karena pintu ada di belakang Yunho. Mencoba pun dia bakal tertangkap karena jauh dari atletis. Sedangkan Yunho? Jangan tanya, mengejarnya ke lantai 2 saja perkara yang mudah.
"Sini..."
Changmin menggeleng ketakutan, tetapi justru senyum yang makin jelas yang terlihat di wajah Sunbaenya.
"Tidaaakkkk!" teriak Changmin saat Yunho memitingnya di lantai dengan mudah hingga Changmin terpaksa tengkurap di lantai, "Hyung! Hyung! Sadar, hyung! Kumohon!"
"Sssshhh... kau ini bicara apa? Aku sadar kok..." kata Yunho sambil mulai mengelus paha dan betis Changmin, "Kau ini punya kaki yang bagus Min-ah... kenapa selalu pakai celana panjang untuk menutupinya?"
Changmin tahu harusnya dia panik dan ketakutan, tetapi kenapa dia tak bisa tidak memikirkan kata-kata Yunho itu?
"Pantatmu juga imut..." tambahnya dan langsung meremasnya hingga Changmin berjengit. Kedua tangan Yunho sudah ada di karet pinggang celana Changmin, menariknya tanpa basa-basi tanpa sensualitas. Meski berusaha mencegah dengan menahan satu sisi celananya, terbukti hal itu tak berguna.
Begitu mudahnya Yunho melucuti celana panjangnya. Tidak, bukan begini. Apa jangan-jangan dia juga mengharapkan Yunho melakukan ini padanya?
Changmin berusaha berbalik agar lebih stabil, hanya saja Yunho sudah mengangkat satu kakinya dan mencium betisnya. Yunho duduk di antara kedua kaki Changmin yang terbuka, mencengkeram kaki Changmin dengan kuat namun tidak menyakitkan. Mengelusnya naik turun sambil menciumi satu kakinya dari ujung jari hingga lutut.
Wajah Yunho terlihat begitu puas, seolah sedang mendapatkan kenikmatan hanya dengan menggosokkan kaki Changmin ke pipinya.
"Uwaaa!" jerit Changmin saat Yunho menariknya, berusaha mencium kedua pahanya. Hanya insting yang menggerakkan kedua tangan Changmin menutupi bagian depan celana dalamnya, "Aw!" erangnya saat Yunho melesakkan giginya ke paha dalam Changmin. Tak sampai berdarah tapi ada bekas gigi yang segera dijilat oleh Yunho.
Nafas berat Yunho menyapa pahanya yang telanjang, Remaja yang lebih tua darinya itu menatap mata Changmin. Pandangan matanya berat, mungkinkah ini wajah orang yang habis mengonsumsi zat aditif?
"Changmin-ah..." bisiknya sensual, "Kakimu kurus dan panjang ya... aku suka..."
Suka apanya? Ini bukan suka lagi.
"Pantatmu... tak sekurus ini tapi sama menariknya, kan?"
Tunggu, itu tanda tanya?
Dengan kedua kaki yang terbuka dan terangkat begini, Yunho menarik celana dalam Changmin dengan mudah. Membuatnya telanjang dari pinggang ke bawah.
"Ti... tidak... jangan..." Changmin sudah hampir menangis saat Yunho yang menjilat bibirnya sendiri meremas pantatnya dengan satu tangan.
Bruk
Dan Yunho mendadak ambruk di atas Changmin. Hilang kesadaran begitu saja.
"Changmin!"
"Hy... hyung... Jaewon hyung..." seluruh tubuh Changmin bergetar, menggigil ketakutan.
"Apa ini?! Siapa bocah ini?! Beraninya dia mengganggumu?!" Jaewon berusaha menilai apa yang dia lihat, kondisi Changmin yang setengah telanjang, Yunho yang ada di atas Changmin dan terlihat sudah akan melakukan sesuatu yang buruk. Semua itu hanya bisa membuat hatinya meradang.
Changmin langsung memeluk kaki Jaewon saat sepupunya itu mengacungkan tongkat sihirnya karena marah, "Tidak, hyung. Ini bukan salah Yunho hyung. Ini salahku! Jangan sakiti dia!"
.
.
.
Jaewon duduk di sofa di ruang keluarga. Duduknya tegap dan kedua tangan terlipat di depan dada. Berbeda dengan Changmin yang duduk menunduk di sofa lain setelah menjelaskan semuanya dengan panjang lebar.
Jelas saja Changmin malu setelah menceritakan soal ramuannya yang dimaksudkan untuk membuat Yunho jatuh cinta padanya, jadi ketahuan siapa yang disukai olehnya.
Membuat ramuan sendiri juga bukan hal yang bisa dimaafkan dengan mudah kan?
Apa dia akan dihukum setelah ini?
Jaewon menhela nafas, membuat Changmin takut karenanya. Lalu menghela nafas lagi. Dan lagi. Hingga 5 kali.
"Shim Changmin..." katanya pelan dan terdengar frustasi. Dia tak akan dikembalikan ke panti asuhan, kan? Atau dititpkan ke saudara lain? Atau temannya Jaewon? "Kau tahu apa yang sudah kau lakukan?"
Changmin mengangguk, "Kupikir... aku akan berhasil..."
"Kalau ramuannya salah, kau bisa membunuhnya."
Mendengar hal itu, Changmin langsung membayangkan yang tidak-tidak. Dia bisa saja menjadi seorang pembunuh, dan itu adalah Yunho. Dia merasa makin mengkerut di sofa itu.
"Masih untung dia hanya tergila-gila pada kaki dan pantatmu..."
Sudah hampir diperkosa masih dibilang untung?
"Dia tak akan memperkosamu kalau hanya suka pada kaki dan pantatmu..." lanjut Jaewon seolah bisa membaca pikiran Changmin, "Aku tak percaya aku akan mengatakan ini..." lanjut Jaewon setelah diselingi dengan satu helaan nafas, "Aku senang kau mau belajar sihir meski itu adalah ramuan. Tapi kalau begini caranya aku akan melarangmu medekati panci dan semua bahan yang ada.
"I... itu hanya karena aku ingin membuat ramuan cinta..."
"Cinta itu bukan sesuatu yang akan kau dapatkan dengan bantuan ramuan. Kau dapatkan tubuhnya tapi bukan hatinya. Bahkan pikiran dan akal sehatnya pun tak ada di sana. Kau mau dipuja oleh tubuh yang bergerak karena ramuan?"
Changmin menggeleng pelan. Mana mau?
"Kau tahu aku bisa saja membunuh kakak kelasmu kalau kau tak buru-buru menjelaskan?"
Kali ini Changmin mengangguk.
"Mulai besok kau akan latihan sihir lagi," Putus Jaewon.
"Ta... tapi, hyung..."
"Kau tak bisa berdebat denganku kali ini. Kalau kau tak bisa sihir, yang ada kakak kelasmu akan mati cepat atau lambat. Seiring dengan bertambahnya umurmu, kekuatanmu semakin besar. Aku mungkin saja tak bisa mengendalikan itu lagi Changmin. Dan ingat! Sudah berapa banyak kerusakan karena kau tak bisa mengontrol apa yang seharusnya adalah milikmu?"
Percuma menghitungnya, itu hal yang ingin dia lupakan.
"Kalau akau tidak mau?" bisik Changmin pelan.
"Maka kau tak perlu bertemu dengan bocah itu lagi. Aku akan minta bantuan temanku untuk memindahkannya ke panti asuhan di pinggir negara ini."
Changmin tak punya pilihan sama sekali.
.
.
.
"Arrrgg... aduhh..." Yunho memijat kepalanya yang sakit luar biasa, hanya duduk dan memejamkan mata saja hingga sakit kepalanya sedikit membaik. Barulah dia melihat ke sekeliling dan menyadari dimana dia berada: di bangku yang tak jauh dari panti asuhan tempatnya tinggal. Kenapa bisa? Memangnya apa yang sudah terjadi? Bukannya dia habis part time? Tapi kenapa sudah lewat 3 jam dari jam kerjanya?
Lalu ada rasa yang tak enak di mulutnya, apa karena sakit? Harus segera pulang dan tidur.
.
Changmin melihat Yunho berdiri dari kejauhan, "Dia tak akan ingat. Lebih baik kita pulang sekarang. Mandoongie tadi dapat suntikan di rumah sakit hewan. Dia juga perlu kau untuk membuatnya merasa lebih baik."
"Hyung... bisa tunggu sampai Yunho hyung masuk ke tempat tinggalnya? Ya? Katamu dia sakit kepala, kan?" pinta Changmin sampai memohon.
Jaewon menghela nafasnya. Bukan salah Yunho jadi dia juga merasa perlu bertanggung jawab, "Ya sudah. Sampai dia masuk ke rumah ya."
.
.
.
Jaewon mengambil air dari kulkas, bermaksud mendinginkan pikirannya setelah hal yang terjadi. Tidak menyangka kalau anak asuhnya naksir seseorang sampai bisa-bisanya nekad membuat ramuan sendiri. Dia perlu mengecek apa saja yang Changmin masukkan ke dalam panci sampai ramuannya melenceng begitu.
Ini masa-masa puber sih ya? Jadi dia agak labil begitu? Kok dia tak mewaspadai hal ini sejak awal? Mana sepupunya terlihat sedih sekali malam ini. Pasti karena gagal mendapatkan bocah tadi, kan? Belum lagi karena bocah tadi harus kena mantra Jaewon, minum penangkal dari seorang temannya Jaewon yang ahli ramuan dan harus melupakan semua yang terjadi malam ini.
"WAAAAAAA!"
Mendengar teriakan itu Jaewon segera melesat ke kamar Changmin.
Kamar itu berantakan, ada Changmin di lantai dengan Mandoongie yang mengusapkan kepala dan menggigiti kaki Changmin. Di sudut kamar ada botol selai yang isinya hanya sedikit, isinya yang tumpah berupa cairan.
"Hyung! Tolong, hyung! Mandoongie, hyung!"
Jaewon hanya menghela nafas sebelum mengarahkan mantra tidur pada anjing putih kecil mereka, "Itu karena ramuanmu, dasar bodoh!"
.
.
.
.
.
END
Akhirnya ff unyu2 (mudah2an unyu) dari saya. Bikinnya ketik d hape sampai puyeng n pindah ke lepi. Nggak banyak edit, nggak dibaca ulang, nggak punya beta reader, nggak punya ikan beta. Niat bikin yang nggak rated.
Rencana twoshots tp tauklah. Liat aja besok2, coz cerita part 2 nya belum dibuat. Kalaupun twoshot, part 2 juga nggak bakalan rated. Kalau akhirnya part 2 nggak up, juga cerita ini nggak nggantung juga kan?
/Ah, aku sibuk. Tapi lebih suka sibuk si/
