Main cast:
Park Chanyeol & Byun Baekhyun
Disclaimer: cast belongs to them self, their parents and God
WARN: YAOI, BL
Angin musim dingin berhembus melawati tengkukku yang terbuka, menyebabkan dingin merayapi tubuhku walau sebentar.
Sudah tiga tahun lebih aku bersamanya. Aku pikir aku adalah pria kecil yang beruntung mendapatkan perhatiannya. Tapi sepertinya, gadis secantik malaikat itu memang tidak diciptakan untukku.
Perkenalkan, namaku Byun Baekhyun.
Dan Benar, aku adalah pria kecil yang sedang patah hati.
Presents:
Secret Heart
Shinhye Park, sosok dengan lesung pipi yang manis dan mata hitam yang bersinar layaknya bayi yang baru mengenal dunia, bersih tanpa noda dan dosa. Berdiri di hadapanku.
Siapa yang menyangka, dosa pertamanya adalah membuat seorang pria kecil yang naif, jatuh hati padanya.
"Baekhyun-ah"
Aku tersadar dari kekagumanku padanya. Aku selalu kagum padanya, setiap saat, sejak dulu hingga sekarang, itu tidak pernah berubah.
"itu bukan salahmu" aku tersenyum palsu, walaupun air mataku telah mengancam untuk keluar, menggenggam tangannya yang lembut dan meremasnya pelan. Dia merunduk, helai rambutnya jatuh dengan indah membingkai wajahnya yang tampak sedih. Air mata menggantung di kedua mata beningnya, aku tahu dia mencintaiku, sedalam cinta yang juga kuberikan untuknya.
Dia terisak pelan, dan dadaku menyesak tertimpa ribuan ton beban yang tak kasat mata. Dalam balutan dress warna pinknya yang cantik, badanya tergugu pelan, dia amat sangat cantik bahkan ketika sedang menangis, tapi akutidak suka melihat bidadariku menangis.
Sungguh, jika saja aku mampu mengenyahkan apa yang membuatnya menangis, itu akan kulakukan. Tapi kami juga tahu, kalau sekarang itu tidak mungkin. Dia akan segera menjadi milik pria lain.
Aku pernah bilang bahwa usia tak akan membuatku menyerah pada kami. Tapi ketika melihat kenyataan yang ada di depan mata, membuatku mau tak mau harus menyerah padanya.
Aku, hanyalah pria kecil berumur tujuh belas tahun yang baru mengenal dunia. Sedangkan dia, adalah wanita dewasa berusia duapuluh tahun yang siap menikah dengan pria manapun yang meminangnya.
Jadi dalam taman lili putih di sekeliling kami, aku memeluknya, untuk terakhir kalinya, sebelum kekasihku menjadi milik orang lain.
Cintaku, aku akan mendoakanmu agar selalu bahagia.
"Baekhyun-ah…" suaranya bergetar menahan tangis, membuat air mata yang juga tergenang di mataku hampir tumpah "maafkan aku"
"Ssst…" aku menepuk pelan punggungnya dalam dekapanku, mendekatkan bibirku pada puncak kepalanya di bahuku, mencium rambutnya pelan "aku mencintaimu"
000
Aku sedikit lupa bagaimana aku menjalani satu bulan terakhir ini. Semuanya tampak kabur di ingatanku. Dan kabar baiknya, aku baik-baik saja, atau setidaknya begitulah menurutku.
Ujian untuk tengah semester sudah ada di depan mataku, jadi itu membantuku untuk sedikit melupakan patah hatiku.
Walaupun begitu, aku tidak bisa menghindari kemurunganku ketika melihat tanggal dengan lingkaran merah yang kutandai diatas meja belajarku. Kalau saja aku tidak tinggal di asrama, mungkin saat ini aku tengah menangis di kamar seorang diri. Aku tidak mau menangis di hadapan cowok, kau tahu, aku laki-laki yang pantang menangis, itu sedikit memalukan, meskipun teman sekamarku adalah orang sebaik Sungjong, aku tetap tidak ingin melakukannya.
Jadi kau tahu? Aku lumayan kuat untuk tidak menangis selama patah hatiku, dan aku telah bertahan selama satu bulan, wow. Aku lumayan keren juga ternyata.
Emm… mari kembali ke pokok permasalahan. Jadi, besok adalah hari pernikahan mantan pacarku. Aku benar-benar bingung kado apa yang sebaiknya kuberikan untuknya. Aku ingin kadoku sedikit spesial, mengingat dia adalah orang yang spesial juga bagiku, tapi aku hanyalah remaja berkantong tipis. Aku bisa apa kalau sudah begini?
Aku tahu aku hanya memiliki beberapa lembar won di loker meja belajarku, tapi tetap saja aku membukanya kembali, menatap beberapa won yang tergeletak disana, aku tahu itu tidak akan bertambah meskipun kutatap, walaupun aku mengharapkan demikian.
Aku hanya penulis lepas di sebuah Koran kecil dan Uangku tidak akan bertambah karena aku belum menulis apapun.
Mengacak rambutku yang sudah awut-awutan, aku mengerang. Beruntung Sungjong sedang keluar, ini akhir pekan, tidak banyak orang yang tinggal di asrama pada akhir pekan.
Aku menggigit ibu jariku. Ayolah… berpikir Byun Baekhyun.
Apakah sebaiknya kuberi selimut? Itu mahal, jadi tidak. Buku tentang 'menjalin rumah tangga yang baik'?, tidak, aku tidak cukup bahagia dengan pernikahan mereka. Baiklah, aku tahu aku benar-benar egois.
Aku tidak benar-benar tahu apa yang cukup untuk uangku, jadi sebaiknya aku pergi mengunjungi beberapa tempat sekarang.
Eng… tunggu, sebaiknya aku cuci muka dulu. Aku tahu aku jelek, seluruh dunia juga tahu itu, jadi jangan harap aku keluar dengan wajah kusut, itu benar-benar memperburuk penampilanku yang memang sudah jelek.
Menggosok gigi didepan wastafel, aku memandangi bayanganku yang ada didalam cermin diatas wastafel. Mengecek mataku, aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam, jadi aku sedikit khawatir itu akan membengkak. Setelah memastikan mataku baik-baik saja, Aku mempercepat kumur-kumur dan segera mencuci wajahku dengan pembersih, menyisir rambutku yang awut-awutan menjadi lebih baik, merapikannya sehingga poniku jatuh dengan cukup natural menutupi keningku. Baiklah, aku siap.
Menyambar beberapa won ku dan memasukkannya kedalam dompet, mengganti celana pendekku dengan jeans dan memakai sweater turtle neck putih berbahan wol ku karena udara sudah cukup dingin. Aku harus memakai coat kalau tak mau membeku di tengah jalan, memasukkan dompetku kedalam saku, mengecek kembali penampilanku dari di depan cermin dan segera memakai sepatu sebelum aku kemudian keluar dari kamar.
Aku sedang berusaha mengunci pintu kamar ketika ekor mataku menangkap bayangan Park Chanyeol dari ujung lorong sedang berjalan kearahku, atau lebih tepatnya kearah pintu keluar.
Aku kembali melakukan aktivitasku ketika dia melewati punggungku tanpa kata. Dia pendiam yang menyeramkan, dan kami tidak cukup dekat untuk saling bertegur sapa.
Jangan bilang aku tak punya rasa peduli pada sesama, karena faktanya, dia yang mengabaikan semua orang, jadi jangan salahkan aku, oke?
Aku memasukkan kunci ke dalam dompet, dan aku segera pergi.
000
Sebagai informasi, aku sudah mengunjungi tiga toko. Dan aku belum mendapatkan apapun. Aku pemilih, jangan protes. Aku akan menentukan diakhir perjalanan. Aku sudah menemukan beberapa yang masuk kedalam listku, jadi jangan khawatir.
Sekarang, aku sedang mencari barang-barang yang lucu di deretan toko kecil di sepanjang Myeongdong. Teko-teko yang cantik, banyak guci antik dan cangkir-cangkir yang mengkilap untuk menyeduh teh. Harganya lumayan, tapi masih bisa di jangkau oleh kantongku.
Aku mengangkat cangkir kecil dengan motif sulur-sulur berwarna perak yang mengelilingi sebagian besar tubuhnya, ujung cangkirnya berwarna emas, dan itu benar-benar membuatku ingin membelinya.
"anak muda, kau sudah melihat-lihat selama tiga puluh menit dan kau belum menentukan apapun" Kakek Yang yang menjaga toko mengalihkan atensiku, membuatku ingat untuk meletakkan cangkir yang ku pegang dan mengembalikannya ketempatnya semula dengan hati-hati "mungkin aku bisa membantu kalau kau membutuhkan sesuatu untuk rekomendasi" pria yang seluruh rambutnya telah beruban itu tersenyum. Tubuh kering kurusnya tampak sehat meskipun ia membawa berbagai benda berat di ruangan ini.
"emm… tidak, terima kasih, aku akan mencarinya sendiri" aku tersenyum malu, mengaitkan kedua tanganku di belakang tubuhku dengan gelisah, aku tidak ingin Kakek Yang mengetahui kesulitanku. Kau pikir aku bisa mengatakan berapa budget yang kumiliki untuk membeli barangnya? No.
"oh, baiklah jika demikian" Kakek Yang tersenyum kembali "kalau begitu bisakah aku meninggalkanmu sebentar? Aku harus mengambil beberapa barang di tempat lain"
"tentu, aku akan menikmati waktuku disini"
Kakek itu tertawa, "oh, aku tahu itu" dan dia menghilang di balik rak penuh guci menuju keluar.
Aku kembali melangkah untuk kembali melihat-lihat ketika Kakek Yang berteriak dari luar.
"Nak, jika kau sudah selesai dengan pilihanmu, kau bisa minta tolong pada pemuda raksasa dari toko sebelah, ia bisa membantumu, ok?" teriaknya dengan suara serak.
Dan aku juga membalasnya dengan berteriak "OKE"
Aku mendengarnya terkekeh dan aku sendiri tersenyum dengan tingkah kami.
Aku kembali berjalan untuk melihat guci dan teko-teko mungil yang lucu, dan netraku segera berlabuh pada beberapa set perlengkapan minum teh yang terpajang di samping rak teko. Ada berbagai macam bentuk yang unik dan terkesan manis, dan ada beberapa yang bermotif elegan dengan sapuh berwarna emas.
Aku mengecek harga-harga mereka yang tertempel di bagian bawah. Lumayan. Lumayan mahal maksudku.
Sepertinya aku harus sedikit berjuang mencari yang lebih murah. Kupikir yang bermotif sederhana akan sedikit murah, jadi aku mendekati rak-rak yang berisi set cangkir dengan motif yang lebih sederhana.
Setelah melihat-lihat, ada dua set yang benar-benar menarik bagiku, yang satu sedikit polos tanpa motif tapi berbentuk manis seperti ujung kelopak bunga dan yang satu lagi berbentuk biasa tapi bermotif sulur bunga berwarna merah yang tampak cantik. harganya tidak jauh berbeda.
Pada akhirnya, aku memilih yang berbentuk biasa dengan motif sulur bunga berwarna merah, karena dia memiliki kesan elegan. Lebih mahal sedikit, tapi itu tidak masalah.
Aku baru saja akan meletakkan cangkir yang kupegang kembali ketempatnya ketika suara sepatu mendekat kearahku, membuatku refleks menoleh pada si pemilik suara.
Dan, uh, wow, aku binging harus bertingkah bagaimana.
Ada Park Chanyeol di hadapanku sekarang, aku memalingkan muka ku kembali pada cangkir yang kupegang, aku benar-benar kehilangan kata-kata. Dan Chanyeol sama sekali tidak membantu dengan tatapannya yang menyeramkan. Aku tahu aku laki-laki, tapi dia menyeramkan.
"ada yang bisa saya bantu?"
Oh, apa dia baru saja bersuara?
Aku refleks menoleh lagi padanya. Wajahnya benar-benar tanpa ekspresi. Aku berdehem sedikit untuk mengontrol kegugupanku.
"aku ingin yang ini, bisa kau bungkuskan?" tunjukku pada set cangkir di hadapanku, suaraku seperti orang yang sedang mencicit dihadapannya, ugh. Dan benar dugaanku, dia hanya mengangguk.
Dan lagi, seperti prediksiku, kami tidak mengobrol sama sekali. Aku malah yakin kalau dia tak tahu aku teman satu sekolahnya.
Lebih baik aku cepat pulang.
~000~
Tadi malam aku sukses menangis.
.
Ku beritahu, aku menangis dihadapan Sungjong.
.
.
Aku tahu itu memalukan.
Aku benar-benar tak tahu kenapa aku baru menangis setelah sekian lama.
Aku tak peduli pada apapun saat ini, yang aku tahu adalah Sungjong menatapku iba tanpa henti. Mencoba menenangkanku yang sejak tengah malam tadi menangis dengan tiba-tiba, sampai pagi ini pun aku masih sesenggukan di hadapannya. Hidungku mampet, pandanganku masih kabur karena air mata, rambutku seperti sarang burung dan aku yakin kantung mataku membengkak.
Aku bersyukur dia menggenggam tanganku sejak tadi malam, mencoba membuatku tenang dan menemaniku sepanjang waktu, dan dia tidak tidur. Aku tersenyum ketika mengucapkan terima kasih padanya.
"sama-sama" dia tersenyum menatapku "jadi teman, aku masih penasaran kenapa kau tiba-tiba menangis" aku belum menceritakan apa-apa padanya, dia membenahi selimut yang kami pakai, duduk berhadap-hadapan dengan ku. Aku bersandar di dinding kamar sambil memeluk boneka beruang putihku, dan dia menekuk kakinya untuk meletakkan dagunya disana. Cahaya sudah masuk kamar kami melewati jendela kaca disamping tempat tidurku, menyinari kami berdua yang masih bergenggaman tangan. Aku beruntung memiliki teman sepertinya, Sungjong sangat dewasa dan penyabar, dia adalah seorang kakak yang baik untukku. Ya, aku menganggapnya seorang kakak meskipun nyatanya dia seumuran denganku, aku cukup mengaguminya.
"aku patah hati" jawabku pelan,tersenyum tanpa memandang matanya, aku malu.
"oh, Baekhyun" dia mengangkat kepalanya dan mengeratkan tangannya sedikit, mencoba memberiku kekuatan "patah hati memang manyakitkan" dia menatapku iba "Shinhye gadis yang baik, kenapa kalian bisa berpisah?"
Ini pertanyaan yang berat, aku memainkan jari kelingking Sungjong untuk menenangkan air mataku yang hampir tumpah kembali.
"dia-" suaraku serak, aku berdehem untuk menstabilkan suaraku "dia akan menikah"
"oh astaga" dia menutup mulutnya menggunakan tangannya yang bebas, aku kemudian menatapnya sambil tersenyum sedih.
"dia akan menikah hari ini" kataku sambil meringis. Dia menatapku sedih.
"astaga Baekhyun" dia kembali menggenggam tanganku "aku turut prihatin"
"terima kasih" aku tersenyum padanya.
Keadaan hening kembali dengan Sungjong yang masih menatapku, lebih iba dari tadi malam, dan aku yang masih memainkan jari kelingkingnya sambil sesekali menahan ingusku agar tidak jatuh.
"kau akan datang ke pernikahannya?"
"iya" aku menjawab pelan, dan hening kembali diantara kami.
"Baekhyun" dia mengeratkan tangannya padaku, aku mendongak untuk menatapnya "apa kau akan baik-baik saja?"
Tidak, aku tidak tahu. "ya" aku kembali menunduk menatap lantai, bimbang "sebenarnya" aku menghela nafas "aku tidak tahu" suaraku mengecil ketika mengatakannya.
Kami terdiam dan dia mengelus jemariku, membuatku nyaman.
"Sungjong-ah"
"ya"
"bisakah kau menemaniku?" tanyaku menatapnya, dan dia membalasku dengan sedih.
"maafkan aku Baekhyun, hari ini aku sudah ada janji, maafkan aku"
Aku tersenyum miris "baiklah, tidak apa-apa" aku harus memaklumi, aku menghela nafas dan kembali menatapnya "doakan agar aku baik-baik saja"
"tentu, Baek, akan kudoakan" dan kami tersenyum satu sama lain "ngomong-ngomong Baekhyun, aku pikir kita butuh kompres untuk matamu"
Aku tergelak, lupa untuk satu hal itu "kau benar, terima kasih sudah mengingatkan"
"kapanpun kawan"
Dia kemudian beranjak kedapur untuk mengambil kompres sebelum menawariku kopi hangat di pagi hari, aku tidak menolaknya. Kopi akan menenangkanku saat ini, aku membutuhkannya.
Saat siluet Sungjong menghilang dari balik pintu kamar kami, aku menatap boneka beruang putihku. Boneka beruang yang dulu kuberikan pada pujaan hatiku. Gadis itu mengembalikannya lewat jasa pengiriman kemarin. Ketua Asrama langsung memberikannya padaku ketika aku baru saja pulang dari berbelanja.
Aku menatap matanya yang serupa kelereng hitam, menyentuh pita pink yang terikat dilehernya, dulu pita itu kuberikan untuk ikat rambutnya. Aku mendesah dan mengelus kepalanya pelan.
"kasian sekali kau" sama sepertiku.
.
.
.
Upacara pernikahannya dilakukan di taman yang terbuka, dan disinilah aku sekarang. Dengan sweater turtle neck berwarna putih gading dan coat hitam panjang serta celana katun berwarna abu-abu gelap, pakaian 'seadanya'. Aku begitu tidak bersemangat hingga Sungjong yang harus mengurus segala penampilanku. Aku sungguh-sungguh berterimakasih kepadanya, karena aku adalah bayi dihadapannya, kalau tidak, mungkin aku akan berakhir seperti orang yang menghadiri pemakaman hari ini.
Aku melihat pasangan mempelai sedang mengucapkan janji suci ketika tiba-tiba aku merasakan tenggorokanku memberat dan sakit. Aku sedang melihat mempelai pria memasangkan cincin yang dibawanya ke jari manis mempelai wanita dengan bahagia, sementara di deretan bangku aku duduk dengan pesakitan menyaksikannya. Hatiku seperti teriris sembilu. Aku menahan tangisku sekuatku, hingga kemudian aku merasakan remasan pelan pada tanganku, menyadarkanku sekejap dari rasa sakit hatiku. Aku menoleh, dan kudapati Sungkyung tengah menatapku penuh kekhawatiran. Sahabat Shinhye itu cukup tahu lika-liku perjalanan kami. Aku baru saja akan mengatakan sesuatu padanya ketika tepuk tangan terdengar, membuat kami teralihkan dan ikut bertepuk tangan bersama yang lain. Dalam hati aku bersyukur aku tak melihat mereka berciuman, atau aku akan menangis seperti bayi.
Pesta juga dilaksanakan di tempat terbuka setelah upacara selesai, Sungkyung pergi membaur bersama yang lain setelah ia menemaniku sebentar. Aku tak mau bercengkrama dengan teman-teman Shinhye yang lain, karena mereka juga cukup tahu akan hubunganku dengan Shinhye. Aku tak tahan dengan tatapan kasihan yang mereka tujukan untukku. Aku berhenti melihat-lihat ketika mataku beradu pandang dengan ibu Shinhye yang menatapku dengan raut sedih di kejauhan.
Aku terdiam, dalam hati bertanya-tanya, berapa kali tangisku akan pecah hari ini ketika aku menatap matanya. Aku dan keluarga Shinhye sangat dekat sebelum semua ini terjadi. Aku cukup marah pada mereka sebelumnya, karena mereka terpaksa menikahkan Shinhye dengan laki-laki yang menolong perusahaan mereka sebelum bangkrut, dan membayar semua hutang-hutang mereka. Aku marah kepada mereka, dan marah kepada diriku sendiri yang tidak sekaya laki-laki itu. Aku memutuskan kontak dengan meraka beberapa waktu hingga kemudian aku sadar aku salah. Itu bukan salah mereka saat semuanya terjadi seperti ini, aku datang kepada mereka untuk meminta maaf dan aku mengatakan aku harus cukup tabah merelakan gadisku untuk orang lain yang lebih baik dariku. Hari saat aku datang untuk meminta maaf adalah hari dimana aku melihat air mata Bibi Park jatuh untukku, dan itu adalah hari dimana aku memutuskan untuk berpisah dengan Shinhye.
Aku menangkap kebimbangan dimatanya hingga kemudian dia memutuskan untuk mendekat kearahku. Aku mengeratkan peganganku pada gelas yang kubawa ketika ia semakin mendekat.
Ada raut kelelahan dalam wajahnya yang sedang tersenyum sedih kearahku.
"Baekhyun" dia tersenyum padaku
Maka setidaknya aku juga harus tersenyum padanya. Dia seperti agak kebingungan untuk memulai percakapan, padahal biasanya kami langsung membicarakan apa saja yang terlintas di otak kami.
"apa bibi ingin Cola?" aku memecah keheningan, dan dia tampak agak tidak siap, kemudian dia tersenyum. Aku bersyukur aku berdiri di dekat tempat makanan dan minuman.
"ya, sepertinya bibi agak kehausan" dia tersenyum sambil mengibaskan tangan di wajahnya seperti orang kepanasan, aku tersenyum karena tingkah bibi Park memang sedikit nyentrik untuk orang seumurannya.
"akan ku ambilkan, sebentar"
Aku beranjak ke tempat minuman dan mengambil gelas kosong untuk bibi, aku mengisinya dengan cola sebelum aku juga mengisi kembali gelasku yang isinya tinggal separuh. Aku beranjak kearah bibi Park dengan kedua tanganku memegang gelas saat mataku juga menangkap kehadiran suaminya disisinya, wajahnya yang telah tua dengan gurat kelelahan tersenyum padaku. Ku pikir kehadiran rambut putih pada kumisnya dan uban di kepalanya semakin bertambah dari terakhir kali aku melihatnya. Tapi paman tua itu selalu tampak tak pernah kehilangan wibawanya dihadapan orang lain. Aku sempat minder dulu ketika pertama kali bertemu dengan beliau.
"hei nak" dia tersenyum dan aku membungkuk
"halo paman"
"aku senang kau tampak baik"
Wow, padahal kupikir aku tampak hancur. Penampilan merubah segalanya. Terima kasih pada temanku yang paling ku kagumi, Lee Sungjong yang telah memoles mataku sedemikian rupa agar bengkak di mataku tidak terlihat.
Aku tersenyum, ingin mengalihkan pembicaraan.
"emm… maaf paman, aku hanya bawa dua gelas" aku mengangkat dua gelas cola ditanganku "dan ini hanya untuk aku dan bibi"
Dia tertawa sambil memegangi perutnya, kemudian berbalik kepada istrinya, dengan mimic sedih yang di buat-buat dia berkata
"sayang, sepertinya aku tidak akan dapat minuman meskipun aku kehausan"
Sang istri hanya mendengus mendengarnya "bilang saja kalau ingin diambilkan" dia kemudian mengambil minuman yang ku bawa untuk diserahkannya pada paman "aku akan mengambil milikku sendiri"
Bibi Park dengan cepat pergi meninggalkanku bersama paman.
Saat punggung bibi telah menghilang di kerumunan, kami terdiam tanpa suara, aku cukup paham kalau suasananya berubah.
"nak, apa kau sudah menemui Shinhye?"
Aku menggeleng menatap sepatuku, pada dasarnya kupikir aku takkan mampu berhadapan dengannya saat ini. Aku mendengar paman menghela nafas berat di sampingku.
"aku adalah ayah yang buruk"
Aku refleks mengalihkan pandanganku padanya, aku tidak setuju dia mengatakan itu pada dirinya sendiri. Meskipun dia bukan ayahku, tapi aku tahu bahwa dia adalah seorang ayah yang benar-benar dihormati oleh Shinhye. Hanya karena hal ini, dia tidak boleh kemudian menganggap dirinya sebagai ayah yang buruk.
"paman jangan mengatakan seperti itu, itu tidak benar" sangkalku. Dia tersenyum.
"Byun Baekhyun, apakah kau tahu?" masih dengan tersenyum dia menatapku "pertama kali melihatmu, aku tidak yakin padamu, dan aku pikir aku tidak akan pernah mempercayaimu"
Aku tersenyum, waktu itu aku bahkan baru kelas satu senior high school ketika Shinhye membawaku kerumahnya, usiaku saat itu baru 15 tahun. Coba bayangkan, siapa pula yang akan mempercayakan anak mereka pada pemuda ingusan berusia 15 tahun. Tidak ada.
"tapi apakah kau juga tahu?" dia menatapku, mengambil jeda untuk menyampaikan selanjutnya "kau adalah satu-satunya pria yang pernah di bawanya kerumah"
.
.
Apa?
.
"aku tahu putriku dengan amat sangat baik, dia anakku, dan aku juga sangat tahu dia tidak mudah mempercayai pria sembarangan"
Aku mengeratkan peganganku pada gelasku, tanganku bergetar dan sendiku terasa seperti akan lumpuh, aku mencari kebohongan di matanya, tapi aku tak menemukannya. Aku amat sangat berharap aku menemukannya, aku sangat berharap agar dia berbohong saja. Aku tidak ingin menangis lagi. Kumohon.
"saat itu, aku amat khawatir padanya, khawatir kau akan menghianati kepercayaannya, sejak saat itu, aku terus mengawasimu"
.
.
Bertahan baekhyun,
.
jangan menangis.
.
.
Dia mengambil nafas pelan "tapi bahkan setelah tahun berganti, kau tidak menghancurkan kepercayaannya" dia terdiam menatapku, tenggorokanku makin memberat "saat itu, aku mulai paham dan bersyukur, tapi aku juga takut"
Takut?
Seolah mampu membaca pikiranku, dia kembali tersenyum padaku.
"aku takut akan segera kehilangan putri kecilku untukmu" saat mengatakan itu, gurat kelelahan seorang ayah terpancar jelas dimatanya "Baekhyun, aku adalah seorang ayah, dan putri kecilku adalah hal yang paling berharga yang pernah kumiliki selama aku hidup"
Ahh… tentu saja.
Aku tersenyum mengetahui besarnya kasih sayang yang melindungi Shinhye. Meskipun badanku tidak baik, aku bersyukur otakku masih berjalan dengan baik.
"aku tidak akan pernah siap untuk melepas putri kecilku" senyumnya pelan-pelan menghilang di balik kacamatanya "sampai semua ini terjadi"
Tubuhku mati rasa.
"Baekhyun"
Aku tidak menjawab, tapi aku menatapnya yang tengah sendu.
"sejujurnya, aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja" wajahnya menunjukkan keseriusan "tapi bolehkah aku meminta sesuatu dengan egois darimu?"
Aku bimbang menatapnya. Aku ragu tubuhku siap pada semua ini. Aku tahu aku tengah berdiri tegak, tapi di dalam kain yang membungkus kakiku, tubuhku telah melemas tak bertenaga dan kakiku telah bergetar. Aku tidak boleh bersuara, atau aku akan berakhir dengan menangis.
"tolong temui Shinhye, untuk terakhir kalinya"
.
.
.
Tidak,
.
Siapapun,
.
Tolong selamatkan aku.
.
Aku mengangguk padanya dengan memaksakan senyumku.
.
.
.
Aku berniat untuk menemui Shinhye, tapi yang ada dihadapanku saat ini adalah Jongsuk Lee. Laki-laki yang telah menjadi suami sah Shinhye.
"Byun Baekhyun, benar?" dia tersenyum padaku "aku Lee Jongsuk" dia mengulurkan tangannya, tidak sopan jika aku tidak membalasnya, jadi aku tersenyum dan menjabat tangannya.
"benar, senang berkenalan denganmu" aku basa-basi. Dia tersenyum padaku, tapi tatapannya menatapku dengan remeh.
"kau tidak pandai berbohong Baekhyun-ssi" dia melipat tangan kirinya di depan dadanya, dan tangan kanannya menyentuh dagunya
apa?
"aku tahu dengan baik kalau kau cukup membenciku"
Saat mendengarnya, wajahku yang tadi tersenyum segera menjadi menjadi datar dan aku menatapnya layaknya dia adalah musuhku. Dia memang musuhku. Aku masih membencinya.
Dia menurunkan tangannya hingga terkulai di kedua sisinya.
"aku tahu aku bersalah atas kalian, menjadikan Shinhye sebagai pendampingku dengan cara yang kotor"
Sangat kotor
"tapi Baekhyun, bukan hanya kau yang telah jatuh hati pada Shinhye" dia menatapku serius "aku telah jatuh cinta padanya, jauh sebelum kau bertemu dengannya"
"itu tidak menjadi alasan" tangkasku "itu tidak menjadi alasan kau berhak atas Shinhye dari pada aku"
"kau benar" aku tahu mata kami saling membara "tapi kita tahu dunia tak sesuci itu Baekhyun"
Aku mengepalkan tanganku dan rahangku telah mengeras.
"saat mendengar Shinhye berpacaran denganmu, aku masih amat tenang, karena ku pikir itu tidak akan bertahan lama, tapi prediksiku salah, kalian bertahan sangat lama, Baekhyun"
Matanya tiba-tiba berubah sedih menatapku
"dan aku mulai gila"
Hatiku mencelos.
Air mata menumpuk di ujung-ujung matanya.
Kau pikir aku tidak?
"aku amat sangat jatuh cinta padanya Baek, maafkan aku"
Setelah mengatakan itu, dia menunduk padaku. Meminta maaf.
Aku tidak mau memaafkannya, aku tidak ingin. Hidungku panas dan aku merasa air mata sedang di produksi di balik pelupuk mataku.
Tapi jikapun aku tidak memaafkannya, aku bisa apa? Semua itu tidak akan membuat Shinhye kembali lagi padaku. aku merasa berhak untuk egois, karena pria ini lebih egois dariku. Tapi kembali lagi, aku tidak bisa berbuat apa-apa pada semua hal ini. Aku hanya seorang pria berusia belasan tahun yang tak tahu apa-apa. Aku telah kalah dari Jongsuk meskipun aku memenangkan hati Shinhye. Aku telah kalah dari pria yang saat ini tengah membungkuk dihadapanku.
Aku melemaskan kepalan tanganku dan menatapnya sendu.
"Jongsuk-ssi"
Dia menegakkan punggungnya dengan perlahan dan menatapku penuh penyesalan.
"berjanjilah untuk membuat Shinhye bahagia" aku memaksakan senyumku padanya, ini adalah keputusan yang ku buat, matanya menampakkan keterkejutan sebelum kemudian dia membalas senyumku.
"Byun Baekhyun-ssi, tidak heran mengapa mereka sangat menyayangimu"
"Apa?" telingaku butuh dibersihkan sepertinya.
Dia tersenyum.
Dia kemudian mengantarkanku ke ruang di mana Shinhye berada. Dadaku berdetak kencang, gadis itu sangat cantik dengan gaun pengantinnya, duduk di tengah sofa putih dengan teman-temannya di samping kiri, kanan dan belakangnya, mereka sedang berfoto.
"Shinhye-ah" Jongsuk memanggilnya, semua atensi berpindah pada kami, suasananya berubah menjadi hening begitu mereka menyadari aku ada di belakang Jongsuk di dekat pintu masuk.
Aku menggigit bibir bawahku, kalau gugup kadang aku secara refleks melakukannya. Aku masih amat sangat mencintainya.
"Baekhyun-ah" Shinhye memanggilku dengan tersenyum "kemarilah"
Saat aku berjalan mendekat, teman-teman Shinhye pergi sambil beberapa dari mereka menyapaku.
"selamat atas pernikahanmu" ucapku membungkuk begitu sampai di hadapannya, aku bersyukur suaraku tidak bergetar, meskipun tubuhku telah mati rasa sejak tadi, dia tersenyum.
"kita harus berfoto" dia kemudian menarikku untuk duduk disampingnya, tangannya dingin, pada saat aku telah duduk, saat itu juga aku baru tahu kalau yang ada di ruangan ini hanya aku, Shinhye, Jongsuk yang bersandar pada daun pintu dan dua orang Fotografer di hadapan kami.
"kami akan mengambil foto di hitungan ketiga, oke?" ucap sang fotografer.
Kami mengangguk.
Kami duduk berdampingan dan tersenyum menatap kamera, biasanya saat berfoto, kami akan saling menggenggam tangan, tapi aku senang dia tidak menggenggam tanganku sekarang, tak sopan baginya menggenggam tanganku ketika sudah ada Jongsuk disampingnya.
Saat kamera mengambil gambar kami beberapa kali, aku melihat Jongsuk tersenyum kearah kami dengan badan yang telah berdiri tegak dengan tenang.
"Baekhyun-ah"
Entah telingaku yang bermasalah atau aku memang mendengar suaranya sedikit bergetar?
Aku menolehkan wajahku kepadanya begitu dia memanggilku, saat itu juga aku melihat tangannya menyodorkan buket bunga yang tengah di bawanya kearahku.
"untukmu" katanya tersenyum "berjanjilah untuk selalu bahagia" suaranya pecah, dan aku melihat pelupuk matanya telah berair.
Tidak
Hatiku tersayat, terasa sakit, dan aku menatap matanya yang sebening Kristal, sampai kemudian dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Shinhye yang menangis adalah hal yang paling tidak kuinginkan.
Jangan menangis Baekhyun
"terima kasih" aku mengambil buket di tangannya dan meremas tangannya yang dingin dan tengah bergetar dengan pelan "terima kasih" dan aku juga merasa suaraku tengah bergetar.
Terima kasih sudah mengizinkanku mengenalmu
.
.
.
Aku mengucapkan salam perpisahan pada yang lain di pukul tiga sore, dan Jongsuk mengantarku sampai gerbang sebelum aku menaiki taksi yang telah ku sewa.
"Baekhyun-ssi"
Aku yang sedang membuka pintu taksi segera menoleh kepadanya
"aku ingin minta maaf untuk satu hal lagi"
"entah mengapa sepertinya dari tadi kau selalu meminta maaf pada ku"
Dia tertawa
"berjanjilah agar tidak marah"
Ayolah, aku mampu untuk tidak menonjok wajah tampanmu selama ini, apa yang kau ragukan?
"oke"
"aku minta maaf karena, saat pertamakali melihatmu dari foto, aku mengira kau tidak untuk perempuan"
Lututku kembali melemas.
.
.
.
.
Apa?
~000~
Aku mabuk, aku tahu aku sedang mabuk. Padahal usiaku masih 16 tahun sampai dua hari besok.
Tidak untuk perempuan kau bilang?
Lalu untuk laki-laki begitu?
Aku sudah tidak peduli kalau polisi menemukanku, aku sedang patah hati dan aku juga sedang luar biasa kesal. Kau tahu? Bahkan ketika pertama kali aku bertemu Shinhye, dia mengira aku perempuan. Apa yang salah denganku?
Aku meraba-raba pegangan tangga stasiun bawah tanah untuk menahan tubuhku yang mulai limbung. Kesusahan membawa tubuhku dan buket bunga di tanganku saat aku menuruni tiap tanjakan.
Entah mengapa aku tiba-tiba melihat tangga yang ku lalui berubah menjadi sangat curam hingga sebuah tangan di perutku menarikku kebelakang dengan kencang.
Hentakan yang tiba-tiba membuat kepalaku semakin pening.
Saat aku membuka mataku, aku di hadapkan pada dada datar di hadapanku, pandanganku memburam dan tak fokus, kepalaku masih sangat pening tapi aku berusaha mendongak untuk melihat wajahnya. Dia sangat tinggi.
"woow, kau" aku menepukkan kedua tanganku di pipinya, masih dengan buket bunga di tangan kananku "seperti Park Chanyeol" kekehku "sangat tinggiiiii"
aku tersenyum padanya sebelum kemudian perlahan-lahan rasa kantuk yang berat menguasaiku hingga kesadaranku menghilang begitu saja.
.
.
.
.
Rasa pening yang hebat menyerangku begitu aku akan membuka mata, membuatku menutup kelopak mataku lagi dan kembali bergelung diselimutku dan gulingku yang hangat.
Aku menarik diriku sendiri mendekatinya dan memeluknya, tapi perasaan tak familiar menyelusup di kepalaku. Gulingku keras, dan amat sangat liat.
Aku kembali mencoba membuka mataku perlahan-lahan, menyesuaikan dengan sakit di kepalaku yang berdenyut-denyut, saat mataku mulai fokus, aku melihat dada bidang telanjang dihadapanku.
Tanganku mendingin dengan cepat, mengeratkan peganganku pada selimut di dadaku, aku melihat bahu ku juga telanjang dan jantungku langsung berdetak cepat. Ketakutan segera menyelimutiku.
Dengan takut aku perlahan mendongak untuk melihat wajahnya.
Saat aku melihat wajahnya, mulutku refleks terbuka, jantungku berdetak lebih cepat dan mataku segera berair. Tubuhku bergetar, aku memindahkan tanganku yang bergetar untuk menutupi mulutku, dan aku menutup mulutku sekuat mungkin agar suara tangisku tak terlepas.
.
.
.
.
.
.
Park Chanyeol
tbc
saya binging harus ngomong gimana... -_-''
saya merasa amat sangat berdosa saat mempublish ini. bukannya saya melupakan wild dan captured, tapi saya merasa di dua ff itu alur yang saya buat benar-benar kacau dan tidak jelas. saya harus memikirkan ulang lagi sebelum mempublish 2 ff itu.
saya minta maaf pada teman-teman semua yang menunggu ff wild dan captured. saya memang memiliki keinginan untuk menuntaskannya. saya khawatir kalau dua ff itu akan berakhir seperti ff pertama saya yang sudah saya hapus kalau saya ngawur.
saya benar-benar minta maaf akan hal ini.
dan untuk beberapa teman penulis yang kecewa dengan tingkah saya, saya juga minta maaf. mulai saat ini saya akan berusaha selalu mereview ff yang saya baca meskipun nama yang saya gunakan bukan nama akun. terima kasih sudah mengingatkan
saya benar-benar berhutang budi pada mereka, dan saya belajar banyak dari ff dan karya mereka.
dalam pembuatan ff, saya benar-benar terinspirasi degan gaya tulisan dan penyampaian mereka yang halus dan tegas. sekali lagi terima kasih.
dan sekali lagi pula saya minta maaf atas semua tingkah saya yang membuat kalian tidak nyaman. *bow*
untuk ff yang satu ini, saya juga tidak berpikir bisa mengupdate dengan cepat karena banyak hal. selain karena tak punya waktu, saya juga tidak punya tempat untuk menulis ff, jadi mohon di maklumi.
terima kasih *bow*
