The Fire Man
Author: kurokuroninja
Disclaimer: Screenplays
Cast: ChanBaek / Park Chanyeol x Byun Baekhyun slight Vbaek/TaeBaek, VKook/TaeKook
Rated: M-for Mature
Genre: Drama, Romance,Fantasy, Angst (dikit doang)
Warning! Yaoi, Boys x Boys, BL, Miss Typo, alur acak-acakan, gaje, NC, Lemon, Frontal, No Sensor, Sexual Content, Dirty Language dan berbagai hal absurd lainnya. DLDR! Don't Like Don't Read! No Flame, No Judge, No Protest! Fanfic saya, suka-suka saya! Rawan Balita! Masih maksa baca? Author gatanggung jawab ;p
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
Chapter 1: The Twins
.
.
.
.
Star of Bethlehem, star on high..
Miracle love of midnight sign..
Let your luminous light, from heaven enter hearts..
Star of happiness, star of wonder..
You see everything from afar..
.
.
Fill with love, the age of man..
Oh light, oh holy light..
Oh light, divine..
.
.
.
.
-Sparta, 24 Desember xx; pukul, 10.45 malam-
.
Suasana malam natal memang terlihat sangat menakjubkan. Semua menebar kebahagiaan. Saling berbagi kehangatan di bawah dinginnya salju. Ditambah suara dentingan lonceng dan nyanyian khidmat anggota paduan suara, seolah menambah kesyahduan.
Sekitar jalanan, terdapat banyak pria tambun dengan setelan serba merah sedang membagikan kado pada kumpulan bocah, sesekali bergumam 'hohoho' sembari mengelus jenggot putih panjang yang tergerai. Membuat bocah-bocah mungil itu tertawa renyah.
Tanpa diketahui siapapun—jauh dari keramaian kota terdapat pemandangan mencengangkan. Dua orang bocah saling berpegangan tangan berlari membelah jalanan sepi. Bukan—bukan itu yang mencengangkan tapi keadaan dua bocah itulah yang mencengangkan.
Tubuh kurus penuh luka yang dibalut pakaian kumal, serta borgol yang tersemat di kedua kaki telanjang mereka dengan rantai yang sudah putus.
Dulu—dulu sekali, Baekhyun juga sempat merasakan kehangatan seperti anak lain. Berlari ditengah salju dengan gula-gula di tangan bersama saudara kembarnya. Dan akan memekik kecewa ketika kedua orang tuanya berhasil menangkap mereka berdua kedalam pelukan hangat penuh cinta.
Sungguh, Baekhyun sangat menyukainya. Kadang ia merasa iri pada anak-anak itu. Yeah—sangat iri. Andai waktu bisa diulang. Ia ingin memutar waktu kembali ke masa-masa bahagia itu lagi. Ah—memang siapa dirinya? Tuhan? Bahkan ia hanya bocah sembilan tahun yang tidak lebih dari sampah jalanan hina. Tidak bisa melakukan apapun. Lemah.
Kebahagiaan seolah menjadi angan semu. Bisa dibayangkan namun tak bisa dirasakan. Miris. Apakah ia pantas mendapat kebahagiaan?
Dor!—suara pistol memekikkan telinga siapa saja yang mendengarnya. Ia berharap tembakan peluru yang dilancarkan gerombolan pria bertuxedo hitam tidak menembus tubuh. Baekhyun sadar. Seratus persen sadar jika ia dan Taehyung—sang kembaran sedang dalam bahaya besar.
"Kalian berdua! Berhenti! Jangan lari!"
Berhenti dan merasakan penderitaan lebih?—oh tidak, terimakasih. Ia sudah sangat kenyang dengan segala siksaan fisik maupun batin di 'tempat mengerikan' itu. Hanya orang bodoh yang mau menyerahkan nyawanya pada kumpulan bajingan haus penelitian dan mati sia-sia. Memuakkan.
Baekhyun dan Taehyung semakin mempercepat laju lari. Persetan dengan udara dingin yang menyapa kaki tanpa alas. Atau baju tipis kumal dan suara kencringan yang berasal dari rantai putus yang masih membelenggu pergelangan kedua kaki.
Mereka terus lari dan lari tanpa melepas pangutan tangan masing-masing. Menyalurkan segala rasa dalam hati. Menenangkan satu sama lain.
Tiba-tiba kenangan buruk itu terulang kembali seperti kaset kusut. Bayang-bayang kematian kedua orang tua. Pambantaian. Kedatangan professor sinting dan anak buahnya yang sama sinting. Menyeret dan menjadikan mereka sebagai tikus percobaan.
Disiksa sedemikian rupa. Disuntikkan cairan aneh kedalam tubuh. Tangis, jeritan. Baekhyun sudah tidak tahan. Tidak masalah jika hanya dirinya saja yang diperlakukan demikian. Tapi tidak dengan Taehyung. Ia tidak tahan harus menyaksikan adik kesayangannya menjerit pilu. Ia tidak tahan dengan segala perlakuan manusia sampah.
Bruk!—ah batu sialan! Tubuh sialan! Kenapa kau begitu lemah? Kalian menghalangi jalanku—erang Baekhyun dalam hati.
"Hyung!" Taehyung menjerit khawatir saat tubuh sang kakak tersungkur mencium permukaan salju jalanan.
Baekhyun mendongakkan kepala. Menatap manik hazel yang serupa dengannya. Senyum simpul terpatri membingkai paras bak malaikat. "Pergilah, Taetae."
"Kau gila!" bentak sang adik, kalap. "Kau meyuruhku pergi meninggalkanmu dan membuatku menyesal seumur hidupku? Tidak, hyung. Tidak. Hanya kaulah satu-satunya keluargaku. Lebih baik aku mati dari pada harus meninggalkanmu bersama orang-orang idiot itu."
Refleks, senyum Baekhyun melebar. Kedua matanya menatap lembut. Dia tahu, adiknya bukan orang seperti itu. Tapi demi Tuhan, ia juga tidak ingin terus merepotkan Taehyung lebih jauh.
Meski sulit, Baekhyun memaksa tubuhnya untuk bangun. Rasa sakit di kakinya akibat terkilir, ia hiraukan. "Baiklah, ayo kita pergi bersama."
"Baekhyun hyung—" gumam Taehyung tidak tega. Ekor matanya menangkap pergelangan sang kakak yang membiru bengkak. "Tapi kau—"
"Ssst! Aku tidak ap—"
"Itu mereka!"—gawat!—keduanya menoleh kebelakang dengan hazel terbelalak horor. Binggo! Kumpulan manusia brengsek itu sudah sampai kemari. Sial!
"Kita tidak punya banyak waktu lagi." Tanpa persetujuan—Taehyung segera membawa tubuh yang lebih mungil kedalam gendongan ala bridal style. Awalnya Baekhyun terkejut namun ia sama sekali tidak menolak perlakuan adiknya.
Tapi belum sempat melangkah, seorang pria paruh baya berjas putih muncul di depan mereka. Pria yang paling mereka hindari selama ini. Ia datang bersama kumpulan pria bersenjata kalashnikov.
Tak lama setelahnya orang-orang bersenjata serupa muncul dari arah depan—belakang, samping kanan dan kiri. Tidak ada jalan lain. Kedua bocah tak bersalah itu terkepung sekarang.
"Mau kabur kemana, kids?"
"Bedebah! Hentikan semua ini!" Taehyung memekik murka. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun. "Lepaskan kami, Kim Youngmin!"
Pria gila yang diketahui bernama Kim Youngmin tertawa renyah. Mirip psikopat film horror. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk sepertinya di muka bumi? Dari tingkahnya saja—ia tidak layak di sebut manusia. Dia iblis.
"Lihat! Kalian seperti Anak-anak anjing yang mengemis kebebasan pada tuannya. Lucu sekali." Gigi-gigi Taehyung menggertak murka. Tatapannya semakin nyalang saat Youngmin dan mulut sampah itu berbicara seolah penderitaan mereka hanyalah lelucon.
"Tangk—"
"Menyerang anak kecil itu dosa loh~" potong seorang pemuda berjubah hitam sembari memakan apelnya dengan tenang. Entah bagaimana caranya, pemuda itu sudah berdiri ditengah kerumunan bersama dua bocah tidak bersalah. Terlebih tidak ada yang menyadarinya. Laksana setan.
Baekhyun dan Taehyung juga sempat dibuat terkejut. Siapa dia sebenarnya? Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup tudung.
"Siapa kau? Menyingkir dari sana!" Youngmin berteriak kalap.
"Mata untuk mata. Gigi untuk gigi. Kejahatan untuk kejahatan." Gumam si pemuda misterius seraya berjalan mendekat setelah membuang apel setengah utuh ke atas gumpalan salju.
Kata-kata yang tidak asing. Oh ya, Baekhyun ingat. Itu adalah kode Hammurabi, raja dari dinasti Babilonia—filosofi balas dendam. Ia pernah membaca di salah satu buku pemberian mendiang sang ayah.
Grep!—jari-jari jenjang mencengkram wajah Youngmin tanpa sebab. Membuat pemilik serta anak buahnya murka.
"A—apa yang kau lakukan?" gugupnya meronta keras. "Lepaskan tangan laknatmu dari wajahku. Dasar tidak sopan!"
"Terbakarlah." tanpa menunggu lama—tiba-tiba api menjalar dari tangan si jangkung dan membakar tubuh profesor gila itu hingga menjadi debu dalam sekejap. Pemandangan mengerikan yang sukses membuat semuanya mengangah horror.
Pemuda ini—dia bukan orang sembarangan. Dia—dia bukan manusia. Baik Baekhyun maupun Taehyung—keduanya sangat yakin.
"S—siapa kau sebenarnya?"
.
.
.
.
-Seoul, Korea Selatan. 7 tahun kemudian-
.
Ibarat Las Vegas—Seoul merupakan kota yang tidak pernah tidur. Lihat saja, mereka yang masih sempat berlalu lalang. Atau mobil-mobil yang membelah jalanan kota juga para penjual yang masih setia menjajakkan dagangan.
Baik tua maupun muda, mereka beraktivitas seperti sedia kala. Melupakan fakta bahwa hari sudah larut malam. Tak jarang mendapati siswa sekolah menengah masih berkeliaran diantara para pejalan kaki maupun di toko-toko penjual makanan. Bercanda dan membicarakan sesuatu yang entah apa itu.
Maid Cafe—salah satu kafe yang banyak dikunjungi kaum muda Seoul. Bukan hanya makanan, para maid disana pun terlihat sangat mengugah selera. Mereka semua cantik seperti dewi yang turun dari kahyangan. Perspeksi berlebihan, memang. Tapi itulah kesan yang akan kalian dapati ketika menginjakkan kaki disini.
Tak jarang bila kafe tersebut tidak pernah sepi pengunjung. Selalu penuh, meski tengah malam.
"Silahkan pesanannya. Maaf menunggu lama."—seorang maid cantik tersenyum simpul setelah meletakan pesanan di atas meja. Rambut lurus sewarna caramel yang dikuncir di sisi kanan-kiri tertunduk tatkala membungkuk hormat. Membuat siapapun yang menyaksikan meleleh di tempat.
Orang-orang memanggilnya—Baekki. Dia merupakan maid paling populer diantara maid-maid lain. Wajahnya cantik jelita. Mata sipit bak bulan sabit. Hidung bangir. Bibir semerah plum nan seksi. Kulit putih bersih. Dan perawakan mungil dengan jari lentik dan sepasang kaki nan indah. Dialah idola sesungguhnya.
Bahkan sempat ada yang menawarinya casting model iklan dan majalah. Namun sayang, ia menolak semua itu dengan alasan—aku menyukai pekerjaanku saat ini.
"Kerja bagus, Baekki-chan." Sunny—sang manager menepuk pundak Baekki dengan bangga kemudian melirik arlojinya sekilas. "Sayang sekali, shiftmu sudah habis. Tapi jika kau mau kerja lembur sih, tidak masalah."
Baekki tersenyum jenaka sembari meletakkan nampan diatas meja dapur. "Tidak, Sunny-ah. Aku lelah. Lagi pula, ada tugas yang harus kukerjakan malam ini. Kalau begitu. Aku pergi dulu." Ucapannya langsung dibalas dengan anggukan paham oleh si lawan bicara.
"Baekki-chan, fighting!" ah—manager yang satu ini memang selalu terlihat manis. Lihat saja tingkahnya. Ugh—imut sekali.
.
.
.
Sebelum pergi, Baekki menyempatkan dirinya berganti pakaian di toilet. Gadis cantik itu menatap pantulan diri sendiri di dalam cermin. Pantas saja, banyak orang yang mengincar dirinya. Entah sudah berapa yang mengajak berkencan dan menyatakan cinta.
Dia terlihat—sempurna.
Namun—kesempurnaan manusia tidak akan bertahan lama, bukan?
Perlahan tapi pasti, jari-jari lentik terangkat. Menarik rambutnya sendiri yang ternyata tak lain dan tak bukan hanyalah sebuah wig. Ya. Wig. Wig yang menutupi rambut pendeknya. Kini rambut panjang itu telah bermetamorfosis.
Dari kepala beralih menuju kancing-kancing yang berjejer rapi. Membuka kemudian menanggalkan seluruhnya. Hingga memperlihatkan dada yang dibalut bra merah muda dengan busa silikon yang selama ini menutup penyamarannya.
Yeah—tidak ada yang tahu jika Baekki sebenarnya adalah seorang lelaki. Kecuali Sunny dan para staff lain. Tentu saja. Dan ia sangat bersukur karena semua pegawai di kafe ini memerlakukannya dengan baik. Demi tuhan, ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi pelanggan saat menyaksikan kebenaran.
Hazelnya kembali mengedar, menatap pantulan berbeda dirinya dalam cermin. Rambut coklat acak-acakan. Mata lentik. Hidung bangir. Bibir merah muda alami tanpa sentuhan lipgloss ataupun lipstick. Bahu sempit. Dada rata. Lengan tanpa otot. Kulit putih bersih.
.
"Selamat datang kembali, Byun Baekhyun."
.
.
.
.
-Kediaman Byun, pukul 00.10-
.
Klek!—pintu terbuka. Terangnya lampu menjadi satu dari sekian banyak hal yang menyapa kedua mata. Suara televisi yang terdengar nyaring pun cukup membuat Baekhyun menyimpulkan satu hal bahwa—Taehyung; adik tercintanya belum tertidur.
Dan benar saja. Saat kaki kurus melangkah menuju ruang tamu yang sempit. Ia mendapati sosok pemuda berambut oranye terang sedang asik bermain game. Baekhyun mengendus sebal lantas berdecak pinggang.
Merasa ada sesuatu yang mendekat, si kepala jeruk menolehkan pandangan ke belakang. "Ah—hyung. Kau sudah pu—aw!" Satu pukulan telak di kepala memotong kalimat. "Yak! Kenapa kau memukulku?" protesnya tidak terima.
"Tanyakan pada dirimu sendiri, idiot brat! Sudah kubilang—jangan main game sampai larut, Byun Taehyung." Baekhyun memulai petuah menggelikan. Mirip ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya. Membuat Taehyung jengah setengah mati.
"Dan lagi, kita sedang dihukum. Kau ingat? Guru killer itu akan membunuhmu kalau kau terus bertingkah seperti ini. Harusnya kau membantuku mengerjakan tumpukan angka sialan itu dari pada melakukan hal yang sama sekali tidak bermanfaat." Lanjutnya mendelik galak.
Taehyung malah mengorek sebelah lubang telinga, masa bodoh. "Aku lelah, tuan cerewet." Ujarnya seraya melenggang pergi. "Karena kau sudah disini; aku akan tidur. Selamat malam." suara—blam—kecil terdengar saat pintu kamar tertutup.
Sekali lagi, Baekhyun hanya mengendus pasrah. Ternyata mengurus Taehyung sama seperti mengurus dua belas ekor anak babi sekaligus. Benar-benar merepotkan.
Lihat saja kelakuannya. Televisi dibiarkan menyala begitu saja dengan kabel playstation yang masih terhubung. Kaleng minuman, bungkus makanan dan mie instan berserakan dimana-mana. Memporak-porandakan suasana. Sukses membuat darah tinggi Baekhyun kambuh.
Oh, God. Kapan bocah itu akan mengerti?—yang diinginkan si maniak eyeliner saat ini hanyalah suasana damai tanpa gangguan apapun.
"Gah! Bedebah kurang ajar!" Cibirnya kasar. "Demi kerang ajaib. Kalau kau bukan adikku, aku bersumpah akan memutilasi tubuhmu hingga potongan-potongan kecil. Lalu kujadikan makanan anjing tetangga."—kejam.
Okay—membereskan semua kekacauan ini merupakan hal pertama yang Baekhyun lakukan sebelum mengerjakan 'tugas'. Yeah—tugas yang diberikan sebagai hukuman karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah kemarin lusa. Harusnya ia sadar, Cho Kyuhyun bukanlah makhluk rendah hati.
Tidak menuruti perintahnya—sama saja bunuh diri.
Kerjakan atau 'iblis' itu akan menambah hukuman dengan menyuruhnya lari keliling lapangan, menambah tumpukan tugas sialan atau yang paling parahnya lagi—membersihkan toilet super bau. Ew—no fucking way!
Please. Baekhyun sudah cukup muak dengan semua hukuman itu.
Dan asal kalian tahu, toilet sekolah mereka adalah yang terburuk. Ewh! Fuckin nightmare!
Berterimakasihlah pada alien kecil yang sudah menghancurkan semua rencana. Ingatkan dia untuk menendang bokong adiknya besok pagi. Tunggu tanggal mainnya—Byun Taehyung!
"Holy brotherfucker!"
.
.
.
.
.
"Arrrgtt!—Huaaa!—Ampuun!"
Jerit itu lagi. Tangis itu lagi. Erangan itu lagi.
Ctar!—dan suara cambukan yang memilukan itu lagi. Baekhyun berharap Tuhan mencabut pendengaran dan penglihatannya saat itu juga.
Sampai kapan?—sampai kapan semuanya akan berakhir?
"J—jangan. Kumohon—jangan siksa adikku."—meminta layaknya pengemis, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan. "Kami tidak akan kabur lagi. Kumohon. Aku—kali ini aku akan menuruti semua keinginanmu. Aku berjanji. Tapi lepaskan dia."
Youngmin tersenyum miring. Dipandanginya tubuh mungil Baekhyun dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Baiklah. Kalau begitu kau harus—"
.
.
"Nggh—akh—mmmngh!" erangan, desahan, rintihan yang memenuhi ruangan terdengar seperti symphony kematian. Belum lagi, bunyi benturan antar kulit dan suara becek dari benda ereksi sang professor gila keluar-masuk di lubang perawan Baekhyun. Cepat dan bar-bar.
Ini—ini namanya kiamat.
"Fantastisssh—hh—lubangmu—sempith!"—plak!—satu tamparan keras melayang di atas bongkahan kenyal pantat.
Hatinya menangis. Menjerit. Bukan hanya karena perlakuan amoral Youngmin. Baekhyun benci diri sendiri—yang dengan bodohnya sedikit-banyak menikmati perlakuan si tua bangka. Tanpa disadari cairan liquid yang ditahan mati-matian akhirnya turun membasahi pipi.
Hancur. Semuanya sudah hancur.
"Mppph—nnnh." Sekali lagi. Rambutnya dicengkram keras. Bibirnya yang bengkak harus bertubrukan dengan bibir manusia brengsek. Dilumat, dijilat, dihisap, digigit sedemikian rupa.
Kenangan pahit yang akan selalu menjadi mimpi buruk disetiap detiknya. Menciptakan trauma mendalam seumur hidup. Tapi—demi adiknya—Byun Taehyung—apapun akan ia lakukan.
"Akh—"
.
.
.
.
.
"Hyung!"
.
"Hyung!"
.
Baekhyun langsung terperanjat bangun dari keempukan ranjang dengan keadaan super kacau. Kedua mata terbelalak horror. Napas memburu seperti di kejar kumpulan anjing gila. Peluh berceceran. Bibir pucat pasi. Rambut acak-acakan. Membuat Taehyung yang berada di sebelah khawatir bukan main.
Damn! Mimpi itu lagi.
"Hyung." gumamnya lagi. Sebelah tangan terangkat, mengusap pipi kenyal Baekhyun dengan lembut. Bermaksud menenangkan. "Kau baik-baik saja?" ia memutuskan untuk bertanya meski tahu bahwa sang kakak tidak dalam kondisi baik.
Sepasang hazel mengedar. Meneliti sekitar. Selimut, ranjang, lemari pakaian, meja belajar. Oh—bahkan Baekhyun bisa melihat buku serta alat tulis yang masih berserakan disana. Dan seingatnya—ia memang sedang belajar beberapa waktu lalu.
Satu hal yang pasti. Ia ketiduran dan Taehyunglah yang telah memindahkannya kemari. Tentu saja. Memang siapa lagi penghuni rumah sesempit ini selain mereka berdua?
"Taehyung-ah." Baekhyun menatap nanar lawan bicara. Memancarkan kepedihan mendalam. Tak lama kemudian, bulir-bulir air keluar dari kedua mata. Isakan pun tak terelakkan. "Taehyung-ah—hiks."
Dengan sigap, Taehyung segera membawa tubuh mungil itu kedalam sebuah dekapan hangat. Sesekali mengusap punggungnya pelan. "Aku disini. Aku disini bersamamu. Jangan takut." Katanya lembut.
Baekhyun semakin menenggelamkan wajah di dada bidang sang adik. Tangisannya semakin pecah. Rematan di kaos bermotif british flag pun semakin kencang. Seolah akan merobeknya detik itu juga. "Dia—dia merusak mimpiku lagi—hiks!—aku—aku—hiks—"
Ada tiga hal yang Taehyung benci di dunia ini. Pertama, kematian kedua orang tuanya. Kedua, si brengsek Kim Youngmin. Dan yang ketiga, tangisan Baekhyun.
Ia bersumpah, akan menghancurkan siapapun yang telah membuat kakaknya menangis. Dan orang itu adalah—Kim Youngmin. Tapi sayangnya, objek penderitaan Baekhyun—sudah lenyap di telan api jahannam. Meninggalkan sejuta kenangan buruk yang menciptakan trauma psikologis bagi si pecinta strawberry.
Tidak ada yang lebih bejat ketimbang seorang Kim Youngmin. Dia bukan manusia. Dia sampah!
Taehyung ingat betul. Saat-saat mengerikan itu. Saat dimana sang kakak rela disetubuhi demi meringankan siksaannya. Mendesah, merintih, mengerang di bawah kungkungan si tua bangka.
Bitch Please! Kematian terlalu indah untuk pedophile cabul sepertinya.
Ya Tuhan—apa yang harus ia katakan pada ayah dan ibu di sorga? Taehyung tidak bisa membayangkan reaksi kedua orang tuanya ketika tahu bahwa ia tidak bisa melindungi sang kakak.
Bersalah? Tentu saja. Sungguh, mungkin seumur hidup—rasa bersalah ini takkan pernah hilang. Adik macam apa dia?
Kejam. Dunia memang kejam. Dunia tidak pernah baik pada siapapun.
"Taehyung—"
Suara paraunya terdengar lagi. Begitu menyedihkan. Berbeda dengan kesehariannya yang ceria. Ya Tuhan—Taehyung benar-benar merasa gagal menjadi seorang adik.
"Hyu—mmmphhh—" tanpa aba-aba, Baekhyun langsung menerjang tubuh Taehyung hingga terlentang diatas ranjang. Kalimatnya terputus sebab bibir tipis itu telah membungkan mulutnya dengan sempurna.
Taehyung tidak terkejut atas semua aksi nekat itu. Bahkan ia membiarkan si manis mengeksploritasi tubuh dan menyalurkan seluruh kepedihan sesuka hati.
Hisapan, lumatan, jilatan, gigitan—terus dilancarkan. Begitu cepat, bar-bar dan tidak sabaran. Kabut napsu telah menguasai hati dan pikiran. Taehyung sampai dibuat kewalahan. Kakaknya dalam mode horny memang sangat err—mengerikan dan menggoda disaat bersamaan.
"Mng—"
Tanpa sadar, jari-jari cantik Baekhyun bergerak menelusup masuk kedalam tubuh terlatih sang adik. Membelai perut six pack si alien kecil dengan gerakan terlampau sensual dan terus naik hingga dada. Mengusap lembut, merasakan bagaimana dua tonjolan sensitif itu menegang dibawah jari tangannya. Membuat mpunya sedikit mengerang.
Lima belas menit bukan waktu yang sebentar. Benang-benang saliva tercipta, setelah kedua bibir itu tak lagi bertautan. Oh God, hanya dengan ciuman saja cukup membuat paru-paru menjerit tak karuan. Sontak mereka berlomba meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Gila namun nikmat.
Sepasang hazel saling menatap dengan kabut napsu. Perlahan, jari-jari jenjang Taehyung terjulur, menghapus lembut jejak air mata di pipi lawan bicara.
Baekhyun menahan tangan sang adik agar tidak beranjak dari pipinya. "H—hapussh—hiks—hapus jejaknya dari tubuhku—hiks—Taehyung-ah." Pintanya memelas. "Kumohon—hiks—tubuhku kotor—hiks."
Bibir Taehyung terangkat, menggulum senyum tulus. "Kalau kau berkata begitu—baiklah." Ia berujar seraya membalikkan posisi dengan cepat. Secepat membalikkan telapak tangan. Kini posisi mereka adalah—Taehyung berada diatas dan Baekhyun yang berada di bawahnya.
Yang dominan nyatanya kurang suka berbasa-basi. Ia memulai aksi pertama dengan menanggalkan seluruh kain yang melekat pada tubuh Baekhyun hingga tidak ada satupun benang yang menutupi.
"Taetae—ngggh—" Wajah memerah hebat. Saliva di sudut bibir. Napas naik turun. Mata sayu. Rambut acak-acakan. Peluh berceceran. Kulit putih mulus tanpa cacat. Dua puting menggoda iman. Dan—kejantanan menegak sempurna dengan cairan precum di ujungnya. Maha karya indah. Taehyung meneguk ludah paksa. DemiNeptunus!—ia bisa gila.
"Katakan padaku." Bisiknya rendah, tepat di depan telinga. Baekhyun bisa merasakan napas hangat sang adik menerpa cupingnya. Menghantarkan sensasi yang menyenangkan. "Kau ingin aku memulainya di bagian mana? Hum?"
"Kaki—engh—kakiku—pleaseehh."
Jawaban spontan Baekhyun membuatnya terkikik geli. "Okay, fine." Tanpa menunggu lama, ia beringsut mundur. Menarik sebelah kaki putih mulus itu lantas menciuminya bergantian. Sesekali menjilat, menghisap, mengigit lembut. Hingga meninggalkan bercak biru kemerahan.
Semuanya terjamah. Mulai dari jari-jari. Pergelangan. Betis. Lutut. Dan terus naik hingga pangkal paha. Membuat mpunya menggelinjang geli sekaligus nikmat. "Khhh—aaah—uumm—ssh—haaa—"
"Kau suka?" suara baritone milik Taehyung menginterupsi disela-sela kegiatan nista. Dan langsung disambut anggukan antusias dari sang partner.
"Ya—suka. More please, mastaaah!—nggh—" Baekhyun membuka kedua kakinya selebar mungkin. Kedua tangannya bergerak membuka belahan pantat hingga terlihat lubang merah muda yang tengah berkedut liar, minta dimasuki. Mempesilahkan Taehyung menjamah lebih jauh. "C'mon!—jilatlah—hhh—hapus semuaah—hhh—bersihkan tubuhku—mmhh."
Tuhan, aku tahu—yang kami lakukan adalah sebuah dosa. Dosa besar yang tidak akan terampuni. Nista—lebih nista dari binatang. Tapi, sungguh. Taehyung tidak bisa menolak keinginan Baekhyun setiap kali memintanya. Sungguh, ia tidak tega melihat kakak satu-satunya tersiksa lebih jauh.
Anggaplah ini salah satu bentuk penebusan dosa karena telah membiarkan kesucian kakaknya ternoda. Ia ingin menanggung beban itu bersama-sama. Sebisa mungkin, ia ingin menghapus semua jejak nista itu walau percuma. Terdengar konyol memang. Tapi—siapa peduli? Persetan! Fuck that shit!
Ayah—ibu, maafkan kami. Maafkan anakmu.
"Kau nakal, hyung." sesuai permintaan, Taehyung mengarahkan benda tak bertulang miliknya untuk menyapu permukaan holle merah muda sang kakak tanpa rasa jijik—sama sekali. Tidak ada keraguan lagi dalam pancaran matanya.
Lupakan. Lupakan jika pemuda manis di hadapanmu adalah kakakmu sendiri.
Setuju dengan pemikiran sesatnya. Jilatan Taehyung jadi semakin berani. Semakin bernapsu. Ia arahkan jari telunjuk, menyodok lubang sang kakak sebelum akhirnya memasukkan lidahnya kedalam sana.
"Anghh—mmngh—ssssh—T—Tae—uh—"
Manis.
Rasanya manis. Sama sekali tidak berubah, masih sama seperti tujuh tahun lalu. Tujuh tahun? Hell yeah!—asal kalian tahu, mereka melakukannya bukan hanya kali ini saja. Tapi jauh sebelum kedua kaki mereka berpijak di tanah Korea.
Semuanya bermula pada hari itu. Ya—hari itu. Hari dimana Youngmin merenggut kesucian Baekhyun secara tidak manusiawi. Sejak saat itu—Baekhyun terlihat lebih murung dari biasanya. Yang ia lakukan hanya mengurung diri seharian di kamar. Pancaran matanya pun selalu terlihat kosong—seperti tidak ada kehidupan.
Hingga satu hari—'Taetae—aku sudah tidak tahan lagi—hiks—kumohon—kumohon hapus jejaknya dari tubuhku.'
Begitulah sepenggal kisah drama murahan yang mereka lakoni selama bertahun-tahun lamanya. Suka-duka semua di lalui berdua. Tidak ada yang tahu penderitaan mereka. Tidak ada.
"Mau sampai kapan—aahhn—kau menancapkan lidahmu—hh disana—mnngh?" desah frustasi Baekhyun membuyarkan lamunan. Ya ampun, ini bukan saatnya melamun, okay? Kembali pada kegiatan awal.
Taehyung terkikik geli sembari melepas pangutan lidah dari cengkraman lubang anus sang kakak. "Sabar sedikit, hyung." Ia meraih deretan jari lentik Baekhyun lantas mendaratkan satu kecupan manis di punggung tangan. "Aku ingin menghapus semuanya terlebih dulu sebelum menancapkan penisku di dalam sini." Tunjuknya membelai holle dengan jari telunjuk.
"Mnngh—l—lakukan dengan cepat—uhh—idiot!"
"Yes, your majesty."
.
.
.
.
-Unknown Place, pukul 06.25 pagi-
.
.
'Suatu hari nanti, aku akan menjadi cahaya yang menaungimu. Aku berjanji.'
.
.
Sang surya muncul dengan cepat. Burung-burung bernyanyi riang—terbang kesana kemari. Membangunkan siapapun yang masih terjebak dalam pesona lullaby. Di luar sana—anak sekolah, para pegawai dan para ibu rumah tangga—semuanya mulai sibuk menjalani aktivitas seperti sedia kala.
Jauh di balik sebuah bangunan pencakar langit, terlihat tubuh jangkung terbalut kaos tanpa lengan, bersender santai di balik jendela setengah terbuka. Onyx-nya memperhatikan pemandangan yang terhampar dengan intens. Angin memainkan helai silver dan meniup nakal tubuhnya.
Suasana pagi yang damai. Ia sangat menyukainya.
Klek!—suara decitan pintu mau tak mau membuat perhatiannya teralihkan. Bisa dilihat, di sana berdiri pemuda yang sama tinggi. Yang tak lain dan tak bukan adalah—Kris Wu, sepupu tercinta.
"Kau sudah bangun, Park Chanyeol?" terdengar aksen cina kental saat si pembuka pintu bersuara.
Pertanyaan bodoh macam apa itu?
Sang Onyx tersenyum lima jari sembari mendelikkan bahu santai—"Seperti yang kau lihat." Tuturnya. "Well—asal kau tahu, aku sudah bangun sejak tiga jam lalu."
Kris memutar bola mata, malas. "Okay, cepat bergegas dan—" ia menghentikan kalimat sejenak. Pandangannya tertuju pada rambut silver sang sepupu.
"—sudah kubilang, singkirkan rambut silver itu. Demi apapun, kau terlihat seperti kakek cabul gila penelitian. Ew—is not my style." Sambungnya.
Tawa renyah meluncur begitu saja dari mulut Chanyeol. Sama sekali tidak menghiraukan cercaan Kris. Ia hanya menganggap jika sepupunya iri dengan ketampanannya. Percaya diri sekali dirimu, Park?—"Oh man—ini namanya trend."
Merasa pembicaraan konyol ini sama sekali tidak bermanfaat, Kris memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Percuma berdebat dengan manusia idiot. "Terserah." Katanya pasrah. Sekilas, ia melirik arloji yang tersemat. "Kuingatkan sekali lagi—bergegaslah. Aku menunggumu di ruang makan. Bye."
Suara—brak—kecil terdengar ketika Kris menutup pintu dan hilang dari peradaban. Chanyeol menghembuskan napas lega, sangat bersukur. Tapi kalau dipikir-pikir—peryataan sang sepupu mungkin ada benarnya. Tidak ada waktu bersantai. Sebaiknya ia bergegas dan—
"Kris benar. Mungkin aku harus mengganti warna rambutku." Ujar Chanyeol berdiri di depan cermin sembari meniup ujung rambut di dahinya seperti orang tidak ada kerjaan.
"Warna ini terlihat sangat err—mengerikan untuk ukuran anak sekolah. Aish—tapi aku sangat menyukainya."
.
.
.
.
-TBC-
.
.
.
.
Hallo—hallo—hallo~ ketemu lagi dengan saya, kurokuroninja—selingkuhan Park Chanyeol *ditabok bakiak sama Baekkie*
Ada yang kangen? #gaaaa! yaudah gapapa *pundung* TT_TT *okay, abaikan*
Ehem—Kuro balik lagi dengan fanfic baru *wink* semoga tidak mengecewakan hehe. Tapi kalau mengecewakan, saya minta maaf. Karena saya hanya manusia biasa yang masih dalam proses pembelajaran.
Buat yang minta sekuel cerita ane sebelumnya—ntar ye hehe *author ditimpukin upil sooman* tapi saya juga gajanji bakal bikin hehe *sekarang ditimpug sepatu* ^^v #peace
Tadinya saya mau bikin lebih panjang lagi. Tapi tangan udah terlanjur kepegelan hehe #JadiCurhat. Buat kalian semua. Makasih banget yang udah mau nyempetin waktu baca ff saya. *cium satu-satu* tetap ikuti sampe tamat yak hehe
Oh ya, sekedar info. Cerita ini terinspirasi oleh mv mama dan anime code breaker. Tiba-tiba terbayang sesuatu saat daku menonton anime itu—begitu juga mv mama. Hohoho #eaaa
Dan untuk adegan Youngmin x Baekhyun—sebenernya saya rada geli ngetiknya. Ya ampun gakebayang dah. Maapkan author yang telah menistakanmu dengan tua bangka itu, Baekkie-ah~ *ditendang ke empang sama Baekhyun*
Kemudian untuk Vbaek/TaeBaek—gatau kenapa—tiba-tiba kepikiran begitu aja. Kaya asik juga melibatkan mphiiku tersayang. *digorok Chanyeol*
Dan—maap sebelumnya. Mungkin fic ini publisnya bakalan agak lama. Soalnya akhir-akhir ini mood Kuro lagi down. Ditambah lagi, Kuro juga dibuat sibuk sama kegiatan DuTa hihi *alah, sok sibuk lu, Kur*
Ah—sepertinya sudah cukup cuap-cuapnya, pemirsah. Sekali lagi—mohon maap bila ada kesalahan. Baik kata, ucapan dan lain-lain. Author gabermaksud buruk, ne? Hehe okay, sampai bertemu di chap selanjutnya. Tetep pantengin terus ye *maksa* *digeplak sendal butut sama readers hehe*
Riview please...
