Summary: Akashi seijuro, 17 tahun, siswa Rakuzan High. Memiliki kemampuan membaca masa depan karena Deus –dewa ruang dan waktu. Begitupula dengan Mayuzumi, 17 tahun /AU, Death chara, soon/.
Warning: standard warning always applied, Mirai Nikki- universe, with soo many improve I though. No basket, no yaoi, no pair.May contain bahasa campuran inside. Death character and Psycho!chara.Sedikit humor. Sedikit.
Disclaimer: all character belongs to the owner, Fujimaki Tadatoshi-sensei. also the cover, belongs to the owner.
Author notes: yang tulisannya (begini), alias dikasih kurung dan italic, berarti catatan masa depannya. Mungkin biar lebih mudah kalian nonton mirai nikki dulu- atau liat-liat infonya biar lebih enak.
Khusus di ff gaje ini, Mayuzumi isn't Akashi's senior. I put Mayuzumi one class with Akashi. They both are second grade in Rakuzan high. Jadi, nyanee buat Akashi panggil Mayu pake-kun, bukan-san.
Btw, mata belang mas Akashi diilangin dulu jauh-jauh. Yang kita pakai si mas oreshi.
.
.
Suara 'klak'- 'klak' dari bidak yang bertabrakan kecil dengan papannya berbunyi nyaring. Kini Akashi seijuuro, sedang menghabiskan waktu sorenya di kelas. Sebenarnya, ada kegiatan lain yang harus diikutinya. Tapi, masa bodoh lah. Ia tak begitu memikirkan lagi hal itu. Ada hal yang lebih penting lagi yang harus ia kejar. Menyangkut masa lalunya, masa sekarang, dan masa depannya.
Akashi dapat merasakan ponsel dalam saku almamaternya bergetar. Ia langsung mengambilnya dan membuka aplikasi memo.
(26 juni 2015, 15.45
Mayuzumi-kun masuk kedalam kelas.)
SREEK
"Mayuzumi-kun. Doushita no?" ucap Akashi ketika mendengar suara pintu kelas yang digeser. Ia dapat mendengar helaan nafas panjang Mayuzumi.
"Sudah kutakan berapa kali, Akashi. Jangan terlalu sering memakai catatanmu. Kau lupa? Dengan itu pemilik lain akan mudah mendapatkan mu." pemuda bersurai kelabu itu mendekati Akashi. "Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau itu absolute dan bisa membaca masa depan. Sebenarnya catatan itu tidak begitu berguna untukmu, 'kan?"
Oreshi mendengus. Langka sekali. "Itu untuk diriku yang satunya lagi, kau tahu."
"Ya ya," Mayuzumi mengerlingkan matanya dan menarik kursi disebelah Akashi. Ia mengeluarkan novelnya.
Akashi mendekatkan papan shogi-nya kedekat Mayuzumi. "Mau melawanku?"
Mayuzumi menggeleng keras. "Tidak, tidak, aku sibuk." ia kembali menghela nafas dan memijat pelipisnya.
"Kau kelihatan kurang baik. Ada masalah?" Mayuzumi hanya mengangguk kecil.
"Kita harus mencari sepuluh pemilik lain. Semoga saja mereka semua berada di Jepang."
"Jelas jelas mereka menggunakan bahasa Jepang."
Ia mengerlingkan matanya. "Kupikir, disetiap indra pendengaran pemilik dipasang alat yang dapat menterjemahkan bahasanya kedalam bahasa yang kita mengerti, begitu." Akashi hanya mengangkat bahu sebagai tanggapan dan bermain shogi solo. Mayuzumi mendelik.
"Akashi,"
"Ada apa Mayuzumi-kun?"
"Kita bisa berteman karena Deus ya?"
.
.
Future diary
.
.
Akashi gemar sekali menulis apa yang ia lihat. Mulai dari pelajaran hari ini, kegiatannya sepulang sekolah, keadaan teman- temannya dikelas, dan berbagai hal yang kelewat sepele lainnya. Semua itu ia tuang berbentuk ketikan di ponsel flipnya.
Akashi juga mempersempit pergaulan dengan teman- temannya. Bisa saja ia memiliki banyak pa- ralat, sahabat maksudnya- jika ia lebih terbuka. Banyak perempuan yang telah menyatakan perasaan kepadanya, namun semuanya ia tolak dengan halus; "Maaf kita temenan aja. Aku gamau pacaran." Klise abis.
Teman yang ia punya juga Cuma dua; Mayuzumi dan dia.
Ia ingat, pada hari itu dimana semua kehidupan normalnya berubah ketika dia membuat sebuah permainan konyol.
Dimulai dari kebiasaannya yang susah dihilangkan, yaitu bermain shogi di sekolah-bahkan hingga larut dikelas, entah kenapa ia merasa alam bawah sadarnya mengambil alih. Kadang ia merasa ditengah permainan solonya- ia melihat ruang kelasnya berubah menjadi ballroom serba ungu- dengan seorang- lebih tepatnya sesuatu yang besar dan juga aneh duduk di singgasana yang terletak ditengah.
"Mungkin kau merasa asing melihatku. Jangan takut, aku tentunya tak bermaksud jahat. Namaku Deus, dewa yang menguasai ruang dan waktu di seluruh dunia ini."
Waktu itu Akashi bergidik mendengar penjelasan creature tersebut yang mengaku sebagai dewa. Akashi hanya dapat memasang tampang cengo. Akashi tidak tahu jika tampang dewa ruang dan waktu seperti ini- bukannya menjelekan. Hanya saja ia kaget.
Lagipula setahunya tidak mudah memasuki dimensi para dewa. Ia juga tidak menyangka kalau ruanganya sekeren ini- hey bayangkan saja disini ada beberapa patung Yunani yang terpahat indah, lukisan- lukisan kaca, dan dari bawah Akashi menyimpulkan atapnya merupakan kubah yang luas dan juga mewah.
Eh tidak juga deh. Wajar dia dewa.
"Jadi ada apa, Deus? Kau memanggilku?"
"Seijuro-kun, dari perhitunganku, ini sudah menjadi pertemuan kita ke-66." ujar Deus hari itu sembari menyibukan diri dengan mesin ketik raksasa. Dalam hati Akashi sedikit heran karena Deus main panggil nama kecil. Dengan sufiks –kun pula, bukan –san.
"Begitukah? Memangnya kenapa kalau ini sudah menjadi pertemuan kita yang ke-66?"
Dengan sekali sapuan tangan, Deus menghilangkan mesin ketik raksasanya. Ia menatap Akashi dengan bola matanya yang besar itu. Akashi terlihat hanya sebesar bayi kucing di mata Deus.
"Kau akan ku anugerahi sesuatu," ucapnya sambil memutar- mutarkan jari telunjuknya di udara lalu mengarahkannya ke Akashi. "Kau bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan yang menyangkut lingkungan sekitarmu berada,"
Akashi menyiritkan dahinya. "Kau? Memberikan ku hal seperti itu? Huzakerunda,"
"Kau dapat melihat hasilnya esok pagi. Sekarang kau boleh kembali. Aku sedang sibuk," ujarnya, yang Akashi anggap sebagai usiran.
Keesokan paginya, ketika sedang menyikat gigi, Akashi mendapati ponselnya berdering dua kali. Ia membuka ponselnya dan mendapat sebuah pesan dalam bentuk sebuah file dengan judul 'day 1' pemuda itu menyelesaikan menyikat giginya dan mulai membaca pesan tersebut.
(17 mei 2015, 06.05, kamar mandi rumah keluarga.
Sebuah pesan masuk ke ponselku, ternyata itu adalah catatan masa depanku yang pertama.
17 mei 2015, 06.30, dapur.
Maid yang ayah pekerjakan minggu lalu tidak sengaja memecahkan gelas.
17 mei 2015, 08.09, garasi.
Walaupun ini masih terlalu pagi untuk berangkat, aku berangkat ke sekolah berjalan kaki karena pak A sedang sakit. Bukan masalah besar.
17 mei 2015, 08.18, trotoar.
Beberapa anak kucing melintasi jalanan saat ramai kendaraan. Untungnya mereka baik-baik saja.
17 mei 2015, 08.25, koridor sekolah.
Hampir semua perempuan yang kutemui di sekolah menyapa ku dengan senyuman lebar.
17 mei 2015, 9.06
Ulangan matematika dadakan. Jawabannya-)
Saat itu Akashi hanya bisa menyiritkan dahinya bingung. Padahal ia baru saja membuka ponselnya, tapi catatan hari ini sudah rapih tertulis –lengkap dengan format tanggal dan waktunya.
Tadinya Akashi tidak percaya, apalagi dengan catatan yang terakhir itu. Jawaban ulangan pagi ini sudah tertulis dengan rapih. Bisa saja sih, seorang Akashi seijuuro tidak memegang KJ untuk ulangan. Tapi ia ingat –sudah tiga pertemuan pelajaran matematika ia tidak masuk, dan selama itu pula ia tidak membuka buku matematika. Dirinya terlalu terlena dengan persiapan basketnya dalam winter cup (padahal, itu masih lama) yang mengakibatkan ia cepat lelah, otomatis waktu belajar terampas.
Akashi seijuro hanya bisa mengangakat kedua bahunya dan segera bergegas menyiapkan peralatan sekolah. Tak lama kemudian, ia merasakan getaran lagi pada ponselnya.
(17 mei 2015, 9.38-)
Akashi menyiritkan dahinya. Seharusnya catatan bagian ini sudah ada sebelum catatan terakhir datang!
(-ada murid baru di kelas)
Pemuda itu mendengar suara ketukan lembut di pintu kamar mandinya.
"Tuan Muda, baru saja Eiji shirogane-san mampir kerumah dan menitipkan data basket untuk anda. Mau dibaca sekarang, atau saya letakan di meja belajar anda? Oh, dan juga ia menitip pesan untuk tolong dengan amat sangat agar anda bisa menjenguk anaknya sebentar saja. "
"Oh! terima kasih. Letakan saja di meja belajarku. Sepulang sekolah aku akan mampir ke rumahnya sebentar,"
.
.
Future diary
.
.
"Ah, iya benar. Kita kenal karena permainan-sialannya Deus."
Mayuzumi mendengus. "Aku juga kaget ketika aku tahu kau termasuk pemilik catatan,"
Akashi menghentikan permainana solonya. Ia membereskan bidak-bidaknya, dan mengeluarkan ponselnya.
"Kau sudah selesai mainnya? Kenapa? Mau pulang?" Akashi menggeleng.
"Apa kau pernah mendapatkan catatan yang telat?" tanya Akashi.
"Oh, maksudnya, mendapatkan catatan, tapi berubah karena mendapatkan catatan yang baru gitu? Oh, masalah itu sih, hari ini mau kutanyakan kepada De-"
"Tidak tidak –bukan itu maksudku," Akashi menggeleng kuat. Dan menunjukan catatannya waktu itu. "Ini, bagian ini. ini juga 'kan hari pertama kau masuk ke sekolah ini,"
Mayuzumi mengambil ponsel Akashi dan menganguk-angguk. "Pas sekali. Nanti kau tanyakan saja dengan Deus. Hari ini ia meminta kita semua untuk datang ke alam dewa."
.
.
Future diary
.
.
Akashi dan Mayuzumi tiba di alam dewa. Sekarang mereka berdua berdiri di atas awan –dan hanya berpijak di lingkaran-lingkaran tembaga, dan total lingkaran tembaga itu ada 12, sesuai dengan total pemilik catatan. Di bagian depan lingkaran juga terpasang plat bertuliskan nomor 1-12 dengan angka romawi. Akashi memiliki nomor plat 1. Semua lingkaran itu disatukan dengan baja dan alumunium yang dilapisi pengilat. Membentuk sambungan yang mirip dengan jaring laba-laba, hanya saja bagian tengahnya kosong –hanya terlihat awan putih. Lingkaran tempat Akashi berpijak terletak disebelah kiri Deus, dan Mayuzumi berada di kiri Akashi. Seluruh tubuh pemilik disensor dengan blok warna hitam samar. Akashi hanya dapat melihat sepasang mata mereka dengan samar.
"Nah," Deus menatap satu persatu wajah pemilik (tentunya karena ia dewa, blok hitam tidak mempan padanya) "Sepertinya semua sudah berada di sini. Untuk pertemuan kali ini, aku memberikan kesempatan bagi kalian untuk bertanya." Ia mengibaskan tangannya ke udara –munculah serentetan layar. "Dan –oh, rupanya first datang juga ke pertemuan kedua kita ini. Semuanya, perkenalkan, sebelah kiriku adalah first. Ada sesuatu kesalahan di catatannya waktu itu. Sehingga ia tak dapat datang ke pertemuan pertama kita." Terang Deus. Beberapa pemilik yang mendengar penjelasan singkat Deus tentang Akashi, terlihat menyeringai –namun ada beberapa yang tersenyum tipis sambil berucap 'yoroshiku ne' wow perilaku yang ramah untuk pembunuh.
Pembunuh? Ya.
"Langsung saja kumulai. Akan ku jelaskan sekali lagi peraturan permainan ini. Pertama," Deus memberi jeda. "Yang pasti kalian akan mendapatkan kiriman catatan secara berkala pada alat yang kalian gunakan untuk mencatat." Semua pemilik mengeluarkan catatannya masing-masing. Rata-rata berupa ponsel, namun ada juga yang menggunakan media tradisional.
"Kedua, kalian mengemban sebuah misi di permainan ini, yaitu," creature tersebut lagi-lagi memberi jeda dan memunculka layar hologram kosong di depan wajah menyeramkannya.
"Kalian harus saling membunuh satu sama lain. Dari ke-dua belas pemilik, hanya ada satu yang tetap bertahan hidup." Deus menjentikan jarinya –seketika muncul tulisan yang membentuk 2 kata dengan warna merah –'death end' "Satu pemilik yang berhasil bertahan di permainan ini, akan dianugerahi tahta dewa ruang dan waktu."
"Sepertinya hanya dua peraturan permainan saat ini. Bila ada pertanyaan, kalian bisa mengajukan pertanyaan tersebut."
Seseorang mengangkat tangannya. Nomor 4. "Aku punya pertanyaan," ucapnya. Dari bayangan dan suaranya, Akashi menebak ia seorang pria yang sepertinya hanya terpaut 5 tahun lebih tua darinya"Aku pernah mendapatkan 10 catatan masa depan sekaligus. Tapi, tak lama kemudian catatan ku berubah –dari mulai waktu, tempat, bahkan isinya. Kenapa bisa begitu?"
"Sebenarnya kalian bisa merubah masa depan. Catatan yang ada pada kalian semua, dibuat 66 hari sebelumnya –kebenaran dari catatan ini adalah, oemutar balikan waktu. Dan kalian, bisa merubahnya hanya dengan melakukan kegiatan yang berlawanan dengan isi catatan kalian," Deus membuat sebuah ilustrasi. "Jikalau kau diramalkan akan mengalami kecelakaan pada waktu 8 tepat di jalan menuju kantor tempatmu bekerja namun kau mengantisipasinya dengan lewat jalan alternative –atau menunggu sampai waktu kecelakaan berlalu, kau selamat."
"Dan, jika kau sudah mendapatkan peringatan berupa tulisan 'Death end', tandanya kau akan segera mati. Rubahlah nasib buruk sesuka kalian –dan hindari kibarannya bendera death end."
Enaknya pertanyaan Mayuzumi-kun sudah terjawab –walau ia belum berbicara sepatah kata pun, batin Akashi. Tapi, mungkin sebenarnya masalahku sama seperti Mayuzumi-kun. Itu hanya perubahan catatan yang biasa.
"Tinggal satu hal yang bisa ku beritahu kepada kalian," ujar Deus. "Jika catatan kalian berubah tanpa sebab, alias kalian tidak melakukan hal-hal pencegahan –namun catatan kalian berubah, itu tandanya, ada orang lain yang memberikan pengaruh kuat pada catatan kalian. Dengan kata lain, ada pemilik catatan selain kalian. Berhati-hatilah. Kunci dalam permainan ini hanya satu. Survival. Bertahan hidup." Deus menghapus ilustrasi buatannya dengan sekali kibasan.
"Apa yang terjadi jika ponselku rusak?" sela seseorang gadis (terlihat dari bayangan dan suaranya yang moe)
Deus memejamkan matanya. "Sepertinya, kau bisa menebaknya."
.
.
Future diary
.
.
Terlihat Mayuzumi dan Akashi berjalan gontai di koridor dorm mewah Rakuzan. Mereka berdua satu kamar asrama. Latihan basket memang menyita seluruh tenaga. Untung sesekali, Deus mengirimkan minuman penambah energi (yang mereka berdua tidak tahua apa isinya).
"Nee, Mayuzumi-kun, aku masih penasaran kenapa catatan ku suka bertambah sendiri. Seperti terlambat begitu,"
Mayuzumi hanya diam tak merespon dan malah memantul-mantulkan bola basket. Bunyi pantulan bergema di seluruh koridor.
"Yaa aku mana tahu, kalau aku tahu juga sudah kuberi tahu," jawabnya asal. "Masa mau kea lam dewa lagi? Lagipula itu salahmu juga kenapa tidak tanya," Akashi hanya mendengus kecil. "Naa, Akashi. Sekarang pelatih jarang masuk ya,"
"Ah iya. Aku lupa beritahu ya? Rumah keluargaku dekat dengan rumah pelatih. Kalau tidak salah, anak perempuannya yang paling kecil sedang dirawat. Waktu itu saja aku dimintai beliau untuk menemani anaknya dirumah sakit."
"Begitu kah?" balas Mayuzumi singkat. Ia berhenti memantulkan bolanya dan memegang bola basketnya. Ia berhenti berjalan. Akashi yang berjalan di belakangnnya menabrak punggung sang pemuda.
"Ada apa Mayuzu-"
"Ssst!" ia menempelkan telunjuknya di bibir Akashi. "Kau tak mendengarnya?"
"Mendengar apa?"
"Itu," suara Mayuzumi mulai melemah. ".. kau tak mendengarnya?"
"Mendengar apa!" ulang Akashi. "Sebentar, kucek catatanku dulu," ia membuka ponsel flipnya dan membuka catatan yang telah ia terima sejak tadi.
(26 mei 2015, 17.03, gym.
Latihan basketnya selesai. Phew. Tapi, pelatih belum masuk juga ke gym. Sepertinya, penyakit anak perempuannya menjadi makin parah.
26 mei 2015, 17.07 pm, dorma asrama.
Dorm asrama sudah sangat sepi. Hanya beberapa lampu dorm yang baru dinyalakan. Mayuzumi –kun malah memantul-mantulkanbola basketnya.
26 mei 2015, 17.21, dorm asrama.
Ponselku hampir rusak! Hampir saja.)
Mayuzumi melirik ke arah catatan Akashi. Ia menyiritkan dahinya. "Ada yang aneh dengan catatanmu."
Akashi memperhatikan catatannya dengan intens. "Iya, kau benar. Intervalnya panjang. Padahal, jarak paling lama antar catatan hanya 10 menit."
Lawan bicaranya mengangguk –tak lama ia membulatkan matanya.
"Ada apa mayuzumi-kun?"
"Ssstt! Tajamkan pendengaranmu!" Akashi menurut.
Tringg, sreek, tring.
Mayuzumi menelan ludahnya.
"Itu suara dentingan pisau. Dan di dekat sini tidak ada dapur. Dan satu lagi, walau kamar asrama dilengkapi dengan dapur, dinding asrama dilengkapi dengan peredam suara."
"Lalu?" tanya Akashi. "Menurutmu ini suara darimana?"
Ponsel Akashi bergetar.
(27 mei 2015, 17.08 pm
Mayuzumi-kun mengatakan ia mendengar suara dentingan pisau. Aneh sekali,
27 mei 2015, 17.09 pm
Mayuzumi-kun mendengar suara langkah kaki. Sepertinya ada orang yang akan datang kemari! Kami berdua bersembunyi.)
"Lagi-lagi!" ucap Akashi dan menujukan ponselnya ke Mayuzumi. "Catatan telat!" Iris kelabu Mayuzumi membulat.
"Aku mendengar suara langkahan kaki yang… aneh –firasatku mengatakan begitu." ia mengarahkan pandangannya ke ujung lorong. Ada bayangan samar disana. ".. sepertinya mengarah kemari. Sembunyi!"
Untungnya, disebelah mereka terdapat lemari khusus menyimpan alat-alat kebersihan. Mayuzumi langsung mendorong Akashi masuk ke dalamnya. Mereka berdua sudah seperti ikan sarden kalengan.
Sesekali iris kelabu Mayuzumi mengintip ke arah luar. Ponsel masih berada di genggaman tangannya.
Drrt drrt
"Ah," Mayuzumi membuka ponselnya. "… catatanku berubah Akashi. Apa dengan kita bersembunyi ke dalam lemari ini termasuk pencegahan? Aku tak ya –"
"Ingat apa yang Deus katakan kemarin? Catatan bisa berubah karena kita melakukan tindakan pencegahan. Atau tidak ada seseorang di dekat kita yang memberikan pengaruh kuat pada catatan. Yaitu pemilik catatan lain."
Mayuzumi menyiritkan dahinya. "Kau 'kan juga pemilik lain?"
"Tapi kita hampir selalu melakukan segala hal bersamaan –dan selama itu juga catatan mu atau aku baik-baik saja."
"Seperti takdir." Akashi mengangguk.
Tiba-tiba, iris Akashi serasa memancarkan kewaspadaan. "Oh, coba buka catatan yang tadi masuk! Firasatku benar-benar tak enak."
"Oh –iya baiklah." Pemuda itu membuka ponselnya dan seketika membulatkan sepasang irisnya. "Sial banyak sekali catatan yang datang!"
(26 mei 2015, 17.09, lemari penyimpanan alat kebersihan.
Sial sial sial. Firasatku benar-benar tidak enak. Aku bisa mendengar suara menyeramkan itu di sini! Kuputuskan untuk bersembunyi di lemari.
26 mei 2015, 17.10, lemari penyimpanan alat kebersihan.
Sepertinya, seseorang yang memperbunyikan suara menyeramkan itu berjalan kemari. Tadi kulihat ada bayangan di ujung lorong.
26 mei 2015, 17.10, lemari penyimpanan alat kebersihan.
Ternyata benar! Orang itu datang dengan membawa pisau berlumuran darah di tangannya. Apa ia baru saja membunuh orang di sekitar sini? Sepertinya bukan penghuni asrama –asrama sedang sepi untuk sekarang. Wajahnya di tutup dengan masker, sehingga aku tidak tahu siapa orang itu!
26 mei 2015, 17.14, lemari penyimpanan alat kebersihan.
Gawat! Orang itu menuju ke lemari ini! ia membuka lemari ini! dan yang jelas dia 3rd! ya! Dia 3rd! 3rd membuka lemari penyimpanan alat kebersihan tempatku dan Akashi bersembunyi dan menghabisi kami.
Death end)
"Akashi!" Mayuzumi berteriak tertahan. "Bendera death end sudah berkibar di catatanku! Dan kau juga akan mati!"
Akashi membelakan sepasang irisnya. Ia membaca ulang catatan Mayuzumi, lalu melihat arlojinya. "Sekitar 4 menit lagi kita mati."
"Akashi! Kau membuatku makin runyam!"
"Diamlah Mayuzumi-kun! Aku tak bermaksud seperti itu! Kita buat recana, bagaimana? Tapi sebelumnya, apakah kau mesih membawa bola basket?"
"Um, ini, untung tadi tak ku jatuhkan."
"Sempurna!" ujar Akashi. "Aku akan membutuhkan pertolonganmu."
"Maksudmu kau menjadikan ku tumbal?"
Akashi menggeleng. "Malah kebalikannya. Aku jadi umpannya. Aku akan berdiri di tempat dimana third bisa melihatku. Kau gunakan hawa keberadaanmu yang tipis untuk berjalan ke belakang dia. Di waktu yang tepat, kau hantamkan bola ke kepalanya sekuat-kuatnya! Ia mungkin bisa pingsan. Bagaimana? Kita harus menggunakan ide ini jika mau selamat!"
Tanpa banyak berfikir, Mayuzumi langsung mengangguk kuat. "Kuterima idemu. Aku keluar sekarang."
"Jangan!" tukas Akashi cepat. "Nanti saja,"
"Tidak. Makin cepat makin baik. Kita lakukan ini sekarang. Lebih enak kalau orangnya belum ke hadapan kita."
"Oh, takut misdirectionnya tidak mempan ya, seperti waktu itu." Akashi menyidir. "Yasudah sana!"
"Aku diusir?" Mayuzumi mendengus dan membuka pintu lemari perlahan. "Ittekimasu." Bisiknya. Setelah pemuda itu keluar, Akashi membuka ponselnya. Ia sedikit heran, dengan catatan miliknya. Di catatan milik Mayuzumi terulis ia juga akan mati bersama Mayuzumi –namun kenapa bendera death end belum berkibar di ponselnya?
Pemuda itu lekas menutup ponselnya ketika mendengar suara langkahan kaki beralaskan sepatu sol tebal. Third sudah datang. Akashi mempersiapkan dirinya, dan membawa pecahan kaca yang ia temui sebagai alat pertahanan diri.
Pemuda bersurai merah itu lekas keluar dengan gaya arogan dan menantang. Isyarat dari ekor matanya terlihat sangat mantap –sekaligus bersemangat. Mayuzumi yang bersembunyi di salah satu sudut gelap di belakang third menyeringai melihat gaya si tuan muda.
Akashi menatap intens third dari atas hingga ke bawah. Postur badan third tegap dan kelihatan bugar. Wajahnya tertutup oleh topeng, namun Akashi menebak usia third tidak muda lagi karena dirinya melihat serentetan uban di sela rambut rapihnya. Ia juga menggenakan jaket kulit coklat yang terdapat bercak darah di begian depan. Di tangan third tergenggam ponsel kelabu yang familiar.
"Kau." Akashi memasukan pecahan kaca yang tadi ia pegang ke saku celananya. Agak berbahaya, memang. "Pasti third."
Third tertawa dan menggumamkan sesuatu. Akashi dapat membaca gerak bibirnya. Sepertinya mengucapkan nama kecilnya?
"Wah, wah, wah!" seru third dengan nada merendahkan Akashi. "Aku kira, aku bisa mendapatkan lawan yang lebih kuat. Aku terkejut bisa bertemu denganmu, first. Ah –tidak, aku tidak terkejut bertemu denganmu. Aku hanya terkejut bahwa first itu adalah kau, Akashi."
Akashi menyiritkan dahinya. Suara third terdengar aneh –karena ia memakai suara samaran. Dan juga, nada bicaranya seolah-seolah mereka sudah saling kenal dan kaget ketika bertemu di tempat tak terduga. Manalagi ia sudah merendahkan seorang Akashi seijuuro pula.
"Memang, kalau first seperti ini, ada masalah denganmu?"
"Ah, menurutku ada." Jawabnya mantap. "Karena aku kasihan harus membunuh anak sekolahan sepertimu. Kutebak kau anak sekolah menengah atas."
'Wow, ada yang meremehkan mu, apa yang akan kau lakukan? –maksudku, apa yang akan aku lakukan ya?' Akashi dapat mendengar sebuah suara membisiki otak kecilnya.
"Kau meremehkanku?" tanya Akashi geram. Ia berusaha menstabilkan emosinya. Pemuda yang satu ini sangat tidak suka bila ada yang meremehkan dirinya. Atmosfer di sekitar mereka terasa seperti saat tahun terakhir smpnya, dimana Murasakibara merendahkan dirinya.
"Sebenarnya tidak. Aku merasa kasihan karena aku harus membunuh orang berbakat sepertimu."
Sepasang lensa bak rubi menyipit. "Kau mengatakan semuanya dengan kata-kata yang mengisyaratkan kita pernah bertemu sebelumnya."
Third menundukkan kepalanya, dan sejurus kemudian ia melemparkan pisau berlumuran darahnya ke arah posel Akashi. Dengan sigap Akashi langsung menghindar, namun ponselnya terkena goresan yang lumayan. Untungnya tidak rusak.
'hampir!' batin Akashi. 'dan tidak lama lagi! Penyerangan dari Mayuzumi-kun! Harus dilakukan dengan cepat! Semoga ia tak bisa mengantisipasinya,'
Ttrrsst!
Akashi dapat mendengar suara khas catatan yang berganti. Tapi, itu bukan miliknya.
Gawat! Batin Akashi berteriak.
"Mayuzumi-kun! sekara–"
BRUUK
"Aku tahu, Akashi! Aku tahu! Aku tidak sebodoh yang kau kira!"
Mayuzumi dengan cepat memukulkan bola basket yang keras (tentunya karena ia baru beli!) ke kepala third dengan sangat kuat. Third mengaduh kesakitan sembari mengelus kepalanya. Ponsel yang ia pegang jatuh ke lantai dan langsung Akashi ambil dan menjauhi third.
"Akashi! Patahkan ponselnya!" seru Mayuzumi lantang.
"Jangan!"
Tanpa ba-bi-bu, Akashi yang sedikit panik, sedikiiitt, langsung mematahkan ponsel flip milik third. Dua –tiga detik kemudian, yang terjadi adalah; third berubah menjadi patahan yang sewarna dengan jaket kulitnya, dan ia pun lenyap dalam pusaran kecil. Instant blackhole.
Akashi hanya bisa terdiam melihat kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya. Sedangkan Mayuzumi, ia masih mempertahankan ekspresi datarnya dan dengan santai mengambil bola basket miliknya.
Ia mendecih. "Hanya segitu saja? Kukira akan lebih menarik."
Akashi menatap Mayuzumi heran. "Apa maksudmu? Dan kenapa third menghilang?"
"Ah, ini pasti karena kau tidak datang ke pertemuan pertama. Baik akan kujelaskan." Ucap Mayuzumi. "Deus mengatakan bahwa catatan adalah jiwa kita. Catatan harus bisa dijaga sebaik-baiknya. Bila catatanmu rusak, tidak ada kompromi, kau mati." Jelasnya. "Dan aku juga baru tahu kalau setiap pemilik yang dibunuh mayatnya akan hilang dengan cara seperti itu.."
Akashi masih sedikit kaget –mungkin shock melihat kejadian itu.
"Dan, hei, ku beritahu ya, Akashi," Mazuzumi berucap.
"Di permainan ini hanya akan ada satu pemenang. Salah satu dari kita harus mati."
