Happy Bithday And, Marry Me Maybe?

Summary : Semua orang tentu menantikan hari-hari ulang tahun mereka tak terkecuali Rin dan Len,mereka berdua bersahabat sejak SMP, yang kebetulan lahir di hari yang sama. Namun di hari ulang tahun mereka, kedua mahasiswa ini justru tengah disibukkan oleh ujian ahir dan tugas-tugas kuliah. Meski Len sudah sejak dulu bersama dengan Rin, hubungan diantara keduanya hanyalah sebatas teman. Benarkah begitu? Multiple capter ,Warning! Lemon inside!

Vocaloid One-shotFanfiction

Happy Birthday, marry me maybe?

Discalimer : Vocaloid always belong to Yamaha cooperation

Pair : Rin Kagamine x Len Kagamine Append (not Incest)

Genre : Romance/Family

Rated : M (mature content)

Warning : Typo bertebaran, alur kecepeten, lemon kurang, abal-abal, geje, dll

Enjoy the story!

Tokyo, Japan

Rin's POV

Kurebahkan kembali tubuhku yang tengah diliputi rasa kantuk dan lelah. Sudah berjam-jam sejak sore tadi kugeluti tumpukan proposal dan makalah yang saat ini masih menggunung di meja belajar. Jam yang tertera di handphoneku sudah menujukkan pukul 20.00. 5 jam hanya duduk di kursi membuat punggunggu terasa pegal.

Entah kenapa kurasa ada yang kulupakan

Apa ya?

Kurasa ada hubungannya dengan teman satu rumahku, Len.

Jangan berfikir yang enggak-enggak dulu! Len temanku sejak SMP ia hanya numpang tinggal di kamar sebelah, karena kami sama-sama kuliah di kampus yang sama, dan Len tak sempat cari apartemen di Tokyo. Kami memang sebenarnya bukan berasal dari Tokyo, tapi kebetulan sama-sama memilih melanjutkan sekolah di sini setelah lulus dari SMA di Hokaido.

Terlalu kebetulan? Memang itu yang sejak dulu teman-teman kami pikirkan. Kebetulan kami bertemu karena satu kelas saat kelas 1 sampai 3 SMP. Well, memang kami setelah itu masuk ke SMA yang sama, tapi hanya satu kelas saat kelas 3. Kebetulan kuliah di universitas yang sama? Ya, memang aku memilih sekolah di Tokyo dan tinggal di rumah Rinto nii-san, kakakku yang kerja sebagai dosen di universitas yang sama denganku dan Len.

Dan kebetulan lagi, Len juga mendaftar di Crypton University, namun ia masuk sebagai murid beayasiswa berprestasi. Len memang terkenal selalu mendapat peringkat 3 besar parallel kelas sejak SMP.

"Len kemana,ya? Kok belum pulang?" Gumamku seraya kembali mengutak atik ponselku. Kucoba untuk mengirim email pada Len yang kini entah sedang kalang kabut ke mana. Kadang-kadang ia memang pulang larut karena mengerjakan tugas di kampus atau karena kerja sambilannya. Tapi biasanya ia akan ijin jika pulang malam, dan seingatku Len hanya kerja part-time hari Selasa, Kamis, dan Minggu. Sedangkan hari ini,kan hari Senin!

Aku yang memang lebih senang langsung bertindak ketimbang bingung sendiri, langsung mencoba menguhungi Len, setelah beberapa pesan elektronik dariku tak dibalasnya.

Oh great! Di saat seperti ini Len justru tak mengangkat teleponnya. Apa yang sebaiknya kulakaukan? Tak terasa kakiku bergerak sendiri meraih mantel tebal berwarna orange pastel yang tergantung di hanger lemari, dan segera bergegas keluar rumah. Tak lupa membawa kunci rumah, karena tak ada siapapun yang tinggal di rumah jika aku pergi.

Rinto nii-san juga tak kelihat sedari tadi. Dear God, kenapa para kau adam gemar sekali pulang malam?

Kalau Rinto nii-san sebenarnya sudah biasa pulang malam atau bahkan tak pulang berminggu-minggu. Sering kali ia ditugasi keluar kota atau sibuk sendiri seperti Len mengerjakan makalah di kampus. Meski begitu, ia tetap kakak yang baik dan keberadannya begitu berharga bagiku.

Yeah memang aku lebih sering menghabiskan waktu berdua tinggal satu atap dengan Len ketimbang dengan kakakku sendiri. Ya, memang, hanya ber-du-a. Tapi baik Len maupun aku sudah terbiasa dengan ini. Jangan berfikir kami hidup berdampingan seperti suami istri! Meski sudah lama saling kenal, kami tak juah berbeda bak kucing dan tikus yang kerjaannya berantem mulu. Dari dulu memang adu mulut akan sulit dihindari jika kami sudah bertemu.

Memanga kadang-kadang aku juga memasak makan malam atau sarapan untuk Len, tak lebih dari itu, oke? Kami sudah bagi tugas masalah kebersihan rumah. Aku yang bagian menyapu dan membawa pakaian kotor ke laundre setiap minggunya, sedangkan Len yang bertugas mencuci piring dan belanja. Dengan daftar belanja yang sudah kuatur tentunya. Bisa gawat kalau si maniak pisang itu membeli buah pisang terlalu banyak.

Kembali ke kenyataan. Saat ini aku tengah menyusuri jalanan kota Tokyo yang dihiasi papan reklme berhias lampu neon kelap-kelip, gedung-gedung tinggi pencakar langit, serta sekumpulan orang-orang yang hilir mudik membawa kepentingan masing-masing.

Di tengah keramaian jalanan, aku duduk menepi di salah kursi taman pojok kota. Kucoba lagi untuk menghubungi Len. Beberapa detik ringtone panggilan tergumam, namun tak ada tanda-tanda Len akan segera menajawab panggilanku. Sudah berapa kali aku menolfonnya hum?

Kuhela nafasku yang terasa berat. Kenapa malam ini terasa dingin? Ah! Baru juga ditanya, langit malam baru saja menurunkan jawabannya berupa tetesan salju putih. Tanggal berapa sekarang? Kulihat banyak aksen merah, hijau daun, dan putih di mana-mana. Oh, pantas saja, sekarang, kan hari natal.

Yah, natal kali ini kuhabiskan dengan sendiri di tengah kota. Kulihat drink court di sebelahku. Ingin rasanya menghangatkan diri dengan secangkir hot chocolate atau cappuccino hangat seperti yang biasa dibelikan Rinto nii-san.

Kuambil beberapa uang receh dalam saku mantel-ku, dan memasukkan dalam kota koin drink court. Kupilih sekaleng hot chocolate yang kubeli dengan harga 1.40 yen.

"Well, Merry Chrismast for myself Rin Kagane…." Ujarku, seraya meneguk secangkir coklat panas guna mengurangi suhu dingin yang mulai membuat tubuhku menggigil.

Tiba-tiba pandanganku gelap seketika. Kurasakan sentuhan hangat tepat di wajahku. Kuyakin kini separuh wajahku tengah tertutup.

"Siapa aku?" Tanya 'orang misterius' yang tengah menutup mataku dengan kedua telapak tangannya. Aku kenal dengan orang ini.

"Len…" jawabku

Flashback

Len's POV

"Seijaku ga machi wo,

Tsutsumu yo runi

Furi so sogushiro…" Terdengar lantunan lirik lagu kesukaanku Soundless voice, dan kudapati suara itu berasal dari ponsel selularku. Oh! I am Pretty sure there's someone who call me.

Yup! Tebakanku tepat, karena kulihat nama 'Rin Kagane' tercantum di layar ponselku saat ini. Bukannya sombong atau tak ingin menajwab panggilannya, tapi, ini bukan saat yang tepat untuk mengangkat panggilan dari Rin.

"Kagamine-san, apa bisa kita teruskan presentasi anda?" Tanya salah seorang dosen yang tampaknya tak senang meliahat sikapku yang asyik sendiri dengan ponsel, dan memberhentikan presentasi di tengah jalan.

"Ah, tentu Gakupo-sensei…"

"Gomen ,Rin…" ucapku dalam hati.

10menit kemudian

Kuusahakan agar presentasi lekas berakhir. Aku tak ingin membuar Rin lama menunggu. Karena ku tahu Rin bukan tipe yang bisa diam dan duduk ,manis menunggu. Tentu ia sudah bingung sendiri karena aku pulang malam tanpa minta izin dan tak menjawab panggilannya.

Bukannya kegeeran atau apa , tapi 8 tahun berteman dengannya, tentu sudah membuatku hapal sifat Rin, walau memang tidak semuanya. Kuharap aku belum terlambat sebelum Rin kalang kabut sendiri dan keluar rumah mencariku. Malam ini dingin!

Yah.. aku terlambat. Kudapati rumah sudah terkunci tanpa ada siapapun di dalamnya. Astaga, Rin, sekarang di mana kamu?

Kujelajari sepanjang jalanan Tokyo di malam hari yang memang tetap sibuk. Kulihat di etalase toko-toko yang kulalui, diberi hiasan pohon-pohon natal atau sosok gembul berjenggot putih pembawa hadiah bernama santa claus. Oh ya, sekarang,kan hari natal. Aku lupa…

Oke, saat ini aku harus focus mencari Rin. Bisa-bisa suhu bulan Desember yang dingin ini membuatnya pingsan di tengah keramaian kota. Tak terasa tubuhku yang memang hanya memakai sweater tipis mulai menggil kedinginan. Kulihat tetesan salju putih mulai menghiasi kota. Kuharap aku masih sempat kali ini!

Thanks god! Akhirnya kutemukan si Rin tengah duduk sendiri di pojok kota dengan secangkir coklat panas di pangkuannya.

"Well, Merry Chrismast for myself Rin Kagane…."

Kudengar Rin berkata seperti itu sambil ternyum kecut. Tentu rasanya menyebalkan menghabiskan malam natal sendiri. Muncul niatku untuk menjahilinya.

"Siapa aku?" Tanyaku pada Rin sambil menutup kedua matanya dari belakang. Kulihat ia tersenyum kecil.

"Len…"

"Congratulation! Your Answer is right!" Jawabku seraya membiarkan kedua mata Rin yang semula tertutup kembali mampu melihat jelas.

End of flashback and Len's POV

"Kemana saja kau dari tadi Len? Kenapa kau tak menjawab panggilanku?" Tanya Rin sambil memasang wajah cemberut.

"Tenang saja, tadi Gakupo-sensei ingin aku menunjukkan tugas garapanku tempo hari. Tadi aku juga harus membantu Lenka nee-san seniorku mengadakan penelitian sepulang kuliah. Gomen ne?"

Rin tampak tenang setelah mendapat jawan meyakinkan dari Len. Namun raut wajahnya sontak berubah begitu mengingat ada nama seorang gadis yang disebutkan dalam penjelasan Len tadi.

"Ano.. Len… Lenka nee-san itu, apa mangsudmu Lenka Asami dari kelas Biology yang jadi madona kampus?" Tanya Rin penuh rasa ingin tahu.

"Ah, kalau tidak salah memang seperti itu, memangnya kenapa?"

"Bukan apa-apa, lupakan saja…" Rin segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Len menyadari gelagat Rin yang baginya terlalu aneh jika memang tak ada apa-apa.

Len tanpa meminta izin, tiba-tiba meraih pergelanagan tangan kiri Rin yang masih mengenggam hot chocolate. Rin sontak kaget dan bersemu merah melihat perlakuan Len.

"Eh.. Le-Len?"

"minta hot chocolate-mu ya!" Len tanpa basa-basi langsung merebut secangkir minuman hangat milik Rin, namun tak melepaskan gengamannya pada pergelangan tangan Rin. Rin tampak tak melarang Len menimun coklat panasnya, namun wajahnya bersemu merah untuk alasan yang lain.

"Ah, hangat!" Komentar Len setelah ia habiskan seluruh teguk minuman milik Rin. Len dengan polosnya melihat Rin yang bengong sendiri menyaksikan minumannya dihabiskan orang lain.

"Eh, aduh! Maaf-maaf! Cuacanya dingin,sih! Lihat yang anget-anget jadi kepengen,deh…"

Rin hanya menundukkan wajahnya. Membiarkan seluruh wajahnya ditutupi poni. Helo! Apa Len lupa untuk melepaskan tangan Rin? Ia belum melakukannya dari tadi!

"Ada apa? Kau belum mau memaafkanku hn? Kalau begitu, kuajak jalan-jalan,deh sebagai gantinya!" Tanpa memperdulikan Rin yang masih tampak pundung, Len menarik tangannya hingga Rin langsung tertarik untuk berdiri tegak. Warna merah tomat sudah mendominasi wajah gadis bermata azure di sebelah Len. Sedangkan Len hanya terkekeh pelan melihat wajah blushing Rin yang Nampak lucu baginya.

"Kau kenapa,sih? Apa jalan-jalan belum cukup ,hn?" Tanya Len dengan nada menggoda. Ia belai pelan rambut pirang Rin yang menjuntai hingga bahu. Rin mengadahkan pandangannya ke atas hingga dapat melihat wajah Len yang lebih tinggi darinya.

Ia perhatikan rambut honey-blond Len yang diikat pony-tail nampak diihiasi tumpukan salju yang menumpuk. Tampaknya Len belum sadar akan hal itu.

"Len, rambutmu penuh salju…" Rin berjinjit berusaha meraih gundukan salju nakal yang bersarang di bahu dan rambut Len.

Selama proses 'penyikiran salju' oleh Rin, Len nampak membatu di tempat memperhatikan Rin yang nampak berusaha mati-matian untuk berjinjit setinggi mungkin. Tentu saja, Rin hanya setinggi bahunya. Padahal dulu tingginya hampir sama dengan Rin saat mereka pertama kali bertemu di kelas 1 SMP.

Rin yang telah sukses selesai membersihkan Len dari salju-salju, mendapati Len tengah melihatnya dengan tatapan aneh. Tidak seperti biasanya.

"Sekarang, kau yang kenapa?" Tanya Rin . Tampaknya keduanya belum sadar, tangan mereka masih berpautan satu sama lain sedari tadi.

"Ah, nggak apa-apa. Oh ya, sebagai gantinya, apa ada yang kau inginkan Rin-hime?" Wajah Rin kembali mendengar Len memanggilnya dengan embel-embel hime.

"Kudengar ada café cake baru di depan stasiun kota, kau mau ke sana sebentar sebelum pulang?"

"Tentu, everything for my hime-sama. Eh, tunggu, yang kau mangsud café baru itu, toko kue Asane café bukan?" Ujar Len seraya menarik lembut tangan Rin hingga gadis yang selalu memakai pita putih di rambutnya itu berjalan di sebelahnya.

"Miku-chan bilang,sih iya. Len tahu atau pernah ke sana?"

"Bukan, tapi aku punya yang lebih baik dari semua itu…" Len nampak merogoh-rogoh isi tas ransel hitamnya, dan mengeluarkan bingkisan karton putih yang dibalut pita merah menyala.

"itu kue?" Tanya Rin

"Ya, dari Asane café. Malam ini cukup dingin, dari pada kau masuk angin, lebih baik pulang tapi tetap bisa makan kue,kan?"

Wajah Rin nampak berseri-seri. Nampaknya dewi fortuna berpihak padanya setelah nasib sial mengunjunginya tadi. Rin meraih bingkisan itu dan melompat kegirangan. Namun demi menjaga agar kue itu tetap utuh sampai mereka berdua memakannya mala mini, Rin segera menyimpan kue itu ke dalam tas selempangnya yang kebetulan hanya diisi handphone.

"Dari mana kau mendapatkannya?" Tanya Rin

"Dari Lenka nee-san…"

"…eh?"

"Asane Café itu milik keluarga Asami kau tahu?"

"Oh…"

.

.

.

"kau kenapa ,Rin? Kayanya dari tadi sikap mu rada aneh…" Sahut Len sambil menundukkan wajah agar pandangannya menatap luruh ke arah kedua iris Rin. Namun Rin yang dipandangi justru memalingkan pandangannya ke arah lain. Mereka kini tengah berjalan berdampingan kembali ke rumah

Sesaat hening menyelimuti keduanya. Len merasakan telapak tangan Rin yang lebih kecil ketimbang miliknya, terasa dingin bagai es membeku. Mengingat pergelangan tangan mereka yang masih berpautan, Len perlahan menggenggam tangan Rin lebih erat. Sesaat Rin kaget akan tiba-tiba bertambahnya tekannan pada pergelangan tanganya.

"Len?"

Rin tak mendapati jawaban apa-apa, ia justru melihat Len mengehentikan langkahnya. Saat itulah mereka baru sadar, tak ada siapapun di sana kecuali mereka berdua. Jalan setapak yang biasa mereka lalui, malam ini nampak sunyi tanpa ada siapapun yang berpijak di sana kecuali Rin dan Len.

"Len?" Kembali Rin memanggil nama Len, namun si empunya justru menatap lurus ke arah Rin. Bulu kudu Rin merinding melihat tatapan Len. Jarang-jarang Len menatapnya seserius itu kecuali saat Len sedang marah diluar kendali.

Tanpa member peringatan, tiba-tiba Len mendekap Rin dengan erat hingga kedua ujung sepatu marry jane hitam yang dipakai Rin mengambang di udara. Dikarenakan postur Len yang lebih tinggi dan kekar, tentu ia sanggup mengangkat Rin dengan mudah.

"Len…se…sesak!"

Seolah tak mendengar rintihan Rin, Len tetap membenamkan wajahnya pada dada Rin sambil mencengkram pingggang Rin Rin masih kelihatan innocent, tetap saja ia adalah seorang remaja berusia 20 tahun, yang sudah mengalami pertumbuhan, dan reflek merespon saat ada orang lain yang menyentuh benda 'pribadi' nya itu.

Sedangkan Rin hanya mampu berpegangan pada leher Len sambil menahan perasaan aneh yang sukses membuat wajahnya bersemu merah. Len memang pernah memeluknya beberapa kali tatkala Rin tengah menangis atau senang, namun pelukan Len kali ini terasa berbeda.

Len nampak bergetar seperti sedang menahan suatu gejolak tak tertahankan. Perlahan Rin merasakan hembusan nafas hangat yang menyapu leher jenjangnya. Deru nafas bergetar Len dan suhu hangat yang menjalar di sekujur tubuhnya, serasa memabukkan akal sehat Rin.

Perlahan pandangan Rin yang sedari tadi sengaja ia palingkan ke arah lain, kini ia tundukkan hingga ia dapat bertemu pandang dengan Len yang masih setia menjinjingnya, hingga kini tingginya melebihi Len. Ia melihat wajah Len bersemu merah dan nampak seolah melemparkan tatapan memelas. Sekilas tapi pasti, Rin mencium bau yang sudah tak asing lagi baginya.

"Len…kau mabuk?" Ujar Rin setelah dengan jelas ia mencium bau sake pada nafas Len

Di lain tempat

Ruang Dosen, Crypton University

"Gakupo, kulihat tadi kau dengan Len-kun ya?" Tanya seorang dosen muda berparas tampan yang masih sibuk dengan laporan-laporannya yang tak kunjung ia selesaikan, dan menumpuk di meja kerjanya.

"Mangsudmu Kagamine-san? Iya, tadi aku menyuruhnya mempresentasikan tugas yang kuberikan tempo hari. Dari pada ngulur waktu, lebih cepat lebih baik, kan?" Jawab seorang pria berambut ungu panjang sambil sibuk membalas pesan dari kekasihnya.

"-sigh-, padahal aku ingin titip pesan untuk Rin, kalau aku mungkin pulang larut malam ini…" Ujar Si pria berambut pirang sambil tetap mengerjakan tugasnya dengan terpaksa.

Ruang Dosen yang awalnay adem anyem tentram aman sentausa, tiba-tiba diganggu ketenagaannya oleh suara nayring nan keras yang meraung dari seseorang yang datang tak diundang, pulang tak dijemput, masuk ke dalam ruangan.

"SIAPA YANG NGEHABISIN SAKE-KU!" Lolong sesosok om-om (?) berambut coklat dengan kemeja merah tuanya, nampak naik pitan begitu mendapati botol sake yang belum ada 15 menit ia beli, sudah habis karena diminum orang lain.

"Meito, kau pikir aku dan Rinto seorang penggemar sake?" Tanya Gakupo. Sambil berpangku tangan.

"Tadi terkahir kali kau taruh di mana botol sake mu itu?" Sambung Rinto.

"Aku taruh di ruang presentasi lantai 3…" Jawab Meito.

"Lho.. jadi botol besar di ruang pertemuan itu isinya sake? Kukira the hijau…" Ujar Gakupo polos…

"Jadi kamu yang minum?!" Tuduh Meito

"Bukan aku, tapi Kagamine-san! Tadinya kukira itu bukan sake, jadi kusugukan padanya, berhubung nggak ada minuman lain yang bisa kuberikan…" Jelas Gakupo..

"Dasar BaKakupo! Malam ini Rin hanya dengan Len di rumah!" Tutur Rinto shock nyaris terlonjak dari tempat duduknya. Sedangkan Meito dan Gakupo speechless mendengar ucapan rekan mereka barusan.

"Rin, dan Len? Bukan pasangan yang buruk, kok. Walau kelihatannya mereka sama-sama masih lugu soal yang begituan, kuyakin ceritanya akan lain lagi kalau Len sedang mabuk…" Ujar Meito sambil memasang senyum mesum.

"Meito! Jangan berfikir yang aneh-aneh! Pokoknya aku akan pulang sekarang juga! Aku nggak mau terjadi sesuatu pada imouto-ku!" Rinto bergegas meraih tas kerjanya, dan berlari keluar.

"Mau ke mana kau Rinto Kagane?" Gakupo meraih kerah kemeja biru tua yang dikenakan Rinto. Sedangkan Rinto bergidik ngeri menerima deathgleare Gakupo yang terkenal keramat seremnya.

"Kau pikir siapa yang harus menegrjakan tugas-tugas mu? Aku? Meito? Ogah!"

"Tapi Rin-"

"Sudahlah Rinto.. Rin,kan sudah besar, kuyakin ia sudah bisa jaga diri…" Meito mengelus elus pundak Rinto berusaha menenangkan rekan kerjanya itu.

"Kuharap juga…" Rinto mau tak mau kembali ke kantor dan mengerjakan kembali tugasnya namun dengan kecepatan penuh, berharhap ia masih sempat menyelamatkan adik kesayangannya sebelum Len melakukan hal-hal yang aneh pada Rin.

Kembali ke Len dan Rin

Rin nampak bingung melihat Len tak bergemimng sedikitpun. Perlahan ia mengguncang pelan bahu Len.

"Len.. udah… turunin… malu kalau ada yang lihat…." Ujat Rin lirih.

"Malu… kenapa?" Len menjawab pertanyaan Rin dengan anda seductive yang tak biasa Rin dengar.

"Rin nggak mau Len peluk?" Tanya Len lagi. Ia kembali membenamkan wajahnya di dada Rin yang berbalut mantel.

"Bu-bukan gitu… tapi…"

"Tapi apa hn?" Len perlahan mencengkram setengah meremas pelan punggung belakang Rin. Rin kegelian merasakan titik sensitifnya disentuh Len.

Perlahan jemari kanan Len yang tadinya melingkar pinggang Rin, turun hingga menyusup ke sela-sela rok panjang yang dipakai Rin. Rin memejamkan matanya begitu merasakan telapak tangan hangat Len tengah menyapu pahanya dengan belaian lembut.

"Engh… ah… Le..n.. Kau kenapa?" Rin menggeliat pelan mengikuti arah gerakan Len. Kedua kakinya yang sedari tadi hanya menari-nari diudara, kini turut bergerak liar begitu dirasa jemari Len sudah meraih daerah paling rahasia Rin.

Mulai kewalahahan dengan geliat Rin yang semakin mengganggu, Len perlahan merebahkan Rin di bawah pohon ribun di pinggir jalan.

"Janagan Len… nanti kalau ada yang lihat?"

"Tak ada siapapun di sini. Kalau begitu kau mau ,kan?"

"Hei… memangnya segampang i… ah… Ah!" Tanpa menggubris celotehan Rin, Len mulai menikmati secara langsung rasa dari kulit leher Rin, sambil terus menggelitik bagian bawahnya.

Len dapat merasakan rasa manis khas jeruk kesukaan Rin di setiap inci permukaan kulit Rin yang ia rasakan. Dinginnya salju seolah terabaikan oleh keduanya. Yang mereka pikirkan, hanyalah untuk melampaiskan hasrat besar yang selama ini mereka pendam.

Kalau boleh jujur, sebenarnya sudah sejak dulu Rin memperhatikan Len. Ia menganggap Len lebih dari teman bisa. Mungkin ini yang disebut dengan 'suka'? Namun entah sejak kapan, perasaan 'suka'nya yang awalnya polos, berubah. Bukan karena ia tak suka lagi dengan Len, namun ia merasa ada perasaan yang berbeda tiap kali ia di dekat Len. Ia sering kali terangsang hanya dengan melihat sosok Len yang terekspos lekuk tubuhnya saat berlumur peluh di pelajarn olah raga, Rin bahkan entah sudah berapa kali Memimpikan tengah melakukan hal-hal yang aneh dengan Len sajak SMA. Apa ini normal?

"Rin.. apa kau menyukaiku?" Tanya Len di sela-sela aktifitasnya. Rin sontak membulatkan pupil matanya. Ia mendengar suara deru nafas pelan yang teratur di bahunya. Perlahan ia melihat ke arah Len yang tengah bersandar di bahunya, ia sedang tidur…

"Dasar orang mabuk…" Umpat Rin sambil berusaha berdiri. Ia menyingkirkan tangan Len yang masih bersarang di selakangannya. Dapat dirasa bagian sensitifnya itu sudah sangat basah hanya dengan ulah Len. Namun Ia harus melupakan semua yang terjadi hari ini, dan segera membawa Len pulang ke rumah.

Sekuat tenaga Rin mencoba menyeret Len hingga sampai depan pintu apartemen. Untung tempat mereka tadi tak jauh dari rumah mereka berada. Setibanya Rin di dalam rumah, ia segera membaringkan Len di sofa depan tv, dan menyelimutinya dengan selimut tebal.

Selesai soal Len, kini giliran Rim yang harus ganti baju. Ia ambil sepasang piyama warna orange muda dengan corak polkadot, dan juga sebuah pakaian dalam. Celana dalam yang ia pakai sekarang sudah sangat basah gara-gara ulah Len tadi.

Blush! Tak terasa wajah Rin memrah mengingat yang baru saja Len lakukan padanya. Tapi, Hei! Tadi Len melakukan itu semua karena mabuk, wajar saja,kan kalau orang mabuk akan melakukan hal-hal tak terduga seperti itu?

Namun dalam hati sebenarnya Rin lega, karena aktifitas erotis barusan, cukup untuk melampiaskan hasratnya akan Len yang selama ini dipendam cukup lama. Oh, kau tahu,kan betapa menyiksanya suatu keinginan jika tak kunjung menjadi nyata?

" .Tok" Terdengar suara pintu depan rumah diketuk seseorang. Rin yang sadar ia sama sekali belum mengganti pakaiannya, bergegas berganti baju, dan membukakakkan pintu bagi siappun yang ada di depan rumahnya saat ini.

"Tadaima Rin!"

"Okaeri Rinto nii-san!"

"Maaf Nii-san pulang telat malam ini, kerjaan numpuk! Oh ya, Len-kun tak melakukan hal-hal yang aneh padamu,kan?"

"Eh… tidak kok, memangnya kenapa?" Rin sengaja menyembunyikan yang sebenarnya. Ia tak ingin kakaknya nanti salah paham pada Len, toh Len tidak sengaja seperti itu karena ia sedang mabuk , kan? Paling-paling besok Len sama sekali tak ingat yang terjadi malam ini.

"Tadi kudengar dari Gakupo kalau Len-kun tak sengaja minum sake punyanya Meito. Di mana dia sekarang?"

"Oh, pantas, Len sekarang sedang istirahat di sofa depan tv" Rinto berjalan pelan menuju ruang tengah tempat Len tengah tertidur pulas.

"Rin, sebaiknya kau istirahat, sekarang sudah jam setengah sepuluh. Besok kau kuliah,kan?"

"Eh, i-iya!"

Setelah memastikan Rin telah benar-benar memasuki kamarnya, perlahan Rinto menyikap Selimut yang membalut tubuh Len. Ia lihat, Len tengah tertidur dalam keadaan terlentang, dengan sebelah kakinya ditekuk. Meski begitu, Rinto masih dapat jelas melihat sebuah gundukan besar diantara selangkangan Len.

"Rin-chan, aku nggak yakin tadi kamu jujur saat bilang Len nggak melakukan apapun padamu. Adik-adik kecilku ini ternyata sudah besar ya? Hehehe Mungkin tak lama lagi kau akan butuh kondom Len-kun~"

To be continued

Gimana? Maaf kalau masih jelek, maklum masih author pemula..

Kritik? Saran? Flame? Silahkan tulis di review…

Semua akan dengan senang hati saya terima…

See you again guys!