Seokjin menaruhkan bunga kembali di bawah naungan nisan itu. Ia berjongkok dan bersungut-sungut. Tiada ada suara di dengarnya, desir angin membisik-bisik dan ia bisa mendengarnya memenuhi telinga bersama tubuhnya yang meremang.

Matanya basah, atau, matanya selalu basah dalam tiga hari itu. Ia bahkan baru mengganti pakaian berkabung tadi pagi, ketika ia akan berangkat ke pekuburan. Orang tuanya terisak, berkata, bahwa ada hal-hal yang harus di jalani, hal-hal yang terkadang seberat dan sedalam jurang.

Seokjin tidak bilang bahwa ia merindukan orang itu, bahkan ia tidak dapat berkata-kata selama tiga hari, selain tangisnya menyesak keluar dan memilu di udara. Seokjin juga tidak berpikir bahwa ia akan bisa melalui ini, atau, ia tak ingin melaluinya.

"Kau tidak perlu menangis."

Seokjin menoleh, matanya yang sembab memerah itu membelalak. Entah sebuah rasa bahagia atau rasa sedih yang mencampuri dadanya saat itu, Seokjin tak mengerti, namun ia terisak dan memagut hidungnya.

"Kubilang jangan menangis."

Ia tidak mendengarnya, ia mengerang dan menghempaskan diri pada tanah pemakaman yang dingin. Tangannya meremas tanah, dan tubuhnya menunduk dalam-dalam.

"Kau tidak merindukanku?"

Diangkatnya kepala, masih dengan suara isaknya yang terdengar menyelesak pada kesunyian. Maniknya menjerat sosok di depannya itu lekat-lekat, menarik napas.

"Kau sialan," ia berkata, melemparkan tanah di tangannya pada sosok di depannya, mengerang. "Sialan, Kim Namjoon sialan."

"Ck, kau menangisiku pagi-malam, dan sekarang kau menyumpahiku, kau mau apa?" diberinya Seokjin sebuah senyuman berlesung pipi yang telah hilang dari pandangannya selama berhari-hari itu. Seokjin tersenyum pula.

"Sialan, kau, aku benar-benar merindukanmu," Seokjin bergerak dan merangkak menuju laki-laki itu, namun ia malah menjauh dan mundur. "Namjoon?"

"Hm, aku tidak boleh menyentuhmu," Namjoon berkata, tersenyum lagi, kaos hitam dan celana jeansnya terlihat samar-samar, melingkupi kulit sepucat dan sedingin lautan bisu. Rambutnya tak tersisir, ke kiri dan ke kanan, berantakan dan terlihat kacau.

Namun Seokjin berpikir, inilah orang tertampan di dunia. Maniknya masuk ke dalam iris Namjoon, menatapnya lekat hingga ia teringatkan oleh sesuatu. "Ah, aku bisa terseret menuju duniamu?"

"Kau tahu, dasar anak indigo," Namjoon terkekeh, kemudian mendudukkan diri di atas tanah, diikuti Seokjin yang masih memagut hidungnya berkali-kali, masih dengan mata dan mulut yang mengeluarkan isakan. "Aku benar-benar merindukanmu."

"Aku juga, bodoh, kau tidak tahu betapa tersiksanya aku," ketika ia berkata begitu, suaranya langsung memenuhi kesunyian, menggema dan menghilang bersama desir angin yang mengepak-ngepak. "Kau bodoh, dasar Namjoon bodoh, bagaimana bisa kau menenggelamkan diri, kau sengaja bunuh diri? Kau punya masalah? Kau membenciku? Apa hubungan kita tidak disukai orang lain? Ka-"

"Ssstt," sebuah telunjuk menempel pada bibir Namjoon, menghelalah pemuda itu bersama sekian banyak sendu dalam maniknya. "Aku tidak bisa menuju akhirat."

"Hm?" Seokjin mengerutkan alis, menggelengkan kepala tidak mengerti. "Maksudmu, gentayangan?"

"Ya, mungkin bisa disebut seperti itu juga," ia menatap kulit tubuhnya dan ia menggertakkan gigi karena rasa dingin yang menyergap, Seokjin mengerutkan alis dan bertanya apakah ia baik-baik saja. Namjoon menggeleng. "Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku terlalu putus asa."

"Tapi paling tidak aku punya satu harapan," tatapan Namjoon selalu teduh. Itulah mengapa Seokjin yang selalu membenci kerumitan dan kekelaman keluarganya itu lebih memilih memeluk Namjoon, lebih memilih mendekap pria itu ketimbang kedua orang tuanya yang selalu membangun perkara.

Namjoon membuatnya tenang. Itulah mengapa, walaupun yang ia lihat saat ini hanyalah sosok hantu, namun ia tahu bahwa manik teduh itu tiada bisa berhenti menenangkan tubuhnya yang gemetaran.

"Seokjin," panggil Namjoon, suaranya berat seperti biasa, namun kerutan alisnya bukanlah suatu yang biasa Seokjin lihat. "Bantu aku mencari ketenanganku."

.

.

Death Cases

Namjin. YoonMin. Vkook

"We're not death yet."

©SooChan

.

.

Seokjin membuka rumah, itu jam setengah dua belas malam, lampu di rumahnya telah mati, atau memang mati dari tadi karena orang tuanya belum pulang dari kerjanya. Ia tak terlalu mempedulikan, hanya kakinya yang mengendap-endap menuju lantai atas, kemudian dilihatnya ke belakang, di mana sosok Namjoon melayang di atas tangga, memijak pada udara kosong.

Ia tak menanyakan apakah hantu memang benar-benar bisa melayang, lagipula ia sudah biasa melihat sosok-sosok bergelantungan.

Termasuk pada dua orang anak kecil di pertengahan tangganya, yang tertawa-tawa. Keduanya bersimbahan darah pada kepala, suara kelikikan mereka yang berbisik-bisik itu terdengar beberapa detik sebelum mereka menjatuhkan diri pada lantai keramik. Di mana tubuh keduanya tiada bergerak-gerak, lalu sosok-sosoknya mengabur dan muncul kembali di tangga, mengulangi tingkah yang sama.

"Aku dibunuh," Namjoon berkata tanpa diminta, setelah tubuhnya telah benar-benar masuk ke dalam kamar yang lebih tua dan derit pintu yang tertutup telah terhenti, maka ia lanjutkan.

"Aku tidak tahu bagaimana aku menerjunkan mobilku ke dalam air, tapi paling tidak, aku tahu aku tidak mati dengan sengaja."

"Jadi?"

"Aku perlu bantuanmu," laki-laki itu mengulangi, irisnya kini tak teduh, lebih marah dari yang pernah Seokjin lihat. "Aku punya beberapa hal yang kukerjakan, semuanya ada dalam kasus yang sama. Kupikir kasus pembunuhanku juga terikat bersama kasus itu."

"Dan kau pikir kau bisa tenang jika tahu pembunuhnya."

"Jika aku bisa menyelesaikan kasusnya," Namjoon membenarnya. Ia menoleh pada jendela yang gordennya berderit-derit, tiada angin yang mengawangi. Namun ia dapat melihat bayi yang terjerat pada kain biru gorden, terngiak-ngiak, tubuhnya koyak, bersamaan dengan jerit tangisnya yang menghentam-hentam telinga.

Tidak perlu bertanya, tentu Seokjin juga dapat melihatnya, walaupun ia tidak berkata-kata ataupun menegur, namun Namjoon tahu, segala hal yang terikat ke dalam waktu dan tidak dapat menuju peristirahatan terakhir, Seokjin dapat melihatnya.

"Huh," Seokjin berdesis, ia menyandarkan tubuh pada kursi yang didudukinya. "Bertemu dengan pacar yang sudah mati, dan bermain detektif-detektifan, ini tidak adil untukku, aku tidak terbiasa dengan polisi dan tetek bengeknya."

"Aku mohon," suara Namjoon terdengar berbeda, seolah terjerak oleh sesuatu, berat dan tertekan. "Aku tidak bisa bergentayangan seperti ini. Ini sakit."

Kala itu, Seokjin mempelajari kembali satu hal selama masa hidupnya, selama ia mengenal sosok-sosok ini. Seperti halnya bayi yang terngiak-ngiak dan menjerit di jendela kamarnya, atau pada sosok anak kecil yang menerjunkan diri pada lantai dasar. Namjoon jua pun sama.

Laki-laki itu terhimpit oleh desakan air, kedinginan, itu sebabnya tubuhnya bergetaran dan kulit pucatnya seolah membekukan darah. Di mana suaranya tenggelam, hilang timbul, tercekat oleh air yang masuk ke dalam paru-paru.

Seokjin menginginkan Namjoon bersamanya.

Tidak, tidak dalam keadaan seperti itu.

Maka laki-laki itu dengan sebuah anggukan, menghela napas dan berkata, "baiklah."

.

.

TBC

.

.

/berteriak /menjerit /terjun dari lantai sepuluh

Okay, aku udah bilang bakal buat Namjin.

Walaupun ini gak bakal sepenuhnya Namjin sih. Ada dua pairing lagi, Vkook, sama YoonMin. Tapi mereka bakal muncul di chapter depan, dan chapter depannya lagi –di mana chapter 3 udah tamat.

Aku tahu, mungkin respon buat FF yang ini gak bakal banyak, ini NamJin pertamaku, FF horor pertamaku, dan kubuat chaptered pula, mati sajalah. Walaupun bukan horor banget sih, bahkan aku tadi bingung mau masukin horor atau crime.

Well, forget about it. Sekarang mau tanya, karena chapter depan Vkook muncul, dan aku kebingungan dengan uke dan semenya sekarang –di mana Jungkook sekarang lebih manly, but still like a fucking cute baby– harus Jungkook yang seme kah, atau Taehyung? Mereka sama-sama kiyut, sama-sama tampan, aku gak ngerti cara kerja kapel itu.

Oh, untuk YoonMin, kalian mungkin sudah tahu, Yoongi is top, I can't change it, sorry.

Dan yah, author note terpanjang ini mah. Makasih yang review, yang favorite, yang follow. Kalian pengertian, baik hati, dan rajin menabung.

Anyway, mind to review?