Disclaimer: Touken Ranbu © 2015-2016 DMMゲームズ/Nitroplus

Warning: OOC, typo, diksi ancur, repetisi, etc.


Kepulan awan gelap mewarnai langit dengan warna kelabu. Menumpahkan partikel air ke atas tanah. Angin kencang menerbangkan dedaunan rapuh. Sesekali kilat ikut meramaikan suasana.

Dua orang duduk saling berhadapan. Cangkir teh di atas meja mengepul panas.

"Tsurumaru, aku benar-benar minta tolong padamu." Ujar sang tamu pada sosok tuan rumah, "Hanya kau yang bisa menyelamatkannya."

Sosok yang dimintai tolong diam tak menjawab. Terlihat jelas ada pancaran keraguan pada kedua matanya yang berwarna keemasan.

"Kumohon, selamatkanlah anak itu."

Tsurumaru menyesap cangkir teh miliknya. Ia dapat merasakan sensasi hangat menyebar di dalam mulutnya.

"…Baiklah." Jawab Tsurumaru pada akhirnya. "Tapi asal kau tahu saja, aku melakukan ini bukan karena kau yang memintaku. Aku melakukannya demi Namazuo."

Sosok di hadapan Tsurumaru mengulas senyum tipis. "Tentu saja aku tahu. Memangnya kau pikir aku baru mengenalmu kemarin sore?"

Tsurumaru mendengus pada kolega lamanya tersebut. "Lagipula… aku juga ingin bisa melihat senyum Namazuo meski hanya sekali lagi." Gumamnya sambil memandang permukaan teh yang memantulkan bayangan dirinya.

"Hm…? Barusan kau bilang apa?"

"Tidak, aku tidak bilang apa-apa. Mungkin itu hanya perasaanmu saja, Onimaru." Respon Tsurumaru kalem sambil menyesap kembali teh miliknya.

"Oh, ayolah. Jelas-jelas tadi kau mengatakan sesuatu, Tsurumaru."

"…Kau tidak perlu sampai sekeras kepala itu, Onimaru."

"Jangan-jangan tentang Namazuo, ya?"

"Itu bukan urusanmu."

"Ah, rupanya aku benar, ya."

"… Kubilang itu bukan urusanmu!"

"…"

"…"

"… Ciye."

"Kubunuh juga kau."


Sepasang optik sewarna madu terbuka untuk pertama kalinya dan melihat isi dunia.

"Ah, akhirnya kau bangun juga." Celetuk seseorang yang sedang duduk di dekat meja kerjanya. Di tangannya terdapat secangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas. "Bagaimana perasaanmu?"

Sosok yang terbaring di dalam sebuah tabung kaca diam tak merespon pertanyaan tersebut.

"…Benar juga, aku lupa kalau baru saja aktif hari ini." Ujar sang penanya yang mengenakan jas putih pada dirinya sendiri. Ia meletakkan cangkir kopinya di atas meja lalu berjalan menghampiri objek berwujud manusia di dalam tabung kaca tersebut.

"Aku adalah Tsurumaru, ilmuwan yang menciptakanmu. Kau bisa memanggilku Sensei," ujar Tsurumaru memperkenalkan dirinya pada sesosok robot yang memiliki sebasang optik sewarna madu, "Dan namamu adalah Ichigo."

"I…chigo…" gumam sang robot dengan intonasi suara yang datar.

"Aa. Aku menciptakanmu untuk menggantikan Ichigo yang asli yang sudah meninggal dalam kecelakaan," jelas Tsurumaru seraya menyunggingkan sebuah senyum hambar. "Tugasmu adalah mengembalikan senyum dan semangat hidup Namazuo yang sudah lama menghilang sejak kematian Ichigo."

"Nama…zuo…"

"Ya, Namazuo..."

Senyum hambar di wajah Tsurumaru perlahan-lahan berubah menjadi sebuah senyum pahit. "Ichigo, aku benar-benar minta tolong padamu. Tolong kembalikan Namazuo menjadi sosok yang ceria dan penuh semangat seperti yang kukenal dulu," pinta Tsurumaru sambil meletakkan kedua tangannya di pundak robot Ichigo, "hanya kau yang bisa melakukannya."

Robot Ichigo memandang Tsurumaru dengan tatapan yang datar.

"Mengapa… Sensei… menangis…?"

Tsurumaru terhenyak di tempatnya. Spontan ia meraba kedua pipinya untuk menemukan bahwa kedua pelupuk matanya meneteskan air mata tanpa ia ketahui.

"Apa… Sensei… sedang… terluka…?"

Pertanyaan yang dilontarkan sang robot padanya sukses membuat sang ilmuan terdiam seribu bahasa.

"Sen…sei…?"

"Aku…" kalimat sang ilmuan mengambang di udara, "…Aa, begitulah, Ichigo. Manusia menunjukkan perasaan mereka melalui berbagai macam ekspresi. Seperti tertawa untuk menunjukkan kegembiraan mereka, menggerutu untuk menunjukkan kekesalan mereka, dan menangis untuk menunjukkan kesedihan mereka." Jelas Tsurumaru sambil menyeka kedua matanya dengan punggung tangan, "Dan… kau benar, Ichigo. Kurasa aku menangis karena sedang terluka. Aku baru menyadarinya setelah kau mengatakannya padaku… terima kasih." Tutur Tsurumaru sambil tersenyum lalu membelai ubun-ubun Ichigo secara perlahan. "Nah, sekarang ayo bersiap-siap karena setelah ini kita akan pergi menuju kediaman Namazuo."


Tsurumaru menunjukkan foto-foto kenangan Namazuo dengan Ichigo pada robot ciptaannya dalam perjalanan mereka menuju tempat Namazuo.

"... Sedangkan yang ini adalah foto saat mereka pertama kali berkencan di akuarium—"

"—Anu, Sensei?"

"Hm? Ada apa, Ichigo?"

"Bagaimana Sensei bisa memiliki foto-foto ini?" tanya robot Ichigo dengan polos. Pertanyaan tersebut sukses membuat Tsurumaru terdiam kaku di tempat duduknya.

"Sensei…?" robot Ichigo memiringkan kepalanya.

"S-soalnya…" Tsurumaru memutar bola matanya, "…yang mengambil foto mereka berdua adalah aku." Jawab Tsurumaru sambil tersenyum masam.

"Oh… jadi yang mengambil foto ini adalah Sensei?"

Tsurumaru menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah dehaman. "Soal itu tidak penting, yang jelas kau harus bisa mengingat sebanyak mungkin kenangan mereka agar kau bisa lebih mudah saat berbicara dengan Namazuo."

"Hum…" gumam Ichigo pelan lalu kembali memandang foto-foto yang Tsurumaru tunjukkan padanya. "Ngomong-ngomong, Sensei…"

"Hm?"

"Sensei bilang, tujuan Sensei menciptakanku adalah agar aku dapat mengembalikan senyum Namazuo-san, kan…?" kata robot Ichigo sambil menatap datar foto Namazuo yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera, "…Kalau aku boleh tahu, Namazuo-san itu siapa bagi Sensei? Kenapa Sensei sampai menciptakanku segala demi dia?"

Tsurumaru menggerakkan tangannya di udara dan seketika itu juga, seluruh gambar hologram yang semula terpampang di hadapan mereka sirna tanpa sisa.

"Maafkan aku, Ichigo." Kata Tsurumaru dengan suara yang rendah dan pelan, "Hal itu tidak ada hubungannya denganmu, jadi aku tidak bisa menjawabnya."

Robot Ichigo ingin mengatakan sesuatu, namun ketika ia melihat wajah Tsurumaru yang terlihat redup, robot tersebut memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa.


Tsurumaru dan robot Ichigo akhirnya tiba di sebuah desa yang indah dan asri. Robot Ichigo menatap pemandangan baru di sekelilingnya dengan takjub, sementara Tsurumaru terlihat sibuk mengusap-usap pinggangnya yang terasa pegal karena terlalu lama berada di dalam mobil.

"Ah, akhirnya kalian berdua sampai juga…!" seru seseorang yang sudah tak asing lagi bagi Tsurumaru namun baru bari robot Ichigo, yakni Onimaru. "Selamat datang di Desa Awataguchi, bagaimana perjalanan kalian tadi?"

"Menyebalkan sekali," jawab Tsurumaru sarkastis, "dari dulu sampai sekarang macetnya benar-benar tidak tertandingi."

"Aah, soal itu…" Onimaru meletakkan tangannya di kepala, "Kemarin aku lupa memberi tahumu kalau sekarang sudah ada jalan tol menuju desa ini, jadi kau tidak perlu lagi berjam-jam terjebak macet seperti dulu." Jelasnya sambil terkekeh pelan.

Robot Ichigo dapat melihat wajah Tsurumaru seseram tengu pemakan setan.

"Kau. Pasti. Sengaja, kan?"

Onimaru bersiul santai. "Tidak, kok? Kenapa kau bisa sampai berpikir seperti itu?"

Tsurumaru mendengus keras. "Tentu saja aku tahu. Memangnya kau pikir aku baru mengenalmu kemarin sore?"

"Puh, hahahaha…!" jawaban Tsurumaru mengundang gelak tawa Onimaru. "Kata-kata yang barusan kau ucapkan itu benar-benar persis seperti apa yang kuucapkan padamu tempo hari yang lalu...!"

Tsurumaru mengerutkan keningnya. "H-hah?"

"Onimaru-dono, sebaiknya Anda segera berhenti menjahili Tsurumaru-dono." Celetuk seseorang dari belakang Onimaru. Tampaknya ia adalah pelayan setia Onimaru.

"Ahahah, maafkan aku." Balas Onimaru mengusap air matanya usai tertawa, "Habisnya sudah lama sekali sejak terakhir kali kami bertemu, jadi—"

"—Kau baru saja mengunjungi rumahku tiga minggu yang lalu, bodoh."

"Tetap saja aku sangat merindukanmu, wahai sahabat karibku."

"Jangan membuatku ingin muntah."

"Onimaru-dono… tolong biarkan tamu kita beristirahat setelah menempuh perjalanan yang melelahkan." Pinta sosok di belakang Onimaru berusaha menyudahi keributan kecil tersebut.

"Baiklah, baiklah. Aku mengerti mengerti. Maafkan aku." Jawab Onimaru sambil mengusap pelan kepala pelayannya tersebut. "Aku sangat mengerti jika kau ingin segera ke tempat Namazuo, tapi sebaiknya kau berdua beristirahat dulu di tempatku—wadaw!" Onimaru meringis kesakitan saat Tsurumaru menginjak kakinya dengan keras.

"Sekali lagi kau cari perkara denganku, akan kupecahkan telurmu sebuah." Ancam Tsurumaru sambil menyeret barang bawaannya dan menarik lengan robot Ichigo untuk mengikutinya.

"Sensei, kita mau ke mana…?"

"Cari penginapan murah! Aku tidak sudi tidur seatap dengan si brengsek itu."


"Ingat baik-baik, Ichigo. Kau hanya punya waktu 12 jam setiap harinya. Jika jatah waktumu sudah hampir habis, segeralah kembali ke tempatku agar aku bisa mengisi ulang tenagamu." Ujar Tsurumaru yang sedang mengencangkan ikatan tali tambang pada sebuah pohon berkambium besar. Tsurumaru gagal mendapat kamar kosong untuk menginap sehingga ia memutuskan untuk bermalam di dalam tenda.

"Sensei, apa ada yang bisa aku bantu?" tanya robot Ichigo menawarkan bantuan.

"Tidak usah, tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri—hnghhh! Ah, akhirnya selesai juga…!" Tsurumaru menatap tenda buatannya sendiri dengan puas. "Untung aku sudah bawa lotion anti nyamuk, jadi aku tidak perlu khawatir akan digigit nyamuk." Gumam Tsurumaru pada dirinya sendiri.

"Hei, apa yang sedang kalian lakukan di sana?!" seru petugas yang kebetulan sedang lewat di dekat taman di mana Tsurumaru membuat sarangnya, "Apa kalian tidak tahu kalau ada larangan membuat tenda di sini? Sekarang cepat bereskan kembali tendanya dan ikut saya ke kantor polisi."

Tsurumaru mencelos seperti orang bodoh saat tertangkap basah melakukan tidak kriminal yang tidak diketahuinya. "A-apa katamu…?"


Tawa Onimaru meledak seperti kembang api saat mendengar kasus yang baru saja menimpa Tsurumaru.

"Tsurumaru, aku sudah tahu soal nasib buruk yang biasa menimpamu, hanya saja aku benar-benar tidak menyangka kalau… ahahhahaha, aduh, aduh… perutku… ahahahaha…!"

"Ya, ya. Terus saja kau menertawaiku sampai kau mati." Gerutu Tsurumaru sambil menyeruput minuman yang disajikan Onimaru padanya.

"Sebegitunya tidak inginnya kah kau tidur seatap denganku, hmm?" tanya Onimaru sambil memegangi perutnya yang terasa keram karena terlalu banyak tertawa, "Padahal kalau kau mau, kau bisa tidur di gudang atau kandang kuda, lho."

Tsurumaru benar-benar ingin menikam makhluk di hadapannya dengan tusuk gigi.

"Tapi kalau aku melakukannya, bisa-bisa aku akan dimarahi oleh Namazuo."

"…Bisa tidak sih kau tidak usah bawa-bawa soal Namazuo terus?" seru Tsurumaru emosi dengan tatapan penuh luka.

"Ah—maaf, untuk soal ini aku serius." Kata Onimaru meminta maaf, "Bagaimana pun juga, aku sudah berjanji padanya akan memperlakukanmu dengan sebaik mungkin. Soal kau mau menerimanya atau tidak, itu jadi keputusanmu sendiri."

Tsurumaru terdiam mendengar perkataan Onimaru.

"Aku tahu kalau kau tidak bisa menghapus kebencianmu padaku, tapi cobalah bersikap lebih dewasa sedikit, Tsuru—"

"—Ya, ya. Maaf jika sikapku terlalu kekanak-kanakan." Potong Tsurumaru ketus.

Onimaru menghela napas panjang. "Kalau begitu, aku permisi dulu. Aku tidak ingin mengganggu waktu istirahatmu, jadi aku akan pergi."

Tsurumaru mendiami Onimaru hingga sosoknya menghilang di balik daun pintu. Setelah Onimaru keluar, Tsurumaru menendang meja kecil berisi nampan yang disajikan padanya ke arah pintu di mana Onimaru terakhir kali terlihat.

"Dasar bajingan!" umpat Tsurumaru penuh emosi sampai-sampai sejumlah air mata meleleh dari kedua pelupuk matanya. Robot Ichigo baru pertama kali melihat penciptanya kehilangan kendali separah itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi di antara keduanya di masa lalu, yang jelas melihat Tsurumaru terlihat demikian menderita membuat program batinnya merasa tidak nyaman.

"Sensei," ucap robot Ichigo mencoba menarik perhatian Tsurumaru, "Sensei bilang, tujuan Sensei menciptakanku adalah agar aku dapat mengembalikan senyum Namazuo-san. Kalau begitu, apa aku juga bisa membuat Sensei tersenyum?"

Tsurumaru terhenyak di tempatnya saat mendengar kalimat yang meluncur dari kedua bibir robot ciptaanya. Ia menolehkan kepalanya ke arah robot Ichigo secara perlahan, lalu terkekeh seperti orang mabuk.

"Haha, itu mustahil, Ichigo." Jawab Tsurumaru dengan langkah kaki yang terhuyung, "Kau hanya diciptakan agar dapat membuat Namazuo tersenyum… sebab memang cuma kau yang bisa membuatnya tersenyum…"

Robot Ichigo mencerna perkataan yang dilontarkan Tsurumaru padanya. "Kalau begitu, apa yang bisa membuat Sensei tersenyum…?" tanya robot Ichigo lebih lanjut.

"Apa yang… bisa membuatku… tersenyum…?" Tsurumaru mengulang kembali kalimat pertanyaan yang dilontarkan robot Ichigo padanya, "Ahahah, apa yang bisa membuatku tersenyum… sudah tidak ada lagi di dunia ini, dan itu semua salah si brengsek itu."

"Apakah yang Sensei maksud… adalah senyum Namazuo-san?" ucap robot Ichigo usai membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis dari setiap informasi yang berhasil ia dapat, "Sensei bilang, apa yang bisa membuat Sensei tersenyum sudah tidak ada lagi di dunia ini… Apakah yang Sensei maksud adalah senyum Namazuo-san?" tanya robot Ichigo untuk kedua kalinya. "Seandainya aku dapat mengembalikan senyum Namazuo-san, apa Sensei juga dapat kembali tersenyum?"

Untuk kesekian kalinya perkataan robot Ichigo kembali menyentuh perasaan terdalam Tsurumaru. Tak kuasa membendung kesedihan yang selama ini ia kubur dalam-dalam, akhirnya Tsurumaru membiarkan dirinya menumpahkan akumulasi kesedihannya di hadapan robot Ichigo.

"Ya, kau benar, Ichigo. Senyum Namazuo menghilang sejak kecelakaan naas itu terjadi. Sejak saat itu pula, aku jadi kehilangan cahaya penyemangat hidupku." Ungkap Tsurumaru di sela-sela tangisannya, "Aku ingin bisa kembali melihat senyum Namazuo dalam hidupku walau untuk sekali lagi saja. Aku tidak bisa membuatnya tersenyum sebab aku bukan dirimu, Ichigo." Lanjut Tsurumaru kembali, masih sambil menangis sesengukan. "Oleh sebab itu, aku mohon padamu… buatlah Namazuo dapat kembali tersenyum seperti dulu…"

Robot Ichigo mengusap lembut kepala Tsurumaru yang menangis di pangkuannya. "Aku mengerti, Sensei. Kalau begitu, aku berjanji akan mengembalikan senyum Namazuo-san supaya Sensei juga dapat kembali tersenyum…"