Disclaimer : Bleach © Tite Kubo

Warning : Cliche!Canon-setting. UlquiHime. Minim-deskrip.


one

w i s h

Orihime


Telah lewat beberapa waktu berlalu sejak kedatangannya ke Hueco Mundo. Menempati sebuah ruangan dengan satu jendela yang menemani gadis manusia ini menghabiskan waktu. Hanya ada satu pintu keluar dan pintu itu hanya terbuka tiga kali dalam satu hari mempersilakan satu orang datang. Seorang arrancar. Salah satu espada yang 'menjemput'nya ke Las Noches. Adalah sebuah kenyataan berat harus menjalani hidup terkurung tanpa apapun bagi seorang manusia, terlebih lagi gadis remaja seperti Orihime Inoue. Tanpa bisa mengutarakan keinginan, ataupun memikirkan apapun selain keselamatan teman-teman shinigami yang memang menjadi sebab ia menerima ajakan espada yang kini berdiri menatapnya untuk tinggal di kediaman hollow ini.

Entah sejak kapan, ia telah terbiasa bahkan hapal dengan sosok atau reiatsu tertahan espada berambut hitam ini. Berdiri tegak dengan memasukkan kedua tangan ke sisi kiri hakama putih sudah menjadi ciri khas. Bahkan seperti sekarang, tanpa melihatnya dan terus memandang ke dinding di seberang sofa, dia tahu seperti apa 'penjaga'nya itu, meski tentu saja tidak susah menebak atau membayangkan ekspresinya karena selalu tidak ada. Tapi, meski secara fisik, ia tahu, ada satu yang dia tidak ketahui. Bahkan masih belum terbiasa. Yaitu…

"Bagaimana… keadaanmu?"

"Keadaanku?" Pertanyaan yang menyentuh urat geli sehingga menggelitik untuk tertawa. Ada rasa ironi dalam nada. Dia yang telah menjemput, menjadikannya satu-satunya manusia di dunia hollow. Satu-satunya pihak yang patut disalahkan atas terbelenggunya kebebasan atas apapun, kini mempertanyakan keadaannya? Oh. Lucu. Lucu sekali.

"Apa kau perlu bertanya? Bukankah kau penjagaku?"

Dan dijawab dengan jawaban yang menentramkan hati, "Kau bisa saja sakit dan kau tidak tahu. Aku melihatmu baik-baik saja tapi bisa saja sebaliknya."

Betapa tersentuh hati si gadis mendapat perhatian dari sang penjaga yang menatap dengan permata hijau kembarnya. Menghabiskan waktu sendirian dalam ruangan tertutup tanpa siapapun jelas melemahkan hati manusia. Tanpa teman. Itu merupakan neraka bagi seorang manusia mengingat manusia adalah makhluk sosial. Untuk menjaga agar hatinya tetap berhati manusia dan tak berhati dingin seperti shinigami atasan para espada—selain terus mendoakan keselamatan para sahabatnya—adalah percaya bahwa masih ada yang memperhatikannya. Walaupun, ironisnya itu orang yang membuatnya dalam keadaan ini.

"Baik sekali dirimu," bibirnya memberikan senyuman lembut. "Aku sungguh baik-baik saja."

"Aku bukan baik."

"Begitukah?"

Masih tanpa emosi dalam suara dan wajah sang penjaga melanjutkan, "Aizen-sama tidak akan senang jika kau tidak berguna. Aku hanya ingin memastikan itu saja."

Ah. Sebilah pisau kasatmata mengiris hati. Membuat paras jelita ini tersenyum sekaligus menahan kepedihan di dalam. "Aku tahu," dia tahu. Jauh di sudut hati yang semakin melemah itu dia tahu bahwa kata-kata perhatian tadi hanyalah tak lebih dari sebuah keharusan. "Ini semuanya tentang Aizen-sama…"

"Itu yang harus kulakukan. Menuruti perintah. Untuk itu Aizen-sama menciptakanku. Aku tidak memiliki keinginan."

Sekejap kedua mata si gadis terasa panas karena air tergenang yang nyaris jatuh ketika dirinya sadar akan sesuatu. Masih menatap ketika bertanya, "Sungguh? Kau tidak memiliki keinginan?"

"Tidak. Untuk apa? Aku bukan manusia. Aku tidak seperti kau."

"Tapi, bukankah kau selalu menghormati Aizen-sama. Bukankah itu termasuk salah satu keinginan?" Dia tahu sesungguhnya ini pertanyaan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa sosok yang di hadapannya ini bisa menjadi orang yang menjaga hatinya. Menginginkan hal sekecil apapun menjadi bukti untuk itu.

"Itu perintah. Aku tidak memiliki rasa apapun melakukannya. Itu yang terjadi di sini. Kau tahu itu. Dan aku tidak tahu jika itu termasuk 'menghormati'."

Kali ini, kelabu kembar milik satu-satunya manusia ini menatap dalam. "Kalau begitu…" tersirat keraguan untuk mengutarakan perasaannya. Ada rasa takut mendengar jawaban. Tapi, bagaimanapun, jawaban dari sang penjaga itu selalu jujur. Sekalipun itu menyakitkan. Tak pernah dibuat-buat. Hanya itu saja yang dipercayainya sehingga bertanya, "…apakah Aizen-sama memerintahkanmu untuk berbicara denganku?"

Cukup lama, mengingat sebelumnya dia selalu menjawab tanpa ada jeda, "Aizen-sama ingin tahu bagaimana keadaanmu. Aku harus berbicara denganmu jika aku ingin tahu. Hanya… itu."

Senyum pahit itu lagi yang terpasang, "Oh, begitu."

"Kenapa kau ingin tahu apa yang kulakukan sesuai keinginanku atau tidak? Itu tidak ada hubungannya denganmu."

Lagi-lagi. Pertanyaan itu menimbulkan harapan tersendiri bagi si gadis sehingga tanpa disadari dia sudah berdiri dari sofa dan berjalan mendekati sang espada, berharap ada sebuah keinginan atas pertanyaan barusan. "Pertanyaan itu kukembalikan kepadamu. Bisakah kau menjawab? Jika bisa, aku juga akan menjawabnya."

Seketika itu juga ujung zanpakuto terarah, memaksa si gadis berhenti, memberi jarak antara mereka disertai tanggapan, "Tetap di tempatmu. Aku tidak peduli tentangmu, kecuali kau di ujung kematian."

"Kalau begitu, kurasa tidak dibutuhkan jawaban atas pertanyaanmu."

Sang penjaga itu mengembalikan zanpakuto-nya sambil berkata,"Mungkin tidak. Aku hanya tidak mengerti kenapa kau memikirkan itu… membingungkan."

"Kau akan mengerti suatu hari nanti," paras jelita kembali tersenyum disertai tatapan lembut, "Kau akan mengerti."

Dia diam sesaat. "Aku pikir ini cukup untuk tahu kau baik-baik saja. Aku akan lapor kepada Aizen-sama," lalu berbalik dan menambahkan," Jangan melakukan hal bodoh."

Anggukan dengan senyuman sedih menyertai, "Aku mengerti." Lalu menghela nafas setelah duduk tidak menyadari bahwa sang penjaganya melirik ke arahnya lalu mengucapkan perpisahan dengan, "Aku akan kembali besok."

TBC


Terima kasih sudah membaca :)
Fic ini diinsipirasi dari RP UlquiHime :P Tentu sudah disetujui kedua belah pihak untuk dijadikan fanfiksi :) Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan :) Aku terima apapun itu ^^