Inspired from novel by Lisa Kleypas "Devil In Winter"
This story is belong to SureaLive
Cast:
Jimin and Yoongi from BTS
And other(s)
Rated:
M (For theme and language)
Length:
Chaptered
Warning:
Boyslove, OOC, Typo(s)
Summary:
Kami menikah bukan karena cinta. Tapi karena kebutuhan.
~][~
Jimin memandangi lelaki di depannya itu dengan sangsi. Untuk apa lelaki itu di sini? Apakah untuk ikut menghajarnya karena telah berusaha untuk menculik sahabatnya minggu lalu? Ataukah untuk ikut menertawakan kebodohannya karena telah menghianati sahabatnya sendiri? Jimin masih menunggu. Sejak 15 menit yang lalu lelaki pucat itu hanya diam, dengan kedua tangan yang terus saling meremas, dan kepala yang terus menunduk. Jimin tau lelaki itu memang terkenal dengan kediamannya, tetapi ini sudah lewat tengah malam dan Jimin lebih memilih untuk tidur di ranjang empuknya daripada harus terus menatap lelaki itu.
"Jadi?" Akhirnya Jimin memulai. Sungguh Jimin cukup lelah hari ini, dan badannya belum pulih seutuhnya akibat bogeman mentah yang diberikan sahabatnya seminggu yang lalu.
"A-Aku dengar bahwa sekarang Jungkook telah menikah dengan Kim Taehyung. Dia menikah di Swedia se-setelah kau menculiknya." Lelaki pucat itu berkata dengan nada sopan, diselingi dengan suara gagap yang bergetar. Selama ini Jimin hanya mendengar dari selentingan kabar bahwa Min Yoongi, lelaki pucat yang tengah bertamu di kediamannya ini, adalah lelaki dingin dan sangat irit bicara, dan juga gagap. Dia tidak suka berbaur, bahkan disetiap pesta yang diadakan oleh para Chaebol di Seoul. Dia hanya akan duduk bersama 3 teman lainnya di sudut-sudut ruangan. Banyak yang telah mencoba mendekatinya, namun mereka menyerah setelah 5 menit, selain karena dingin, kegagapannya itu cukup mengganggu, mereka berkata bahwa mereka lebih memilih memakai sweater berbulu di musim panas daripada harus memulai berbicara dengan Min Yoongi.
"Sebentar, biarkan aku memilih kata yang tepat…" Jimin berkata dengan mengangkat sedikit bibirnya, memperhatikan setiap ekspresi yang dihasilkan dari wajah pucat di hadapannya. "Sepertinya Taehyung tidak menyukai bahwa aku ingin 'meminjam' tunangannya." Lanjutnya dengan seringai di wajah tampannya.
"Kau me-menculiknya." Yoongi membalas dengan datar. "'me-meminjam' berarti kau akan mengembalikannya, tetapi ss-sepertinya kau tidak."
"Menculiknya. Baiklah bila kau bersikeras." Jimin menjawab dengan sedikit senyum di bibirnya, senyum tulus pertamanya malam itu. "Lalu apakah ini alasan kau mengunjungiku, Yoongi-ssi? Ingin mengabarkan tentang pasangan yang kini telah hidup berbahagia? Aku cukup lelah malam ini. Sebaiknya kau membawa kabar yang lebih menarik, atau dengan menyesal aku memberitahukan bahwa kau harus pergi secepatnya."
"Ka-kau menginginkan Jungkook karena dia adalah seorang pewaris. Dan kau butuh menikahi seseorang yang dapat memberikanmu uang."
"Betul." Jimin mengiyakan dengan cepat. "Ayahku, yang nyatanya adalah seorang pewaris, telah gagal mempertahankan warisan yang seharusnya menjadi milikku kelak. Dan aku di sini dengan sabar menunggunya mati, namun ternyata keberuntungan tidak berpihak kepadaku. Dia telah menghabiskan hartanya dengan tidak terkontrol dan dia masih sehat."
"Ayahku kk-kaya." Yoongi berkata. "Dan dia sekarat."
"Ooh, selamat untukmu." Jimin tak meragukannya. Min Yoongi adalah anak satu-satunya dari Min Yoosuk, pemilik Club terbesar di Seoul, 'WINGS'. WINGS adalah tempat di mana para konglomerat Seoul menghabiskan harta mereka. WINGS didirikan sekitar 25 tahun yang lalu, saat Min Yoosuk memilih berhenti menjadi seorang Boxer.
"Aku tt-tak ingin ucapan selamat da-darimu." Yoongi menjawab dengan cepat.
"Lalu apa yang kau inginkan, Chagi?" jimin bertanya dengan lembut. "Langsung ke intinya, kau tahu, ini mulai membosankan."
"Aku ii-ingin hidup bersama ayahku dihari-hari te-terakhirnya. Keluarga dari pihak ibuku tidak aa-akan mengijinkannya. Aku telah be-berusaha kabur ke club-nya, namun me-mereka selalu berhasil menangkapku dan menghukumku. Aku tak ingin dd-ditangkap kali ini. Mereka me-miliki rencana untukku, dan aa-aku menolaknya, ini hidupku, se-seharusnya."
"Dan rencana itu adalah?" Jimin bertanya dengan malas.
"Mereka ingin menikahkanku dd-dengan sepupuku. Dia tt-tidak peduli padaku. Mereka ha-hanya menginginkan warisanku." Yoongi menjawab dengan terus menggenggam ujung kemeja yang dipakainya, kemeja setengah basah karena hujan yang telah mengguyur Seoul dari 2 jam yang lalu, hujan yang telah menemani seorang Min Yoongi dalam pelariannya.
"Mereka ingin mengendalikan harta ayahmu setelah ia meninggal?"
"Ya. Pa-pada awalnya ku pikir tak apa. Selama mereka masih menjaga dan mengurusku. Namun, ss-setelah melihat ketidakpedulian sepupuku, aku pi-pikir, pada akhirnya mereka aa-akan membunuhku setelah mereka menda-dapatkan harta aa-ayahku." Jari-jari pucat Yoongi semakin keras menggenggam kain kemejanya, dan kegagapannya semakin mendominasi.
Pandangan Jimin tidak pernah lepas dari wajah pucat Yoongi. "Betapa kejamnya mereka. Lalu, kenapa aku harus peduli?"
Yoongi tak mengalihkan tatapannya, bola mata cokelat terangnya tepat menatap bola mata hitam kelam Jimin. "Aku menawarkanmu pernikahan," Yoongi berkata dengan suara halusnya, "Aku membutuhkan perlindunganmu. Ayahku tt-terlalu lemah untuk menjagaku, dan aku tak ingin me-mengganggu teman-temanku. Aku percaya mereka akan melakukan aa-apapun untuk menyelamatkanku, tapi pada akhirnya mereka tak akan bisa apa-apa kk-karena dimata hukum mereka tak punya ha-hak untuk itu. Aku membutuhkan pa-pasangan yang dapat melindungiku. Dan kau membutuhkan pasangan ya-yang kaya. Kita sama-sama dalam posisi yang terdesak, dan aku tau bahwa kau tak akan menolak tawaranku. Dan jika kau memang setuju, aku ingin kita berangkat ke swedia malam ini. Aku yakin bahwa keluargaku sudah mulai mencariku sekarang." Yoongi menjelaskan dengan panjang dan cukup lancar, sehingga Jimin langsung mengerti.
Jimin masih memandangi Yoongi dalam diam. Dia tak mempercayainya tentu saja, setelah apa yang ia lakukan minggu lalu, dia curiga bahwa apa yang Yoongi lakukan hanyalah untuk membalaskan dendam atas apa yang ia lakukan pada sahabatnya. Namun, dalam satu sisi, Jimin tau bahwa Yoongi benar. Dia dalam keadaan terdesak. Dia adalah lelaki muda yang membutuhkan pakaian bagus, dan hidup berkecukupan, dan dia merasa bahwa uang yang ayahnya jatahkan setip bulan tidak mencukupinya.
"Bukan aku bermaksud kasar," Jimin berkata dengan santai, "Tapi, seberapa sekaratkah ayahmu? Banyak orang yang dapat bertahan dalam keadaan sekarat untuk waktu bertahun-tahun, kau tau?"
"Kau tak perlu menunggu terlalu lama," Yoongi menjawab dengan lirih, "Aku di kabarkan bahwa mungkin waktunya tinggal beberapa hari."
"Apa jaminan bahwa kau tidak akan berubah pikiran, Yoongi-ssi? Dan kau pun tau sendiri lelaki seperti apa aku ini. Perlu aku ingatkan, bahwa minggu lalu aku hampir menculik dan memperkosa temanmu." Jimin berkata dengan seringai kecil di bibirnya.
Yoongi menatap Jimin dengan dalam. Caramel bertemu Onyx. "kau akan memperkosa Jungkook?"
"Jika keadaan mengharuskannya."
"Apa yang membuatmu harus melakukannya?"
"Aku tidak tahu. Aku belum pernah melakukan sebelumnya. Aku dalam keadaan terdesak. Oh, kembali ke pokok pembicaraan kita. Apakah kita hanya akan menikah ataukah kita akan tidur bersama?" sudut bibir Jimin kembali menyeringai. Entahlah, sisi iblisnya mulai terpancing malam ini.
Yoongi mengabaikan pertanyaan provokatif Jimin. "Apakah kau akan memaksakan kehendak pada Jungkook?"
Jimin menatap Yoongi dengan tajam. "Jika aku berkata tidak, Yoongi-ssi, dari mana kau tau jika aku berbohong atau tidak? Tidak. Aku tidak akan memperkosanya. Itukah jawaban yang kau inginkan? Kalau begitu percayalah, jika itu bisa meembuatmu merasa aman. Sekarang, kembali ke pertanyaanku…"
"Aku akan tidur denganmu sekali…" Yoongi menjawab cepat, "Untuk mengesahkan pernikahannya. Tidak ada lagi setelah itu."
"Baguslah, aku tidak pernah tidur dengan satu orang lebih dari satu kali. Itu membosankan, kau tau? Setelah kenikmatannya hilang..." Jimin berpikir bahwa dia sudah terlalu bayak tersenyum, menyeringai, malam ini.
Yoongi lagi-lagi mengabaikan perkataan Jimin yang lumayan vulgar, "Aa-aku ingin memiliki bagian hartaku sendiri dalam jumlah yang cukup dalam bentuk deposito. Seutuhnya milikku termasuk bunganya."
Jimin terdiam. Dia berpikir bahwa Yoongi tidaklah sebodoh apa yang orang lain katakan selama ini. Dia mungkin terbiasa diacuhkan, tidak di perdulikan, dipandang sebelah mata. Dan Jimin tau bahwa Yoongi adalah seorang yang akan mengambil disetiap kesempatan yang di berikan kepadanya. Dan itu menarik untuk Jimin.
"Aku bodoh jika aku mempercayaimu. Kau akan melarikan diri dari perjanjian disetiap kesempatan, Yoongi-ssi. Dan kau juga bodoh jika mempercayaiku. Bisa saja aku memperlakukanmu lebih buruk dari keluarga ibumu. Mungkin saja pada akhirnya akaupun akan membunuhmu. Akan sangat mudah bagiku." Jimin berkata dengan tajamnya.
"Itu lebih baik dari orang yang telah ku pilih. Lebih baik darimu daripada sepupuku sendiri." Yoongi menjawab dengan wajah yang di penuhi tekad.
Jimin hanya tersenyum. Keyakinan kuat Yoongi membuatnya kagum, sungguh. Sedangkan Yoongi hanya menatap Jimin yang masih tersenyum tanpa membalas senyumnya, pada saat bersamaan Jimin menatapnya. Mata mereka bertemu. Dalam sepersekian detik, tatapan itu menghilangkan senyum di bibir Jimin. Tatapan mereka masih terkunci, dan Jimin sedikit terkejut dengan keadaan tubuhnya yang mematung.
Bukan berita baru sebenarnya bagi Jimin, dia tahu bahwa dia mudah tergoda oleh wanita, terutama oleh wanita yang memiliki daya tarik seksual tinggi. Tetapi dia ini lelaki, Yoongi adalah lelaki, dan hanya sedikit lelaki yang dapat menarik perhatin Jimin, dan dia terkejut akan kenyataan bahwa Yoongi adalah satu diantaranya. Bahkan pada Jungkook pun tak sebesar ini, itu murni karena keadaannya yang terdesak. Dia menginginkan Yoongi. Sekarang. Telanjang. Di ranjangnya.
Dengan itu tatapan Jimin jatuh pada tubuh Yoongi. Tubuh Yoongi itu mungil dengan kulit putih yang mendekati pucat, Jimin ingin tau bagaimana tubuh itu merona saat ia mengecupi setiap inci kulitnya. Lalu tatapannya beralih pada wajahnya, berpusat pada bibir Yoongi. Bibir mungil Yoongi sekarang pucat, mungkin setelah Jimin menciumnya beberapa saat warnanya akan kembali merona sesegar buah cerry. Lalu tatapannya naik ke hidung mungil dan mata sewarna caramel Yoongi. Jimin ingin memandang saat caramel itu terbakar oleh gairah yang Jimin berikan. Lalu kembali beralih ke rambut hitamnya yang sekarang agak basah karena hujan, Jimin ingin rambut itu basah karena keringat percintaan mereka, itu akan terlihat lebih menggoda bagi Jimin.
Jimin terbatuk. Sadar dari imajinasi erotisnya, sungguh, ini bukan waktu yang tepat untuk mengkhayalkannya. Lalu Jimin bergumam, "Baiklah. Aku telah memutuskan. Aku menerima tawaranmu. Masih banyak hal yang harus kita diskusikan, namun kita masih memiliki waktu beberapa hari sampai kita menikah." Jimin berdiri, menyudahi pembicaran mereka malam ini. "Aku akan menyiapkan keperluanku dan menghubungi pihak bandara untuk menyiapkan Jet perusahaan ayahku. Aku harap Jet itu sedang tidak dipakai. Dan, apabila kau berubah pikiran saat di perjalanan, aku akan mencekikmu dan membuang jasadmu di lautan." Jimin kembali menyeringai dan meninggalkan Yoongi yang kini menghembuskan nafasnya kasar.
~][~
TBC
Thanks for reading my first story ^w^
RnR, please?
