Hay hay!
Ini fanfic pertamaku, yah.. pasti gaje. Aku sangat butuh kritikan, saran, n lainnya karena pasti banyak salahnya. Makasih yang udah R/R.. T.T Ini fanfic pertamaku!
"Chapter 1"
Genre : Romance/Comfort
Disclaimer : Punya Masashi Kishimoto-sensei
WARNING! : OOC, gaje, alur cepat, AU, miss-typo, OC, abal & laennya
Summary : Sakura, seorang gadis yang mempunyai kepribadian di tempat yang berbeda tak bisa hidup mandiri di saat kedua orang tuanya harus bekerja di luar negeri. Akhirnya dua orang pemuda dipekerjakan orang tua Sakura, yaitu Naruto dan Sasuke. Dan terjadi konflik dengan senior nomor satu di Konoha High School, Kiba Inuzuka, sekaligus kekasih Sakura. NaruSaku, SasuSaku, KibaSaku/ R&R?
Maaf sebesar-besarnya kalo cerita nya gaje abiss… wkwk. Kayak pembuatnya, agak dodol. *gyahaha
Sebesar apa pun kesalahannya, maaf. Dan, yang lainnya.. I don't care what you say….
'Don't like, don't read, don't blame!'
~Chapter 1~
.
.
FFn(My-Butler)FFn
.
.
.
Kediaman Haruno-rumah mewah yang hampir menyerupai istana raja. Terdapat taman depan dan taman belakang yang ditumbuhi tanaman-tanaman, terutama bunga dengan berbagai macam yang tumbuh subur dan terawat. Ruang-ruang yang ada di dalamnya tidak hanya ada dua, tiga, empat, atau lima; tapi lebih. Perabotan rumah tangga yang lengkap dan bahan masakan yang tersedia di lemari es juga termasuk kemewahan rumah ini. Karena bahannya tidak biasa.
Meskipun begitu, tetap saja suasana rumah menjadi suram semenjak Sakura Haruno, atau akrab dipanggil Sakura ini berubah drastis menjadi super pemalas. Tak ada faktor apa pun yang mengubahnya. Tapi hal ini terjadi sejak Sakura mulai bersekolah di Konoha High School.
Namun, kediaman keluarga Haruno pada hari itu lebih terasa ramai karena adu mulut antara orang tua dan anaknya ini. Gadis berambut soft pink sepunggung yang cantik, berkulit putih dengan mata emeraldnya yang indah, namun santai, pemalas, lebih suka sendirian jika di rumah, dan sangat cuek terhadap rumahnya ini terus berisikeras membatalkan rencana kedua orang tuanya yang akan pindah ke Los Angeles. Tentu saja Sakura masih bersekolah di Konoha High School dan ingin menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Terlebih, Sakura tidak bisa hidup tanpa kedua orang tuanya.
Tetapi, kedua orang tua Sakura justru malah menyarankan Sakura untuk ikut ke Los Angeles tanpa mempertimbangkan masalah yang menjadi keberatan anaknya ini. Tidak. Itulah ucapan Sakura. Kedua orang tuanya bahkan telah kehabisan kata-kata untuk marah.
"Tidak. Sekali tidak tetap tidak!" kata Sakura. Ia duduk di sebuah sofa empuk di ruang santai.
"Sakura! Kenapa kau begitu keras kepala. Sifat ini diturunkan dari siapa? Keluarga kita tak satu pun yang sekeras kepalamu." ketus Ayah Sakura.
"Dari Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu juga keras kepala. Sudah tahu aku tak akan bisa, malah memaksa," tanggap Sakura santai.
"Sakura.. Kalau begitu, kau mau apa? Ayah dan Ibu pergi, kau tak mengizinkan. Diajak ikut juga tidak mau. Ini soal pekerjaan, Sakura," kata Ibu Sakura, mencoba membujuk anaknya yang sungguh keras kepala ini.
"Dengan cara apa saja, yang penting aku tidak kesusahan. Bibi Noris seorang wanita, sudah tua lagi! Bagaimana mungkin Ayah dan Ibu bisa berpikir dua orang wanita bisa bertahan?" kata Sakura. Ia berdiri dari posisinya.
Akhirnya, keputusan kali ini diambil oleh kedua orang tua Sakura-Sakura menyetujuinya. Walaupun ia tetap tak menginginkan kepergian kedua orang tuanya.
Berhari-hari, beberapa lembar poster terpajang di setiap tempat, Sakura berharap ada yang bersedia menjadi pelayan atau lebih tepatnya yang juga bisa mengawal Sakura sebelum beberapa hari lagi orang tuanya berangkat. Ternyata, Sakura tak perlu terlalu khawatir karena cukup banyak yang bersedia. Beberapa orang dikumpulkan di rumah Sakura pada hari sebelum hari keberangkatan orang tuanya.
Sore itu, saat Sakura baru saja keluar dari rumahnya, ia langsung tercengang begitu melihat semuanya adalah pria. Melihat nona rumah yang akan dikawal adalah seorang gadis cantik yang kelihatan lembut dan anggun, pastilah semuanya berharap dipilih. Sakura masih menatap tidak percaya pada Ayahnya. Laki-laki itu tampak membosankan baginya. Komentar-komentar di belakang langsung terpecah begitu Ayah Sakura menyuruhnya mendekat.
"Kemarilah, Sakura," panggil Ayah Sakura sambil mengayunkan tangannya. "Kau lihat? Mana yang akan kau pilih menjadi pengawalmu nanti? Pilihlah dua. Ayah ragu satu orang takkan cukup. Tanyakan saja satu-satu latar belakangnya."
"Apa?!" Sakura masih kaget. Matanya terbelalak mendengar ucapan Ayahnya. Tidak salah? Satu saja dia tak mau, apalagi dua! "Ayah! Kenapa semuanya laki-laki? Aku menginginkan perempuan. Tapi.. Ya-ya-ya, untuk mengawal kurasa tak apa, tapi Bibi Noris..."
Ayah Sakura segera memotong, "Tak apa, Sakura. Bibi Noris mengatakan bahwa ia bisa sendirian dalam hal masak-memasak. Laki-laki juga tentu bisa kan mengerjakan pekerjaan rumah?"
Sakura memandang lagi pria-pria yang kini terdiam itu dengan deathglare-nya.
"Cih!" Sakura mendecih kesal sambil melihat satu persatu pria yang kini diam mematung setelah melihat aura pembunuh dari Sakura. 'Aku harus memilih!' batinnya sambil berjalan menghampiri para lelaki itu.
Sakura tidak berniat bertanya satu-satu, tapi ia ingin melihat seorang pria yang kelihatan berani. Karena pikirnya, semua pria di situ kelihatan penakut tanpa disadarinya hal itu karena dirinya sendiri. Memilih memang sulit. Tak semua orang bisa dipercaya hanya melihat luarnya saja. Tapi Sakura gadis yang beda. Niatnya tak tulus meski dia sangat membutuhkan ini.
Ya, bagi seorang nona Haruno, apa yang bisa membuatnya khawatir?
Sakura cuek. Dia berebda dengan gadis lainnya. Cukup melihat luarnya, Sakura bisa merasakan sedikit kepercayaan dari salah satu wajah lelaki itu, yah -tiba, ada seorang pria yang tidak kelihatan tegang. Pipinya terdapat garis-garis seperti kucing, lebih mirip rubah tampaknya. Rambutnya kuning berbentuk durian. Dan dia juga berkulit hitam namun manis.
"Hei, kau," Sakura menunjuk pria yang masih jauh dari posisi berdirinya saat itu. Spontan, pria itu langsung menoleh pada Sakura. Sakura pun menghampirinya. "Siapa namamu?"
"Naruto! Naruto Uzumaki!" serunya dengan ceria sambil tersenyum manis.
"Jangan genit-genit! Kau, kupilih," kata Sakura sambil menyilangkan tangannya. Seketika itu pula, Naruto sekarang berdiri di samping Ayah Sakura.
Sakura kembali menyusuri tiap celah barisan pria ini sambil melihat-lihat ekspresinya. Matanya pun tertuju oleh sosok cool seorang pria berambut jabrik yang mencuat belakang ini. "Kau kupilih. Siapa namamu?" Sakura tidak berbasa-basi sambil menghampiri pria itu. Sakura kini telah berdiri tepat di depannya sambil memandang iris mata onyx pemuda itu.
"Sasuke. Sasuke Uchiha," jawab Sasuke. Tanpa perintah yang lebih banyak, Sasuke telah berdiri di samping Naruto. Naruto tersenyum ria melihat Sasuke (?)
Tampak di wajah semua pria yang tak dipilih itu, terlihat sedikit kekecewaan. Sedikit? Ya, mereka takut setelah melihat ternyata nona Sakura adalah orang yang tidak mudah dibuat senang alias merepotkan... Lebih tepatnya ganas + cerewet, sehingga mereka cukup bersyukur juga karena selamat dari maut… Dari ekspresi Sakura terlihat jelas. Semuanya dibubarkan, dan kini tinggal Sakura, kedua pria itu, dan Ayah Sakura.
Tiba-tiba saja, keluarlah Ibu Sakura.. Ia tersenyum melihat bahwa anaknya akan dikawal oleh dua orang pria tampan yang kelihatan gagah dan pastinya terpecaya. Jelas. Karena itu pilihan Sakura.
"Nona Sakura tidak bertanya dulu bagaimana sifat dan latar belakang mereka?" tanya Bibi Noris yang ternyata juga mengikuti Ibu Sakura keluar.
"Untuk apa! Kalau kutanya, pasti dijawab yang bagus. Seperti sifat mereka baik, rajin, dan sebagainya meskipun itu bohong. Aku akan membuktikan sifatnya sendiri," jawab Sakura santai. "lalu, Ayah, kapan akan pergi?"
"Tentu saja besok. Tak ada waktu pengunduran. Sakura, kau yakin pada dua pria ini?" tanya Ayah Sakura.
"Ya," jawab Sakura singkat. Ia pun masuk ke rumah sambil masih menyilangkan tangannya tanpa banyak bicara lagi.
"Apa Ayah yakin Sakura akan baik-baik saja?" tanya Ibu Sakura dengan wajah khawatirnya.
Ayah Sakura hanya membuat ekspresi yang seolah mengatakan 'Pasti baik-baik saja', kemudian menoleh pada dua pria yang masih terdiam dari tadi.
"Kalian yakin bisa menjaga anak saya?" tanya Ayah Sakura.
"Pasti bisa," jawab mereka serempak.
"Berapa umur kalian?" tanya Ibu Sakura yang belum mengatakan apa pun pada mereka.
"Enam belas tahun," jawab mereka lagi dengan kompak.
"Kalian sama.. apa kalian tidak bersekolah? Kalian tampak sudah akrab," ucap Ibu Sakura sambil tersenyum.
"Kami memang satu sekolah. Rencananya, kami ingin mencari uang untuk sekolah yang ada di sana. Tapi, rasanya lebih baik pindah sekolah saja di daerah sini." jawab Naruto sambil membalas senyuman Ibu Sakura.
Ya, tentu saja mereka kenal. Mereka bahkan bersahabat! Meskipun Sasuke tak pernah menganggap Naruto sahabatnya, tapi ia tetap bertingkah layaknya seorang sahabat kepada Naruto. Kini ia mulai membuka pintu sahabat untuk Naruto yang bertekad kuat.
"Oh, pantas saja. Kalau begitu, bersekolahlah di sekolah anakku. Separuh biayanya biar saya yang tanggung. Lagipula, kalian juga terpercaya untuk menjaga anak saya. Kebetulan juga, anak saya berumur enam belas tahun," saran Ayah Sakura dengan ramah.
"Baiklah, terima kasih!" seru Naruto sambil tersenyum ramah.
"Terima kasih, Sir," jawab Sasuke sopan.
"Ini jadwalnya," kata Ibu Sakura sambil menyodorkan dua lembar kertas yang bergulung-gulung kepada Naruto dan Sasuke.
Mereka pun mengambilnya dan membuka gulungan itu. Setelah dibuka, isinya… It's a wow! Panjang kertas itu hampir mengenai rumput-rumput terawat di halaman belakang rumah Sakura. Naruto dan Sasuke saling bertatap... kemudian mereka tersenyum tipis, matanya menyipit saking terkejutnya.
"Ya... itulah jadwal harian anakku. Yah.. memang merepotkan. Jadi, kalian harus bisa," Ayah dan Ibu Sakura berpesan. Mengatakan semua sifat anaknya, dan cara menyenangkan hatinya. Tentu saja hal itu tidak singkat dan malah membuat Naruto dan Sasuke tak ingat semua perkataan tersebut… Mereka hanya mengangguk, geleng-geleng kalau merasa kurang jelas, dan ngangguk-ngangguk, yahh.. berulang-ulang mereka lakukan.
Momen terbosan ini pun segera berakhir saat hari menjelang malam…
FFn(My-Butler)FFn
Malam itu, keluarga Haruno seperti biasa, makan malam bersama. Biasanya, Bibi Noris jarang diajak makan bersama. Tapi, dua tamu baru ini langsung diajak makan bersama. Ya, tentu saja. Hal itu wajar karena mereka harus dikenal lebih mendalam. Malam spesial ini, Bibi Noris ikut makan malam bersama. Naruto dan Sasuke pun duduk bersebelahan. Dan mereka duduk berlawanan dengan Sakura. Sakura berada di depan mereka.
Di meja makan sebesar itu, tentu banyak makanannya. Yah, Naruto dan Sasuke sudah bisa menduganya sejak melihat penampilan luar kediaman Haruno ini. Naruto dan Sasuke hanya diam dari tadi, sementara yang lainnya sedang melahap makanan. Naruto yang tak biasa melihat makanan sebanyak itu menelan liurnya.
Glek.
Sasuke yang sedikit menyadari sikap Naruto yang agak tidak sopan pun menyenggolnya. "Bersikap wajarlah, Dobe." bisiknya sambil memiringkan mulutnya.
"Ya ya, Teme," jawab Naruto tanpa berusaha dikecilkan.
Dobe? Teme? Ya, itu panggilan kesayangan mereka. Saking disebut 'sahabat'nya, mereka memiliki nama panggilan masing-masing. Dobe panggilan Sasuke ke Naruto. Dan Teme panggilan Naruto ke Sasuke. Lebih tepatnya panggilan keakraban mereka, meskipun artinya tak mendukung persahabatan mereka.
Sakura yang cukup jengkel melihat tingkah kedua orang yang ia 'ingat' akan mengawalnya nanti pun mendengus sambil menegur, "Kalian bicara apa, sih!? Bisik-bisik! Tidak sopan!"
Naruto dan Sasuke langsung menunduk dengan malu tanpa memerhatikan kecanggungan mereka.
"Ah, Sakura, wajar saja, mungkin mereka mau mengakrabkan diri padamu," ucap Ayah Sakura sambil makan. "Kenapa kalian tidak makan?"
Naruto dan Sasuke tersenyum sambil mengambil sumpit di rak sumpit yang tersedia di meja makan dengan malu. Tiba-tiba, sebuah tangan menghalangi mereka. Naruto dan Sasuke pun kaget, diam, sambil menurunkan tangan mereka dengan perlahan-lahan.
"Ayah! Mana bisa itu disebut mengakrabkan diri!" celoteh Sakura sambil memasang wajah sinisnya kepada Naruto dan Sasuke.
"Dear, lihatlah mereka, ajak mereka bicara," kata Ibu Sakura.
Sakura menurunkan tangannya dari rak sumpit dan menoleh kepada mereka berdua. Mereka langsung merinding ngeri melihat tatapan mematikan itu. Karena tak bisa menyanggah lagi, Sakura akhirnya melanjutkan makan.. Dan Naruto & Sasuke makan dengan malu-malu.
FFn(My-Butler)FFn
Hingga malam harinya.. Malam ini tugas Naruto dan Sasuke belum berlaku. Mereka pun dibebaskan tidur tanpa batas jam hingga besok hari datang. Mereka berjalan, melewati lorong-lorong kediaman Haruno yang sangat luas dan indah. Tidak. Lorong-lorong itu lebih tepat disebut sangat terang. Terdapat lampu-lampu yang menyinari setiap tempat.
Sekarang pukul 9 malam. Yah, kira-kira Naruto dan Sasuke merasa waktu yang dapat membuat kedua orang tua Sakura menilai mereka pria yang baik.
"Teme, kenapa kita bernasib sama, ya?" tanya Naruto sambil berjalan mengiringi Sasuke di sampingnya.
"..." Sasuke menoleh dengan wajah linglung.
"Seperti bukan Sasuke saja! Maksudku.. Kenapa kita berdua bisa dipilih begini? Si gadis Haruno itu hebat juga bisa merasakan persahabatan kita!" terang Naruto dengan wajah gembira.
"Cuma kebetulan. Kita tak menunjukkan apa pun padanya, dia tidak mungkin tahu hanya dengan melihat. Lagi pula jarak kita saat itu cukup jauh," kilah Sasuke santai.
"Ng, ku rasa kau benar. Aku harus banyak-banyak bersyukur pada Kami-sama!" ucap Naruto setelah berpikir sejenak.
Kemudian ia berkata lagi, "Huh, Teme, kau ingat tidak apa saja yang harus kita lakukan?" tanya Naruto santai sambil menyilangkan tangannya di belakang kepala dengan wajah malas.
"Tidak. Terlalu panjang untuk ku pahami," jawab Sasuke.
Naruto tertawa kecil. Rupanya Sasuke sehati dengannya. "Kau yang pintar saja tidak bisa-apalagi aku-" kata Naruto. Mendadak ekspresi mukanya berubah. Nada bicara Naruto yang terdengar bosan mendadak berubah menjadi ceria. Kata-katanya pun dibuat singkat seperti ingin mengatakan hal lain dengan tak sabar. "Eh eh, Teme, menurutmu seperti apa Sakura itu?"
Sasuke menoleh dan sedikit tertarik mendengar pembicaraan mereka kali ini. Eh? Sasuke tertarik sama hal-hal yang beginian? Tentu. Tapi tidak terlalu tertarik juga sih. Nggak berlebihan maksudnya. "Dobe, sebut namanya dengan sopan! Kalau didengar bagaimana?" ujar Sasuke pelan namun masih dapat didengar oleh Naruto.
"Panggil dia apa? Hemm... cewek ganas? Eh, cerewet saja deh! Atau.. cewek santai?" Naruto mengeluarkan ide yang terlintas di pikirannya tanpa berpikir panjang.
Tentu saja Sasuke tak setuju. "Bodoh! Kalau begitu sama saja bohong. Panggil dia Nona, aku dengar dari Bibi Noris," sahut Sasuke.
"Bibi Noris itu yang agak gemuk itu, ya? Umm.. Ohh.. baik, baiklah. Nona Sakura. Orangnya sih cantik, tapi..." Naruto berpikir sejenak. Melamunkan dirinya selama dua menit, mengingat perilaku Sakura yang begitu tak wajar sebagai seorang gadis yang tampak anggun dan keluarga yang terpandang seperti ini. "Sepertinya dia menjengkelkan. Raut wajahnya... huh! Seram! Lebih darimu, Teme!" lanjutnya dengan jujur dan polos.
"Hn," Sasuke hanya menjawab singkat. Bukan berarti ia setuju. Dan bukan berarti ia juga tak setuju.
"Apa? Kau bilang apa tadi?"
Jeng jeng...
Seorang perempuan kini berdiri di hadapan mereka dengan pose cool sekaligus menyeramkan. Naruto langsung bergidik ngeri. Tentu saja Sasuke tidak. Sasuke merasa tak membicarakan apa pun. Ia hanya menoleh pada sahabatnya yang ia kira bakal takut-ternyata benar saja, Naruto memang ketakutan.
"Siapa yang kau sebut tadi, bocah berambut kuning?" tanya Sakura. "Siapa!? Kenapa diam!?" tegas Sakura.
Naruto sedikit melangkah mundurkan satu kakinya. "Eh-aku cuma.. cuma.. cuma.."
"Dasar baka!" Sakura berjalan. Naruto memasang wajah tegangnya. Tapi ternyata, Sakura hanya melewatinya saja.
Naruto pun menghela napas panjang. Sasuke menepuk pundak sahabatnya itu. "Makanya kubilang hati-hati, Dobe," bisik Sasuke.
"Maaf, Teme-" kata Naruto. "kita ke kamar saja yuk. Lagi pula aku belum melihat kamarku dari tadi. Barang-barang kita dibawa Bibi Noris kan?"
"Eh-eh? Kalian mau ke mana? Tidur!? Enak saja! Siapa yang suruh?"
PLAKK PLAKK PLAKK!
Terbekas lima jari di pipi Naruto dan Sasuke. Mereka memegang pipi mereka sambil meringis kesakitan. Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah dua orang pria ini. Ia tak percaya akan dikawal oleh dua orang seperti mereka. Tapi, melihat keduanya tiba-tiba muncul rasa iba, entah kenapa pikiran Sakura cepat berubah melihat mereka. Sakura pun mendehem sekali sambil tertawa kecil.
"Hihihi," katanya sambil menutup mulutnya. Spontan, Naruto dan Sasuke pun menghadap Sakura. "Kalian berdua. Besok, salah satunya antar aku ke sekolah, dan satunya lagi antar kedua orang tuaku. Lalu.. sebelumnya, siapkan sepatu sekolahku, bantu bi Noris menyiapkan sarapan, dan..." Bla bla bla bla.
Naruto menguap sesekali. Matanya berair. Sasuke yang cukup punya sopan yang lebih dari Naruto juga sesekali menguap meskipun cool ala Uchiha-nya tak pernah lepas. Citra seorang Sasuke Uchiha yang membius tiap wanita.
Sakura yang merasa sudah cukup mengomeli mereka pun berhenti. Kemudian, "Ya sudah, sana tidurlah," Sakura pun berlalu.
Setelah Sakura sudah jauh, mereka pun menghela napas tanda lega. Mereka bergegas ke kamar...
Tapi.. kamarnya….bergabung. Sasuke membuka pintu kamar itu, dan mereka berhenti sambil memandang satu sama lain. Melihat tas mereka berada di depan pintu yang sama, dan hanya itu kamar yang ada di situ, pikiran mereka sepertinya sama. Naruto menelan liurnya dengan mata membulat, sedangkan Sasuke hanya biasa-biasa saja.
"Eh-eh, jangan-jangan Nona Haruno itu meletakkan tas kita di kamar yang sama!? Buktinya saja, tak ada kamar lain selain kamar ini di sini! Teme! Bagaimana, nih?" seru Naruto panik.
"Kenapa juga kau harus panik? Biasa saja, Naruto," Sasuke mengangkat tasnya dan masuk ke kamar 'mereka'.
Naruto masih mematung di depan pintu. Menyadari Naruto tak mengikuti langkahan kakinya, Sasuke membalikkan badannya sambil menghela napas panjang melihat sahabatnya itu. "Dobe, tak masalah, kan? Kita sesama pria. Kalau wanita, mungkin saja kau bersikap begitu. Masuklah," kata Sasuke sambil menganggukkan kepalanya. Meyakinkan Naruto.
Aneh.
Seharusnya Naruto yang bersikap seperti itu. Terbalik karena sifat-hati Naruto yang sebenarnya mengharapkan kamar masing-masing.
"Ya sudah, apa boleh buat. Aku, sih tadi berpikir punya kamar sendiri yang bagus! Kalau berdua, malah jadi kurang seru! Padahal rumahnya besar, huh! Sakura itu~" Naruto pun mengangkat tasnya yang berada di dekat pintu dan pada akhirnya masuk ke kamar.
-Sakura POV-
Yes! Berhasil! Hahaha. Tentu saja aku senang. Mana bisa aku diam saja sedangkan ini adalah kesempatan emasku? Ya. Aku menjahili mereka. Sifatku memang bisa dibilang usil. Siapa yang tidak tahu sifatku kalau sudah mengenalku sejak pertama? Yah~sebentar lagi juga mereka menyadari sifatku ini.
Aku sengaja meletakkan tas kedua pria ini di kamar yang sama. Memang, aku tau orang tuaku pasti besok mengomeliku. Yah yah. Tak masalah. Aku sudah sering mendapat omelan. Tiap hari malahan. Hihihi. Begini-begini aku adalah cewek yang nakal dan tidak patuh. Sejujurnya, sifat cuek, pemalas, santai, dan keras kepalaku ini 'sengaja' kulakukan. Tapi sekarang jadi kelihatan sifat alami deh.. Dulunya sih, malah kebalikannya. Aku tak segan-segan menunjukkan keceriaan. Ada masalahkah Sakura? Entahlah. Haha.
Sebelum sampai di kamarku, aku bertemu bibi Noris. Aku tertawa sepanjang perjalananku sampai ke kamar. Bibi Noris sempat bertanya, tapi aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Bibi Noris pasti tahu apa yang kulakukan. Hanya dia yang mengerti diriku. Tawa geliku terbawa sampai tidur. Tapi aku senang. Sangat puas bisa menjahili dua orang bodoh itu.
Itulah akibatnya kalau berani berniat menjadi pelayanku! Hahahaha… Tapi, kurasa, aku bisa terhibur oleh kelakuanku sendiri. Kepergian orang tuaku dalam sekejap terlupakan…
-End of Sakura POV-
Terpaksa, Sasuke dan Naruto tidur di ranjang yang sama. Mereka juga membagi tempat kekuasaan. Seperti tempat lemari untuk baju mereka, dan lain-lainnya. Tapi, Sasuke dan Naruto cukup senang karena mereka akan bersekolah.. Dibayar pula! Meskipun tidak seluruhnya sih.. Sakura? Tentu dia belum tau soal ini. Mungkin, nanti dia akan tahu sendiri. Atau mungkin kedua orang tuanya akan memberitahukannya.
.
.
.
TBC
(A/N : Ohohoh.. Pasti deh ini fanfic terburuk, jelek, n sebangsanya! Namanya juga fanfic pertama XD
Oh ya! Nanti di Konoha High School (sekolahnya Sakura) Sasuke sama Naruto jadi cowok populer lho sejak kedatangan pertama mereka! Ino, sahabat Sakura, terkagum-kagum sama Sasuke.
Tapi… eiittss.. Sakura agak cemburu! Dan di lain hal, Naruto juga nggak kalah populernya (meskipun nggak sepopuler Sasuke)
Pokoknya semakin ke sana semakin tau deh.. problemnya juga entah kena atau nggak XD
Okay okay, sorry deh kalo ch.1 nya buluk. Jiaaah. Saya amatiran. Sekali lagi, 'AMATIRAN'! / *blushing
.
.
Review nya please? *pemaksaan tingkat dewa*
Flame, kritikan, saran.. atau apalah itu! Udah siap tisyu setumpuk kok.. XD
Sayonara ^^
