"people who die from suicide dont want to end their life, they want to end their pain. And suicide just a permanent solution for a temporary problem."
.
.
.
Apa yg akan terjadi jika kehidupan ini berlanjut? Tentu saja banyak. Tapi semuanya tak lebih dari sebuah kepahitan. Apa yg akan terjadi jika kematian tiba? Entahlah, setidaknya neraka jauh lebih baik dari dunia ini. Yah, neraka jauh lebih baik.
Air mata mulai membasahi pipi gadis itu bercampur dengan butiran air dari derasnya hujan. Bodohnya dirinya, tentu saja tidak ada yg lebih buruk dari neraka. hanya saja, ia sudah tak tahan lagi, kehidupan taklekangnya neraka baginya. Seandainya ia bisa memusnahkan musuh terbesarnya, mungkin semua tak harus berakhir dengan cara ini. Tapi musuh terbesarnya adalah dirinya sendiri.
Sakura menatap derasnya air sungai dibawahnya. Berberapa batu mencuat ke permukaan. Semuanya akan sempurna jika kepalanya langsung membentur salah satu batu itu, tak harus merasakan kesakitan sebelum sukses mengakhiri hidupnya.
Apakah masih ada jalan? Sakura kembali mencoba mencari harapan yg tersisa. Tapi yg ia temukan dalam ingatannya hanyalah pederitaan. Kedua tangannya semakin mencengkram pegangan besi dari jembatan tempatnya berpijak.
Untuk terakhir kalinya sakura berharap ada orang yg datang menghentikannya. Siapapun itu. Ia berharap orang itu akan mengatakan kata-kata yg akan menghentikannya, dalam lubuk hati sakura ia tahu bahwa masih ada harapan seberapa kecilnya itu. Tapi tak ada yg terjadi. Jalanan tampak sepi, walaupun sudah larut namun memang tak biasanya jika satu dua mobil tak ada yg lalu lalang. Mungkin ini memang takdirnya. Sakura tidak tahu yg mana jalan terbaik, yg ia tahu hanyalah jurang didepannya lebih baik daripada harus berjalan dijalanan penuh duri.
Entah kapan itu terjadi. Entah bagaimana. semuanya berlangsung terlalu cepat. Saat sakura sadar tubuhnya sudah melayang jatuh. Yah, mungkin ini lebih baik. Tubuh mungilnya menghempas derasnya air sungai dan jatuh hingga kedasar. Ia sudah kehilangan kesadarannya ketika deras arus membawa tubuhnya dan saat kepalanya membentur bebatuan yg dilaluinya.
"shikamaru kau yakin ini jalan yg tepat?" naruto memalingkan wajahnya pada pria berambut gaya nanas disampingnya. Lelaki tampak fokus pada kendaraan yg sedang dibawanya.
"apa kau tau jalannya?" jawab shikamaru datar
naruto hanya diam. Tentu saja ia tidak tahu, jika dia tahu tentu saja ia tidak akan membiarkan sahabat merangkap asisten sok tahunya itu yg mengendarai mobil kesayangannya.
"diam dan ikuti saja."
Naruto mendengus. Entah kenapa sahabat nanasnya itu selalu berhasil membuatnya kesal.
"apa masih lama?"
"entahlah."
"katakan jika sudah sampai. Hujan membuatku mengantuk." Naruto mengatur posisi kursinya dan mengambil posisi ternyamannya untuk tidur.
"semua hal bisa membuatmu mengantuk."
"Hei!" dengan sigap pandangan naruto beralih kearah shikamaru, shapire bluenya memandang tajam lelaki itu.
"sorry?"
"fine." Ketus naruto.
"troublesome."
Naruto sudah siap untuk melanjutkan tidur yg bahkan belum dimulainya ketika irisnya menangkap sebuah sosok. Sosok dari garis berambut pink dgn pakaian putih yg jatuh dari jembatan. Atau lebih tepatnya menjatuhkan diri dari jembatan.
"HEI!"
"wah akhirnya 'troublesome'ku membuatmu kesal."
tanpa berpikir panjang naruto membuka pintu mobilnya. Membuat shikamaru terlonjak kaget dan dengan sigap menghentikan lajunya kendaraan. Entah apa yg dipikirkan naruto saat itu, tanpa disadarinya tubuh kekarnya sudah bergerak menerjang derasnya hujan untuk menyelamatkan sosok itu.
"naruto! Apa kau gila?!" shikamaru melepaskan sitbellnya dan keluar dari mobil mengejar naruto. Tak seperti naruto yg agak asal-asalan dibeberapa hal kecil, shikamaru selalu memperhatikan setiap detail bahkan dihal-hal kecil yg bahkan sering diabaikan kebanyakan orang. "astaga, ia benar-benar gila."
Tidak ada. Mata naruto mencari di tempat sosok itu terjatuh. Mungkin tubuhnya terbawa arus. Naruto berpindah kesisi jembatan yg satunya. Namun masih tidak ada. Ayolah, kemana dia?
"hei! Apa otakmu berpidah kepantat?! Cepat masuk kemobil! Kau benar-benar sudah tak waras!" derasnya hujan membuat shikamaru mengatakan kata-katanya lebih seperti berteriak. Namun sahabat pirangnya seakan tak mengubrisnya, matanya seakan mencari sesuatu di derasnya air sungai.
"itu dia!" naruto menemukan sosok itu. Tersangkut di salah satu batu. Shikamaru yg sebelumnya tak mengerti akhirnya terlonjak kaget ketika menemukan alasan tindakan sahabatnya. Ia pun akan melakukan hal sama jika menjadi naruto.
Hanya beberapa detik sosok itu tersangkut, derasnya arus sungai membuat tubuh itu kembali terbawa arus, sontak dada naruto berdebar keras, sesuatu seperti 'tak ingin kehilangan' atau 'ingin melindungi' menyeruak dalam dirinya. Naruto sadar dengan sifatnya yg terlalu berempati pada org lain, hatinya yg mudah luluh pada kesusahan org lain dan selalu ingin menolong walaupun hal itu merugikannya. hanya saja iapun bukan orang yg bodoh, sebagai seorang pemegang saham terbesar dan presiden direktur pada salah satu perusahaan ternama jepang bahkan dunia naruto tahu mana yg seharusnya ditolong dan mana yg tidak.
Bagaimana jika ternyata sosok itu adalah hantu? Atau, bagaimana jika sosok itu sudah meninggal dunia, atau, bagaimana jika hal ini hanya khayalannya saja? dan jika sosok ini memang seseorang yg harus dislamatkan, lalu apa yg harus ia lakukan? Meloncat dengan taruhan nyawa? Naruto melihat sosok itu semakin menjauh, ia memang belum menemukan jawabannya tapi ia tahu ia harus menolong tubuh itu. sesuatu yg bahkan tak dimengertinya menarik tubuh naruto kearah tubuh itu. entah apa, tapi naruto tahu pilihannya tepat.
Naruto memalingkan wajahnya. Sudut matanya menemukan sosok shikamaru. Masih agak kaget. Shikamaru memalingkan wajahnya mendapati naruto yg sedang menatapnya dengan tatapan yg bahkan otak jeniusnyapun tak dapat mencernanya. Ia tahu, sahabat pirangnya sedang memikirkan hal yg bodoh.
"tidak.." shikamaru membelalakkan matanya.
Naruto hanya tersenyum. Tubuhnya sudah dalam keadaan siap untuk terjun kebawah.
"NARU..!" belum sempat tangan shikamaru menyentuh helaian kemeja putih naruto, tubuhnya sudah lebih dulu terjun. Sekejab tubuh shikamaru lemas. Bagi shikamaru naruto memang bodoh, tapi ia tak menyangka naruto akan sebodoh ini.
"apa dia masih belum sadar?"
"yah. Begitulah."
"kapan kira-kira ia akan sadar?"
"entahlah. Kami tidak bisa memastikannya. Tapi dengan kondisi fisiknya yg perlahan membaik dan tidak ada kerusakan berarti lainnya kurasa hanya tinggal menunggu waktu."
Samar-samar sakura mulai menangkap beberapa jenis suara disekitarnya. Tidak banyak memang, hanya dua suara dari seorang pria yg seorang wanita yg sangat asing ditelinganya. Perlahan ia mulai membuka matanya.
"tapi ini sudah sebulan lebih sejak kau mengatakan hal yg sama."
Gadis berambut pink itu memalingkan wajahnya, Walaupun samar ia bisa menangkap sumber suara malas yg satu ini berasal dari seorang lelaki jangkung dengan rambut hitam dikuncir ala nanas.
"hei. Dokter bukan Tuhan, jika kau memang ingin gadis ini sadar sebaiknya kau berdoa sana."
Kali ini suara yg agak nyaring dgn nada agak kesal ini keluar dari sosok berjas putih dengan stetoskop menggantung di lehernya. Rambut pirangnya dikuncir tinggi dan poninya dibuat agak menutupi sebagian wajahnya. Sakura masih belum bisa mendapatkan penglihatan normalnya hingga belum bisa mendeskripsikan dengan jelas kedua sosok yg hanya beberapa meter dari tubuhnya. Kedua sosok itu belum menyadari kehadirannya yg sedang memperhatikan debat kecil mereka.
"wah, rumah sakit ini sial karna menerima dokter bodoh sepertimu." Suara lelaki itu tetap datar. Seakan sengaja memancing amarah lawan bicaranya.
"TUTUP MULUTMU!" sakura agak kaget dengan suara nyaring dari wanita yg notabenenya dokter itu.
Cantik. Itulah hal pertama yg terlintas dalam benak gadis itu ketika mendapatkan pe hal pertama yg terlintas dalam benak sakura ketika mendapatkan penglihatannya seutuhnya ketika melihat wanita berjubah putih didepannya. Wajahnya agak memerah, tangannya sedikit terkepal , seperti bersiap untuk melayangkan pukulan. Sedangkan lelaki didepannya hanya tetap dengan ekspresi mengantuknya walaupun sakura yakin sudut bibirnya sedikit terangkat. Sangat sedikit hingga gadis itupun hampir tak menyadarinya. Dan tanpa disadarnya ia sudah tersenyum dengan drama kecil didepannya, membuatnya tak menyadari ketika kedua sosok itu telah menemukan keberadaannya.
"dia bangun." Belum sempat tinju ini membentur kepala shikamaru, pandangannya sudah teralihkan dengan gadis yg sebelumnya menjadi inti pembicaraan sekaligus perdebatannya dgn shikamaru. Aneh memang ketika mendapati gadis itu sedang tersenyum, karna biasanya pasien yg baru bangun dari koma yg cukup lama akan menunjukkan ekspresi bingung. Mungkin gila.
"hei, dia tersenyum. Benar dugaanku, dia gila."
"terkutuklah mulut sialanmu itu shika."beberapa urat kembali muncul di pelipis ino karna dengan santainya lelaki nanas itu mengucapkan kata-kata yg sebenarnya dipendamnya untuk menghindari hal-hal yg tidak diinginkan sekiranya wanita berambut pink didepan mereka benar gila.
"aku tidak gila. Kalian benar-benar lucu. Seperti pasangan kekasih yg sedang berdebat." Gadis itu agak terkejut ketika menemukan suaranya, jujur saja ia tak merasa mengenal suaranya walaupun tentu saja merasa pernah mendengarnya. Semuanya benar-benar asing. Kenyataan yg kembali disadarinya saat sempat dilupakan. Kali ini ia benar-benar terkejut. Di mana ini? Apa yg terjadi? Bagaimana ia bisa di sini? Siapa mereka? dan, siapa dirinya?
siapa aku?
Pertanyaan itu menyeruak dari dalam diri gadis itu. ia tidak bisa menjawabnya dan memutuskan memalingkan wajahnya kearah dua orang didepannya yg tampak bingung dengan ekspresinya, berharap menemukan jawabannya dari mereka.
"siapa aku?"
Kedua orang itu menunjukkan ekspresi yg sama terkejutnya dengannya, dan gadis itupun tahu pertanyaan itupun sedang dipertanyakan mereka. siapa dirinya?
"kau benar-benar tidak mengingat apapun tentang dirimu?" wanita cantik yg ternyata bernama ino bertanya dengan nada tak percaya.
Sakura hanya menggeleng.
"sedikitpun?"
"entahlah."
"apa maksudmu dengan 'entahlah?'" shikamaru mengklarifikasi jawaban gadis itu.
"maksudku, aku memang tidak tahu apapun yg terjadi dan apapun tentang diriku, tapi pada beberapa hal seperti suara ini, aku mengenalnya walaupu tidak ada dalam ingatanku."
"tubuhnya mengingat apa yg dilupakan otaknya." Sambung ino
"sepertinya." Sudut mata shikamaru menajam"apa ada yg lain selain suaramu ?"
"entahlah. Sejauh ini tidak."
Ino meronggoh saku jasnya. Mengeluarkan penlight dan mendekati sakura. "sebentar. Kau ku periksa dulu. Dan kau shikamaru, silahkan keluar sebentar."
Shikamaru mendengus. sebenarnya ia tidak keberatan, hanya saja mendengar ino yg menyuruhnya entah kenapa ia ingin terlihat keberaan. "troublesome." Shikamaru berbalik meninggalkan ino yg mulai menyorotkan penlightnya dengan hati-hati ke arah salah satu iris emerald gadis itu.
"apa kau benar-benar hilang ingatan?" ino bertanya disela-sela pemeriksaan. Stetoskopnya terus menempel didada putih gadis itu.
"ya." Gadis itu mengangguk lesu.
"apa ada sesuatu dalam ingatanmu walaupun hanya sedikit?"
"sudah kukatakan tidak ada! Apa kau tidak mempercayaiku?"
Tentu saja gadis itu mulai kesal. Ino sudah menanyakan hal yg sama hampir 5 kali, orang pendetapun akan mulai kehilangan kesabarannya.
"selesai." Ino menurunkan kembali baju hijau rumah sakit gadis itu. "sejauh ini tidak ada kelainan apapun. Dari foto ct-scan sebelumnya pun tidak ada kelainan. Ino mendengus. "aku percaya padamu, hanya saja, ini pertama kalinya aku bertemu pasien yg kehilangan total ingatannya, selain itu tidak ada kelainan apapun pada kepalamu."
"jadi, apa yg terjadi denganku?"
"trauma. Trauma yg hebat. Maksudku, kau mengalami suatu kenangan pahit yg ingin kau lupakan. Guncangan mental yg kuat itulah yg membuat kau kehilngan ingatanmu tentang hal yg tidak kau inginkan itu." ino memutar bola matanya. "well. Itulah kenapa kau masih mengingat hal-hal yg berkaitan tentang pengetahuan pada umumnya. Tapi aneh juga mengingat kau bahkan tidak mengingat apapun tentang dirimu. Biasanya org yg mengalami ini hanya kehilangan beberapa tahun hidupnya. Paling tidak ia mengingat namanya."
"maksudmu," wajah gadis berwarna sakura itu tiba-tiba memucat. "maksudmu aku ingin melupakan diriku sendiri?".
Ino tersontak kaget. Hal itu bahkan terpikirkan olehnya. Benarkah gadis ini ingin melupakan dirinya sendiri? Apakah ia menghilang? Itukah alasan sebulan yg lalu shikamaru membawanya dalam keadaan yg cukup memprihatinkan? Tenggelam dengan tubuh penuh dengan memar. Shikamaru tidak mengatakan apapun mengenai hal ini walaupun ia memaksa. Memang aneh saat malam itu ketika ambulance membawa naruto dan gadis ini bersama dan dalam keadaan yg sama. Terbawa arus dan taksadarkan diri. Apa gadis ini berniat untuk bunuh diri? Dan naruto menolongnya? Pikiran itu seketika saja terlintas dalam pikiran ino. Ia tak ingin mengambil kesimpulan itu, tapi keadaannya memang sangat mirip. Tapi jika memang benar, pertanyaan yg tersisa adalah kenapa naruto menyelamatkan gadis ini? Naruto memang tipe lelaki bisa dibilang berhati malaikat walaupun kadang terlihat bodoh tapi apa ia akan mempertaruhkan nyawanya untuk org yg baru dikenalnya? Siapa gadis ini?
"hei. Apa kau benar-benar tidak tahu apa-apa tentang aku? Kenapa aku ingin melupakan diriku sendiri? Apa aku ingin menghilang?"
cahaya di mata gadis itu seakan meredup. Ino tersadar dari pikirannya yg telah mengembara jauh. Ini bukan saatnya memikirkan hal itu. saat ini yg harus dipikirkannya adalah bagaimana cara untuk menenangkan pasiennya yg mulai kehilangan harapan hidupnya. Walaupun memang pasiennya telah kehilangan harapan hidupnya sejak lama. Tapi sebagai dokter yg baik ia harus tetap memperjuangkan hidup pasiennya walaupun ia tidak tahu apa yg harus ia lakukan nantinya ketika ia akan dihadapkan pada pilihan untuk berusaha meyembuhkannya dan membuat gadis ini kembali menderita bahkan bisa kembali mengakhiri hidupnya atau tidak melakukan apa-apa dan melalaikan tugasnya sebagai dokter. Selain itu bisa saja sebaliknya yg terjadi, ia sudah mencoba tapi gadis itu tetap tak mengingat apapun atau ia tidak mencoba apa-apa tapi ingatan gadis itu tetap kembali. Entahlah, ino terlalu bingung. Tapi apapun yg terjadi nantinya, akan dipikirkan ino nanti. Yg bisa dilakukannya sekarang adalah mencoba agar gadis ini kembali menemukan semangat hidupnya.
Ino menarik napas dalam. "benar. Aku tidak tahu apa-apa tentang kau. Saat itu malam hari dan hujan sangat lebat, maaf tidak menceritakan hal ini sebelumnya karna shikamaru memintaku untuk tidak mengatakannya dulu. Tapi kurasa kau perlu tahu. dimalam hari dan hujan lebat, kebetulan aku yg jaga malam. Ambulance membawa kau dan seorang pemuda lagi."
"ada yg bersamaku?" mata gadis itu melebar.
"benar. Seorang pria. Namanya naruto. Dia dan shikamaru adalah sahabatku dan itulah alasan kenapa aku yg merawatmu. Saat itu keadaan kau dan naruto bisa dikatakan sama walaupun naruto agak lebih parah."
Tanpa disadarinya gadis itu sudah meremas selimut rumah sakit yg entah dari kapan sudah berada di genggamannya.
"tubuh kalian basah oleh air keruh dan penuh dengan lebam. singkatnya, keadaan kalian seperti dua orang yg baru saja terbawa arus dan tenggelam."
Tenggorokan gadis itu tercekat. Tentu saja. alasan kenapa dirinya dan lelaki itu datang ke rumah sakit dalam keadaan tenggelam. Dan alasan ia kehilangan ingatannya karna ingin melupakan dirinya sendiri. Semuanya berhubungan. Lelaki bernama naruto itu menolongnya karna ia akan, bunuh diri.
Tiba-tiba kepala gadis itu sakit. Dunia seakan berputar disekelilingnya. Beberapa bayangan terlintas dalam benaknya. Hujan. Jembatan. Dan sungai.
Ino panik melihat keadaan pasiennya. Ia memang sudah terbiasa melihat penderitaan pasien-pasiennya. Tapi bukan berarti ia tidak merasakan apa-apa. Sebagai seorang dokter ia memang harus melakukan tugasnya dengan semestinya tapi gadis ini terlalu membuat ino ingin melindunginya. Sesuatu dalam gadis ini membuat dirinya ingin melindunginya. Melindungi seperti seorang sahabat melindungi sahabatnya. Memang aneh, tapi itualah yg dirasakan ino.
"kau bukan mau bunuh diri."
"a. Apa?" gadis itu mengangkat kepalanya tidak percaya.
"aku belum mengatakan semuanya. Kalian berpacaran. Kau dan lelaki itu." ino tahu ia berbohong. Tapi inilah jalan terbaik yg ia temukan. "saat itu,"
Ciiiitt
Pintu berdenyit. Sesorang membuka pintu sebelum ino melanjutkan kata-katanya. Lelaki jangkung berambut pirang dengan gips ditangannya dan beberapa bagian tubuh lainnya yg diperban. Lelaki itu memakai tongkat untuk bejalan. Walaupun ada beberapa bekas luka goresan di pipi lelaki itu, tapi tak menyurutkan ketampanannya bahkan bekas luka itu seperti memperindah wajah mempesonanya. Dari pakaian lelaki itu jelas bahwa ia juga pasien rumah sakit ini.
Ino terlonjak kaget. Matanya melotot. Sial! Ia belum sempat memberitahukan shikamaru dan naruto tentang rencananya.
"siapa kau?" dengan polosnya gadis berambut pink itu bertanya. Agak kesal karna diganggu di saat-saat pentingnya.
"naruto." Lelaki itu berjalan kearah mereka. tetap dibelakangnya lelaki berambut nanas sebelumnya yg tampaknya lebih memilih untuk menunggu di pintu.
Ino menatap shikamaru dengan tatapan kesal dan dibalas dengan tatapan seperti mengatakan 'aku tidak mau tahu'.
"maksudku, siapa kau? Kenapa kau disini? Apa hubunganmu denganku?"
Ino menahan napas. Sial. Ia tak mengira gadis itu akan menanyakannya pada naruto.
"aku menolongmu saat kau terbawa arus." Naruto memutar bola matanya. "well, karna kau.."
Habis sudah.
"adalah pacarku."
