The forgotten memory

Kingdom Hearts bukan punya saya.. Got it? ^^

Rate: T

Genre: Romance and tragedy

Pairing: VanVen

a/n: fic ini saya persembahkan untuk para pecinta VanVen indo—kalau ada—.. para readers sekalian, dan yang lain.. atas berkat tuhan yang maha ESA, akhirnya saya bisa buat cerita ini.. RnR please? ^^

Di suatu pagi yang cerah, aku terbangun dengan cara agak sedikit kasar. Kepalaku pusing. Tadi malam.. hanya mimpi buruk.. batinku sambil memegang kepalaku. Aku berjalan menuju kamar mandi yang terletak di depan pintu kamar. Aku membuka pintu kamar mandi lalu membuka semua bajuku. Kubuka shower dan kubiarkan diriku dibasahi oleh air dingin yang keluar dari shower tersebut. Kupikir-pikir, sudah dua kali aku mengalami mimpi seperti ini. Kenapa ya? Aku membuang pertanyaan itu jauh-jauh lalu mengambil shampoo dan kutuang di telapak tanganku. Setelah mandi, aku berjalan kea rah kamar lalu segera mencari seragam pramuka. Hari ini hari Rabu dan setiap hari itu juga, aku harus memakai seragam ini. Kuambil baju pramuka yang tergantung di lemariku lalu mengenakannya. Setelah itu, aku mengeringkan rambutku, lalu menyisirnya. "Oss.. kak Ven.." ucap sebuah suara. "Ossu.. Roxas.." balasku tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Kulihat dia belari menuju kamar mandi. Aku turun kebawah untuk mengambil—atau lebih tepatnya membuat—sarapanku sendiri. Roxas tidak mau dibuatkan sarapan karena dia bisa makan di kantin sekolah. Kebiasaannya sulit sekali di hilangkan. Biasanya, kak Cloud memarahinya kalau ketauan jajan di kantin dan tidak sarapan. Aku mencari selai coklat-kacang kesukaanku lalu mengolesnya di roti tawar yang kupegang.

"Ho.. Ventus sudah bangun.." gumam sebuah suara. Aku tau, itu suara milik kak Cloud. "Kok kakak bangun telat?" tanyaku.

"Hum.. hari ini kakak libur, dan semalam kakak baru selesai buat laporan dari guru.. mana Roxas?" jawab kak Cloud lalu bertanya balik kepadaku.

"Dia baru mandi.." jawabku lalu memakan setangkup roti tawar yang sudah kuberi selai. "Kak, bilang pada Roxas, aku sudah berangkat.. karena ada urusan.." tambahku lalu bergegas menuju ruang tamu dan mengenakan sepatuku. "Oke.. hati-hati ya?" ucap kak Cloud sambil memegang secangkir the hangat. Aku mengangguk. "Berangkaat!" seruku sambil belari keluar rumah menuju sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah, sangat dekat. Jadi, aku bisa berangkat ke sekolah beberapa menit sebelum bell masuk berdering. Tapi, sekarang aku tidak bisa. Karena aku menjadi anggota OSIS, aku harus berangkat pada jam yang di tentukan oleh guru bidang kesiswaan. Pekerjaanku hanya di ributkan oleh urusan-urusan sekolah, persiapan LDKS ke dua, dan urusan-urusan lainnya. Setibanya, aku bertemu Sora. "Sora!" panggilku. Dia menoleh kearahku. "Oss.. Ven!" sapanya saat dia tau siapa yang memanggilnya. "Oss yo.. heh, tumben sekali kau datang pagi-pagi.." ucapku sambil membalas sapaannya. Sora tersenyum. "Yah, aku harus membersihkan kelas.." ucap Sora. "Ouh.. begitu.. hum.. aku duluan ya! Dah!" ucapku sambil belari menuju ruang kelas untuk menaruh tas, lalu melesat menuju ruang OSIS. Saat aku tiba, kuliaht para anggota OSIS sudah berkumpul. "Hei! Sob! Pa kabar?" tanya Lea.

"Baik! Kau pikir aku tidak baik? Kalau kau?" tanyaku dengan senyuman.

"Aku baru mimpi buruk semalam.." jawab Lea. "Hah? Mimpi apa itu?" tanyaku lagi. Aku pikir, Lea tidak akan mimpi buruk sama sepertiku.

"Aku rasa, aku melupakan seseorang yang selama ini aku sayangi.." jawab Lea sambil menyentuh keningnya dengan tangannya. "Hum? Siapa itu?" tanyaku LAGI.

"Entahlah.. aku tidak ingat itu.." jawab Lea tidak yakin. Dia menatapku lalu melempar sebuah senyuman. "Sudahlah.. itu hanya mimpi buruk.. tidak usah dipikirkan! Eh, katanya, LDKS tahun ini akan diselenggarakan di Bandung.. kau ikut?" tanyanya.

"Tentu! Mana mungkin aku akan melewatkan yang satu itu? Eh, sekaligus mencalonkan diri untuk ikut OSIS lagi.." gurauku. Kami berdua tertawa sampai akhirnya, ada bentakan dari ketua OSIS untuk segera diam. Saat kami berdua diam, rapat pun di mulai.

XxXxXxXxXxXxXx

Jam istirahat. Jam istirahat adalah kesukaan semua murid termasuk aku. Dimana saat berhentinya pelajaran dan mengistirahatkan otak kita dari kepenatan, dan makan siang tentunya dalam waktu yang singkat. Aku duduk di kelas sambil memikirkan sesuatu. Tiba-tiba, ada yang menyapaku.

"Oh.. Lea.. ada apa?" tanyaku. Lea duduk di sebelahku. "Sensei bilang, kita akan mendapatkan murid baru!" ucapnya senang. "Lagi?!" pekikku. Lea mengangguk. "Aku heran.. kenapa kita ditambah lagi? Padahal sudah 37 murid.." gumamku. Lea mengangkat bahunya. "Entahlah.." ucapnya. Aku mengambil buku novel kesukaanku dari lokerku lalu duduk lagi di bangkuku. "Kau tidak makan siang?" tanya Lea. Aku menggelengkan kepalaku lalu mulai membaca novel yang berjudul 'NARSIS UNLIMITED' terbitan guruku. "Hei, buku apa itu? Lihat dong!" ucap Lea sambil ikut membaca. Mataku tertuju pada sebuah nama 'Prima Sagita' dengan judul 'ALAMAAAKKK…!'. Hmm.. ini pasti ceritanya.. batinku lalu membacanya.

(~^w^)~ Rokuso ~(^w^~)

Saat jam pelajaran IPS berlangsung, aku hanya memperhatikan sang guru yang sedari tadi ceramah terus. Aku harus bersabar terhadap dua guru di sekolahku yaitu, 1) Agama. 2) IPS. Mereka selalu tiada hentinya berceramah dan membuat aku mengantuk. Aku mengambil sebuah buku kosong dari tasku lalu mengerjakan sesuatu yang seharusnya tidak di suruh oleh sang guru. Aku agak terkejut karena sang guru mengucapkan, "nah, hari ini kita kedatangan murid baru.. silahkan masuk.." ucapnya. Lea benar, kita mendapat murid baru. Lagi-lagi, aku jadi absen terakhir dan giliranku makin lama. Seorang pemuda berambut jabrik dengan rambut bewarna hitam masuk ke dalam kelas. Bola matanya bewarna emas. Wajahnya terlihat sangat malas saat disuruh memperkenalkan dirinya. "Namaku Vanitas.. pindahan dari SMP Oblivion.. senang berkenalan dengan kalian.." ucap murid baru itu. Vanitas? Tunggu.. aku pernah mengenal nama itu.. tapi, dimana? Batinku lagi. "Nah, Vanitas, sekarang kau duduk di sana ya!" ucap sang guru sambil menunjuk kursi kosong di sebelahku. Ya, aku memang duduk sendirian. Ini menyenangkan tetapi agak membosankan. Bosan karena tidak ada teman untuk mengobrol. Menyenangkan karena saat ulangan aku tidak di contek. Tapi itu berakhir saat Vanitas duduk di sebelahku. "Namamu siapa?" tanyanya dengan nada agak dipaksakan pelan.

"Ventus.. panggil saja Ven.." jawabku sambil mengalihkan pandangan mataku menuju papan tulis karena sang guru sudah mulai menulis soal-soal yang gampang tapi dengan jawaban yang sedikit rumit. Tuhkan, apa kubilang.. mancari jawabannya sangat rumit. Buktinya saat sang guru keluar, seisi kelas langsung ramai dan para murid yang lain sibuk mensontek temannya yang lain. Aku hanya mencari di buku. Kalau tidak ada, aku terpaksa meminta bantuan Isa, teman depan bangkuku. Dia pintar dalam hal IPS, dan lemah dalam kesenian. Kalau aku, tinggal dibalik saja. Aku lemah dalam IPS, dan pintar dalam kesenian. "Thanks, Isa..." ucapku saat sudah menerima jawaban yang kuinginkan darinya. Kulirik Vanitas. Dia sudah menjawab semuanya! Wilih, keren sekali. "Kau sudah selesai?" tanyaku ragu-ragu. Dia mengangguk lalu memainkan pulpen yang dia pegang diatas meja. Tidak, dia tidak mencoret-coret meja, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan murid-murid, hanya dimainkan seperti anak kecil yang baru tau kalau itu adalah pulpen. Saat sang guru kembali, murid-murid yang tadi jalan-jalan kesana-kemari untuk mencari jawaban, bergegas kembali ke tepat duduknya masing-masing. "Mari di periksa.." ucap sang guru lalu membacakan jawaban yang benar. Setelah pelajaran IPS berakhir, sekarang giliran MTK sekaligus mata pelajaran yang terakhir. Aku mengeluarkan buku PR, catatan, latihan, dan cetak ke mejaku. Aku membuka-buka buku PR. "Untung saja aku sudah mengerjakan PR.." ucapku lega lalu berusaha santai sejenak saat guru belum masuk. Vanitas mengambil buku catatanku. "Lihat ya?" ucapnya. Aku mengangguk lalu dia membuka halaman demi halaman buku catatanku. "Baru pemangkatan aljabar?" tanya Vanitas.

"Ya, begitulah.. gurunya jarang masuk.. jadi, kita sering ketinggalan.." jawabku. "Err.. maksudku, murid-murid yang lain selain aku, Isa, dan Lea.." aku membetulkan ucapanku. Vanitas hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Tiba-tiba, aku merasa kepalaku sangat pusing. kambuh..lagi?! Batinku dengan panic. "Ah, Ven! Kau kenapa?!" pekik Lea yang meliat aku memegang kepalaku. Aku berusaha mengambil obat dari tasku dan sebotol air. Setelah aku meminum obat tersebut, pusingnya agak mereda, tapi masih merasa kalau aku sedang mimpi berada di sekolah dan aku akan bangun pada saatnya. Aku memang berjaga-jaga untuk membawa obat sakit kepala kalau-kalau aku mendapat serangan sakit kepala lagi seperti tadi. Kan bisa gawat kalau aku pingsan di sekolah. Tak ada yang menjamputku maupun mengantarku kecuali Lea dan Isa. "Kau tak apa?" tanya sebuah suara dari sebelahku. Aku menatap asal suara itu, dan ternyata Van yang bertanya.

"Ya.. aku baik-baik saja.. ini sudah biasa kok.." jawabku. "Biasa apanya? Kalau kejadian tahun lalu terulang lagi bagaimana?" tanya Isa. Dia angkat bicara sekarang. Ya, tahun lalu aku pernah pingsan disini dan tak sadarkan diri selama satu minggu. Aku pun dilarikan ke rumah sakit terdekat dan ditemani oleh Lea, dan Isa. Mereka selalu menemaniku disaat-saat seperti ini. Kakakku, Cloud, tidak sempat mengunjungiku waktu itu.

"… ya.. kejadian itu sangat mengerikan.. tapi aku tidak mau terulang lagi.." jawabku sambil menundukan kepalaku. Aku mengembalikan obat dan botol ke tasku. Tak ada yang komentar lagi. Gurunya sudah datang. Maka pelajaran pun dimulai. Sang guru mengajarkan kami perkalian aljabar yang terus-menerus diulang-ulang olehnya. Aku agak bosan, tetapi aku suka. Sekarang sudah masuk ke pelajaran Segitiga Pascal. Awalnya aku agak bingung karena gurunya tidak menjelaskannya terlebih dahulu karena dia kira sudah diajarkan pada hari Senin. Untungnya Vanitas sudah tau dan aku diajari olehnya. Dia cukup pintar juga dalam pelajaran seperti ini. "Nah, PR kalian untuk hari ini, UK 4 dikerjakan semuanya!" ucap sang guru. Murid-murid langsung perotes. "Bu! Kebanyakan nih! Capek dong! Masa PR sebanyak ini dikumpulkan besok bu?" tanya Riku. dia sudah mulai protes. "Riku bener tuh bu! Kita kan ada peer seni budaya dan dikumpulkan besok!" timpal Seifer. Sang guru akhirnya mengalah. Kami disuruh mengerjakan UK 4 dua nomor saja. Satu nomor kira-kira ada lima belas di soal ini. Bell pulang sekolah pun berbunyi. Murid-murid langsung berteriak senang karena waktunya pulang dan meninggalkan sekolah yang—kata mereka, bukan kataku—angker ini. Setelah berdo'a dan mengucapkan salam pada sang guru, semuanya langsung berhamburan keluar kelas menuju gerbang sekolah. Aku berjalan ke gerbang dengan perasaan aneh. Antara pusing, mual, dan bermimpi bercampur menjadi satu. "Hei, Ven!" panggil seseorang. Aku menoleh kearah suara itu. "Ada apa, Vanitas?" tanyaku.

"Bareng yuk!" ajaknya. "Memang rumah mu dimana?" tanyaku LAGI.

"Hum.. di komplek distrik 12.. kau?" dia bertanya balik.

"Oh.. aku juga.." jawabku. Aku berpikir sebentar. "Hm.. boleh lah kalau begitu.." ucapku lalu menaiki motor milik Vanitas. Setibanya di sepan rumah bewarna krem dengan halaman yang luas serta pepohonan hijau tumbuh, aku turun dari motor Vanitas. Ini rumahku. "Terima kasih ya.." ucapku. "Sama-sama.. hum.. lagi pula, rumahku hanya berjarak sekitar tigapuluh kaki dari sini.." ucap Vanitas. "Kalau kau tidak mempunyai lahan sebesar ini.. mungkin hanya duapuluh kaki.." tambahnya sambil menoleh kearah lain. "… err.. baiklah.. aku mau masuk.. kau pulang lah.." ucapku. Vanitas mengangguk lalu pulang kerumahnya sementara aku masuk kedalam rumah.

(~^w^)~ Rokuso ~(^w^~)

Pagi harinya, aku merasa sangat aneh sekali. Aneh bukan karena mimpi buruk. Melainkan aku bermimpi Vanitas adalah kekasihku yang sudah lama meninggalkanku. Tapi aku tak mempedulikan itu. Toh, hanya mimpi. Itu hanya imajinasi yang dibuat oleh otak kita. Aku berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan semua tubuhku. Selesai mandi dan berpakaian, aku berjalan ke ruang keluarga untuk menonton TV. Aku masuk sekolah pada jam 12:30 P.M. jadi, jangan salah kalau aku masih menonton TV pada jam tujuh atau bangun pada jam delapan. Aku menyapa kakakku, Cloud, yang sedang bersiap-siap menuju sekolah. "Ven, aku berangkat.." ucap kak Cloud. "Ya kak.. kakak sudah bawa kunci?" tanyaku. Kak Cloud mengangguk lalu menunjukan kunci dengan gantungan kunci pedang yang kecil dengan lebar ± 5 cm dan bewarna abu-abu pada bagian blade-nya dan warna merah pada pegangannya. Aku tak menjawab melainkan langsung menatap TV. Tiba-tiba, Roxas melompat dari belakang sofa yang kududuki. "Kak! Main PS yuk!" ajaknya. "Oke.. tapi apa nih?" tanyaku.

"Kita main Tekken Tag Tournament! Aku baru beli kemarin!" jawabnya sambil memperlihatkan aku CD game yang masih di bungkus. Aku mengangguk lalu mengeluarkan PS 2 yang berada di bawah TV. Pertama-tama, aku harus mensetting PS-nya karena masih terpisah-pisah. Setelah semuanya benar, barulah kami bermain. Roxas memakai Devil Jin, sementara aku memakai Xiaoyu. Saat pertarungan dimulai, Roxas curang! Dia selalu memakai laser! "Hei! Jangan curang!" gerutuku. Dia tertawa. "Boleh lah!" ucapnya. Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu rumah. "Jangan di start ya! Awas kau!" ucapku sambil mengancamnya. Roxas hanya menyengir. Saat kubukakan pintu rumah, terlihat seorang anak berambut coklat Spike sedang membawa sebuah kotak yang entahlah apa isinya. "Oh!" pekik anak itu. "Hum.. aku orang baru disini…" tambahnya. "Ya?"

"Namaku Sora… siapa namamu?" tanya anak itu.

"Ventus.. Ven for short…" jawabku. "Nama yang bagus!" ucap Sora agak basa-basi. Dia menyerahkan kotak yang dipegangnya kepadaku. "Ini untukmu…" ucapnya sambil tersenyum. Aku tersenyum untuk membalas senyumannya. "Terima kasih ya?" ucapku. Dia mengangguk. "Oh ya, apa sebelum aku kesini, ada anak berambut hitam pekat dan hampir mirip denganku?" tanyanya. Aku menggeleng. "Tidak ada.. tapi kemarin dia baru saja mengantarkan ku kerumah… hum.. Vanitas kan yang kau cari?" aku balik bertanya. Sora mengangguk. "Jadi, kalian sekelas?" tanyanya LAGI.

"Ya.. kami sama-sama kelas 8-5.. kalau kau?"

"8-4.. sama-sama masuk siang kok!" jawabnya. Kami hening sebentar. "Hmm.. aku pulang dulu ya.. sampai jumpa di sekolah, Ven!" ucap Sora sambil melambaikan tangannya kepadaku, lalu belari menuju rumahnya. Aku masuk kedalam rumahku lalu menutup pintu rumah. "Siapa kak? Dan itu apa?" tanya Roxas bertubi-tubi.

"Entahlah.. kakak tidak tau apa isinya.. yang jelas, kita dapat tetangga baru.." jawabku. "Oh ya? Siapa namanya?" tanya Roxas lagi.

"Sora.. dan Vanitas.." jawabku. Dia berpikir sejenak. "Sora.. dia 'kan teman sekelasku! Tapi, Vanitas—" "Teman sekelasku.." tukasku cepat-cepat sambil menaruh kotak yang kupegang lalu kembali duduk di sofa untuk bermain Tekken Tag Tournament lagi bersama Roxas. "Ho.. tapi, bukannya di kelas kakak ada 38 orang?" tanya Roxas lagi.

"Memang.." jawabku. "Tapi kenapa di tambah lagi?" tanya Roxas PENASARAN.

"Entahlah.. sudah ah! Main lagi yuk!" ucapku sambil mengalihkan pembicaraan sekaligusmengalihkan pertanyaan Roxas. Kami bermain sampai pukul 11:30 P.M. "Kak! Aku belum mandi!" pekik Roxas. "Salah sendiri.. siapa suruh bangun tidur langsung main?" tanyaku sambil membuka kotak yang tadi di berikan Sora. aku mengabaikan celotehan Roxas yang terus menerus menyalahkanku. Ternyata, isi kotak ini adalah macaroni panggang yang diatasnya ada taburan keju parut! Ini kesukaan Roxas.. batinku. Aku menutup kotak ini lagi sebelum ketahuan oleh Roxas. Kalau ketahuan, dia akan menghabiskan semua macaroni keju panggang ini. Aku berjalan menuju lantai atas untuk berganti baju menjadi seragam batik putih biru. Aku benci pakaian ini. Kantungnya yang kebesaran dan agak kebawah yang membuatku benci. Aku tidak suka kantung yang seperti ini. Terlebih lagi, ada pelajaran Tataboga. Ugh, aku muak deh. Pikirannya tentang uang, makanan, dan hiasan-hiasan dalam makanan untuk menambah nafsu makan. Entahlah apa sebutannya. Yang pasti itu tujuannya. Aku mengambil beberapa tomat merah dua buah di kulkas, lalu aku mengambil sebuah pisau yang sudah diasah tajam lalu mengambil tutup yang berbentuk setengah lingkaran dari tempat penyimpanan. Mengambil es batu, dan sebuah baskom sedang. Saat aku melintas tepat saat Roxas keluar dari kamar mandi, dia terheran-heran saat aku membawa semua yang tadi kusebutkan. "Pasti tataboga ya?" tebaknya. Aku mengangguk. "Kak.. bukannya hari ini libur?" tanya Roxas. Aku cengo. Terdiam atas kebodohanku. "Tau dari mana kau?" aku balik bertanya. Dia belari ke kamar lalu mengambil selembar kertas. Dia menyerahkannya kepadaku. Aku membacanya. "Dari mana kau dapat ini?" tanyaku.

"Loh, bukankah kakak juga di kasih?" Roxas bertanya balik. Aku menggeleng. Setahuku, pak Ansem tidak memberikan sesuatu atau selembar kertas kecuali ulangan. "Oh.. 8-5 memang belum dikasih.." gumamnya. Aku meraih Hp-ku lalu mencari nomor Riku. Setelah ketemu, aku menelfonnya.

"Oss.. ini siapa?" tanya suara di sebrang. Bisa ditebak kalau Riku bangun kesiangan. Sudah siang kok dibilang pagi?

"Ini sudah siang Riku.." ucapku sambil membenarkan perkataannya.

"Oh.. Maaf.. Konnichiwa.. Ada yang bisa dibantu? dan ini siapa?" tanya Riku bertubu-tubi.

"Ini Ventus.. eh, hari ini liburkah?" aku balik bertanya.

"Ya.. kau belum terima SMS-nya?"

"SMS apa? Aku tidak merasa menerima SMS apapun..."

"Oh.. maaf kalau aku belum mengirimnya kepadamu.. hehee.. ya, sekarang libur.." aku agak kesal karena dia belu mmemberitahuku tentang ini.

"Huh! Thanks ya kalau begitu.. eh, maaf buat ngeganggu kalau kau baru bangun tidur.." ucapku lalu menutup sambungan. Aku tidak mau kalau berbasa-basi kepada Riku. Roxas menatapku. "Huh.. dasar.. ketua kelas enggak bener.." aku ngedumel sendiri lalu membalikkan semua yang sudah ku siapkan. Sebal deh! "Kak Ven! Aku mau main ke rumah Sora, ya! Kakak ikut?" tanya Roxas.

"Huh? Enggak makasih.. kakak mau ngerjain peer MTK dulu.. nanti kakak nyusul deh!" jawabku lalu berjalan menuju kamar dan mengambil buku PR dan cetak MTK. Aku berjalan menuju meja belajarku lalu mengerjakan PR MTK yang paling kusukai. "Kak! Bawa saja ke rumah Sora! kita belajar kelompok disana!" ucap Roxas. Rupanya dia belum berangkat. Aku langsung bergegas merapihkan buku PR, tempat pensil, dan cetak MTK lalu membawanya ke rumah Sora. aku menaruh semua itu di tas selempang kecil yang selalu menjadi andalanku saat aku berpegian kemana saja. Mau saat latihan Taekwondo, maupun jalan-jalan. Aku turun kebawah saat semuanya sudah siap. Kulihat Roxas membawa tas kecil bewarna coklat muda. "Sudah siap?" tanyanya. Aku mengangguk lalu kami berjalan menuju rumah Sora. sebelum itu, kami harus memastikan seluruh rumah aman dan terkunci. Jarak rumah kami dengan rumah Sora dan Vanitas tidak lah jauh. Hanya tiga puluh kaki. Persis yang Vanitas bilang saat dia mengantarkanku pulang. Setibanya aku disambut oleh Sora. "Wah! Ven juga ikut? Ayo masuk! Sudah kutunggu dari tadi di kamarku! Di lantai tiga ya!" ucapnya sambil mempersilahkan kami masuk. Tanpa ba-bi-bu, kulihat Roxas langsung belari menuju lantai dua. Aku membuntutinya. Saat aku memasuki kamar Sora, kamar ini sama seperti kamarku. Tapi bedanya, aku dicat bewarna hijau dan di tengah-tengah ada meja bundar kecil. Aku melihat Vanitas duduk sambil menghitung-hitung sesuatu di selembar kertas putih. Aku duduk di sebelahnya lalu melihat apa yang dia hitung. "Kau salah, Vani.." ucapku sambil memperbaiki pekerjaannya. Dia menatap kearahku. "Sejak kapan kau datang?" tanyanya.

"Baru saja.." jawabku. "Ini seharusnya seperti ini.." tambahku sambil menuliskan cara yang benar. Setelah itu, aku menatapnya. Dia terlihat kebingungan. "Jadi, kuncinya cuma kalau nilai pangkat 'x'-nya turun, maka pangkat pada angka 4-nya naik.. lalu, setelah itu di kuadratkan.." tukasku cepat-cepat. Dia mengacak-acak rambutnya. "Aku tak pandai kalau pelajaran seperti ini.." gerutunya lalu menyalin jawaban yang ada di kertas ini. Aku hanya memutar bola mataku lalu mengeluarkan buku PR dan mengerjakannya. Setelah mengerjakan PR, kami bermain Xbox bersama di kamar Sora. "Kita main Final Fantasy XIII saja ya?" tawar Sora sambil mengeluarkan CD game Final Fantasy XIII. "Kalau yang XIII-2 ada enggak?" tanya Roxas sambil melihat-lihat koleksi kaset Xbox milik Sora. "Huh.. kurasa enggak ada.. maaf yah.. soalnya, aku belum tamat main XIII.." ucap Sora. Roxas menatapnya. "Oh.. ya sudah.." ucapnya. "Umm.. aku pulang duluan ya.. nanti aku kemari lagi.." ucapku lalu meninggalkan kamar Sora lalu turun kebawah di temani Vanitas. "Cepat sekali.." gumam Vanitas. "Aku.. ada kerjaan untuk OSIS.. jadi, aku harus buru-buru pulang.." ucapku. Vanitas terdiam sejenak. "Boleh kubantu?" tawarnya. "Eh, makasih.. tapi, mungkin kau akan ribet.." aku menolak. Tapi dalam hati aku menerimanya. Aku menolak karena aku takut dia kerepotan. "Loh, bukannya kalau kerja sendiri malah lebih repot?" tanya Vanitas. Dia benar juga sih. Kalau dikerjakan sendiri bakal lebih repot lagi. "Ah.. iya juga ya.. mm.. boleh lah kalau begitu.." ucapku. Dia tersenyum. Tiba-tiba wajahku memerah seketika. Aku buru-buru mengalihkan pandangan darinya agar dia tidak bisa melihatwajahku. Kenapa.. aku merasa sangat gugup saat dia tersenyum.. batinku. "Sora! aku keluar dulu ya!" ucap Vanitas setengah berteriak. "Ya kak! Kunci-nya bawa saja!" balas Sora. Vanitas mengambil kunci rumahnya lalu mengunci pintu sementara aku belari menjauh. "Hei!" panggilnya. Tiba-tiba tanganku di pegang oleh seseorang. "Kau ini.. kenapa meninggalkan ku?" tanya Vanitas.

"Eh? Aku... tidak tau..." jawbaku. "Kakiku bergerak sendiri.." tambahku. Vanitas menghela nafasnya lalu merangkulku. "Kalau begini tidak kan?" tanyanya. Wajahku panas. Aku mengangguk. Kulihat dia tersenyum. "Ayo, jalan..." ucapnya. Aku mengangguk lalu berjalan menuju rumahku.

(~^w^)~ Rokuso ~(^w^~)

Setelah aku selesai mengerjakan tugas OSIS yang dibantu oleh Vanitas, aku turun kebawah untuk mengabil dua buah gelas yang berisi air putih lalu membawanya ke kamarku. "Ini.." ucapku sambil menaruh gelas yang kubawa di meja kecil di sudut ruangan di kamarku. Vanitas menatapku. Lalu tersenyum. "Trims.." ucapnya singkat lalu mengambil gelas yang kutaruh di meja. Dia sedang melihat-lihat sekitar halaman belakangku melalui jendela kamarku. "Bagaimana menurutmu?" tanyaku sambil berjalan menuju jendela kamarku.

"Apa maksudmu?" Vanitas bertanya balik.

"Tentang… taman belakangku?"

"Oh.. indah.. hanya saja, itu bunga apa?" tanya Vanitas sambil menunjuk sebuah bunga yang bewarna pink.

"Entahlah.. aku tidak tau.. itu bunga kesukaan kakakku, Aqua.. dia sangat senang memelihara bunga itu.." jawabku sedih. "Hum.. ngomong-ngomong.. kemana kakakmu yang Aqua itu?" tanya Vanitas. Aku tidak mau mengulang ingatan itu. Dimana kak Aqua meninggal gara-gara diriku. Dia meninggal gara-gara kecerobohanku.

~Flash back~

Saat itu, aku, kak Cloud, Roxas, dan kak Aqua berjalan-jalan di trotoar. Roxas memintaku untuk membelikan sea-salt. Aku yang masih berumur lima tahun, meminta kak Aqua untuk Aqua mengangguk lalu menemaniku menuju penjual sea-salt. Aku membeli empat potong untukku, kak Aqua, Roxas, dan kak Cloud. Saat aku kembali dan ingin menyebrangi jalanan yang saat itu sedang sepi, aku berjalan di jalan raya tanpa kak Aqua. Aku piker, dia sudah di sebrang bersama kak Cloud dan Roxas. Saat aku bertemu kak Cloud dan Roxas, aku tak melihat kak Aqua. Aku pun bergegas untuk mencarinya. Aku menemukan kak Aqua ada di sebrang jalan dengan membawa plastik hitam. Aku tak tau apa isinya. "Kak Aqua!" teriakku lalu belari kearahnya. Aku tidak sadar kalau ada mobil truk yang melintas saat itu juga. "Ven! Awas!" kak Aqua berteriak lalu belari kearahku yang berada di tengah jalan. Tiba-tiba, ada sebuah klakson mobil yang tepat berada di sebelah kiriku. Aku terkejut. Tubuhku kaku. Tidak bisa kugerakan sama sekali. Aku hanya bisa memejamkan mataku. aku piker, aku akan mati sekarang juga. Dugaanku salah. Aku merasa tubuhku terlempar ke samping lalu aku mendengar sebuah jeritan dan suara tabrakan. Saat aku membuka mataku, aku melihat seorang prempuan berambut biru pendek, terlindas mobil. Darahnya bercucuran kemana-mana. Tulangnya yang patah semua. Isi perut yang hampir keluar semua. Ukh,rasanya aku mau muntah saat melihat isi perut yang hampir keluar itu. Tapi, aku baru sadar kalau itu adalah kak Aqua yang berusaha menyelamatkanku dari ajal yang datang menjemputku. Aku berjalan perlahan menuju tubuh prempuan itu. "Kak.. Aqua?" aku mencoba memanggilnya. Tidak ada sahutan. Orang-orang langsung mengerubungi tubuh kak Aqua yang terbujur kaku dibawah ban mobil. Tidak bernyawa. Kak Cloud dan Roxas menghampiriku. Aku melihat Roxas menangis saat ditinggal oleh kak Aqua. Begitu pula dengan kak Cloud. Sehari setelah pemakaman kak Aqua, kak Terra datang menghampiriku lalu memarahiku. Aku hanya bisa menggigit bibir bagian bawahku. Air mataku hampir meleleh. Aku mau melawan, tapi aku tidak bisa. Aku lemah. Aku tau ini semua adalah salahku. Aku begitu ceroboh. Seandainya aku melihat-lihat sebelum menyebrang mungkin, kak Aqua masih hidup. Tapi kejadian ini sudah terjadi. Tidak mungkin terulang lagi. Dua hari setelah kak Terra memarahiku, aku mendengar bahwa kak Terra jatuh sakit. Tidak ada yang tau kenapa. Beberapa hari setelah itu, dikabarkan bahwa kak Terra meninggal diakibatkan sakit typus yang tidak sembuh-sembuh. Dia menyusul kak Aqua di alam sana.

To Be Continue.

Nyaaan~ akhirnya selesai! Enggak bakal nyangka kalau aku bisa nulis 3,751 kata! O.o

Awalnya aku mau nulis one shoot.. tapi enggak bisa.. T^T

Review please?