Cinta itu tidak harus memandang kasta dan kedudukan, asalkan kedua insan saling melengkapi satu sama lain dan bisa saling memberikan kebahagiaan. Namun terkadang kita semua tidak pernah menyadari, bahwa cinta yang sempurna itu datang dari orang yang justru tidak terlalu kita cintai. Mencintai seseorang, namun orang itu tidak bisa memberikan kebahagiaan pada kita. Yang memberikan kebahagiaan pada kita, justru orang yang terkadang tidak pernah kita anggap kehadirannya.
.
.
AI~akai ito no monogatari~
( LOVE~ the legend of red thread~ )
Disclaimer : Naruto itu selalu milik Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Angst, Tragedy, Hurt/comfort
Rated : M
SasoSaku, SasuSaku, NaruIno, NejiIno, NejiHina, SaiKarin
Warning : OOC, AU, maybe some of typo. Setting-an jepang ala zaman edo, namun maaf kalau terjadi kesalahan istilah dan sebagainya. Apapun pairingnya, yang penting kenikmatan dari cerita yang disajikan XD
.
.
Suara gemuruh terdengar di sebuah rumah dimana berkumpulnya para samurai ber-istirahat seusai tugas mereka. Di masa pemerintahan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelasnya. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Kalau Samurai lebih cenderung melakukan tugasnya dengan terjun langsung ke medan perang, beda hal dengan seorang Ninja yang lebih bersifat sembunyi-sembunyi. Maka dari itu ninja lebih dipakai sebagai penyusup atau pengawal.
Di masa ini, terdapat beberapa golongan yang dipandang oleh masyarakat, Daimyo salah satunya. Daimyo adalah orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah. Beruntung bagi seseorang yang lahir di dalam lingkungan Daimyo, khususnya para wanita. Karena beberapa wanita yang lahir di kalangan miskin, akan dimasukkan ke dalam pendidikan Geisha. Yang nantinya akan tumbuh menjadi Oiran atau bisa disebut juga sebagai pelacur kelas elit.
Suara dengung-an music berbunyi di suatu ruangan yang terang dan dipenuhi oleh beberapa samurai yang mabuk dan berteriak gembira karena berhasil mengalahkan musuhnya. Sambil memeluk beberapa geisha yang disediakan oleh tempat yang disebut 'Aoi Tori' yang artinya burung biru. Aoi Tori juga sering dikaitkan dengan arti kebahagiaan.
"Kurenai-samaaaa, ayo keluarkan geisha terbaikmuuuuu!" teriak salah satu samurai mabuk sambil melambai-lambaikan botol sake.
"Hihihihi, apa geisha cantik yang ada di sini kurang untuk anda, tuan?" ucap Kurenai, wanita cantik berambut hitam yang digulung ke atas sambil menuangkan sake kepada samurai yang lain, balutan kimono merah membuat dirinya terlihat elegan.
"Oiran!" seru salah satu samurai yang duduk di pojokan sambil menekuk satu lututnya, "Aku ingin oiran terbaik yang kalian punya."
Kurenai tersenyum dan mendekati samurai itu sambil membawa botol sake yang terisi penuh, dituangkan perlahan ke cangkir kecil lalu disuguhkan padanya, "Apa oiran seperti saya … masih kurang untuk anda?"
Laki-laki itu menyeringai, "Bukan … bukan untukku, tapi untuk dia," tunjuknya pada sosok laki-laki berambut merah dengan wajah baby face.
Kurenai menoleh pada laki-laki yang ditunjuk, laki-laki itu hanya diam sambil meminum sake-nya dengan tenang, sorotan matanya sangat dingin dan seolah tidak peduli dengan hal sekitarnya. Hakama hitam membuatnya terlihat semakin misterius.
"Kudengar, anak itu baru saja dilantik menjadi oiran," ujar laki-laki yang membuat Kurenai menoleh padanya.
Kurenai tersenyum dan berinisiatif menuangkan kembali sake ke cangkir kecil yang sudah kosong di tangan pria yang menjadi ketua dalam kelompok tersebut, "Kau tahu banyak tentang informasi di tempat ini yah, Tuan Asuma."
"Itu karena Aoi Tori adalah tempat favoritku."
"Ketuaaa, curang sekali, masa hanya Sasori yang diberikan oiran!" protes para anak buahnya.
"Diam kalian, kalau kerja kalian sebagus kerja Sasori, aku juga tidak akan segan memberikan hadiah pada kalian."
"Lagipula … Sasori, dia sudah saatnya melepas keperjakaannya, mwuahaahahahahaha!" ujar Asuma sambil tertawa kencang.
"Hahahahahaa, ayo Sasoriiii! Lepaskan masa kekanak-kanakanmu!" seru anggota yang lain dan diikuti tawa para geisha.
Hubungan mereka dengan para geisha di Aoi Tori sudah sangat akrab, bahkan ada beberapa anggota samurai di bawah naungan Asuma yang menjalin hubungan diam-diam dengan para geisha di situ.
"Baiklah kalau begitu, aku akan panggilkan dia," ujar Kurenai.
Saat Kurenai hendak berdiri, Sasori membuka mulutnya, "Tidak perlu, Nona."
"Ehhh?! Bodoh sekali kalau menolak!" kata salah satu rekannya.
"Hahaha, ayolah nak. Sesekali kau butuh refreshing," usul Asuma, "Bagaimana kalau kau bertemu dulu saja dengan dia. Aku yakin kau akan nyaman dengannya."
"Apalagi kudengar dia sangat cantik! Dasar kau Sasori! Sudah diberikan wanita cantik untuk melayanimu, kau malah menolaknya. Benar-benar anak-anak," ledek salah satu anggota mereka yang berambut putih.
BUUK!
Dan satu alas tempat duduk yang Sasori lempar berhasil mengenai wajahnya.
"Kau mengajak tempur, hah!" jerit pria yang terkena lemparan dari Sasori.
"Umurku 22 tahun, dan aku bukan anak-anak," ucap Sasori tanpa menoleh sedikit pun.
"Tapi wajahmu sepertu anak berumur 10 tahun, nyahahahahaa."
"Hidan, jaga kelakuanmu," tegur Asuma yang sudah tahu bahwa laki-laki bernama Hidan itu sedang mabuk berat, "Sasori, hari ini kau yang paling banyak mengalahkan para bandit, setidaknya terimalah hadiahmu."
Sasori melirik Asuma yang kini sedang menyengir lebar padanya. Dia tahu apa yang dipikirkan Asuma saat ini, laki-laki itu ingin menghabiskan waktunya bersama wanita bernama Kurenai. Walaupun Kurenai adalah oiran, namun hubungannya dengan Asuma sangat dalam. Sasori yakin bahwa Asuma mencintai Kurenai, sama seperti Kurenai yang mencintai Asuma.
Lalu, kenapa mereka tidak hidup bersama saja?
Itulah yang pernah Sasori pikirkan dulu, ia sudah mengikuti langkah Asuma sejam berumur tujuh tahun. Asuma menemukan Sasori yang sedang duduk terdiam di samping mayat kedua orang tuanya. Karena alasan ekonomi yang sangat rendah, orang tua Sasori rela mati akibat kelaparan. Membiarkan Sasori yang memakan sisa bahan makanan pokok mereka. Sampai Asuma dan rombongannya datang dan mengambil Sasori, sejak saat itu Sasori bersumpah akan selalu setia pada Asuma yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri.
Asuma mengajarkan Sasori menjadi seorang samurai yang hebat, sampai kini nama kelompok mereka dikenal oleh seluruh masyarakat dengan pembela keadilannya, 'Rebellion' yang artinya pemberontakan.
Ya, mereka memberontak pada pemerintahan yang mengatur system peng-kastaan pada masyarakatnya yang sangat tidak adil, sehingga menimbulkan aksi protes dari rakyat miskin yang tentu saja tidak didengarkan oleh para pemerintah.
Maka Asuma bergerak dari keinginan sendiri untuk membentuk sebuah kelompok yang berisikan samurai-samurai hebat dari desa ke desa.
Sasori yang sangat menghargai Asuma tidak mungkin menolak keras apa yang Asuma berikan, maka dari itu kali ini Sasori hanya menghela nafas saat melihat Asuma menyengir padanya.
"Baiklah, aku akan menemuinya," ujar Sasori.
Kurenai tersenyum lembut pada Sasori. Hubungan Asuma dan Sasori membuat Kurenai kagum, padahal tidak ada hubungan darah namun hubungan mereka begitu kuat.
"Baiklah, aku akan memanggilnya," ucap Kurenai yang berpamitan keluar dari ruangan tersebut.
Kurenai berjalan melewati lorong yang panjang. Di samping kanan dan kiri terdengar suara canda tawa dari para pelanggan yang berada di dalam ruangan. Begitu sampai ujung lorong, ia mengambil arah ke kiri dan berhenti di depan pintu tatami. Dengan pelan ia geser pintu itu dan melihat seorang wanita cantik berambut merah muda terurai sangat panjang sedang duduk sambil melamun menatap rembulan yang sedang cerah pada malam hari ini.
"Sakura-chan," sapa Kurenai dengan lembut.
"Ah, Onee-sama. Ada apa?" sapa balik Sakura yang mengatur duduknya menjadi seperti bersimpuh.
"Jangan terlalu formal, Tsunade-sama kan tidak mendengar," ujar Kurenai sambil mendekati sosok Sakura dan mulai meraih rambut Sakura yang menyentuh lantai, "rambutmu sudah panjang sekali."
"Iya, aku ingin sepertimu," jawab Sakura yang tersenyum.
"Hari ini, ada yang ingin bertemu denganmu," ucap Kurenai yang memulai merapikan rambut Sakura, menguncirnya menjadi setengah dan memasang hiasan rambut yang indah untuk mempererat ikatannya, "dia masih perjaka," bisik Kurenai.
"Hah? Serius? Lantas kenapa dia kesini?"
"Hadiah dari Tuan Asuma," jawab Kurenai dengan riang.
Sejenak Sakura mengkedip-kedipkan kedua matanya beberapa kali, sampai ia paham maksud dari nada riang Kurenai.
"Onee-sama … ingin aku menjahilinya?" tebak Sakura.
"Hihihi, tepat sekali. Habis, anak itu selalu memasang wajah dingin dan tak berekspresi, aku ingin tahu bagaimana kalau dia bertemu denganmu."
"Aku pasti dibunuhnya," gumam Sakura.
"Atau bisa jadi dia jatuh cinta padamu," sambung Kurenai.
"Haha, walau begitu … cinta adalah larangan di Aoi Tori ini, kan?"
"Bukan larangan, Sakura," ucap Kurenai membetulkan, "Jangan sampai memberikan perasaanmu pada laki-laki yang kautiduri. Itulah yang Tsunade-sama ajarkan pada kita. Karena saat di atas futon, mereka bisa mengeluarkan kalimat-kalimat manis yang akan membuat kita meleleh. Tapi pada kenyataannya, mereka sudah mempunyai anak dan istri."
Sakura terdiam saat Kurenai kembali lagi mengucapkan kalimat tersebut. Kurenai sangat menyayangi Sakura seperti adik kandungnya sendiri, makanya Kurenai tidak mau Sakura jatuh cinta pada laki-laki yang salah.
"Yap! Selesai!" ucap Kurenai setelah selesai menghias rambut Sakura, "Ayo kita temui tamu-nya."
Dengan wajah yang tenang, Sakura beranjak dari duduk bersimpuhnya. Kimono pink yang Sakura kenakan membuatnya serasi dengan warna rambut alaminya itu. Begitu Kurenai menggeser pintu ruangan dimana para samurai sudah terkapar tidak berdaya akibat mabuknya, Kurenai tersenyum pada Asuma yang masih sadar … dan juga Sasori.
"Tuan Asuma, aku antar ke kamarmu untuk istirahat," ucap Kurenai.
"Aahhh~ baiklah, aku lelah sekali, berikan pijitanmu yang sangat nikmat itu ya," pinta Asuma.
"Hihihi, pasti. Sakura, kau antar Tuan Sasori ke kamarnya yah," kata Kurenai.
"Baik," jawab Sakura.
Begitu Kurenai meninggalkan Sakura sendiri, Sakura menatap Sasori dengan tatapan bingung. Kenapa Sasori sama sekali tidak memandangnya?
"Permisi, Tuan? Mau kuantar sekarang atau–"
Ucapan Sakura terputus saat melihat Sasori langsung berdiri dan menghampirinya. Namun bukannya menyapa Sakura, Sasori malah melewati sosok Sakura begitu saja. Sakura hanya bengong dan berusaha memikirkan ada apa dengan orang itu.
Sampai Sasori menghentikan langkahnya dan menoleh pada Sakura, "Dimana kamarku?"
"Ah, maaf … silakan ikuti aku," jawab Sakura.
Sakura memimpin jalan mengantar Sasori ke kamar untuk beristirahat. Dari belakang, Sasori memperhatikan penampilan Sakura yang terlihat seperti masih sangat muda, yang tadinya Sasori ingin bertanya berapa usia Sakura, niatnya itu terputus oleh kata-kata yang keluar dari mulut wanita yang kini menghentikan langkahnya.
"Ini ruangan anda," ucap Sakura sambil menggeser pintunya, begitu Sasori masuk mendahuluinya Sakura menyusul mengikuti langkah Sasori.
Hanya ruangan kosong dengan meja kecil yang berada di pojokan kamar, jendela rendah dengan mengarah ke barat sehingga bulan dapat dilihat dari situ. Sasori memutuskan untuk duduk di tepi jendela setelah membuka daun pintu jendela yang berwarna coklat kehitaman. Saat Sasori termenung, Sakura melakukan aktifitas yang membuat kedua mata Sasori tertarik untuk melihat apa yang wanita itu lakukan. Begitu Sasori melihat Sakura dengan sekuat tenaga mengangkat futon, laki-laki itu langsung segera berdiri sambil membawa katana-nya.
"Apa yang kau lakukan!" tegur Sasori, "Futon ini berat, biar aku saja yang mengangkatnya!"
"Ah, tapi ini sudah termasuk dari pekerjaanku," jawab Sakura dengan ekspresi bingung saat Sasori mengambil alih kegiatannya.
Setelah Sasori menggelar futon-nya, ia menatap Sakura dengan tatapan heran. Kemudian tanpa melontarkan apa-apa, Sasori kembali pada posisi pertamanya. Melihat Sasori hanya duduk diam membuat Sakura bingung, akhirnya Sakura memutuskan untuk duduk menghadap Sasori sambil tersenyum lembut.
"Aku mendengar banyak tentangmu dari Tuan Asuma," ujar Sakura lembut. Tidak ada respon dari sang lawan bicara, Sakura mengikuti arah mata Sasori yang kini memandang entah bulan atau bintang di atas sana, "Apa kau tahu istilah filosofi kehidupan?"
Mendengar pertanyaan Sakura, mata Sasori bergerak menatap emerald yang kini masih menatap langit yang begitu cerah.
"Apakah pemikiran manusia seluas langit ini?" tanya Sakura entah pada siapa, karena dirinya tidak mengetahui bahwa Sasori tengah memperhatikannya.
"Hei, Tuan … selama kamu menghabisi musuh-musuhmu, apa pernah terlintas dipikiranmu, siapa musuh terbesarmu yang paling bahaya?" tanya Sakura yang kini memandang Sasori.
"Pemerintah," jawab Sasori.
"Salah!" Sakura mengoreksi, "Musumu yang paling berbahaya adalah pikiranmu yang tidak terarah dengan baik."
"Maksudmu?"
"Kamu bisa mengetahuinya suatu saat nanti," jawab Sakura dengan senyumannya.
Awalnya Sasori berniat untuk memutuskan diam dan mencampakkan kehadiran Sakura, namun rasanya sudah lama sekali Sasori tidak mengobrol seperti ini.
"Nona, siapa namamu dan berapa usiamu?" tanya Sasori.
"Namaku Sakura dan usiaku 18 tahun."
'18 tahun? Usia yang sangat muda untuk seorang oiran,' pikir Sasori.
"Anda sendiri?" tanya Sakura balik.
"Sasori, usiaku 22 tahun."
"Eh?! 22?" ucap sakura dengan nada tidak percaya, "Aku pikir Tuan seumuran denganku."
'Masih jauh lebih baik dari pada dikira 10 tahun,' pikir Sasori lagi.
"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Sasori yang kini membuka pembicaraan, melihat ekspresi Sakura yang menurut Sasori sedikit tidak mengenakan itu, segera Sasori meminta maaf, "Ah, maaf … aku tidak bermaksud merendahkanmu, kulihat kau sangat menikmati pekerjaanmu ini … itu hal yang sangat jarang."
Sakura tersenyum sambil melepaskan beberapa hiasan yang menempel di rambutnya, "Setiap manusia pasti mempunyai masa lalu yang tidak menyenangkan, dan sosok mereka yang sekarang adalah hasil dari kejadian di masa lalu itu."
Sasori mengernyitkan dahinya, bingung dengan apa yang Sakura ucapkan. Kemudian ketika Sakura selesai melepaskan hiasan rambutnya dan membiarkan makhota indahnya itu terurai, sedikit membuat Sasori terpana akan kecantikannya. Sakura melanjutkan, "Namun … apapun yang terjadi, masa lalu sudah aku lupakan, masa kini aku jalankan dengan usaha dan keikhlasan, dan masa depan telah aku pasrahkan."
"Pasrahkan? Apa maksudmu pasrah? Apa kau tidak percaya adanya harapan? Percaya adanya sesuatu yang akan membuatmu bahagia jika kau berjuang mendapatkannya?!" sewot Sasori.
"Ah, tentang hal itu…" Sakura membuka balutan kimono luar untuk meringankan beban tubuhnya, "sudah kubuang jauh-jauh … masalah harapan, kita bisa apa?"
Sasori membuang mukanya dengan ekspresi kesal. Jujur Sasori sangat tidak suka apabila ada orang yang berkata pasrah dengan takdirnya. Sakura berdiri dan berlutut di hadapan Sasori, membuat Sasori terbelalak ketika tangan Sakura menyentuh lehernya.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Yang kulakukan? Bekerja," jawab Sakura polos.
"Ck! Aku tidak mau, kau tidur saja sana di futon, aku akan di sini sampai pagi," tolak Sasori—menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"…" Sakura hanya terdiam dengan tampang lugu, "Tuan Sasori … anda … malu?"
"Berisik! Mana bisa aku melakukan itu dengan wanita yang baru saja kukenal!" jawab Sasori tanpa menoleh.
Sakura tersenyum lembut dan kembali ke posisinya semula, "Kalau begitu aku akan menemanimu sampai pagi di sini."
"Terserah."
Kedua insan itu tetap terjaga sampai pagi, membicarakan hal-hal yang random pada setiap topiknya. Sakura selalu menceritakan tentang sebuah kisah seorang ksatria yang berasal dari china, ksatria yang rela mengkhianati keluarga angkatnya sendiri demi sang terkasih. Menurut Sasori itu adalah hal yang bodoh. Bagaimana bisa seseorang menngkhianati keluarga yang merawatnya dari kecil hanya untuk seorang wanita yang baru ditemui?
Sakura menceritakan dongeng yang berasal dari china itu dengan tenang. Seolah nyaman dengan suara Sakura, tanpa disadari Sasori pun tenggelam pada suasana di malam hari itu. Tanpa mengetahui latar belakang dan pribadi Sakura, Sasori … sudah terpikat oleh wanita itu.
.
.
Mentari menyambut dengan hangat dan menyinari pemandangan yang terlihat dari kamar Sasori. Sang pemilik emerald membuka matanya pelan dan dirinya terkejut ketika ia tidak menemukan sosok yang dicarinya. Sasori sudah tidak ada di ruangan itu, yang Sakura rasakan hanyalah balutan kimono yang ia lepas tadi malam, kini membungkus punggungnya. Ternyata tanpa Sakura sadari, ia tertidur menyender pada tepi jendela.
Sreeeg.
Bunyi pintu tergeser dan seorang pelayan tiba.
"Nona Sakura, ada yang mencari anda."
Sakura menarik kimononya dan melangkah keruang dimana sang tamu sudah menunggu. Biasanya di pagi hari, hanya ada satu orang yang biasa mengunjunginya. Seseorang yang selalu bersamanya saat mereka masih kecil, seseorang yang sudah meng-claim dirinya sebagai miliknya seorang.
Begitu Sakura membuka pintu, terlihat sosok laki-laki dengan pakaian yang terdiri dari haori biru dan hakama di atas kimono, dengan tali putih yang mengelilingi dada dan diikat di belakang serta ikat kepala berwarna putih yang melingkar di keningnya. Cirri-ciri pakaian itu adalah ciri dari seragam shinsengumi atau kesatuan polisi khusus pada masa itu.
"Tuan Sasuke."
Laki-laki berambut raven yang dipanggil Sasuke oleh Sakura itu menoleh, tersenyum lembut pada Sakura yang memasuki ruangan dan duduk di sampingnya, "selamat pagi," sapa Sasuke sambil membelai pipi Sakura.
"Sudah dua minggu anda tidak berkunjung, apa ada masalah?" tanya Sakura sambil menggenggam tangan Sasuke dengan tatapan cemas.
Sasuke tidak menjawab, dia hanya terdiam merasakan tiap sentuhan yang Sakura berikan pada jemarinya, "kami sedang mencari seseorang," jawab Sasuke.
"Seseorang?" tanya Sakura bingung.
"Sasuke, kami tidak menemukannya," ujar seseorang yang tiba-tiba datang, "Oh, hai nona Sakura," sapa-nya ketika melihat ada Sakura di sisi Sasuke.
"Hai Tuan Shikamaru," sapa Sakura balik.
"Siapa yang kalian cari?" tanya Sakura.
"Kami ditugaskan untuk menangkap sebuah kelompok pemberontak, menurut informasi mereka beristirahat di tempat ini. Tapi sepertinya informasi itu salah," jawab Shikamaru.
"Apa kau mengetahuinya?" tanya Sasuke pada Sakura.
"Tidak, dari tadi malam aku tidak bertemu dengan siapa-siapa," jawab Sakura. Entah kenapa Sakura reflek berbohong pada teman kecilnya ini.
"Baiklah, sepertinya kita harus cari ke tempat lain," usul Shikamaru.
"Hn."
"Sudah mau pergi lagi?" tanya Sakura dengan sendu. Sudah lama Sakura tidak berjumpa dengan Sasuke dan itu membuatnya sangat rindu.
Sasuke tersenyum dan membelai rambut Sakura, "Nanti malam aku akan ke kamarmu."
"Kita lihat nanti yah, ada yang memintaku untuk–"
"Jangan katakan itu," potong Sasuke, "Kau tahu sendiri kan aku paling benci mengetahui kalau dirimu disentuh oleh pria lain."
Sakura tersenyum lembut dan memejamkan matanya ketika Sasuke melangkah mendekatkan dirinya pada Sakura kemudian mencium keningnya, "Siapkan dirimu," bisik Sasuke.
"Ng, hati-hati dalam bertugas," ucap Sakura sambil sedikit membungkuk pada Sasuke.
Sasuke tersenyum lalu meninggalkan tempat itu bersama Shikamaru. Saat mereka sudah sedikit jauh dari jarak Aoi Tori, Shikamaru memutuskan untuk bertanya suatu hal yang selama ini mengganggu pikirannya.
"Kalau kau memang sangat mencintainya, kenapa tidak kau bebaskan saja dia dari sana?"
Sasuke terdiam dan kembali menatap rumah yang bisa disebut dengan rumah bordil itu.
"Belum waktunya, masih banyak yang harus kulakukan," jawab Sasuke.
Sementara itu, Sakura masih terdiam di ruangan tadi saat bersama Sasuke. Masih berpikir siapa yang sebenarnya para Shinsengumi cari? Entah kenapa pikirannya tertuju pada kelompok Rebellion.
Tiba-tiba Kurenai datang dengan wajah sendu dan sedikit membungkukkan tubuhnya pada Sakura, "Terima kasih karena tidak memberi tahu apa-apa tentang mereka."
"Mereka?" Sakura berpikir sejenak maksud dari kata-kata Kurenai. Saat Kurenai menatap Sakura kembali, barulah Sakura yakin atas kesimpulan yang telah muncul dari otaknya, "Mereka mengincar Rebellion?"
.
.
Sebuah istana yang megah dan terlihat sangat makmur. Berkelimpahan bahan pokok makanan dan kehidupan yang sehat. Namun tidak menjamin bahwa setiap orang yang tinggal di sana akan selalu bahagia, gadis inilah buktinya, gadis berambut pirang yang sedang duduk bersama pria tampan keturunan samurai klan paling atas hirarkinya. Namun tetap saja, kasta mereka berbeda.
"Ada apa, Nona Ino? Hari kau terlihat lesu."
"Yaa … sebenarnya aku ingin sekali jalan-jalan keluar dari istana ini denganmu, Neji."
"Kau bisa meminta pelayan dan pengawalmu untuk–"
"Denganmu. Kutekankan sekali lagi, aku ingin denganmu," potong Ino, gadis yang memiliki rambut pirang indah yang panjang dan terurai. Kimono berkelas khas bangsawan yang ia kenakan membuatnya semakin terlihat elegan dan anggun.
"Apa yang akan keluargamu katakan apabila menemukan kita jalan bersandingan?" ujar Neji, laki-laki keturunan samurai kelas atas dengan rambut panjangnya yang ia kuncir menjadi seperti ekor kuda.
Neji membelai rambut Ino dengan lembut, hal itu membuat Ino sangat nyaman dibuatnya. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain, namun mereka menyembunyikan hubungan yang mereka jalani dari kedua belah pihak keluarga. Karena Neji tidak mau mengambil resiko kalau ketahuan Ino akan dipaksa menikah dengan orang yang keluarganya akan pilih. Dan Neji tidak bisa memberi tahu keluarganya, karena Neji ingat akan statusnya yang berbeda.
Walaupun dia adalah keturunan paling atas, tetap saja tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keluarga bangsawan seperti Ino.
"Padahal, aku siap kalau kau membawaku lari dari sini," gumam Ino, tidak terlalu pelan untuk Neji agar bisa mendengarnya.
"Ino … kau tahu kan, aku keturunan keluarga Hyuuga satu-satunya. Aku tidak bisa mencampakkan mereka begitu saja," jelas Neji, "lagi pula, aku akan memberimu makan apa nanti kalau kita lari?"
"Hehehe, iya … aku hanya bercanda."
"Sudah hampir siang, aku harus kembali," ujar Neji.
"Apa kau akan mengunjungiku lagi?" tanya Ino.
"Kalau ayahmu memerlukan ayahku untuk mengawalnya secara pribadi, aku pasti akan ikut ke istana ini lagi," jawab Neji sambil membelai pipi Ino.
Saat Neji pergi, Ino hanya bisa menatap laki-laki itu dari belakang sambil terus memegangi pipinya. Sampai ada suara yang mengganggu lamunannya.
"Nona-ku sudah besar, aku jadi terharu."
"Naruto! Jangan muncul tiba-tiba, membuatku kaget saja!" protes Ino saat melihat sosok pria dengan pakaian ninja hitam yang menggelantungan di hadapannya.
"Hehehe, bagaimana hubungan kalian?" tanya Naruto yang kini membetulkan posisinya jadi berdiri di hadapan Ino, "Apa kawin lari itu benar-benar niat seriusmu?"
"Sebagai pengawal, kau mempunyai hobi yang buruk. Menguping itu tidak baik!" tegur Ino .
"Hehehehe, aku kan harus selalu berada di sisimu sehari 24 jam, jadi mau tidak mau aku bisa mendengarnya. Lagipula sudah hampir 10 tahun kan aku mengawalmu dan mendengar semua keluhan tangismu, jangan sungkan padaku," ledek Naruto.
"Itu makanya aku jadi ketergantungan padamu, huh! Kenapa harus kamu yang jadi pengawalku sih," protes Ino.
"Karena kamu yang memungutku, nona," jawab Naruto sambil menyenderkan tubuhnya di salah satu tiang istana.
"Iya, iya … ah, mulai besok bukan 10 tahun lagi, kan?" ucap Ino sambil tersenyum.
"Ah iya, 11 tahun sejak kau memungutku di tepi sungai itu," jawab Naruto seolah bernostalgia.
"Aku akan membuatkanmu makanan kecil, harus dimakan ya, ah! Aku ingin minta diajarkan oleh pelayan, daaaah!"
Ino berlari seperti anak kecil ketika menemukan ide yang baru saja terlintas, membuat Naruto sedikit terkekeh melihat tingkah nona-nya itu, "Jangan membuatku sakit perut ya," ucap Naruto yang ahirnya Ino memeletkan lidah padanya.
Saat Ino menghilang, Naruto mengubah ekspresinya menjadi dingin sambil melihat ke tempat dimana tadi Ino dan Neji duduk berdua. Naruto menghampiri tempat itu dan menyemprotkan gas yang khusus diracik oleh para ninja untuk menghapus aroma tubuh manusia. Tanpa mengutarakan apa-apa, Naruto menghilang dari tempat itu tanpa jejak.
A/N : *ngelap keringet*
setelah melakukan beberapa survei tentang istilah-istilah jepang, akhirnya beres juga chapter baru ini :D
ada yang tau seragam shinsengumi kan? seragam yang sasuke pakai disini. kalian bisa cek di google dengan keyword (kata kunci) seragam shinsengumi.
Daimyo itu istilah untuk sebutan tuan tanah pada zaman edo, dan kebanyakannya itu bangsawan :D
ehm, apa lagi yah ... tanya langsung aja lewat review yah kalau ada yang mau ditanyain ^^
untuk kali ini, no update kilat, aku ngga mau janji untuk update kilat, hehehee
XoXo
V3Yagami
