Ini...
Bagaimana cara melakukannya?
Apa seperti ini?
Oh, dia melakukannya seperti ini juga.
Tapi...
Ini boleh atau tidak ya?
Ini baik atau buruk?
.
.
.
.
.
Ini benar atau salah?
"Kiba itu, dia, dia sangat baik. Dia baru-baru ini membelikanku topi baru. Sebenarnya dia orang yang cerdas, tapi entah kenapa banyak guru tidak suka padanya. Kiba sangat baik kepada Sakura. Kiba sangat pandai bermain gitar. Sebelum kami masuk SMA juga aku pernah melihatnya melakukan pertunjukan di pinggir jalan, kelihatannya dia mendapat banyak uang saat itu."
- Hinata
Orang ini...
Dia mengalahkanku.
Dia harus turun dari tempatnya sekarang.
Dia tidak boleh lebih tinggi dariku.
Kutarik ia dari tempatnya.
.
.
.
.
Ia terjatuh.
Tunggu...
Apa aku terlalu keras menariknya?
"Tenten, ya... Dia sangat menggilai bela diri. Badannya terbentuk tanpa berlebihan, aku saja kalah. Mungkin aku terlalu banyak ramen, hehe. Tenten juga orangnya sangat ambisius dan tidak mau kalah. Ia sangat sering berlatih, bahkan kadang-kadang dia pulang dengan lengan memar. Aku sering khawatir padanya, tapi ia sangat baik dan sering makan ramen bersamaku."
- Naruto
Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya kan?
Tapi, kenapa aku tidak begitu?
Apa aku tertiup angin badai?
Apa aku jatuh dari pohon sebelah?
Atau, pohon itu sendiri yang melemparku jauh-jauh?
.
.
.
.
Kalau begitu,
Kenapa sekarang pohon itu ingin aku kembali mendekat?
"Kalau Shikamaru sih, dia pinter. Udah, itu aja. Ya gimana lagi emang tiap ujian dia selalu rangking 1 paralel, Hinata ngikutin, terus Sasuke, terus Sakura. Apalagi ya? Eh ini ya sumpah, kan biasanya kalau orang itu seenggaknya punya rasa seneng di suatu hal. Tapi kalau dia kayaknya ga pernah punya hal menarik di hidupnya gitu. Kayak gak punya ketertarikan, pemales, ga ada motivasi hidup, hidup tuh kayak terpaksa banget dah. Tapi dia baik banget kok, sumpah baik banget. Aku sering curhat sama dia selain sama Sasuke dan otaknya lancar buat nyari jalan keluar, hehe."
- Kiba
Mirror mirror on the wall,
Aku cantik, kan?
Aku berbakat, kan?
Hatiku tidak jahat, kan?
Orang tuaku baik, kan?
Tapi...
.
.
.
.
.
Mengapa orang-orang di luar sana benci padaku?
"Waaaa, Ino si babi hihihi. Dia cantik seperti barbie berjalan. Dia beruntung diwarisi gen tersebut. Dia cerewet sepertiku, tapi dia tidak suka berkata kasar seperti aku, dia orang yang sopan. Dia sangat cerah, dia feminin, tidak seperti aku. Dia punya tingkat percaya diri yang tinggi, akun SNS nya banyak yang follow dan bahkan dia jadi maskot perempuan SMA kami. Jika dia tidak ada berarti dia sedang photoshoot, hihi."
- Tenten
Dulu rasanya baik-baik saja
Entah mengapa sekarang rasanya sangat sulit
Tembok di depanku terlalu kokoh
Namun, kalian mendorongku terlalu kuat
Ayah... Ibu...
.
.
.
.
.
Aku tidak bisa.
"HINATA-CHAAANNNN! Dia imut, lucu, polos, pendiam, pemalu, pipinya merah, mudah demam, mudah pingsan, dan sangat sangat pintar. Dia itu tenggelam diantara buku tebal, hahaha. Nilainya selalu bagus, selalu hampir mengalahkan si rambut nanas. Dia berjuang sangat keras untuk mendapatkan nilai bagus. Kudengar dia selalu rangking 1 sejak kecil. Aku tidak heran sih."
- Ino
Tidak usah menghiburku
Aku tahu kenyataannya
Kenyataannya aku tidak bisa
Aku tidak mampu
Hanya kau yang buang buang waktu di sini untuk menghiburku
Lihat mereka
Tiru mereka
.
.
.
.
.
Mereka tahu kenyataannya,
Bahwa aku tak mampu
"Naruto itu bodoh. Aku bahkan tidak tahu kenapa orang sebodoh dia lah yang terlahir dari keluarga pemimpin. Tapi dia punya hati, tidak seperti aku."
- Shikamaru
.
.
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
High School Life: BEGINNER © Radar Countdown
Remake 2016
.
.
.
.
.
Sasuke itu...
"CEO termuda se-Jepang! Dia kaya, tampan, pemberani. Hahahaha." - Ino
"Harus kuakui dia punya kecerdasan lain yang tidak aku miliki." - Shikamaru
"Mmmm... Sasuke-kun itu orang yang tegas. Kadang-kadang menyeramkan tapi dia bisa mengendalikan diri dengan sangat baik. Dulu aku takut padanya, hehehe." - Hinata
"Hahahaha, Sasuke ya... Dia sudah seperti kakak buat aku. Dia yang tau gimana aku dan tau cara buat ngadepin aku. Kalau dia nyanyi pasti fansnya lebih banyak daripada aku." - Kiba
"Sasuke itu pokoknya keren. Dia bahkan bisa beladiri seperti aku." - Tenten
"Hah, Teme, dia itu... Hmmm, aku tidak bisa menjelaskannya." - Naruto
Sakura itu...
"Hah, kalau aja dia gak sama Sasuke pasti aku pacarin, hehe. Tapi, kalau pun bukan sama Sasuke, aku ga bisa. Dia itu penyayang, dia ada di sini sebagai ibu buat kita semua dan bahkan dia yang atur jadwal menu makan. Dia super girl." - Kiba
"Sakura jidat itu lebih menyejukkan dari Hinata yang dingin, hahaha." - Tenten
"Dia perempuan yang paling aku hormati." - Shikamaru
"Sakura-chan itu orang yang perhatian, cerdas dan tidak kalah tegasnya dari Sasuke-kun. Aku sangat sering curhat padanya, dia tidak pernah lelah mendengar. Dia wakil ketua yang sangat baik." - Hinata
"Dia menyebalkan. Dia yang membuatku tidak bisa makan ramen 10 mangkuk sehari. Tapi aku menyayanginya, seperti dia menyayangiku." - Naruto
"Sakura itu segalanya. Dia tidak pernah menjadi palsu." - Ino
Begitu banyak kepala untuk dikendalikan.
Begitu rumit pula isinya.
Pekerjaan kedua orang ini pun dimulai.
Sanggupkah mereka?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tenang, mereka sudah terlatih.
Klik.
"Ugh."
"Kiba memasak ramen pagi ini, Naruto. Bangunlah," ucap gadis berambut merah muda sepunggung yang masih setengah basah.
Pria berambut pirang berantakan itu meraba-raba bagian bawah bantalnya dengan mata yang masih menutup. Aha, smartphonenya telah ia temukan. Ia lirik jam di smartphonenya. "Ayolah Sakura-chaaannn... Masih jam 6 pagi. Aku yakin baru kau yang bangun. Bangunkan yang lain saja dulu, ya."
"Heh, tinggal kau yang belum bangun. Semua orang sudah di ruang tengah menunggu sarapan. Jangan lupa dengan siapa kau tinggal sekarang, Naruto. Oh, ayolah. Kiba memasak ramen khusus untukmu hari ini," jelas Sakura seraya mencubit pipi Naruto agar ia sadar dari mimpi indahnya.
"Aku tunggu di pantry, jangan tidur lagi."
"Huuuummmm..." lenguh Naruto malas. Ia lalu duduk di tempat tidurnya. Lampu di kamar bernuansa jingga hitam ini silau sekali di mata baru bangunnya. Naruto pun akhirnya memulai langkah terseok-seoknya menuju pantry. Benar saja, kamar-kamar laki-laki yang semuanya berada di lantai satu ini sudah kosong semua. Kamar Sasuke bahkan sudah rapi kembali. "Ah, orang itu," pikir Naruto.
Ya, sekarang mereka semua di sini. Di tempat baru dan teman hidup baru. Mereka berdelapan, remaja yang berusaha mengakrabkan diri dengan suasana baru. Latar belakang yang berbeda, bakat yang berbeda, karakter yang berbeda, semuanya membaur disini. Ini adalah hari keempat mereka tinggal di asrama ini. Tiga hari sebelumnya waktu mereka dihabiskan oleh kegiatan pengenalan sekolah. Hingga akhirnya tibalah hari libur pertama mereka.
"Setidaknya basuhlah wajahmu dulu Naruto," ucap Ino saat melihat pemuda pirang sepertinya itu keluar dari lorong kamar para lelaki. Kamar para gadis ada di lantai dua, dengan kamar mandi yang lebih nyaman pastinya.
Kiba yang baru saja memangkas rambut gondrongnya menjadi pendek seperti laki-laki lainnya ini masih berkutat dengan masakannya. Ya, dia adalah juru masak di asramanya ini. Pengalaman hidup sendiri ternyata menghasilkan bakat memasak yang tidak dimiliki penghuni asrama ini, bahkan para gadis sekali pun. Dengan hoodie favoritnya—karena ia tidak punya pakaian jenis lain selain hoodie dan seragam sekolahnya, ia dengan cekatan memotong nori menjadi serpihan kecil.
"Uhhh, wangi kuah ramen spesial buatan Kiba membuatku lupa segalanya," ucap Naruto sambil menarik kursi tinggi di pantry, bersiap untuk memakan ramen yang hampir selesai itu. "Hey, kenapa kalian sudah makan? Kalian tidak makan ramen?" tanya Naruto heran saat melihat Tenten beranjak untuk mencuci piring bekasnya.
"Kami sudah mulai makan sarapan sejak tadi dengan bubur, Naruto," ujar Tenten.
"Lagi pula siapa yang mau makan ramen pedas sebagai sarapan di musim semi menjelang musim panas seperti ini? Bodoh," ucap Shikamaru ringan. Tangannya masih menyuapkan bubur ke mulutnya.
"Tentu saja aku," ejek Naruto seraya menjulurkan lidahnya ke arah Shikamaru.
"Ramen kita udah beres Naruto! Wuahahaha," seru Kiba bersemangat. Ia meletakkan semangkuk ramen di depan Naruto dan satu lagi di depannya.
"Woaaaaaaaa... Aromanya! Kau harus mencoba membuka restoran sendiri, Kiba," ucap Naruto seraya mulai memakan ramen panas dan pedasnya.
"Setelah makan cuci piringmu sendiri, Naruto," ujar Sakura sambil berlalu.
"Eh, dimana Sasuke?" tanya Naruto dengan mulut yang masih penuh. Kiba mengendikkan bahunya tanda tak tahu.
Saat menyadari hanya ia yang bisa menjawab pertanyaan Naruto, Hinata merasa harus buka mulut. "Sasuke-san pergi menemui Kakashi-sensei. Tadi ia dan Sakura-chan dipanggil untuk menghadapnya," jawab Hinata pelan. Ia menyesalkan kecepatan makannya yang lamban. Ia jadi terjebak bertiga bersama Naruto dan Kiba di meja makan. Apalagi, ia harus menjawab Naruto yang cerewet. Ia malu.
"Menghadapnya? Jam 6 pagi? Orang itu gila," ucap Naruto menggerutu lalu menenggak kuah ramennya langsung dari mangkuk. Kemudian ia beranjak untuk mengambil minum.
"Lalu, kenapa Sakura belum berangkat?" ucap Naruto seraya mengambil gelas dari lemari.
"Aku baru saja akan berangkat," seru Sakura yang ternyata sedang menuruni tangga menuju pintu keluar. "Aku pergi dulu," pamitnya.
"Mmmm!" gumam Naruto yang tengah meminum airnya.
Hinata mendesah lega saat melihat Naruto sudah hendak pergi. Namun, napasnya kembali tertahan karena Naruto ternyata kembali duduk setelah meminum airnya, seraya mengobrol dengan Kiba membahas klub basket di sekolah yang kemarin diperkenalkan. Hinata berpikir bahwa ia harus makan lebih cepat, agar kepalanya tidak pusing karena terlalu lama menahan malu. Ia pun mulai makan dengan cepat, langsung telan saja, lah.
"Hei Hinata, jangan makan terlalu cepat. Aku tidak akan meninggalkanmu, kok."
Ukh.
Hinata langsung tersedak saat Naruto berkata seperti itu padanya. Sontak Naruto dan Kiba panik melihatnya. Naruto yang berada paling dekat dengan Hinata pun membantu gadis itu minum. Wajah Hinata memerah saat melihat apa yang Naruto lakukan. Degup jantungnya tak terkendali. Setelah ia tidak lagi batuk-batuk, Hinata pun memutuskan untuk segera pergi. "A-aku selesai," ucapnya gugup.
Naruto dan Kiba masih mematung di tempat. "Heh, Hinata lucu ya," ucap Kiba sambil menahan tawa.
"Yap. Imut sekaliiii!" seru Naruto seraya menutup pipinya dengan kedua tangan.
"Di sini seru ya," ujar Kiba dalam hati. Senyum merayap ke bibirnya.
"Untuk apa kakek tua itu melakukan ini? Kenapa aku harus sekolah di sini? Home school sudah cukup untukku. Lagi pula mengapa harus aku yang mengemban ini? Masih ada Shikamaru, atau bahkan Haruno itu bisa melakukannya sendiri. Aku tak mau, kepalaku sudah penuh."
Atmosfer ruangan ini memanas, padahal hari masih sangat pagi. Lelaki paruh baya itu memandang lurus muridnya. Wajah datar tersembunyi di balik masker birunya. Jemarinya memainkan pena di genggamannya. "Dengar. Ayahmu pasti punya maksud di balik semua ini. Dan tujuan itu pun pasti baik untuk semua pihak. Termasuk menjadikan dirimu sebagai pemimpin mereka, itu pasti ada maksudnya. Aku mengerti bebanmu tidak hanya di sekolah ini, beban tanggung jawabmu sangat berat, aku tahu. Tapi, aku yakin ayahmu melakukan ini demi kebaikanmu."
"Kakek tua itu hanya mau kekuasaan dan uang, tidak lebih. Apa tidak cukup aku yang tidak pernah tidur karena mengurus perusahaannya? Ia ingin aku untuk melakukan apa lagi, hah? Lagi pula untuk apa aku mengurus orang-orang bodoh itu? Kenapa aku harus dibantu oleh Haruno itu? Memangnya siapa dia sampai kakek tua itu bilang dia bisa membantuku?" iris hitam itu menatap tajam lelaki di depannya. Mulutnya tak berhenti terbuka untuk berdebat, meluapkan rasa muaknya terhadap sang ayah.
"Siapa aku?"
Kedua orang itu sedikit kaget saat melihat gadis merah muda menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Lucu sekali," ucapnya pelan.
"Cih."
"Aku dengar decihanmu itu Uchiha," ujar Sakura tajam, seraya melangkah mendekati kedua orang itu tanpa rasa takut.
Sasuke melirik tajam ke arah Sakura saat gadis itu duduk di kursi tepat di sampingnya. Sakura menghela napas berat, seraya menyangga kepalanya di sandaran kursinya seraya menatap Sasuke tak kalah tajam.
"Dan jangan pandang aku seperti itu, wahai Uchiha,"
.
.
.
.
.
.
.
"Posisiku tidak lebih rendah darimu."
bersambung
Fict ini akan dibuat sepanjang 12 chapter. Setiap 3 chapter akan membahas masalah dari dua orang.
*Gaya bahasa Kiba memang tidak baku, mohon pengertiannya.
*Sasuke masih galak untuk sekarang
Terima kasih~
