Semua orang pasti punya masa lalu.

Entah ingat atau tidak. Ingin mengingatnya atau tidak. Masa lalu tidak pernah bisa dihindari. Mau itu indah ataupun sebaliknya. Masa lalu selalu punya tempat dalam perjalanan kehidupan.

Bahkan terkadang, masa lalu akan dijadikan patokan untuk menilai standar seseorang. Orang dengan masa lalu baik, pasti berakhir baik. Sebaliknya orang dengan masa lalu berantakan, tak akan ada harapan baginya di masa depan.

Benarkah seperti itu?

Lalu bagaimana dengan orang yang dapat bangkit dari masa lalunya yang terpuruk lantas berjuang untuk masa depan yang lebih baik?

-x-

"Maaf, Appa... Kihyunie tidak akan nakal lagi... hentikan, hiks... sakit... maafkan Kihyunie..."

.

.

mykareien presents:

#showki #hyunki #monstax #gs #t #m

.

.

BEAUTIFUL
1

Satu, dua, tiga... sebentuk bibir tipis tersenyum sembari tak henti menghitung lembaran uang yang masih berada di dalam amplop putih yang ia pegang. Bahagia tersirat jelas dari binar bening matanya dan begitu jemari lentik tersebut sampai pada lembaran terakhir, seulas senyum lebar tidak dapat dia hindari. Dengan senang sepasang lengan kurus itu mendekap tumpukan uang hasil kerjanya selama sebulan ke dalam dada.

Syukurlah, masih ada sisa setelah membayar apartemen, batin gadis berambut hitam lurus tersebut.

Aku gunakan untuk beli apa ya? Kedua mata indahnya berputar bahagia membayangkan makanan-makanan enak yang akan bisa dia nikmati dengan sepatu baru serta tas yang sudah lama ingin ia miliki.

"Kihyun-ah!" terdengar lengkingan suara dari luar ruang ganti.

"Ne!?" balas gadis mungil yang merasa namanya barusan dipanggil, dia memasukkan amplop berisi uang ke dalam tas lalu menyimpannya kembali ke loker. Belum sempat ia berjalan keluar ruangan, sosok seorang gadis lain yang memakai celemek warna-warni sama dengan yang sedang menggantung di badannya mendadak telah muncul di ambang pintu.

"Klub." Hanya kata itu yang terlontar dari celah bibir yang tersenyum penuh makna.

"Ne?" mata Kihyun membulat tidak mengerti.

"Diskotik." Tambahan singkat ini memperjelas semuanya tanpa harus diuraikan.

Kihyun terkejut. "Aku—"

"Oke! KIHYUNIE IKUT, TEMAN-TEMAN!" secara sepihak gadis yang baru datang langsung memutuskan dengan suara keras, terdengar sorakan ramai dari arah luar kamar ganti.

"Tu-tunggu dulu, Kyung Eonnie!" Kihyun mengejar. "Aku tidak bilang aku mau ikut!"

"Itu barusan kau bilang 'mau ikut'." Dengan santai Kyung balik menuding hidung gadis yang lebih muda, membuat rahang Kihyun jatuh ke bawah, dan sekali lagi sisa teman-teman mereka bersorak.

-x-

Kihyun menengadahkan kepala, memandang permadani hitam yang melengkung di atas ubun-ubunnya. Malam ini cerah, cuaca yang sangat sempurna untuk membayar cicilan kamar, berbelanja kebutuhan bulanan, memilih sepatu baru, dan menutupnya dengan pesta barbeque seorang diri di teras kamarnya yang berada di atap gedung. Ah, seharusnya begitulah yang ia lakukan sekarang. Perlahan Kihyun menghela napas panjang.

"Jangan terlihat sangat tidak suka begitu," ujar Kyung sambil merangkulkan tangan di atas bahu sempit rekan kerjanya.

Kihyun tidak menjawab, cuma bibirnya saja yang cemberut.

"Kau tidak akan menyesal ikut kami nanti. Aku jamin!" janji Kyung, dengan pelan disenggolnya pinggang gadis yang lebih muda membuat dia mendesis menghindari geli.

"Aku mau ke tempat Wonho dulu," ujar Kihyun melepaskan diri dari rangkulan senior-nya lalu berbalik, berjalan menyeberangi halaman PAUD tempatnya bekerja.

"Kami tunggu di lampu merah yang biasanya ya!" seru Kyung sebelum adiknya semakin jauh dan Kihyun hanya melambaikan tangan menjawab.

"Dia tidak jadi ikut?" tegur seorang gadis yang sama-sama merupakan pengajar di PAUD, tangannya menjatuhkan satu gepok kunci ke tangan Kyung yang kemudian menyimpan kunci-kunci tersebut dalam tas.

"Mau ke tempat Wonho dulu katanya," jawab Kyung.

"Kihyun itu dekat sekali dengan Wonho, padahal dia tidak ramah pada laki-laki lain."

"Mereka 'kan teman dari kecil. Tentu saja ada pengecualiaannya," ujar Kyung. "Ayo jalan duluan, aku sudah bilang padanya kita akan menunggu di tempat biasa."

-x-

Klinting~ lonceng terdengar nyaring berbunyi saat Kihyun mendorong terbuka pintu utama di sebuah toko bunga yang masih bertahan pada jam-jam terakhir pembukaannya.

"So beautiful~" setangkai mawar merah langsung muncul di hadapan gadis itu mengiringi kalimat yang dilantunkan bak lagu oleh orang yang mengacungkannya. Kihyun tersenyum.

"Terima kasih, Changkyun-ah." Diterimanya mawar tersebut membuat pemuda yang berdiri di hadapannya segera menyunggingkan senyum kekanakan.

"Sudah pulang, Noona?" tanya Changkyun. "Kau mau menungguku sebentar lagi? Aku juga hampir selesai. Kita bisa pulang bersama," kejarnya sambil mengikuti langkah Kihyun seperti anak ayam. Kihyun sendiri mempercepat jalannya seolah ingin menghindari Changkyun namun pemuda tersebut masih tetap membuntuti dia.

"Yah, kau masih punya banyak urusan di pojok. Bereskan pupuk-pupuk itu sebelum tutup atau kau harus lembur." Mendadak muncul seorang namja lain, menarik kerah baju Changkyun dari belakang dan menyeretnya mundur tiga meter dari Kihyun.

"Itu bukan tugasku! Itu bagian Jooheun Hyung!" protes Changkyun dengan mulut melengkung ke bawah, mirip seperti anak kecil yang sedang ngambek, dan melihatnya begitu membuat Kihyun terkekeh geli.

"Sekarang itu jadi tugasmu. Cepat kerjakan!" hardik Wonho, sang pemilik toko sekaligus atasan Changkyun, membuat anak buahnya makin merengut kesal.

"ISH!" pemuda tersebut menghentakkan kaki ke lantai. "Menyebalkan. Akan aku cincang orang itu kalau dia masuk besok. Seenaknya saja tidak masuk kerja dan memberikan semua bagiannya padaku. Mana pas sekali harus mengurusi pupuk. Kurang ajar!" Changkyun ngedumel sambil beranjak ke sudut toko, menghilang di tengah-tengah tanaman rambat yang sulur-sulurnya tengah memekarkan bunga-bunga mungil.

Kihyun tertawa kecil melihat tingkah Changkyun, suaranya terdengar oleh Wonho yang kemudian menoleh dan ikut tersenyum memandang gadis tersebut terkekeh.

"Ada perlu apa kemari?" tanya Wonho. "Tidak biasanya kau malam-malam ke sini. Pasti ada urusan penting 'kan?"

Kihyun mengangguk. "Bagaimana kau bisa tahu?" selorohnya. Dia berjalan mendekat, membuka tas dan menarik amplop berisi uang, diserahkannya benda itu pada Wonho.

"Aku titip ini. Rencananya aku ingin langsung pulang tapi teman-temanku mengajakku ke klub. Daripada terjadi apa-apa dengan uangku, lebih baik aku tinggal saja."

Wonho menerima amplop dari tangan Kihyun, memegangnya di pucukan dan Kihyun segera menarik jari begitu benda tersebut sudah berpindah tangan. Gadis itu mundur beberapa langkah.

"Tentu saja, kau bisa mengambilnya di sini besok pagi." Wonho tersenyum simpul. "Kau bilang kau akan ke klub? Kau yakin? Aku bisa membantumu menolaknya kalau kau mau."

Kihyun tersenyum, menggelengkan kepala sambil menunduk. "Aku pikir sesekali aku harus melibatkan diri di kesenangan mereka. Kau tahu? Adaptasi."

Sorot mata Wonho mendatar. "Kau tidak harus memaksakan diri, Kihyun-ah."

"Aku akan langsung pulang setelah minum beberapa gelas. Kau tahu sendiri bagaimana mereka kalau sudah masuk klub 'kan? Mereka akan dengan cepat melupakan aku." Gadis bertubuh mungil tersebut kembali tersenyum.

"Baiklah aku harus pergi sekarang. Aku titip uangku ya, sampai jumpa besok!" Kihyun melambaikan tangan, berbalik dan mengambil jalan lain menuju pintu, tidak melewati Wonho yang sejatinya berdiri di tempat paling dekat dengan pintu utama.

"Telpon aku kalau kau butuh bantuan!" seru Wonho sebelum lonceng tokonya berbunyi namun Kihyun tidak menjawab, hanya melambaikan tangan seperti yang biasa dia lakukan.

"Noona sudah pulang?" sosok Changkyun mendadak muncul dari balik tanaman sulur. "Ah Hyung~ kenapa kau tidak memanggilku sebelum Noona pulang?" pemuda itu merengek. "Aku 'kan ingin dia menungguku dan kami bisa pulang bersama—"

"Selesaikan saja pekerjaanmu, jangan mengurusi hal lain," potong Wonho. "Dan juga, lain kali jangan berdiri terlalu dekat dengan Kihyun. Aku sudah berulang kali memperingatkanmu, dia itu takut pada laki-laki. Jangan membuatnya tidak nyaman dengan mendekatinya seperti itu."

Changkyun merengut. "Kenapa dia takut laki-laki? Aku toh tidak melakukan hal yang buruk padanya."

"Jangan membantah!" Wonho menghardik pelan. "Kau itu susah sekali kalau dinasehati."

Changkyun memonyongkan mulut membalas, baru kemudian ia berbalik kembali ke tempat asalnya, membuat adonan pupuk. Sementara Wonho mengarahkan pandangan ke pintu utama toko, rasa cemas tersirat di permukaan kedua matanya.

-x-

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin punya rasa takut terhadap hal-hal sepele. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin membatasi diri dari lingkungan sekitarnya hanya karena sebuah trauma masa lalu yang konyol. Dan tidak ada seorang pun di dunia ini yang setiap kali bepergian maupun berada di tengah keramaian manusia mendadak harus merasakan sebuah tekanan serta rasa mencekik yang asalnya dari dalam diri sendiri, menyiksa diri sendiri, membuat diri seolah mati akan lebih baik daripada melanjutkan semua ini.

Dan Kihyun adalah salah satu yang tidak ingin merasakannya.

Seperti yang ia katakan, satu per satu temannya mulai menghilang begitu mereka masuk bersama ke dalam ruang diskotik yang gelap dan ramai oleh tumpukan manusia dengan berbagai wujud serta aroma. Meninggalkan si mungil sendirian di tengah-tengah lantai dansa yang bersinar kena terpaan lampu putar warna-warni yang menggantung di atap. Kihyun mengedarkan pandangan, tatapan kedua matanya nanar memandang ke arah begitu banyak orang berkumpul dan bersama, saling berbicara, tertawa, merangkul, memeluk, bahkan berciuman. Entah itu laki-laki dengan perempuan maupun laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan. Perlahan dapat Kihyun rasakan telapak tangannya mulai dingin.

Gadis mungil itu beranjak, memutuskan untuk pindah dari tempatnya berdiri sebelum kecemasan di dalam dirinya makin meluap dan tidak bisa dia kendalikan. Kihyun mendekati sebuah kursi di depan meja bartender yang melingkar, menariknya agak jauh dari seorang pria berkemeja hitam yang juga nampak duduk sendiri dengan kepala tertunduk mabuk di depan gelas bening yang masih berisi setengah cairan alkohol. Kihyun memandang sosok itu dengan tatapan menghakimi, membuatnya makin menambah jarak tempat duduk mereka.

"Mau pesan apa?" sebuah pertanyaan ramah membuat Kihyun yang sedang tidak fokus menjadi terlonjak nyaris jatuh dari kursi.

"Omo omo omo, tenang dulu! Jangan takut, aku tidak akan menggigitmu! Tenang saja!" gadis berpakaian bartender yang barusan menyapa Kihyun mendadak ikut panik, memegangi pergelangan tangan kurus guru PAUD tersebut supaya tidak jatuh dari kursi setinggi satu setengah meter.

"Maaf," desis Kihyun dengan wajah memerah, merasa malu dan dalam hati merutuki kecerobohannya.

Gadis bartender dengan pin terbaca MINHYUK tersemat di dada bagian kiri hanya tertawa lepas menanggapi. "Justru aku yang harus minta maaf. Maaf karena sudah mengagetimu." Suaranya terdengar sangat ramah. "Kau mau minum apa? Kami juga ada soda dan jus kalau kau mau," dia menawarkan minuman non alkohol sebab di matanya, wajah cantik gadis yang kini tengah memandang dia itu mempunyai kesan baik dan polos, tatapannya berbeda dari orang-orang yang biasa dia temui di dalam klub.

"Bir saja," jawab Kihyun.

"Whatever you want." Minhyuk membalas dengan senyuman. "Mau tambahan mint?" tawarnya dan yang ditanya hanya mengangguk.

Selagi menunggu minuman pesanannya selesai diracik, Kihyun menolehkan kepala ke samping, ke arah laki-laki yang duduk di kursi di sebelahnya namun sosok itu sudah tidak ada. Gadis tersebut mengedarkan pandangan, tidak menemukan keberadaan pria lain di sekitarnya dan dia menghembuskan napas lega.

"Silakan." Minhyuk meletakkan gelas di hadapan Kihyun yang menerimanya dengan senyuman.

"Kau sendirian?"

"Di klub ini tidak banyak lelaki ya."

Kalimat Minhyuk dan Kihyun terucap bersamaan, tumpang-tindih, membuat keduanya langsung bertukar pandangan dan tertawa.

"Tidak, aku ke sini dengan teman-temanku." Kihyun menjawab lebih dulu.

"Ada banyak lelaki, tapi kalau kau mencarinya di sini kau tidak akan menemukan mereka. Turunlah ke sana, kau akan banyak melihat mereka. Tinggal pilih mana yang kau suka." Minhyuk menyusul, jarinya menunjuk ke tengah-tengah lantai dansa yang penuh sesak oleh orang-orang meliukkan badan mengikuti irama keras musik disko.

Kihyun menggelengkan kepala. "Aku lebih suka di sini, terima kasih," cicitnya.

"Kau bekerja di TK?" tanya Minhyuk.

"Bukan, PAUD. Bagaimana kau bisa tahu?" balas Kihyun heran.

"Baumu bedak dan parfum bayi." Jawaban Minhyuk serta merta membuat gadis yang lebih mungil segera mengendusi tangan dan pakaiannya, melihat itu sang bartender hanya dapat terkekeh geli.

"Ada perlu apa guru PAUD sampai datang ke tempat seperti ini?"

"Apa kami tidak boleh bersenang-senang hanya karena pekerjaan kami mengurusi anak kecil?" bibir Kihyun mengerucut, dia meneguk minumannya sejenak. "Bahkan para dokter saja bisa mabuk-mabukan, kenapa kami tidak?"

Minhyuk tertawa lagi. "Karena kalian guru dan seharusnya memberi contoh yang baik." Gadis itu mengedikkan bahu. "Opini umum."

Kihyun berdecak keras. "Guru pun juga manusia." Dia menyodorkan gelasnya yang sudah kosong. "Tambah lagi."

-x-

Kihyun tidak tahu seberapa banyak dia minum namun lantai serasa bergoyang begitu kakinya turun dari atas kursi, Minhyuk bahkan sampai memekik kaget melihat dia terjatuh. Samar dapat Kihyun dengar bartender wanita tersebut menanyakan keadaannya namun dia baik-baik saja. Sungguh dia tidak apa-apa. Mabuk bukanlah hal yang pertama kali dia alami. Dia hanya tinggal menelpon taksi untuk datang menjemput dan masalahnya akan selesai.

Sekuat tenaga gadis itu mencoba berdiri meskipun tidak dapat tegak dan melangkah sempoyongan menuju pintu keluar. Dia berpikir, jika sudah sampai di koridor dia hanya tinggal berjalan sambil berpegangan di dinding, terus seperti itu hingga keluar bangunan diskotik. Tidak terbersit sedikit pun di Kihyun dia akan meminta bantuan teman-teman yang mengajaknya ke klub. Jangankan minta bantuan, keberadaan mereka saja sudah tidak terdeteksi. Entah mereka masih menari di lantai dansa dengan lelaki tidak dikenal atau mungkin malah sudah berpindah tempat ke kamar hotel yang berada di lantai tepat di atas ruangan klub.

Kihyun tidak peduli. Dia hanya ingin pulang.

Bruk! Kihyun memekik pelan, tubuhnya jatuh ke lantai dan tangannya reflek menarik turun ujung kemeja oversize yang tersingkap untuk kembali menutupi kaki yang tengah memakai celana pendek. Dia meringis merasakan siku tangannya nyeri terkena ubin lantai yang keras.

"Yah, jalan pakai mata." Suara seorang laki-laki terdengar, langsung membeliakkan mata Kihyun dan gadis tersebut menoleh dengan segenap tatapan terornya.

"Hoo, kau cantik juga." Pria yang tidak dikenal dan memiliki bau alkohol menyengat dari dalam mulutnya itu membungkukkan badan, mengulurkan tangan untuk meraih dagu Kihyun namun gadis tersebut segera menggeser diri dengan cepat ke belakang.

"Maaf," desis Kihyun, terburu-buru berdiri seakan lupa dengan keadaan badannya yang masih hilang keseimbangan akibat pengaruh minuman. Dia jatuh lagi setelah berdiri dan tanpa ijin kedua tangan pria yang barusan tak sengaja ia tabrak sudah melingkar di tubuhnya.

"Jangan buru-buru pulang, minumlah dulu dengan kami. Kau juga sudah mabuk 'kan? Kami akan membelikanmu minuman lebih banyak lagi," cumbu lelaki itu.

"Tidak. Jangan. Aku mohon lepaskan aku." Wajah Kihyun memucat, seluruh badannya gemetar, dan air bening sudah melapisi kedua matanya.

"Hei, kenapa denganmu? Aku tidak melakukan apa-apa, kenapa kau menangis eoh?"

"Jangan! Hentikan!" Kihyun berteriak kali ini, air mata meleleh di pipinya dan kedua tangannya berusaha kuat mendorong pria yang masih bersikukuh mencoba memeluknya.

"Yah! Jangan berteri—ACK!" pria tersebut memekik keras seiring dengan lengannya menjauh—dipaksa menjauh—oleh seorang sosok yang mendadak muncul di belakang Kihyun layaknya bodyguard. Tangan sosok itu nampak memelintir lengan yang perlahan lepas dari tubuh mungil Kihyun. Merasa sudah bebas, gadis berambut panjang tersebut segera mengambil jarak sejauh mungkin dari kumpulan laki-laki yang dibencinya.

Wajah Kihyun pucat pasi, air mata tidak mau berhenti mengalir menetes dari ujung dagunya, sekujur badannya gemetar hebat, dan napasnya tersengal. Dengan nanar ia menatap sosok tegap berkemeja hitam yang masih belum melepaskan tangan pria asing yang barusan menggodanya. Kihyun merasa tubuhnya menggigil, isi dadanya kacau tidak karuan, dan di detik selanjutnya seluruh pandangannya berubah gelap.

-TBC-

Siapa yang menolong Kihyun? Wonho-kah? Atau...


Iseng :"
Jangan di-bash plis :""
Pertama kali bikin di fandom ini :"""
Dg bekal pengetahuan/? seadanya :""""
Dan tulisan TBC itu abaikan saja, Myka asal nulis. Ntah lanjut atau ga, ga tau juga :"""""

Pai~ :*