ENDLESS NIGHT
by sinonyou
.
PROLOG
.
Batu-batu tajam menghantam kuat kepalanya hingga kram menyerang cepat. Sakit sekali, sungguhan. Tubuhnya mengeluarkan panas luar biasa gila, inginnya ia tenggelam tujuh kaki di bawah tanah hitam melebihi seratus enam puluh sembilan tubuhnya. Rambutnya mengeluarkan bau amis dan melekat pada daun-daun juga akar di bawahnya dan perutnya bergejolak hebat menahan mual meskipun.
Tulang rusuk patah sungguh mengerikan, erangan terlepas dari tenggorokkannya yang kering. Untuk melihat keadaan sekitar seakan haram untuknya. Bernapas putus-putus seolah-olah alveolusnya tak mampu menangkap oksigen dengan jumlah banyak.
Menahan sekuat mungkin rasa sakit tingkat kronis di jiwa juga fisiknya yang baik-baik saja. Ia tak mampu mengingat apapun kendati apa yang dirasakannya sungguh kejam. Saat membuka kelopak matanya dia tidak dapat menangkap apapun kecuali hitam menyambut dan dengan empat dimensi tanpa dedaunan dan akar-akar pohon yang terkena darah rambut miliknya.
Matanya memerah mengeluarkan cairan merah pekat. Hanya diam berbaring tanpa raut wajah yang kesakitan. Hitam itu terkadang menjauh dan kembali mendekat sampai ia tidak merasakan kembali cairan merah pekat dari matanya.
…
Luhan tak punya keberanian untuk menutup matanya barang satu detik pun ia tak sanggup. Serius. Matanya benar – benar perih sekali, menjelajah kembali setelah selama delapan jam. Dia berbaring di ranjang abu-abu juga cat dinding abu-abu serta pendingin suhu kamar berwarna putih. Lampu kuning di samping kanan juga kiri tak membuatnya nyaman.
Saraf-saraf di otak semakin kacau berteriak pada Luhan yang tampak tenang.
Sel saraf di kulitnya tak merasakan apapun. Tak bisa menggerakkan apapun kecuali bola matanya. Tubuhnya serasa lumpuh. Tak merasakan sekedar sakit sedikit.
Pisau-pisau berkarat menyapa matanya saat dia menaikkan bola matanya. Gila! Ini apa? Tak satupun yang dapat menjelaskan kepada Luhan tentang hidupnya saat ini. Inginnya berteriak daripada harus mendendam. Jantungnya serasa terkoyak perih. Di mana air matanya? Kantung matanya sudah hilang.
Seluruh tulangnya terasa bergetar keras bersama jiwa kelamnya.
Seseorang masuk lewat pintu abu-abu di depannya. "Hi." Dia berkata pada Luhan yang berbaring melihatnya. Luhan sama sekali tidak menemukan remukan memorinya lagi. Sudah terlalu hancur dan usang termakan dimensi yang berbeda.
.
.
.
tobecontinued
