Berawal dari mata turun ke hati; antara konspirasi, cinta, dan gorengan―Kisah tentang tukang pos penuh modus, cowok kepo, rival dari TK, stalker nista, dan sahabat konspirasi. / AR/ tijel/ bahasa rakyat/ DLDR/
Vocaloid bukan punya Panda
Moshi-moshi! Love Mail Delivery! oleh Panda Dayo
Genre : Romance/Comedy
Rated : T
Kaito tidak ingat memesan barang dari jasa pengiriman online, semenjak sebulan lalu. Ia juga tidak pernah diberitahu apapun tentang sebuah pengiriman sebuah paket besar di depan rumahnya―jika itu memang dari keluarganya yang berada di Fukuoka. Tapi, bagaimana jika isinya adalah bom? Mampus. Dia belum sempat melakukan banyak kebaikan dan sekarang―oh, ia tak bisa membayangkan dirinya menjadi serpihan kecil bak animasi barat.
Positive thinking, mungkin saja itu hadiah dari penggemar rahasia. Haha. Mengerikan.
Sedangkan tukang pos cantik yang membawakan paket besar itu, hanya tersenyum seraya mengarahkan sebuah pulpen beserta pasangan sejatinya―selembar kertas dengan sistematika penulisan tertentu. Sebagai bukti atas penerimaan pengiriman.
"Ano.." Pemuda bersurai biru itu bicara "Aku tidak dikabari siapapun." Ujarnya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tukang pos itu hanya berkedip. Sumpah, apaan itu maksudnya? Kaito gak ngerti. Dan yang terpenting adalah―
"Biaya pengiriman tercantum FOB DP, bukan FOB SP. Itu berarti anda yang menanggung biaya kirimnya..tuan.." Tukang pos itu tersenyum―aneh dan mencurigakan. Kaito menggeleng kuat dan berusaha mendorong paket besar itu.
"Aku menolaknya."
―dompetnya akan menangis segera
Tukang pos itu menahan pergerakan paket besar itu dengan kedua tangannya sambil meniru sebuah kalimat yang terkenal di negara Indonesia.
"Oh, tidak bisa."
Nama tukang pos cantik itu adalah Shimazaki Kokone. Dia sendiri yang memperkenalkan dirinya pada Kaito malam natal lalu, ketika tukang pos itu juga mengantarkan sebuah paket pesanannya.
Rambut cokelat panjangnya dimasukkan ke dalam topi putih-merah ala tukang delivery andalan restoran cepat saji―seolah digelung ke belakang. Tapi, mungkin lebih mirip topi di serial summon animal yang keluar dari dalam bola monster. Ia memakai kemeja lengan pendek berwarna putih dan merah di bagian kerah serta lengan―dengan nametag Kokone―juga lambang pos Jepang di sisi lengan kirinya. Ia memakai celana jeans cokelat tua.
Tukang pos cantik itu menyerahkan sebuah amplop dari dalam saku celananya. Tertulis alamat Kaito. Kaito heran. Itu surat misterius yang selalu diantarkan untuk Kaito dari tukang pos itu sejak sebulan lalu. Kaito menduga bahwa surat itu hanya dari penggemar―ayolah, tampangnya itu di atas rata-rata, wajar bikin kaum hawa anemia karena ketampanan yang luar biasa―namun setelah ditelusuri ia bukanlah dari kaum selebriti, dia hanyalah orang biasa, sederhana dan bersahaja.
Tapi, setiap minggu, tukang pos ini datang dan menyerahkan seamplop surat yang berasal entah darimana. Benar-benar tak ada nama pengirim atau alamat. Masalah sebenarnya adalah, bagaimana bisa seseorang mengirim surat tanpa mencantumkan perangko? Sepertinya dunia pos Jepang harus dibenahi agar kasus ini tidak terulang.
"Ini hadiah." Tukang pos itu meraih tangan Kaito dan menuliskan nama pemuda itu di bukti penerimaan barang (palsu) berupa paket besar itu. Tukang pos itu kemudian melambaikan tangannya dan kembali menaiki mobil angkutan untuk membawa barang-barang kiriman dari pos pusat. Ya, karena dia tukang pos yang gak mau ketinggalan jaman. Tokyo itu luas bro. Kau tidak bisa menjadi tukang pos yang baik jika kau masih naik sepeda ontel. Dunia pos juga makin maju saat ini dengan layanan pengiriman barang. Hebat, kan?
Tunggu, biaya kirimnya? Cukup dengan melihat pemuda itu, semua terbayarkan, kok. Loh? Loh? Ada apa sebenarnya?
Kokone―nama tukang pos itu― tersenyum ke arah pemuda biru yang menatapnya aneh dari depan rumahnya. Hahaha. Pekerjaan barunya memang menyenangkan, menjadi tukang pos. Tentu saja dengan bumbu modus. Ialah sang pengirim surat misterius itu. Ia melajukan mobilnya.
Ini semua berawal ketika ia bertugas mengantar sebuah paket ke rumah pemuda itu di malam natal yang dinginnya naudzubillah, karena salju juga sudah turun untuk menambah dinginnya malam. Kokone yang baru bekerja sehari pun enggan menolak pengiriman barang karena ia terbilang baru dan tidak ingin dicap pemalas. Meski malam natal, semuanya libur kecuali dirinya. Kalian tahu lah, maksudnya.
"Ojyamashima―"
Pintu dibuka, diiringi suara decitan kas pintu pada umumnya ; ikut memperkenalkannya pada takdir baru.
"―shou.."
Dunia seakan berhenti sesaat.
"Ah, terima kasih. Dimana aku harus tanda tangan?" Kokone segera menyerahkan lembaran bukti penerimaan. Pemuda biru itu mengenakan piyama biru muda bermotif es krim―oh gemas sekali Kokone melihatnya. Tak lupa dengan topi khas natal bertengger manis di kepalanya. Rasanya malaikat baru turun dari surga. Dia jatuh cinta.
"Ini, tip untukmu. Kau berhasil mengantarnya sebelum tengah malam, gadis muda." Pemuda itu mengangkat paket itu dengan kedua tangannya. Kokone mengamati bukti penerimaan dan melihat nama pemuda itu disana.
Shion Kaito.
Ia akan mengingatnya.
Moshi-moshi! Love Mail Delivery!
Kaito memasukkan surat yang didapatnya tadi siang ke dalam amplopnya kembali, kemudian ia simpan di dalam laci. Untuk apa ia menyimpannya? Hanya Kaito dan Tuhan yang tahu.
Kaito merasa ada yang tidak beres sejak ini dimulai tepat satu bulan lalu. Tukang pos itu datang secara rutin hanya untuk memberikannya surat tanpa nama. Kerja yang benar dan teliti dong, tukang pos..prangkonya aja gak ada. Kenapa masih nekat dikirim? Atau tukang pos itu dipaksa mengirim oleh seseorang yang jahat? Gak mungkin. Kenapa orang jahat mau mengirim tulisan layaknya mereka fans pemuda biru itu? Jangan-jangan, produser yang tengah mencari bakat? Itu lebih mustahil. Hanya ada kata-kata romansa dalam surat itu. Hanya satu yang bisa disimpulkan; seseorang menyukainya.
.
.
.
Kokone menggembungkan pipinya sambil berlari menuju tempat kerja perubah nasib dan tujuan hidupnya―kantor pos. Bukan, bukan karena dia sok imut atau ingin jadi bishoujo.
Kokone lari sambil mengunyah bakso abang Yohio yang mangkal di perempatan dekat rumahnya, tiap jam setengah tujuh pagi. Rajin banget ya jualannya, apalagi kalau pelanggannya uhukcakepuhuk, makin rajin tuh penjual daging bulat itu. Alah, bilang aja modus.
Kokone mulai menghabiskan daging itu dalam mulutnya. Ia hampir terlambat tadi gara-gara sibuk ngegosip ama mbak v-flower yang jadi tetangganya forevah sampai saat ini. Kokone baru sadar ketika tak sengaja melihat arloji menunjuk angka delapan kurang lima menit saat makan bakso. Obrolan cewek gak mungkin berakhir dalam lima menit, itu rahasia umum.
Kembali pada Kokone, gadis itu sudah memasuki kantornya. Orang-orang menatap aneh tapi diacuhkannya―tidak mengerti. Kemudian melesat masuk ke ruangan di ujung. Ruangan ini ia tempati―sebenarnya ada beberapa orang di ruangan ini― Ia masuk dengan rambut yang amburegul, masih terlihat banyak roll bertengger di atas kepala. Gini nih kalo bicara sesama perempuan―lupa akan dunia nyata.
"Astaga, Kokone! Kamu mau jadi apa, nak?!" ―sok tua, padahal tampang moe punya, kenalkan rekan konspirasi kejahatan mengirim surat dan barang secara ilegal―bahasa sederhananya numpang ngirim― Megurine Luka.
"MY HAIR OH NOO!" Kokone tersadar dan langsung berusaha melepas roll itu dari rambutnya. Yah, nyangkut-nyangkut dikit sih.
"Lihat tuh, Kokone kusut! HAHAHA―!" Ejek Yuuma, rival abadi sejak masuk TK. Sering main cakar-cakaran―sampai sekarang. Eh, tapi sumpah, rambut Kokone yang baru dilepas dari roll membuat rambut gadis itu tergerai, seperti..
"GYAHAHA! MAK LAMPIR!" Yuuma ketawa juhud, membalas penghinaan yang udah numpuk berabad-abad. Hah? Terlalu lama? Oke, bertahun-tahun silam.
"SINI LO YUUMA! GUE KETEKIN LU!" Kokone nunjuk sembarang arah karena gak kelihatan. Tak lain dan tak bukan, penyebabnya adalah rambutnya yang kini sangat berantakan sehingga menutupi penglihatannya―dia jadi buta mendadak.
"Duh! Sini! Biar aku benerin!" Sebagai rekan konspirasi kejahatan yang baik (lah ini baik atau jahat? Entahlah www ) Luka membantu Kokone menata rambut yang sekarang malah udah mirip afro. Udah deh, daftarin aja Kokone ke acara ASPAL , (Antara) ASLI atau PALSU. Siapa tahu varokah dan rejeki datang―gak ada salahnya mencoba, kan?
"BUJUG! SHIMAZAKI, ITU RAMBUT APA SARANG WALET ?!" Gak mau ketinggalan, Mikuo sesama tukang pos seperti Kokone yang baru saja menerima amanat mengantar barang, dikejutkan oleh pemandangan ajaib itu.
"HATSUNE! ENAK AJA NGATAIN RAMBUT GUE SARANG WALET!" Kokone udah ngeluarin kobaran api. Tolong hubungi 911 secepatnya/lah.
"Eh? Mikuo? Mengantar barang ya? Hari ini kemana?" Tanya Yuuma. Kini Kokone bisa melihat kembali berkat perawatan ala salon dari sahabat konspirasi, Luka.
"Ke..Ginza.." Jawab Mikuo sambil nahan dagu pakai sebelah tangan. Pose keren nan mempesona, katanya.
Oke, kita ulangi siapa saja pemerannya.
Shion Kaito, cowok yang gak ngerti kalo ditaksir Kokone.
Shimazaki Kokone, tukang pos dengan niat modus murni ke Kaito.
Abang Yohio , abang tukang bakso yang mangkal deket rumahnya.
V-flower, tetangga sejatinya. Sekaligus teman bergosip.
Megurine Luka, partner in crime bersama dengan Kokone.
Tanaka Yuuma, rival sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Heran deh, gak capek apa.
Hatsune Mikuo, teman satu profesi yang muka polos, tapi suka ngatain orang. Ada rumor mengatakan bahwa dia stalkernya Kokone.
"Yey! Makasih, Luka! Kokone sayang Luka!" Kokone―sudah dibenahi rambutnya oleh partner in crime-nya.
"Elu Yuri, ye?" Yuuma nanya.
"Kagak lah!" Sembur Kokone.
"Gimana kabar tuh cowok idaman elu?" Tanya Mikuo. Yang tahu rahasia tentang ehemcowokehemidamanehem Kokone, ya mereka-mereka ini. Mereka berempat dijuluki Merpati Hitam oleh sesama rekan di kantor pos. Mereka masih baru, tapi belum pernah ada kabar barang terlewat dikirim dari jadwal. Maunya sih, kuda hitam, tapi..kurang anggun gitu. Lagian lambang pos kan merpati. Iya, kan?
Ng? Ada yang salah?
"Kemarin gue ngirim surat lagi. Tapi, mungkin dia bakalan bosen liat wajah gue seminggu sekali.." Kokone menyisir rambutnya dengan jari tangan dan memelintirnya kecil. Duh, kenapa aura berubah?
"Semangat ya." Luka tersenyum. Sahabat konspirasi itu gak ada duanya―untung ini rahasia berempat. Kalau kepala kantor pos tahu ada pengiriman surat tanpa perangko dan barang-barang lain tanpa bukti pengiriman valid, niscaya dipecatlah mereka bersama. Kalau mau melakukan kejahatan itu, jangan sendirian, enakan rame-rame. Kalau ditanggung sendiri kan gak greget. Ngeliat teman senasib itu bahagianya bukan main, seriusan.
"Gorengan gue mana?" Kokone ngendus, nyari gorengan yang tiap pagi udah ada di meja Yuuma. Biasanya Yuuma udah beli sepiring numpuk. Kokone hanya memanfaatkan dengan alasan "mubazir kalau dimakan sendiri, rejeki itu dibagi ama orang dong." bilang aja laper, tapi gengsinya ketinggian.
"Gantian beli, kek. Bangkrut gue entar." Yuuma memutar kedua matanya.
"Pelit lo." Dengus Kokone. Mikuo udah ngilang pas Kokone nengok. Begini-begini, mereka masih sadar diri. Kalau mau dapet duit ya kerja. Mikuo sudah berangkat mengirim surat dan barang rupanya. Ke mana tadi? Ginza? Oke, cek.
"Luka, beliin dong. Elu gak ada jadwal nganter, kan?" Kokone melas.
Megurine Luka, sahabat konspirasi pengiriman barang ilegal. Luka juga tengah melakukan modus. Bukan pria―tapi untuk anak-anak kecil di Panti Crypton yang terletak di Shibuya, daerah kekuasaannya (Luka) . Dia menyumbang barang-barang yang masih bisa dipakai kemudian dikirim ke panti itu. Bahkan terkadang, ia membeli yang dirasa kurang. Sungguh mulia. Hanya saja salah jalan, terkena pengaruh Kokone yang modusin seorang cowok yang rumahnya hanya berjarak beberapa kilometer dari kantor pos.
Pengaruh itu datang dari teman―baik besar atau kecil. Kokone, kaulah yang menjadi sumber dengan sesuatu bernama 'konspirasi pengiriman barang' ini. Dan Luka adalah korban nyata. Hati-hati dalam berkawan, oke?
Oke.
"Aku ada jadwal hari ini. Seharian penuh di Shibuya. Barang dan suratnya banyak sekali." Oceh Luka. Kokone menguap kecewa. Yuuma bertelefon entah sejak kapan―tapi sekarang nyatanya benda hitam yang disebut gagang telepon itu didekatkan di telinganya.
"Baik. Baik. Akan segera diantar." Yuuma mengakhiri panggilannya.
"Apa, Yuuma?" Kokone kepo.
"Nganter barang lah! Kokone, kau menganggur kan, hari ini? Bantu aku mengantar kalau gitu!" Yuuma menatap dia tajam. Maklum, rival. Lah, rival kok sekarang jadi satu geng? Itu tidak penting saat ini.
"Lo nyuruh gue?" Kokone nunjuk-nunjuk, gak terima. Auranya masih panas. Panas karena pertarungan batin (?) mereka berdua.
"Kalo bukan lo siapalagi. Disini cuma kita berempat, Mikuo dan Luka ada pengiriman. Kiriman daerah elu kan udah lu kirim kemarin." Yuuma, tak diragukan dengan informasinya yang selalu teraktual, up to date, dan terpercaya. Gatau juga dari mana.
"Siapa tau entar ada yang mau ngirim.." Kokone menatapnya kesal.
"Mau gorengan gak?" Tawar Yuuma.
"Setuju." Kokone langsung berubah pikiran.
Begitulah, gorengan gratis mengubah segalanya.
TBC
Lah apa ini? Gaje banget deh..wkwk
Emang Panda ditakdirkan untuk menulis humor atau bagaimana, rasanya nyaman banget waktu nulis humor..meski eyd-nya kacau semua, hahaha.. Pake bahasa rakyat lagi ~ Semoga suka .
Panda Dayo, de wa.
