Annyeong, long time no see. FF ini adalah REMAKE dari novel Mira W berjudul 'Jangan Pergi, Lara'. Tidak meremake secara keseluruhan sih. Saya hanya mengubah nama tokohnya dan melakukan penambahan serta pengurangan di beberapa bagian. NO BASH, jika Anda tidak suka, cukup klik icon 'X'. Mudah kan? ^.v RnR, ne? Gumawo *bow*

Cast

-. Lee SungMin

-. Kim RyeoWook

-. Choi SiWon

-. Cho KyuHyun

-. And other cast

Summary

Menceritakan perjalanan cinta Lee SungMin, seorang calon dokter yang sedikit 'slengean'. Ketika saudara kembarnya yang menderita kelainan jantung mencintai kekasihnya, akankah SungMin merelakan sang kekasih untuk saudaranya? Sementara di sisi lain, seorang pasiennya selalu berusaha menarik perhatiannya. /Mian, summary gaje T.T /WonMin, KyuMin/GS/DLDR

Warning

GS, OCC, Remake, typo(s), Crack Pair (maybe), DLDR

Rate

M?

Disclaimer

Semua chara di ff ini adalah milik Tuhan YME, keluarganya, dan dirinya sendiri. Tapi bagaimanapun keadaannya, SungMin mutlak milik saya dunia akhirat :D *dimutilasi pumpkins*

Happy Reading ~~~

oooOOooo

Chapter 1

Tiiinnnn!Tiinnn!Tiiinnnnnnn!

Suara klakson terdengar begitu membahana di pekarangan sebuah rumah mewah di pusat kota Seoul. Di dalam sebuah mobil, terlihatlah seorang yeoja sedang menekuk wajahnya dengan kesal.

"Kenapa bocah itu lama sekali? Aku sudah hampir terlambat!" gerutunya sebal.

Yeoja itu, Lee SungMin, terus saja menggerutu sambil menekan klakson berkali-kali.

"Minnie-ya, bersabarlah. Mungkin Sannie masih sarapan." bujuk Lee RyeoWook lembut. Beda sekali dengan saudara kembarnya yang lembut dan kalem, SungMin memang cenderung kasar dan tidak sabaran.

"Sannie, ayo cepat! Apa sih yang masih kau lakukan!" teriaknya untuk yang kesekian kalinya. Ditekannya klakson dengan jengkel. Diinjaknya pedal gas sampai meraung-raung.

"Eonnie, tidak perlu berteriak. Sannie belum tuli!" Lee Sandeul atau yang biasa dipanggil Sannie, putri bungsu keluarga Lee, balas berteriak dari dalam. Dilahapnya rotinya begitu saja dan berlari-lari kecil menghampiri kakaknya sambil menggerutu. "Aish, eonnie. Masih jam setengah tujuh juga!"

"Kalau sudah jam tujuh, mending tidak usah sekolah!" balas SungMin ketus.

"Sepagi ini, tukang sapunya saja bahkan belum datang!"

Sambil mengomel, Sannie membuka pintu depan mobil dan melemparkan tasnya begitu saja ke dalam. Tapi belum sempat Sannie mendudukkan dirinya di samping SungMin, RyeoWook menegur dari bangku belakang.

"Sannie-ya, sudah pamit Appa dan Eomma?"

"Aigo, lupa!" teriak Sannie heboh.

"Eonnie, tunggu ya!" teriaknya sambil melompat keluar.

"Apa lagi?" geram SungMin gemas.

"Belum pamit. Sabar kenapa sih?"

Dan Sannie hampir saja bertabrakan dengan Eommanya yang baru saja keluar, menuju halaman.

"Eomma, pergi dulu!" serunya asal saja. Lalu sambil menoleh ke arah sang Appa yang sedang berjongkok membersihkan motornya, serunya lantang,

"Appa, Sannie berangkat!"

"Heran. Setiap pagi selalu ribut." Lee HanGeng, Appa mereka, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat keributan putrinya.

"Bocah itu selalu seenaknya. Merepotkan! Harusnya kau pakai supir! Atau belajar nyetir sendiri!" gerutu SungMin jengkel.

"Siapa bilang Sannie gak bisa nyetir?" Sannie melotot gemas. "Kalau saja gak dilarang Eomma..."

"Pokoknya kau tidak boleh nyetir!" potong sang Eomma, Lee HeeChul, tegas. "Anak Senior High School sepertimu belum boleh bawa mobil sendiri. Yang ada di otak kalian hanya ngebut dan jual tampang!"

"Kuno!" dengus Sannie sambil melotot ke arah Eommanya yang sudah masuk ke mobilnya.

"Cepat naik atau kutinggal!" bentak SungMin habis kesabaran.

Sannie masuk ke mobil sambil terus menggerutu.

"Ini benar-benar tidak adil! Kalau Eomma yang hampir lima puluh saja masih boleh membawa mobil sendiri dari pagi sampai malam, kenapa Sannie gak boleh?"

"Karena kau masih kecil! Kau pikirkan sekolahmu saja, magnae cerewet!" sahut SungMin sambil menjitak kepala adiknya.

"Tahun depan Sannie pasti sudah boleh membawa mobil sendiri." bujuk RyeoWook sabar.

Lain dengan SungMin yang sedikit urakan dan kasar, RyeoWook selalu bersikap manis pada siapa saja. Terkadang SungMin heran, terbuat dari apa hati yeoja itu. Dia tak pernah marah. Bahkan ketika SungMin memperlakukannya dengan kasar, RyeoWook tetap bersikap manis padanya. Dia selalu sabar, ramah, lembut, penuh pengertian. Aigoo, bagaimana SungMin harus memperlakukan saudara yang sedemikian baiknya? Bagaimana dia dapat membenci seorang yeoja yang begitu manis dan selalu memaafkan?

Tapi bagaimana mengusir rasa iri ini dari hatinya? Mungkin Eommanya yang salah. Karena sejak kecil mengidap kelainan jantung, RyeoWook sangat dimanja oleh HeeChul. Dia tidak boleh mengemudikan mobil, tidak boleh bekerja berat. Tidak boleh melakukan ini dan itu. Tapi selalu didahulukan kalau memilih sesuatu.

Tapi mungkin juga Tuhan yang tidak adil. Karena kalau iri hati itu dosa, kenapa Tuhan menciptakan makhluk yang begitu sempurna seperti RyeoWook? Dia begitu cantik. Senyumnya lembut. Dia juga sangat sopan. Tatapannya teduh menyejukkan. Rambutnya hitam, panjang, dan indah. Kulitnya mulus seperti boneka. Tutur katanya halus. Dan seolah belum cukup, Tuhan masih menganugerahinya bonus. Suara RyeoWook bukan main merdunya. Bakatnya di dunia musik sangat menonjol. Sungguh, SungMin sangat iri padanya. Begitu besar rasa irinya, sampai SungMin merasa, dia bukan hanya iri, tapi dia juga membenci RyeoWook, kembarannya sendiri.

.

"SungMin-ssi, kau tangani pasien ini, saya harus melihat pasien lain." pinta Dokter Song letih.

Malam itu, Unit Gawat Darurat memang sedang kebanjiran pasien.

"Omo, tiga sekaligus, perawat Park?" desis SungMin kaget ketika melihat korban-korban kecelakaan yang berlumuran darah itu.

"Yang dua sudah meninggal, Dok. Hanya anaknya yang masih hidup. Hanya luka robek di kepala, Dok." lapor perawat Park.

"Perawat Jung, tolong siapkan jarum steril!" perintah SungMin sambil mengenakan sarung tangan steril.

Dan mulailah SungMin berjuang menjahit luka di kepala anak itu. Tapi menjahit luka di kepala anak kecil yang sedang menangis meronta-ronta, bukan perkara mudah. Berkali-kali jarum dan pinset terlepas dari tangan SungMin, sehingga terpaksa diganti yang baru. Setelah berjuang hampir satu jam, luka di kepala anak itu akhirnya tertutup juga.

"Jahitannya rapi, Dok." puji perawat Park letih. Bekerja membantu dokter memang melelahkan. Tapi membantu seorang calon dokter lebih repot lagi. Untungnya, perawat Park sangat sabar. Jarang ada perawat senior seperti dia. Terhadap dokter ataupun koasisten, sikapnya sama saja.

"Perawat Park, tolong anak ini diobservasi ya?" pinta SungMin sambil menyeka keringatnya. "Saya mau minum dulu, sekalian lapor dokter jaga."

"Lebih baik Anda disini dulu, Dok." sergah perawat Jung yang sedang mengintai keluar. "Sepertinya ada pasien gawat."

"Semoga bukan kasus bedah. Saya sudah tiga jam belum istirahat!" keluh SungMin.

Dan harapannya buyar ketika sesosok tubuh yang berlumuran darah diusung beramai-ramai ke Unit Gawat Darurat.

"Kecelakaan? Mayat? Aigoooo..." desis SungMin nyaris putus asa.

"Sepertinya masih hidup, Dok. Masih bergerak-gerak."

"Letakkan disini! Biar diperiksa dokter" perintah perawat Jung sambil menunjuk meja periksa.

"Eodiga?" tanya salah seorang namja yang tadi mengusung korban itu. Tampangnya sangar. Rambutnya diekor kuda.

"Dokternya sudah berdiri tepat di sampingmu." sahut perawat Park tajam. "Kalau kau pikir dokter harus memperkenalkan diri kepadamu..."

"Perawat Park, suruh mereka keluar!" perintah SungMin tegas. Dia hampir muntah mencium bau alkohol yang keluar dari mulut mereka.

Dengan heran, namja-namja berandal itu mengawasi SungMin.

"Omo, mana aku tau dia dokternya! Sudah yeoja, cantik, masih muda pula!" cetus namja bertampang sangar itu sambil menatap SungMin dengan tatapan melecehkan.

SungMin membalas tatapan namja itu dengan bengis.

"Tunggu di luar!" perintahnya dingin.

Sambil tertawa-tawa, kelima namja itu berjalan ke luar.

"Beruntung sekali kau, Cho!" racau salah seorang diantara mereka. "Sudah hampir mati, masih ketemu bidadari!"

"Ramai sekali praktekmu, Min! Banyak pasien ya?" cetus YuRi setengah mengejek.

"Bukan ramai lagi. Hampir patah pinggangku!"

"Nado, Min. Aku juga kebanjiran pasien. Aigooo, menangani pasien sebesar Mike Tyson, hampir rontok jantungku. Aish, Appaku benar-benar tega! Kalau dia tau begini susahnya sekolah dokter, kenapa dipaksanya aku jadi dokter?"

Mau tak mau, SungMin terpaksa tersenyum mendengar kelakar temannya itu. Tapi senyumnya segera lenyap ketika mata rubahnya berpapasan dengan korban yang terhantar di depannya.

Namja itu masih muda. Mungkin dua lima. Bisa juga lebih sedikit. Peduli apa dengan umurnya. Pokoknya dia masih muda. Dan...tampan.

Kulitnya putih. Rambutnya yang kecoklatan terlihat basah karena keringat dan darah. Bibir tebal yang menggoda. Hidung mancung yang begitu pas melekat di wajah kokohnya. Dan matanya. Aduhai.

"Ngebut ya? Mabuk pula!" gerutu perawat Jung sambil melepas jaket namja itu.

Namja itu mengeluarkan beberapa gumaman tidak jelas dari mulutnya. Sambil tertawa-tawa, beberapa kali tangannya mencoba meraih perawat Jung.

"Aish, beraninya kau!" maki perawat Jung jengkel. Dia langsung melompat mundur.

"Bintang film mungkin ya?" gumam YuRi kagum. "Bodinya oke, tampangnya juga keren. Wah, kau pasti melupakan capekmu, Min!"

"Kurasa preman nyasar lebih tepat!" dumal SungMin muak.

Terus terang dia segan menangani pasien yang satu ini. Sudah mulutnya kotor, tangannya jahil lagi. Bagaimanapun tampannya seorang pasien, SungMin tidak sudi dijamah, apalagi dipegang-pegang waktu memeriksa!

"Mau diperiksa, Dok?" tegur perawat Park ketika dilihatnya SungMin masih terpaku di tempatnya.

Tentu saja, umpat SungMin dalam hati. Memang mau diapakan lagi?

Hati-hati SungMin menghampiri pasien itu. Dan mata namja itu, mata yang merah berair, menatapnya dengan nyalang. Bibir tebalnya terkuak menyunggingkan seringaian. Dan dia meneriakkan suatu ungkapan yang tidak dimengerti SungMin. Tapi melihat para perawat saling pandang sambil menahan tawa, SungMin dapat menerka arah kata-kata yang pasti berkonotasi jorok itu.

Sialan! kutuknya dalam hati. Belum pernah aku diejek pasien.

Dengan wajah merah padam menahan amarah, SungMin menghampiri namja itu.

"Kalau ada yang sakit, bilang!" bentaknya galak. Sambil menekan sana, mengetuk sini, tanyanya bengis, "Sakit?"

Tapi sebaliknya dari menjawab, namja itu malah tertawa terbahak-bahak. Mulutnya berkecap-kecap nikmat, sementara tangannya siap untuk mencolek. Refleks SungMin mundur dengan sendirinya.

"Perawat Jung, pegangi tangannya kuat-kuat!" perintahnya tegas.

Sambil tetap siaga mundur, SungMin kembali memeriksa. Ketika dia menekan tulang keringnya, namja itu menjerit kesakitan.

"Saya mau lapor dokter jaga dulu. Mungkin tulangnya patah."

Sebenarnya SungMin merasa tidak enak pada Dokter Baek karena mengganggu ahli ortopedi itu tengah malam. Tapi dia sudah membuat diagnosis dan dia benar-benar membutuhkan tanggapan dokter senior itu atas tindakan yang sudah diambilnya.

"Siapa namamu?" tanya Dokter Baek sambil mengawasi SungMin.

"Su...SungMin, Dok." sahutnya gelagapan. Tenggorokannya mendadak kering. "Lee SungMin."

"Diagnosismu tepat."

SungMin nyaris pingsan mendengarnya. Dokter Baek tidak marah. Dia malah memuji tindakannya.

"Siapkan OK."

"Baik, Dok." jawab SungMin gugup. Disekanya keringat yang bercucuran di wajah dan lehernya.

"Kau terlihat sangat lelah. Masih sanggup ikut asistensi? Saya tidak mau kau pingsan di OK nanti!"

Tentu saja SungMin tidak mau ketinggalan. Dia harus ikut operasi itu, betapapun lelahnya dia. Kebencian yang berkobar terhadap pasien berandalnya itu menghilang seketika. Bagaimanapun, karena pasien itu, dia mendapat nilai bagus dari Dokter Baek.

.

Park NaRi, baru berumur dua puluh tahun. Tidak cantik, tapi ekspresi wajahnya yang lembut memancarkan keteduhan bagi siapa saja yang melihatnya. SungMin sudah menyukainya sejak pertama kali bertemu, saat itu Park NaRi diantar suaminya berobat ke poliklinik bedah. Ketika pada akhirnya Park NaRi didiagnosa menderita kanker tulang, SungMin merasa hatinya begitu trenyuh.

"Hasil biopsi Park NaRi menyatakan osterosarkomanya sudah mencapai stadium IIB." kata Dokter Shin di depan para koasistennya. "Satu-satunya jalan hanyalah mengamputasi tungkai bawahnya. Siapa yang asistensi hari ini?"

"Hari ini giliran HyukJae, Dok!" seru SungMin cepat. Dia tak sanggup jika harus mengikuti operasi itu. Amputasi! Omo! Bau daging busuk yang bercampur dengan amisnya darah! Maaf saja. Apalagi kalau pasiennya Park NaRi. Rasanya SungMin tidak sanggup menonton, apalagi harus asistensi. Tidak tega.

HyukJae melototkan matanya pada SungMin. Tapi SungMin berlagak bodoh.

"Cepat cuci tangan dan tukar baju, Hyuk!"

"Sialan kau, Min!" umpat HyukJae setelah Dokter Shin sudah melangkah jauh. "Dia kan pasienmu. Kenapa mengorbankan aku?"

"Mian. Tadi aku belum sarapan. Takut pingsan!"

"Kenapa tidak menyuruh DongHae?"

"Oh, tidak bisa." sela DongHae secepat mungkin. "Orang sopan selalu mendahulukan yeoja. Ladies first!"

"Konyol. Kalau bagian yang gak enak, kau bilang ladies first!" dumal HyukJae sambil mengambil pakaian operasi dari lemari.

"Apa bedanya denganmu? Kalau bagian yang enak, kau selalu bilang ladies first, kan?" sindir DongHae sinis.

SungMin sudah hampir membuka mulutnya untuk menimpali perdebatan temannya, ketika ekor matanya menangkap Dokter Shin sedang berjalan ke arah mereka.

"Perkenalkan dulu, koasisten-koasisten kita." Katanya kepada namja yang melangkah di sampingnya. Lalu kepada para mahasiswanya, sambungnya singkat, "Dokter Choi SiWon, asisten saya."

SungMin tertegun bengong. Namja tinggi dengan tubuh atletis dan wajah rupawan ini seorang dokter? Aigooo, dia lebih mirip aktor! Terlebih jika dia sedang tersenyum lebar seperti sekarang. Senyum magis yang menampilkan deretan giginya yang putih rata. Belum lagi lesung pipinya yang begitu memikat itu. Matanya yang setajam elang itu sungguh mempesona. Aigooooo, pikir SungMin sambil mengulurkan tangan, menyambut uluran tangan Dokter Choi. Dimana aku pernah melihat tampang dokter sekeren ini?

"Hari ini saya menjadi asisten pertama, kalian asisten kedua. Kalau sudah mahir kelak, saya bersedia tukar tempat." katanya ramah.

Astaga! Suaranya juga begitu maskulin dan seksi.

Tidak sengaja mata SungMin terbentur pada pakaian operasi yang masih terlipat rapi di tangan HyukJae. Kapan lagi kalau tidak sekarang? Dia tidak boleh melewatkan kesempatan bagus ini!

"Hari ini giliranku asistensi, Hyuk." katanya sambil menyambar pakaian operasi di tangan HyukJae. "Park NaRi pasienku."

Tanpa menghiraukan sumpah serapah yeoja kurus itu, SungMin segera melesat ke ruang ganti.

.

"Bagian bedah memang bagian yang paling tidak cocok untuk yeoja." komentar Dokter Choi setelah operasi. Sambil tersenyum manis, lanjutnya lembut "Mian, boleh saya bantu bukakan jubahmu?"

"Ah, kamsahamnida, Dok!" sahut SungMin gugup. Buru-buru dibalikkannya tubuhnya dan membiarkan Dokter Choi melepaskan tali-tali pengikat jubah operasinya.

Heran, SungMin bukan newbie lagi dalam menghadapi kaum namja. Tapi kenapa di depan dokter ini, dia menjadi begitu salah tingkah?

"Masih memikirkannya?" sindir HyukJae.

"Memikirkan Park NaRi. Saat dia sadar nanti, kakinya tinggal satu!" sahut SungMin pura-pura kesal.

"Jeongmal? Bukan memikirkan Dokter Choi? Dia tampan kan? Masih muda pula. Sayang, sudah punya anak!"

SungMin menoleh begitu cepatnya sampai dia merasa lehernya sakit.

"Dia sudah menikah?" serunya kecewa.

"Tentu saja. Mana ada dokter bedah begitu tampan belum menikah? Kecuali kalau dia punya kelainan." ejek HyukJae sambil tersenyum puas.

"Katakan padaku, Hyuk! Dia sudah menikah belum?" SungMin menepuk pundak HyukJae dengan gemas.

"Mana aku tau?"

"Kau!" SungMin bersiap mengangkat tangannya untuk menjitak HyukJae, tapi yeoja itu keburu menghindar.

"Seporsi bulgogi, eotte?" HyukJae mengedipkan sebelah matanya.

"Siapa yang percaya info bohongmu?"

"Tidak percaya? Perawat Jung saksinya. Dia yang cerita saat kau masih di OK!"

"Kalau begitu, untuk apa mentraktirmu? Tanya langsung saja padanya!" cetus SungMin sambil berlalu meninggalkan HyukJae yang menggerutu panjang lebar.

.

Sambil menuangkan sup ginseng ke mangkok SungMin, RyeoWook bertanya hati-hati,

"Minnie, mau mengantarku nanti malam?"

"Eodiga?"

"Seoul Art Hall."

"Apa yang akan kau lakukan disana? Sekolah musikmu ada dinas malam juga? Seperti lembur begitu?"

"Hanya sekedar konser kecil untuk amal."

"Mwo?" SungMin menganga tidak percaya. "Maksudmu, kau memainkan piano tanpa dibayar di tengah lapangan, seperti aku dan teman-temanku mengadakan bakti sosial untuk masyarakat?"

"Anio. Kami mengumpulkan uang."

"Sejak kapan kau menjual kepandaianmu bermain piano?"

"Sekolahku mengadakan konser untuk mengumpulkan dana. Hasilnya akan disumbangkan ke beberapa panti asuhan dan panti jompo." jelas RyeoWook sabar.

"Lalu?"

"Aku terpilih untuk mewakili sekolahku. Jadi, kau mau mengantarku nanti malam, Minnie-ya?"

"Untuk apa aku kesana? Merekam berapa kali penonton memberimu aplaus?" dengus SungMin malas.

"Tidak perlu. Kau hanya perlu membuka telingamu dan menutup mulutmu."

"Anio. Aku ngantuk kalau mendengar musik klasik."

"Kalau begitu, terpaksa aku pergi sendiri." desah RyeoWook pasrah.

"Anio!" potong HeeChul tegas. Tumben jam segini Eomma sudah pulang. "Kau harus mengantarnya, Minnie. Kalau tidak, mau kau suruh naik apa Wookie kesana?"

"Taksi banyak, bus juga bertebaran..."

"Anio!" bantah HeeChul mutlak.

SungMin menghela nafas dalam. Tamatlah sudah! Kalau Eomma sudah turun tangan, tidak ada tawar menawar. Kata-katanya selalu berarti vonis. Titah. Percuma dibantah.

"Kau antar Wookie kesana, tunggu sampai selesai dan langsung pulang! Jangan mampir-mampir!"

Ini perintah, batin SungMin jemu. Dan mulutnya masih terus berkomat kamit tanpa suara mengikuti kelanjutan ceramah sang Eomma.

.

Dengan ekor matanya, SungMin melihat RyeoWook memasuki kamarnya yang berada di lantai dua. Nafasnya agak tersengal ketika dia duduk di sisi tempat tidur. Tapi SungMin tidak peduli. Dia masih pura-pura membaca.

"Minnie, kita berangkat sekarang?" tanya RyeoWook pelan.

"Kenapa tanya padaku? Aku kan cuma supirmu!" jawab SungMin ketus.

Sejenak RyeoWook mengerjap kaget. "Mian, Minnie-ya. Aku tak bermaksud menyakitimu..."

"Sudahlah, lupakan saja!" SungMin melempar bukunya dan bangkit dengan kesal. "Heran, kenapa kau tidak mencari pengawal? Harusnya kau mencari namja yang bisa mengantarmu kesana kemari!"

Sejenak kamar itu menjadi sunyi. Kemudian SungMin mendengar suara RyeoWook. Begitu basah, begitu getir. SungMin berbalik dan dia menemukan wajah RyeoWook telah basah oleh airmata.

"Kau tak mengerti, Minnie." desahnya lirih. "Aku juga ingin punya namjachingu sepertimu. Tapi kita berbeda, Minnie. Apa artinya punya suami kalau tidak bisa menjadi Eomma dari anak-anaknya?"

Sejenak SungMin merasa terpukul. Setitik keharuan menyelinap ke dalam hatinya. Membuat matanya perlahan memanas. Tapi cepat-cepat ditindasnya perasaannya. RyeoWook tidak boleh melihat airmatanya. SungMin tidak pernah menangis. Sejak kecil, sakit yang seperti apapun, ketidakadilan perlakuan Eomma yang bagaimanapun, tak pernah membuat SungMin menangis. Apalagi di depan saudara kembarnya. Tidak juga di depan Eommanya.

"Uljima, cengeng!" gurau SungMin sambil memeluk RyeoWook. "Kau sudah besar! Hapus airmatamu! Bagaimana kalau ada wartawan yang memotretmu nanti? Apa komentar yang akan ditulisnya di surat kabar kalau melihat matamu bengkak? Pianis berbakat, Lee RyeoWook, menangis terharu karena gegap gempita sambutan publik!"

RyeoWook mencubit bahu saudaranya dengan gemas sambil tersenyum malu. Dan SungMin mengela nafas ketika tanpa sengaja matanya melihat betapa putih dan mulusnya leher RyeoWook...

.

SungMin sudah menguap untuk yang kesekian kalinya ketika tiba-tiba bangku di sebelahnya diduduki oleh seorang namja. Dan SungMin tidak jadi menguap ketika matanya yang sudah setengah terpejam mengenali namja itu.

"Kau..." desisnya tertahan.

TBC~~

ooOOoo

Annyeong. Setelah sekian lama, akhirnya saya bisa publish pake akun ini. Entah kenapa, tempo hari, akun ini pernah dihack, gak bisa buat publish. Akhirnya, saya buat akun lagi dan publish 2 ff di akun itu. Tapi syukurlah, sekarang udah bisa. Nama akun saya yang kedua mirip sama yang ini. Jadinya sekarang saya punya 2 akun deh #malah curhat.

Eotte? Eotte? Masih layak lanjutkah? Mohon sarannya ya~~~

Gumawo *bow bareng sungmin yeobo* :D