Tersadar oleh keanggunan yang lugu, Katsuki merelakan seluruh jarum jam yang ia punya untuk membeli pertanyaan manis, beraroma kegembiraan. "Mengenal" menjadi titik awal dari mimpi yang baru saja terealisasi. (Bakugo Katsuki)
ONE Dream.
Katsuki agaknya sedikit marah tentang pagi ini, ia selalu terpandang memiliki emosi yang tak teratur hanya karena beberapa sebab. Ini hanya soal Bento, dia tidak mau menjadi kekanakan dan berkelakuan seperti anak perempuan yang manis.
Katsuki ribuan kali mengumandangkan penolakkan, komentar juga sesuatu yang di larang untuk dilontarkan di meja makan-ajaib, dia tak didengar sama sekali, marah? Tentu saja. Katsuki sangat marah, tapi masih mencoba meredam dengan cibiran yang sembarangan.
Wajahnya memerah seperti manik scarlet yang membulat di bingkai wajahnya. Helainya masih sama, tidak berubah warna menjadi merah, tapi diam-diam ia mengepalkan tangan di bawah meja makan. Ayah melirik khawatir, kemudian sadar menenangkan Katsuki akan sia-sia, Ayah memiliki pandangan yang lebih sederhana.
Ya, sesederhana embun.
Seseorang yang melancarkan aksi dari kehebohan immortal itu adalah Ibu, ia tidak membiarkan Katsuki mendapat hak semacam itu, menurut pendapat Ibu, ia absolut. Kau harus bawa Bento, begitu katanya, kita harus melakukan tradisi, tambahnya pura-pura tersenyum.
Mereka sempat berdebat panjang sebenarnya, berakhir dengan saling berteriak di pintu masuk, tapi segalanya di menangkan sang Ibu. Ibu Yang Selalu Benar. Sementara Ayah masa bodoh mau bagaimana dan seperti apa.
"Kenapa aku selalu kalah debat, ya?"
Di tatap langit pagi dari teras rumah oleh scarlet Katsuki, warna biru terhampar luas bagai lukisan air laut. Ada awan menari-nari, tak tanggung disertai angin sejuk yang membatasi musim panas. Tak segan hanya untuk sekedar menatap, ia mulai terkagum pada cara yang lebih dari spektakuler.
"Aku merasa agak sedikit tenang..."
Bagi Katsuki, ini hari yang aneh. Kenapa terasa sangat berbeda dari sebelumnya? Katsuki merasa ia akan menemukan Peti Harta Karun, seperti yang sering ia temukan ketika main Bajak Laut di masa lalu.
Mungkin... ia akan menemukan peluang bagus yang membuatnya jatuh ke dalam keceriaan.
Di jalanan sebenarnya Katsuki merutuk soal pagi, teringat pasal Ibunya yang banyak omong macam robot rusak, lama kelamaan ia terlihat seperti Izuku yang sudah banyak omong tentang hal yang tak penting sama sekali. Begini lah, begitu lah, Katsuki jadi pusing sendiri jika memikirkannya dengan cara serius. Cukup lama terjun dalam pikiran terdalam, dengan kedua tangan di dalam saku celana seragam, ia mulai merasa merutuk menjadi tindakkan yang paling sia-sia...
...itu karena pemandangan di depan mata, di dekat tiang listrik tempat biasa Izuku mengintip malu-malu. Tidak ada Izuku di sana atau mendengar gema kepanikkan dari Si Hijau yang menyebalkan. Orang yang ia lihat bukan Izuku, tapi seseorang yang lain, seseorang yang mengunci atensi selama beberapa detik.
"Siapa?"
Diam dalam imajiner yang labil, lalu berpikir apakah ada seseorang di komplek ini yang tidak ia kenali? Tidak. Hampir seantero komplek Katsuki kenali, termasuk orang-orang yang tak berguna sama sekali. Izuku misalnya, itu hanya dalam benak, Izuku tidak bodoh seperti yang sering Katsuki katakan dengan ungkapan pedas yang menyakitkan.
Katsuki itu agak susah menggambarkan suatu kegembiraan, ia terlalu bangga pada dirinya sendiri.
Helai orang itu merah muda serupa susu strawberry, manis dan lembut dilihat dari kejauhan. Panjangnya sepinggang, terlihat cukup tinggi untuk ukuran perempuan. Punggungnya terlihat asing dan Katsuki belum pernah melihat ada gadis semenarik ini meski hanya berupa punggung.
Ia berjalan perlahan, pelan dan sangat... pelan, gesekkan sepatunya menambah porsi keringat yang terjun melalui dahi. Tak terbiasa dengan mengendap-ngendap, ia merasa sedikit kurang normal, Katsuki berpikir untuk lari saja tanpa mempedulikan si gadis. Tapi, ia sudah sangat penasaran dan hatinya bergejolak minta sebuah penyelesaian.
Ini membuat Katsuki berdebar-debar, ia merasa sangat aneh soal detak jantungnya dan ia menjadi takut jika dipikir-pikir, tapi hal itu bukan takut ketahuan si gadis tapi takut kehilangan arah jikalau si gadis menoleh atau tersenyum.
Dilihat dari jarak segini, gadis itu memakai pakaian yang serupa dengan Katsuki dan sifat alami dari bodoh langsung terjun ke dalam benak. Ah, satu Sekolah! Hanya saja, kardingan hitam si gadis menjadi sesuatu yang menonjol diantara mereka, menjadi sebuah perbedaan yang agak manis seperti sepotong strawberry.
"Hello..." Katsuki menyapa ketika ia berhasil berdiri di samping si gadis, ia merasa pilu sendiri dengan nada bicara dan juga ucapannya yang mendadak manis selayaknya selai cokelat.
Gadis itu menoleh, tentu saja, ia merasa bahwa dirinya terpanggil. Manik matanya berwarna scarlet sama seperti Katsuki, hidungnya kokoh dan kecil sama seperti wajahnya. Ia tidak telalu cantik, tapi wajahnya tenang dan manis, itulah yang Katsuki tangkap dari figur yang memesona.
Gadis itu tak sadar dengan kehadiran Katsuki, terlihat dari ekspresi kagetnya yang tertera sempurna. Tapi dalam sekejap, auranya berubah drastis, ia menghangat dan melebur, melelehkan hati Bakugo Katsuki yang salah tingkah pada langkah pertama.
"Oh, Ya Tuhan. Maaf, aku tak melihatmu..." Si gadis bersuara, lembut sekali kala ia bicara. Sembari menunjukkan simbol "V" ia tersenyum manis sebagai sambutan bagi Bakugo Katsuki dan tentu saja Katsuki ingin lari karena ini. Ia malah semakin berkeringat heboh, jantungnya minta dimutilasi dan baru pertamakali ia merasakan yang namanya salah tingkah.
"A-Aku, Bakuhant-Bakugo Katsuki." Tanpa sadar juga sedikit bodoh, Katsuki hampir menyebut namanya dengan cara yang salah "Bakuhantam" nama ledekkan dari si rambut runcing berwarna merah, si Manusia Batu, Kirishima.
"Namaku Tenshouin Aiko..."
Aiko, itulah nama si gadis. Mengulurkan tangan kanan dan berjabat tangan. "Bakugo-kun, tanganmu hangat, ya?"
Semenjak itu Katsuki bertekad akan mengingat nama itu, dalam hati kecilnya, hanya pada gadis ini.
.
.
"Apa kau anak kelas lain, Tenshouin?"
Mereka berjalan berdampingan, menikmati deretan pohon di area komplek menuju Sekolah. Rasanya sejuk, ada yang menggelitik di permukaan kulit Katsuki, ia semakin merasa terpojokkan oleh perasaan, sadar diri bahwa dirinya semakin salah tingkah kala si gadis meliriknya tiba-tiba.
"Aku baru pindah. Sepertinya aku akan mengambil ujian prodi nantinya, hehe, kau sendiri kelas berapa?"
Ada senyum di setiap langkah yang akan di ucap. Katsuki makin percaya diri. "Kelas 1-A, aku ada di prodi Pahlawan..."
"Wow! Itu keren. Aku juga akan berusaha akan masuk prodi itu, doakan aku!"
"Hehe, ya, aku akan mendoakanmu..."
Ketika angin bertiup, hening menyapa, Katsuki diam sejenak. Bukan memikirkan bahan obrolan tapi ia bingung harus bagaimana menggambarkan si gadis nanti di dalam Kelas, sepertinya ia menganggumi Aiko.
"Quirkmu apa?"
"Hm?"
"Quirknya Bakugo-kun, apa?"
Sebenarnya ia mau menyombongkan diri soal ini dan itu juga segalanya, tapi untuk kali ini, Katsuki berpikir ia akan sedikit lebih tenang dan rendah hati. Ia tak mau dicap sombong oleh Aiko. Itu tak boleh. Pandangan Aiko akan berubah drastis.
"Ya, aku bisa meledak-ledakan sesuatu. Kalau kau?"
"Aku cuma, itu, hm, Manipulasi Probabilitas. Sepertinya kurang efektif dalam pertarungan jarak dekat?"
Manipulasi Probabilitas? Tenshouin bisa mengubah cuaca? Katsuki berpikir lugu.
"Ngomong-ngomong, namamu tidak asing." Aiko memulai, ia melirik manis pada Katsuki. "Kau pernah muncul dalam sesuatu..."
"Oh, ya?"
"Ya, di TV! Festival itu... kau bersemangat sekali hingga aku tidak ada henti-hentinya mengomentarimu. Aku juga suka pada pidato perwakilanmu, Menjadi Nomor Satu! Wow, keren sekali. Orang sepertimu membuatku sedikit tercerahkan, kau tahu? Aku agak kurang percaya diri..."
Entah bagaimana perasaan Katsuki sekarang. Seingatnya ia menjadi amukkan teman sekelasnya karena melontarkan maklumat perang. Tapi... mengapa Aiko begitu tenang soal ini? Katsuki ingin tahu, hatinya dibuat penasaran, ia merasa seperti baru saja diterbangkan oleh sesuatu.
Ada kaleng soda di sana, Katsuki menendangnya, ia melakukan itu untuk meredam rasa canggung. Lama-lama, secara tidak sadar jarak antara Katsuki dan Aiko menjadi sangat sempit, bahu mereka bersentuhan hanya dalam hitungan detik. "Tenshouin, memangnya kau tidak terganggu dengan ucapanku di festival itu?"
Itu agak membuat Aiko terkejut, ia menorehkan senyum yang lebih hangat dan semakin membuat Katsuki terdesak untuk segera memelukknya, tentu saja hanya dalam pikiran liarnya.
"Setiap orang punya sudut pandang yang berbeda-beda dan kau yang lebih membuatku terinspirasi daripada orang lain, aku tidak masalah soal itu, Bakugo-kun. Aku jadi ingin ikut festival itu, hahaha, tapi sudah terlambat, ya?"
Tanpa sadar, ada senyum di wajah itu. Wajah Bakugo Katsuki yang keras. "Tahun depan ada lagi festival, aku harap aku bisa satu team denganmu, Tenshouin..."
"Hm, harus! Aku satu team dengan Bakugo-kun yang penuh inspirasi. Oh, ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku dengan nama lain jika kau mau..."
Bagaimana kalau aku memanggilmu, Bunny, Tenshouin?
Ya, tentu saja Katsuki mengatakan itu dalam hati...
A/N : Fandom baru yang saya jelajahi, makasih buat yg mau join dan membaca ini. Terima kasih kepada yg sudah menyempatkan diri buat baca! Semoga kehadiran saya di fandom ini membuat kenyamanan bagi teman-teman. Saya rasa Bakugo OOC di sini, jadi saya mohon maaf kalo kalian gak berkenan soal ini hehehe.
