Masih Mencintaimu

disclaimer : Nama tokoh diambil dari kehidupan nyata demi memenuhi kelancaran jalan cerita, namun jangan pernah berharap hal ini terjadi di dunia nyata

Cerita milik Roejoona, sedangkan kesalahan pengeditan sepenuhnya tanggung jawab Yunjou

Roejoona maupun Yunjou tidak mengeruk keuntungan materiil dari pembuatan fanfiksi ini

Mari kita berantas plagiatisme dan saling menghargai satu sama lain!

words : 1,186 / AU / genre : suspense romance / rate : M

.

.

.

Kim Minseok harus puas mendengar bahwa dirinya dijadikan bahan pelampiasan, kabar yang tidak menyenangkan itu telah menghancurkan harga dirinya. Minseok hanya mampu mengutuk dirinya sekarang karena telah terjebak oleh mulut manis lelaki yang telah memikat hatinya.

Tak pernah ada alasan bagi Minseok untuk menghindar dari kenyataan pahit yang menyakitkan ini. Dirinya kini bagaikan gumpalan awan, nampak berisi namun sesungguhnya hampa dan kosong. Batinnya hancur seperti dihantam jutaan meteor panas yang menghanguskan seluruh hatinya.

Lelaki itu yang telah mengalihkan Minseok dari dunianya yang damai. Lelaki yang telah memberikan kenyamanan, sekaligus telah merenggut kebahagiaan itu dalam sekejap dari tangan Minseok. Xi Lu Han, itulah nama lelaki tersebut. Minseok telah lupa dari mana mereka mengenal satu sama lain.

.

.

Ketika itu awan tengah menurunkan butiran es seperti kapas kecil, sementara matahari enggan menampakkan kehangatannya walau hanya sekejap. Memang hal ini sering terjadi, mengingat negeri Ginseng memang terletak di bagian subtropis. Meski tubuh mungil Minseok terbungkus jaket super tebal, ia masih saja menggigil kedinginan.

Dilihatnya arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, ternyata Minseok sudah cukup sabar menunggu selama 2 jam. Minseok pikir ia sudah terlalu lama menunggu sampai-sampai tubuhnya terasa membeku, dan hanya seorang Xi Lu Han yang mampu membuatnya rela menunggu di tengah derasnya hujan salju.

Sebuah mobil van hitam berhenti tepat di depan Minseok. Kaca mobil itu turun perlahan untuk menampilkan sebuah wajah yang tak asing dengan sebuah senyum di bibir. Minseok segera menghampiri van tersebut, dalam hati dia ingin sekali menjewer telinga pemuda di hadapannya itu. "Ya! Babo! Kenapa kau membiarkanku untuk menunggumu begitu lama!" Minseok mem-pout-kan bibir manisnya.

"Mian, chagi-ya~ Kajja, masuk! Di luar terlalu dingin." Luhan melempar senyum manisnya.

Minseok pun membuka pintu mobil bagian depan, lalu duduk dengan wajah tertekuk akibat kesal menunggu terlalu lama. Tiba-tiba Luhan memecah keheningan di mobilnya dengan memulai percakapan terlebih dulu.

"Apa kau marah, chagi-ya?" Luhan menempelkan kedua tangannya yang hangat pada pipi tembam Minseok yang membeku kedinginan.

"Ah, apa yang kau lakukan!" jerit Minseok sambil menepis lengan Luhan.

Luhan adalah seorang yang cukup picik. Ia tak kehabisan akal hanya karena Minseok jengkel padanya.

Chu~

Dikecupnya sekilas bibir ranum Minseok yang kemerah-merahan, membuat pipi Minseok yang sudah memerah karena dingin menjadi semerah kepiting rebus karena malu. "Ya—kau memang pandai membuatku luluh. Kajja, kita pergi." Minseok berusaha bersikap tenang namun tak berhasil sebab ia sekarang kesusahan memakai sabuk pengaman.

Naluri Luhan menuntunnya untuk membantu Minseok memakai sabuk pengamannya. Tapi ketika akan memakaikan sabuk Minseok, Luhan sengaja berlama-lama menatap pemuda itu, mendekatkan bibir Minseok dan bibirnya sendiri hingga jarak antar keduanya hanya tersosa 5 cm. Tangan Luhan sekarang berada dekat pinggang Minseok dan itu membuatnya geli karena Luhan tak kunjung menemukan lubang yang pas. Minseok berusaha menutupi rasa gugupnya dengan menutup mata. Jantungnya berdegup tak karuan ketika nafas Luhan beradu dengan nafasnya yang semakin menipis.

"Kenapa kau menutup matamu, kau mengantuk, ya ?" Tawa Luhan yang khas seakan mengejek Minseok.

"Ani, kajja!" perintah Minseok malu. Ia mencoba menyangkal bahwa Luhan membuat jantungnya hampir copot.

. .

.

Sehun ternyata tidak bisa terima dengan alasan Luhan yang tiba-tiba membatalkan janji dengannya, padahal keduanya telah berjanji untuk pergi bersama membeli bubble tea hari ini. Sehun kemudian mengikuti Luhan dengan mobil yang jaraknya dirasa cukup untuk sekedar memata-matai. Saat mengetahui Luhan menemui lelaki yang lebih imut darinya, Sehun hanya bisa mendecak kesal dan mengingat wajah yang ditemuinya itu.

"Oh. Jadi ini alasannya dia tak bisa menemaniku untuk membeli bubble tea. Siapa pula pemuda yang bersama Luhan? Kenapa mereka terlihat akrab?" gumam Sehun sebal. Tangannya mencengkram setir mobil dengan erat.

Sehun hanya terdiam melihat pemandangan yang tak semestinya ia lihat. Sedongkol apapun Sehun melihat pemandangan itu, ia hanya berusaha menahan segala amarah yang kini mendidihkan tubuhnya.

"Ah! Beraninya laki-laki itu menggoda hyung-ku! Dan apa yang mereka lakukan!" kata Sehun dengan geram. "Bibir itu hanya milikku, senyumnya itu milikku juga. Bahkan tubuhnya juga milikku, hanya milikku! Tak ada seorang pun yang berhak atas dirinya kecuali aku, Oh Sehun seorang. Aku akan menghapus ciuman lelaki itu pada Luhan dengan bibirku." Racauan Sehun terdengar semakin gila.

Merogoh saku untuk mengeluarkan ponselnya, Sehun membuka kontak dan mencari nomor yang ingin dihubunginya. Setelah menekan pilihan 'Call', Sehun menaruh ponsel itu di dekat telinganya. Suara tut-tut-tut terdengar sebelum seseorang di seberang mengangkat panggilannya. "Yeoboseyo?"

. .

.

Luhan menyalakan radio yang ada di mobil itu, tapi secepat kilat Minseok mematikannya. Luhan menyalakannya lagi, tapi dengan mudah Minseok mematikannya sekali lagi. Luhan yang tak tahan dengan sikap dingin Minseok akhirnya mencari tempat untuk mobilnya menepi, agar bisa berbicara dengan Minseok. Mereka berhenti di sebuah bukit yang sepi, tak ada kendaraan lain yang melewatinya.

"Apa kau masih marah?" tanya Luhan sambil menatap kekasihnya itu.

Minseok hanya terdiam mendengar pertanyaan Luhan dan tak berusaha sedikit pun untuk menoleh. Luhan yang semakin tak tahan dengan sikap dingin Minseok terhadap dirinya, berubah menjadi liar dan berusaha mencium bibir ranum milik Minseok secara paksa. Minseok yang kaget berusaha melepaskan dirinya dengan mendorong Luhan agar menjauh darinya, tapi sia-sia karena tenaga Luhan terlalu kuat saat itu. Ciuman paksa itu ternyata telah melukai sudut bibir Minseok karena Luhan menggunakan sedikit giginya untuk menguncinya. Akhirnya Minseok berhasil melepaskan pagutan kasar bibir Luhan dan menyeka bibirnya dengan punggung tangannya.

"KENAPA KAU MENGGIGITKU!" teriak Minseok, rasa kesalnya memuncak.

"Mian, Minseok-ah. Aku hanya tak tahan dengan sikapmu yang mendiamkanku seperti itu," jelas Luhan, mencoba untuk membela dirinya sendiri.

Lelehan air mata itu kini telah menghiasi pipi Minseok yang putih, ia berusaha memalingkan muka agar Luhan tak melihatnya. Tapi sebelum Minseok memalingkan muka pun ternyata Luhan sempat menangkapnya.

"Mianhae, chagiya, aku benar-benar tak sengaja melakukannya," desah Luhan di telinga Minseok.

Kontan saja itu membuat darah di seluruh tubuh Minseok berdesir lebih cepat. Minseok masih menangis, matanya jauh menerawang kaca mobil walau ia tak tahu apa yang sedang ia lihat. Dengan jarak Luhan yang sedekat itu membuatnya sulit berpikir jernih.

Tangan kanan Luhan merangkul bahu kecil Minseok dan tangan kirinya memegang tangan Minseok yang masih terdiam. "Chagiya, berbaliklah dan pandang kedua mataku, aku benar-benar minta maaf," pinta Luhan dengan wajah memelasnya.

Minseok pun berbalik perlahan dan ia menyadari bahwa jarak keduanya hampir tak menyisakan celah. "Kau tahu 'kan, aku benci menunggu terlalu lama. Apalagi aku sangat merindukanmu, kenapa kau membuatku seperti aku yang..." Penjelasan Minseok terpotong saat ia menyadari sesuatu.

Tatapan mata itu adalah tatapan mata pengharapan lebih darinya, Minseok paham betul akan tatapan itu. Seakan ada kontak batin yang menuntun mereka untuk berciuman. Luhan melumat bibir Minseok dengan lembut. Lama, dan semakin lama ciuman antara keduanya semakin panas dan mendalam. Minseok merasakan Luhan kini tengah mengabsen giginya satu persatu, lidah mereka juga saling bertali. Keduanya terengah-engah, mereka melepaskan ciuman karena kehabisan nafas.

Seakan mengerti dengan tatapan Luhan yang mengisyaratkan mereka untuk pindah ke jok belakang.

"Apakah aku bisa mempercayakannya padamu?" tanya Sehun dengan tatapan datar.

"Ya, tentu saja kau bisa mempercayakannya padaku. Siapa yang ingin kau singkirkan kali ini?"

"Ini fotonya," ujar Sehun seraya memberikan foto Minseok pada pemuda di hadapannya, "segera bereskan dia lalu aku akan mentransfer uang sesuai dengan hasil pekerjaanmu. Mati pun aku tak peduli dengan orang itu, yang paling penting adalah namja-ku bisa kembali ke pelukanku." Sehun memerintah tanpa ampun, ia seakan ingin memusnahkan siapa saja orang yang berani berdekatan dengan Luhan.

to be continued.

. . .

. .

.

Yunjou : Hai semuanya! Ini fanfic perdana Roejoona, temenku. Karena dia belum bisa mainin akunnya sendiri, sementara akunnya dipegang sama aku dulu XD

Gimana menurut kalian? Fanfic ini sama gilanya dengan fanfic aku, hahaha~ Jangan aneh lho kalo gaya bahasanya beda, tugas aku cuma ngedit dan nambah-nambahin dikit :)

Jangan ragu buat PM atau review! Ntar aku kasih tau sama Roejoona kalau pembaca di FFn itu baik-baik, haha XD

Jumpa lagi chapter depan!