Vocaloid (c) Crypton, Yamaha, related companies.

a/n: dibuat kilat; semacem pemanasan karena lama gak nulis otl


gelembung dan ilalang

a Vocaloid fanfiction by nabmiles. No profit taken.


Luka berlari di tengah padang ilalang tinggi-tinggi. Tangannya terentang lebar dengan yang satu memegang wadah cairan pink, dan yang satu memegang sedotan putih panjang dihias kawat melingkar berlapis serabut kain di ujung. Walau telapak tangan penuh, ia tetap berusaha menjerang ilalang-ilalang melewati lengan.

Surai bak sakura mekar melambai-lambai seiring kaki-kaki lincah memotong jalur. Luka mengabaikan rasa gatal dan risih karena terjamah ujung-ujung ilalang dan rerumputan, dia justru tertawa kesenangan. Seperti berpetualang di negeri dongeng!

Gadis kecil itu masih asyik berlari dan menjaring ilalang di bawah siram cerah matahari kala melihat satu hal mengambangi udara; berbentuk bulat bening, ada satu kilap akan cahaya. Luka tergugu sesaat, mengeryit.

Gelembung?

Seketika pandangannya berpindah pada botol di genggaman. Masih tertutup. Sedotan peniup juga masih kering. Ia belum meniup gelembung sabun sama sekali! Apa ada orang lain yang berpikiran sama dengan Luka hari ini; bermain gelembung?

Gelembung tersebut pecah, menyisakan latar langit biru bertahta arak awan putih. Luka mengerjap, menoleh ke sekeliling. Tapi ilalang menghalangi pandangan. Srak srak srak, langkahnya berlari lagi. Ia ingin tahu siapa, mungkin bisa diajak bermain bersama?

Srak srak srak srak.

Luka tahu tempat ini. Padang ilalang (yang gadis itu klaim sebagai miliknya) berbatasan dengan satu padang rumput luas. Tempat yang sama dengan tujuan Luka. Ada yang mendahuluiku ke sana, ia berpikir.

Luka menyibak ilalang terakhir, sampai di hamparan rumput yang meninggi ke atas; bukit di sana mulai Luka kejar. Luka senang berlari, karena itu tak ada lelah terucap barang sepatah, karena itu rekor olahraga di sekolah selalu bagus!

Cairan sabun merah muda dari paman penjual mainan di sekolah beriak-riak heboh dalam botol, kebingungan terhadap guncangan terus-menerus. Tapi mana Luka peduli. Yang terpenting, 'kan, ada siapa di puncak bukit.

Lihat! Barisan gelembung mengangkasa! Muncul lagi dan lebih banyak!

Tap tap tap tap. Luka mempercepat langkah. Helai rambut digerai bebas beradu dengan sepoi angin.

Luka melihat bayang seseorang, dan ia sampai di puncak bukit. Napas terengah, Luka menumpu tangan pada lutut, memandang depan, mendapati figur seorang anak (kira-kira sebayanya) berdiri di tengah bukit.

Rambutnya persis dengan Luka: merah jambu. Tingginya juga. Dan anak itu tengah meniup gelembung! ( Ditengoknya lagi botol gelembung di genggaman; masih ada. )

Luka berkedip beberapa kali sebelum menegakkan badan, melangkah mendekati anak merah jambu itu—Luka baru ingat bahwa dia juga. Ah, anak laki-laki! Luka bertanya-tanya apakah si anak peniup gelembung pernah merasa minder dengan warna rambut seperti perempuan begitu.

Luka masih berpikir untuk menyapa, seketika terkejut saat si anak laki-laki menoleh. Luka mengamati warna emas—atau madu?—yang bertemu biru langitnya, mengerjap (lagi) ketika satu senyuman disodorkan.

"Hai! Kamu juga suka gelembung?"

Luka mengangguk, langsung menyukai anak di hadapan berkat senyum ramah dan nada bersahabat—bahkan menyenangkan—barusan. "Iya!"

Si anak laki-laki menurunkan peniup gelembung dari depan mulut, menghampiri Luka dengan senyum lebar belum hilang dari wajah. Ia mengulurkan tangan. "Aku Yuuma, ayo bermain denganku!"

Luka tak perlu berpikir dua kali untuk menyambut salam perkenalan itu. Tangan mungil bertemu tangan mungil. "Luka!"

Bukit itu dipenuhi sepasukan gelembung bening merebak dirgantara, ocehan sepasang anak merah jambu, dan tawa-tawa ceria. Halo, teman baru!