Disclaimer : Naruto bukan milik saya melainkan punya Masashi Kishimoto sensei, saya hanya meminjam karakter-karakternya untuk kepentingan pembuatan fic ini. Setelah itu saya kembalikan ke pemilik asalnya.

Warning! AU, OOC berat, gaya bahasa amburadul, jayus, garing, abal-abal, nggak jelas, sisanya … entahlah!

Well, first fic in this fandom. Request dari aam tempe. Saya berusaha keras agar ceritanya bagus. Bagi para penggemar SasuHina yang lainnya, saya harap Anda sekalian dapat menikmati sajian ini.

DON'T LIKE, DON'T READ! ANDA SUDAH DIPERINGATKAN SEBELUMNYA.

Well, enjoy for read! ^-^ V

********************************###FGH&&HGF###**********************

Lebih Enak Sakit Hati atau Sakit Gigi?

Pairing : SasuHina

Rated : T

Presented by : Marianne der Marionettenspieler

Requested from aam tempe

Genre : Humor/Friendship

********************************###FGH&&HGF###**********************

Hari ini adalah Minggu. Dua orang muda-mudi—yang bernama Sasuke Uchiha dan Hinata Hyuuga—tengah berada di pasar pagi itu. Berbelanja untuk memenuhi kebutuhan makan mereka yang semakin hari semakin meningkat tajam. Padahal hari itu adalah minggu terakhir di bulan November, masa-masa di mana kantong super kering dan nafsu makan yang meningkat.

Jika kau ingin tahu, mereka berdua adalah anak kost yang sehari-hari harus menghemat uang yang ditransfer oleh orang tua mereka sebijak mungkin. Jika tidak, siap-siap saja untuk kelaparan pada akhir bulan. Dan seperti sekarang saja, mereka mengumpulkan lembaran-lembaran uang terakhir yang mereka punya saat itu dan berbelanja bersama.

Bagi Hinata, mungkin ini adalah pengalaman yang luar biasa baginya. Kenapa? Karena saat ia melewati kios-kios yang menjual CD bajakan, ia mendengar lagu dangdut yang melengking nyaring hingga menembus gendang telinganya.

"Daripada sakit hati... Lebih baik sakit gigi ini~ Biar tak mengapa~ Rela, rela, rela aku relakan~!"

"Anjriiit! Itu lagu... Parah amiir! Belum pernah sakit gigi apa? Lirihnya aneh banget!" cibir Hinata. Sementara tangannya menutup kedua telinganya rapat-rapat.

"Udah deh! Jangan komentar melulu! Cepetan jalan!Lagian itu kan hak yang bikin lagu, kok loe yang rese sih?" tukas Sasuke sambil menoyor pundak sohib ceweknya itu.

Bibir Hinata sontak meliuk membentuk cibiran. Namun, ia tak mau berlama-lama meladeni ocehan nggak pentingnya Sasuke. Karena itu, ia segera menghampiri kios-kios yang menjual berbagai macam bahan makanan itu dan membeli aneka bahan makanan di sana.

Setelah selesai berbelanja, mereka kembali melewati kios CD bajakan tadi. Namun kali ini mereka buru-buru ambil langkah kaki seribu sebelum volume playernya difull-in sama abang penjual CD-nya. Setelah agak jauh, mereka bernafas lega. Iseng-iseng, Sasuke melirik Hinata dan meneliti penampilan cewek berambut panjang berwarna biru tua itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Hina-chan, loe baru pertama kali ya, ke pasar?" tanya Sasuke seraya mengernyitkan sebelah alisnya.

"Apaan sih, Sasu-kun? ! Ngefans loe sama gue?" jawab Hinata nggak kalah heran.

"GR-an loe! Gue heran aja liat loe saltum* begitu. Orang mah pake sandal jepit, loe malah pake sepatu. Udah begitu celana loe panjang banget sampe nyentuh tanah gitu, dan pake topi lebar pula! Ckckck! Ada Alicia Keys nyasar nih!" keluh Sasuke sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Supaya bersih, Sasuke. Kalau kayak loe pake celana pendek, kaos you can see sama sandal jepit... Pasti ntar kaki gue bisa kena becek," ujar Hinata tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Kebalik, colo! Liat tuh celana loe! Dasar cewek aneh!" sergah Sasuke seraya menunjuk ke arah ujung celana Hinata.

Hinata melirik ke arah yang disebutkan oleh Sasuke dan memekik kaget. "OEMJI! My Godness!"

"Khhh! Susah deh bawa Puteri Raja ke pasar!" rutuk Sasuke saat Hinata mengalihkan kantong-kantong plastik berisi barang-barang belanjaan pada dirinya dan langsung nyetop taksi buat balik ke kost-an mereka.

-&&&&FGH%##%HGF&&&&-

Saat mereka tiba di kost-an, Hinata langsung masuk ke dalam kamar. Mulanya Sasuke merasa nggak ada masalah, tapi...

'Buset! Ini cewek lagi ngapain di kamar? Lama banget! Ngeremin telor apa? Gue cek dulu, ah!' batin Sasuke heran dalam hati.

Pelan-pelan, Sasuke mengetuk pintu kamar Hinata. Soalnya sudah satu jam sejak pulang dari pasar, cewek berambut biru tua panjang itu nggak keluar-keluar juga dari kamar.

"Hina-chan! Buka! Loe masih hidup kan?" teriak Sasuke nggak sabar.

"Buka aja, Sasu-kun! Nggak dikunci, kok!" sahut Hinata dengan teriakan juga.

Sasuke pun masuk ke dalam kamar Hinata, dan matanya melotot horror. "Astrojim! Hinata, loe ngapain lesehan di kamar mandiii? ! !" seru Sasuke saat dilihatnya Hinata bersila di kamar mandi. Cewek manis bermata lavender itu tengah menghadapi sepatu kets dan celana jeansnya yang berlumuran lumpur.

Hinata menatap ke arah mata onyx Sasuke dengan tatapan memelas. "Susah banget ngebersihin yang kena becek tadi, Sasu-kun."

"Khhh! Makanya biasain nyuci sendiri! Jangan nyuci di laundry melulu!" keluh Sasuke, seraya mengelus-elus dadanya. Nggak habis pikir menghadapi sohibnya yang satu itu.

"Terus, ini mau diapain?" tanya Hinata.

"Rendam aja dulu!" jawab Sasuke tak sabar. "Cepetan! Gue udah lapar neh! Kalau loe ngurusin cucian loe melulu, gue kapan makannya?"

Hinata menurut, dan ia segera merendam cuciannya di bak terpisah. Ia segera mengambil bahan-bahan makanan di dapur, dan mulai mengolahnya bersama Sasuke.

-&&&&FGH%##%HGF&&&&-

"Eh, Hinata. Keanehan loe di pasar tadi, bikin gue nggak yakin kalau loe bisa masak..." cetus Sasuke saat ia dan Hinata sedang mengolah bahan-bahan makanan di dapur.

"Ahh, hanya mie goreng aja sih... Keciiilll! Loe terusin aja motongin tuh sayur!" titah Hinata seraya menunjuk ke arah cay sin dan daun bawang yang ada di hadapan Sasuke.

Sasuke hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan ajaib sohibnya itu, dan meneruskan pekerjaannya. Acara masak-memasak yang menghabiskan waktu nggak wajar itu pun akhirnya rampung. Gimana bisa dibilang wajar? Masak mie goreng aja makan waktu 3 jam lebih!

Mereka pun menikmati hidangan buatan mereka sambil menonton DVD di ruang tengah kamar kost Hinata. Saat sedang seru-serunya nonton film, mereka berdua dikejutkan oleh suara radio butut yang memutar lagu yang sama dengan yang didengar oleh Hinata di pasar tadi.

"Jangankan diriku... Semut pun kan marah, bila terlalu~ Sakit begini~!"

Hinata menutup kedua telinganya rapat-rapat dan mencibir. "Amplop dah tuh anak sebelah! Nggak kira-kira masang volume radio! Mana lagunya jadul banget lagi! Labrak Sasu-kun!"

"Seenak udel aja loe ngomong! Nggak berani gue! Lagian kita kan masih anak baru di sini, nggak usah cari masalah lah! Udah kenapa sih, biarin aja! Lagian lagunya juga enak kok!" sergah Sasuke. Sementara tubuhnya mulai bergoyang sesuai irama lagu yang sedang diputar.

Hinata menepuk dahinya pelan. "Hhh, kayaknya gue ngomong sama orang yang salah..."

Sasuke berhenti mengunyah mie di mulutnya dan menelannya perlahan, sebelum membalas perkataan Hinata. "Oi, loe jangan ngecam suatu lagu berdasarkan enak atau tidaknya didenger, dong! Sekali-kali perhatikan liriknya!" Sasuke mulai menyendok mie ke dalam mulutnya. Iseng-iseng, ia melirik ke piring Hinata yang isinya masih separuh lagi. "Eh, Hina-chan... Itu buat gue, ya?" tanya Sasuke.

"Nih!" Hinata segera menyodorkan piring makanannya pada Sasuke. Sementara Sasuke ngegasak makanan jatahnya, cewek berambut biru tua dan bermata lavender itu menatap ke arah foto keluarga yang tergantung manis di dinding kamarnya. Ia mendesah pelan. "Haaahhh, ternyata jadi anak kost susah, ya?"

"Yaah, yang sabar aja! Nanti juga terbiasa, kok!" sahut Sasuke yang mulutnya masih saja mengunyah mie goreng yang belum juga habis di pirngnya.

"Iya, juga sih. Untung aja gue punya temen kost yang bisa diandalkan macem loe," ujar Hinata bangga sambil menepuk pundak Sasuke.

Sasuke memelototkan mata onyxnya, seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Masa sih, Hina-chan? Emangnya gue bisa diandalkan, ya?" wajah imutnya mendadak cerah bagaikan mentari pagi yang baru saja bersinar.

"Lho? Emangnya enggak?" tanya Hinata heran. "Terus, kenapa wajah loe sumringah begitu?"

"Soalnya baru loe yang bilang gue begitu, Hinata," jawab Sasuke jujur. Wajahnya semakin merah saking malunya. Ia terharu dengan ucapan Hinata yang amat sangat menyentuh hati.

Hinata melongo kaget mendengar penuturan dari sohibnya itu. Apalagi ketika Sasuke mengatakan sesuatu yang bikin Hinata makin melotot saking tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Pacar gue bilang, kalau gue tuh nggak jantan. Kayak cewek gitu deh, kemayu*. Padahal gue lelaki sejati!"

"Pacar? Kok loe nggak pernah cerita ke gue kalo loe punya pacar?" tanya Hinata heran.

Sasuke mengibaskan tangannya ke udara kosong. Sebal jika ia kembali diingatkan soal itu. "Itu dia masalahnya, Hinata. Gue masih belum nerima kenyataan kalau Sakura mutusin gue sejak tujuh bulan lalu. Gue masih menganggap dia pacar gue, karena gue masih sayang sama dia," jawab Sasuke getir. Mata onyxnya menatap aneh ke arah Hinata yang kini tubuhnya gemetaran menahan tawa. "Hina-chan, kenapa loe?" tanya Sasuke. Satu alisnya terangkat saking herannya melihat tingkat sohib ceweknya yang satu itu.

Hinata tak dapat lagi menahan tawanya. Dia tertawa terbahak-bahak tanpa menyadari bahwa Sasuke menatapnya dengan muka angker. Hinata yang menyadari bahwa ada aura horror yang menyebar di udara langsung menghentikan tawanya. "Eh, maaf Sasu-kun. Gue nggak ada maksud buat ngeledekin loe. Cuma aneh aja, kalo ngeliat seorang Sasuke Uchiha yang selama ini gue kenal cuek, dingin, dan nggak pernah basa-basi... Ternyata melankolis juga, ya? Astaga! Nggak sinkron banget sama tampang loe, Sasu-kun!" ucap Hinata masih dengan kekehan pelan.

Sasuke manatap aneh ke arah Hinata. Alisnya berkedut berbahaya. "Maksud loe, tampang gue sangar, begitu?" tanya Sasuke dingin.

"Ya, dikitla~h! Hihihihi..." Hinata terkikik lagi. Sasuke melayangkan death glare ke arah Hinata, cewek manis itu yang menyadari kalau temannya itu sedang marah, segera menghentikan tawanya lagi. "Uhum, yaah... Meski muka loe nggak ganteng-ganteng banget, badan loe juga masih jauh dari kata seksi, tapi... WADAAAAWWWW! OI! Kira-kira kenapa kalau ngelempar barang!" pekik Hinata saat bantal besar nan berat mendarat dengan tidak elitnya di wajahnya yang kinclong.

Sasuke mencebikkan wajahnya kesal. "Loe yang kira-kira! Ngehinanya kelewatan banget loe! Sakit hati gue!" dengus Sasuke.

Hinata membenarkan posisi duduknya dan segera meluruskan kesalahpahaman itu. "Maksud gue tuh begini, Sasu-kun. Meski wajah loe nggak seganteng Daniel Radcliffe, dan badan loe nggak sekeren Alnord Schwachneger, tapi loe tuh baik hati! Suka nolong sesama, nggak sombong," tukas Hinata ceria. Wajah Sasuke mendadak cerah mendengar semua penuturan Hinata itu. Alis Hinata mengernyit sesaat, dan bertanya pada lelaki berambut raven itu. "Ngomong-ngomong, kok bisa sih Sakura mutusin loe? Tega banget sih dia! Atau jangan-jangan dia udah punya gandengan lain selain loe? Dan loe cuma sebagai 'ban serep'nya dia?"

Sasuke mendengus kesal, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak mau wajah kesalnya dilihat lagi oleh Hinata. "Itu dia masalahnya! Gue nggak masalah kalau seandainya dia udah nggak sayang lagi sama gue. Gue pikir itu hal yang wajar, dan gue masih bisa nerima kalau misalkan itu yang jadi alasan. Tapi ternyata, dia selingkuh secara diam-diam. Gue tahu hal itu setelah teman-teman gue ngomongin Sakura kepergok jalan sama cowok lain. Awalnya gue nggak percaya sama omongan mereka, tapi begitu gue buktiin sendiri... Dia memang pacaran sama cowok lain!" Sasuke menghela nafas panjang, sebelum kembali melanjutkan ceritanya.

Hinata masih mendengarkan cerita Sasuke dengan seksama, sesekali ia mengurut dada. Kasihan dengan cowok itu. Kok cewek itu tega-teganya nikung cowok sebaik Sasuke dari belakang? Padahal Sasuke nggak pernah bikin salah sama cewek itu. Kenapa, ya?

"Dia bilang kalau gue nggak bisa diandelin. Gue nggak jantan. Kemayu. Sok banget dia! Alasan saja. Padahal dia memang dari awal sudah mengkhianati cinta gue! Gue sakit hati, Hinata. Sakit! Loe bayangin aja! Mestinya kan 1 Desember besok gue sama Sakura empat tahun jadian!" keluh Sasuke dibarengi gelengan kepala tak habis pikir.

"Weeeewww! Hebat, euy! Biasanya kan cowok nggak pernah mengingat tanggal jadian!" seru Hinata takjub.

Wajah Sasuke langsung sumringah. "Makanya, langka kan cowok kayak gue? Loe mestinya bersyukur bisa kenal dan akrab sama gue!" ujar Sasuke seraya menunjuk dirinya sendiri. Bangga gitu loh!

"So? Kok pusing-pusing amat? Saat ini loe harus terima keadaan kalau Sakura memang sudah tidak sayang lagi sama loe dan mutusin loe, itu memang kenyataannya kan? Beres deh! Apa loe berpikir dengan menyesali keadaan Sakura bakal balik lagi jadi pacar loe? Enggak kan? Ayolah! SPIRIT! Wake up, man! You aren't the crying man, aren't you? Come on! SPIRIT!" kata Hinata bermaksud memberi semangat pada Sasuke.

Sasuke menatap hampa ke arah iris lavender Hinata. "Loe pernah diputusin sama pacar loe gara-gara kasus orang ketiga, Hinata?" tanya Sasuke getir.

Hinata menggeleng pelan. Sasuke berdecak kesal. Dia menuju ke arah pintu kamar Hinata, dan berkata. "Loe bisa bilang kayak begitu, karena loe nggak pernah merasakan pedihnya patah hati! Sakit banget, Hina-chan! Camkan itu!" Sasuke segera keluar dari kamar, meninggalkan Hinata yang masih terbengong-bengong di tempatnya.

'Apa gue salah ngomong, ya?' pikir Hinata penuh rasa bersalah. Lima detik kemudian, pintu kamar Hinata terbuka lagi, dan wajah Sasuke menyembul dari balik pintu.

"Satu hal lagi yang perlu loe camkan baik-baik, Hinata. Sakit hati itu sakitnya melebihi dari sakit gigi!" ucap Sasuke pedas. Wajahnya merengut. Nampak sekali kalau dia sedang marah besar. Sebelum sempat Hinata berkata apa-apa, Sasuke telah membanting pintu kamar Hinata dengan kasar.

Hinata terpekur di lantai kamarnya. Dia benar-benar nggak mengerti kenapa Sasuke bisa semarah itu hanya karena 'patah hati'. Sebelumnya Hinata sering bertemu dengan berbagai macam orang dan juga berbagai macam cowok. Tapi, baru kali ini dia bertemu dengan cowok sentimentil macamnya Sasuke Uchiha, temannya satu kost saat ini.

Mau bagaimana lagi? Hinata belum pernah pacaran sekalipun, jadi bagaimana caranya dia bisa merasakan patah hati? Wajar saja kalau dia sulit sekali untuk memahami perasaan Sasuke yang tengah dirundung kesedihan karena patah hati.

-&&&&FGH%##%HGF&&&&-

Selama empat hari ini, Hinata dicuekin sama Sasuke. Rupanya cowok itu ngambek berat sama Hinata, dan hal itu membuat Hinata bingung sendiri. Apakah ia harus meminta maaf pada Sasuke? Masa sih? Hanya gara-gara kasus begitu? Hinata berdecak pelan dibarengi gelengan kepala khasnya.

Ia sungguh tak mengerti kenapa Sasuke begitu sensitif dan celegutan*. Dan Hinata sungguh merasa kesepian menjalani hari-harinya tanpa kehadiran Sasuke di sampingnya. Nggak ada lagi teman yang menemani dia jalan kaki dari kost-an sampai ke kampus, makan di kedai pinggir jalan, ataupun ngerjain tugas. Pokoknya hidup terasa hambar sejak Sasuke nggak lagi ada di hidup Hinata, deh!

Merasa nggak tahan terus-terusan didiamkan oleh Sasuke, akhirnya Hinata memutuskan untuk meminta maaf. Maka dari itu sebelumnya Hinata sengaja membelikan Teriyaki, dan Gyudon kesukaan Sasuke dengan uang sak yang baru saja ditransfer sama ayahnya.

Gadis manis berambut biru tua panjang itu mengetuk pintu kamar Sasuke pelan-pelan. Tapi, nggak ada jawaban sama sekali dari sang pemilik kamar. Padahal sejauh yang Hinata tahu, jam segini cowok berambut raven itu pasti sudah pulang. Dan ia yakin benar akan hal itu! Akhirnya Hinata memutuskan untuk menunggu Sasuke pulang sambil menonton TV di ruang depan kamar Sasuke.

Lama ia terpekur dan hanyut dalam cerita sinetron yang sedang ditayangkan di layar kaca. Sampai akhirnya sebuah suara lembut nan cempreng membuyarkan lamunan Hinata.

"Nona Hinata kok malah melamun di sini?" sapa Anko yang kebetulan lewat situ. Rupanya ia hendak menyalakan lampu luar kost-an itu.

"Anoo, Bi Anko tahu Sasuke ke mana? Kok tadi saya ketuk-ketuk pintunya, nggak dibukakan sama dia?" tanya Hinata penasaran.

"Lha? Bukannya tadi pergi?" Anko malah menjawab pertanyaan Hinata dengan pertanyaan lagi.

"Pergi? Pergi ke mana, Bi? Apa tadi dia bilang sama Bibi?" desak Hinata semakin penasaran.

"Wah, saya nggak tahu. Soalnya tadi nggak bilang sama saya. Wajahnya juga kelihatannya lagi marah atau sedih begitu. Tadi waktu saya tanya, sama sekali nggak dijawab. Kenapa, ya?" jawab Anko heran.

Hinata melipat dahinya sambil mengernyitkan alisnya. Ia sungguh heran dengan perubahan sikap Sasuke belakangan ini. Dan ia harus tahu apa penyebabnya.

-&&&&FGH%##%HGF&&&&-

Lama Hinata termenung seorang diri di ruangan TV itu ketika didengarnya suara derum mobil. Hinata segera berjingkat ke arah jendela, ia ingin tahu siapa yang datang ke kost-annya. Dan betapa kagetnya Hinata saat tahu bahwa yang datang itu adalah orang yang sedari tadi ditunggu-tunggu olehnya, Sasuke.

Hinata nyaris berlari keluar unruk menyongsong kedatangan Sasuke, namun niatnya itu batal saat melihat seorang gadis cantik yang sedang bersandar di depan mobilnya. Tentu saja ia mengenal gadis itu, karena ia adalah primadona di kampus mereka, Ino Yamanaka.

"Thank you, Ino. Gue pake diantar segala. Padahal gue kan bisa pulang sendiri," ucap Sasuke dengan wajah berseri-seri.

"Ahh, nggak usah sungkan-sungkan. Lagipula kita satu arah kok! Kebetulan sehabis ini gue mau les bahasa Latin, jadi it's OK lah!" tukas Ino dengan wajah full senyumnya.

Hinata masih menyimak percakapan itu dari balik jendela, namun sesaat kemudian ia berlari masuk ke kamarnya karena Sasuke dan Ino masuk ke ruangan itu. Di dalam kamarnya, jantung Hinata berdebar keras. Belum pernah ia merasakan hal ini sebelumnya. Apalagi ketika dilihatnya bungkusan Teriyaki dan Gyudon yang sudah dingin tergolek di atas mejanya.

"Ayo, masuk!" ajak Sasuke ramah pada Ino yang masih berdiri di depan pintu utama kost-annya.

"Nggak usah, Sasu-kun. Gue habis ini mau berangkat les. Lain kali aja, ya?" tolak Ino halus.

Sementara itu, Hinata masih nguping dari balik pintu kamarnya. Badannya gemetaran menahan gejolak emosi.

"Ngapain si Ino nganterin Sasuke pulang?" gumam Hinata pelan.

'Habis dari mana mereka? Kok si Sasuke lebih milih diantar sama Ino daripada sama gue? Jangan-jangan Sasuke benci sama gue? Dia udah nggak mau lagi jadi temen gue?' batin Hinata sedih. Tanpa terasa dua butir kristal bening menuruni pipi putihnya perlahan. Itupun tanpa disadari oleh Hinata.

"Apa yang seperti ini yang namanya patah hati?" kata Hinata pada dirinya sendiri.

Dia menuju meja riasnya dan bercermin. Ia mengernyitkan alisnya. Yang nampak pada bayangan cermin itu bukan lagi sosok Hinata yang ceria, Hinata yang bersemangat, dan Hinata yang selalu positive thinking. Yang ada pada bayangan cermin itu adalah sosok gadis dengan muka yang basah oleh air mata dan juga kusut seperti pakaian yang belum disetrika.

Hinata menyeka sisa air mata yang masih bergulir di pipinya. Dia berkata perlahan. "Sasuke benar. Sakit hati... Rasanya jauh lebih sakit dan nggak enak banget dibandingkan sakit gigi."

Dan Hinata pun menenggelamkan dirinya ke dalam pelukan dirinya dan menangis sesengukan. Beberapa saat kemudian ia memekik tertahan. "Sasukeeeee! Dasar brengsek loe!"

Sasuke yang kebetulan lewat di depan pintu kamar Hinata, tentu saja mendengar jeritan itu. Dengan perasaan was-was, diketuklah pintu kamar cewek berambut biru tua panjang itu.

"Hinata, Hinata! Buka! Loe kenapa? Bukaaaa!" teriak Sasuke panik disela-sela ketukan pintunya. Namun Hinata membiarkannya begitu saja.

'Sebodo amat! Gue nggak mau bukain!' batin Hinata jengkel.

Setelah sekian lama panggilannya dikacangin sama Hinata, akhirnya Sasuke mengeluarkan nada ancaman. "HINATA! Gue dobrak ya, pintu loe? !"

Merasa kesal karena si cowok berambut buntut ayam itu udah berani pake ancaman, Hinata pun membuka pintu kamarnya. Tentu saja dia menyambut Sasuke dengan wajah kumel dan kusutnya. "Apaan sih, loe?" bentak Hinata kesal.

Tanpa dinyana, Sasuke malah cengar-cengir. "Hehehe, kenapa loe nangis, Hina-chan? Kangen ya, sama gue?" tanya Sasuke GR.

Disambut begitu sama Sasuke, Hinata makin naik pitam. "Sekarang loe perhatian ya, sama gue? Kemaren-kemaren ke mana aja loe?" nada bentakan Hinata meninggi satu oktaf.

Sasuke menggaruk-garuk bagian kepalanya yang tidak gatal. "Kemaren? Yang mana?" tanya Sasuke bingung. Dia mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu. "Oooh. Soal itu! Err, yang itu begini ceritanya, Hina-chan..." belum sempat Sasuke menjelaskan semuanya pada Hinata, cewek berambut biru tua dan bermata lavender itu langsung memotong.

"Udah deh, nggak usah kebanyakan basa-basi loe! Udah basi, tahu!" cetus Hinata tidak peduli. "Loe masih sebel kan sama gue gara-gara yang waktu itu? Ngaku aja loe! Padahal gue udah mau minta maaf sama loe, karena gue tahu waktu itu gue punya salah sama loe. Tapi, loe sama sekali nggak mau peduli sama gue!" cerocos Hinata tanpa memberi kesempatan pada Sasuke untuk menyelesaikan duduk perkaranya.

Mendengar itu, tentu saja Sasuke jadi keder sendiri. Soalnya, nggak biasa-biasanya Hinata jadi seperti itu. Garang dan galak. "Loe kenapa sih, Hina-chan? Kok loe jadi aneh begitu?" tanya Sasuke heran.

Tapi Hinata nggak mau dengar, dia masih saja menumpahkan semua uneg-unegnya pada Sasuke yang masih dengan suksesnya cengo di depan Hinata. "Fine, gue nggak bakalan peduli loe mau jalan sama siapapun. Mau sama Madonna, Jennifer Lopez, Mak Lampir, atau pun Kuntilanak, gue nggak peduli! Tapi please, Sasu-kun! Bicara dong sama gue! Masa sih, nggak ada maaf buat gue gara-gara omongan gue yang nyelekit waktu itu?" kata Hinata dengan nada setengah lirih karena menahan tangis yan mau pecah.

Sasuke baru ngeh sama apa yang dibicarain sama gadis berambut biru tua itu. Dia tertawa pelan, dan menghela nafas panjang. "Ya, ampun. Hinataaa! Itu sih, udah lewat atuh!" ujarnya dibarengi gelengan kepala khasnya. "Gue udah maafin loe dari jauh-jauh hari! Jadi, loe udah nggak usah mikirin lagi soal itu! Nah, masalahnya sekarang ini bukan itu! Ayo, sini. Gue jelasin pelan-pelan," ajak Sasuke ke arah sofa empuk di sudut kamar Hinata.

Hinata menurut dan bersiap mendengarkan penjelasan Sasuke. Sasuke duduk di sofa sebelah Hinata dan berkata. "Kok loe tiba-tiba jadi kayak dangdut begitu sih, Hina-chan? Nggak pantes banget! Kayak bukan loe!" Mata onyx Sasuke menjelajahi seluruh kamar Hinata dan tertumbuk pada bungkusan yang tergeletak di atas meja Hinata. Dia berdiri dari sofa tempatnya duduk dan mendekati bungkusan itu. Hidungnya mengendusi bungkusan itu. "Waaah, baunya kayak Teriyaki sama Gyudon. Ini makanan buat gue ya, Hina-chan?" tanya Sasuke seraya menunjuk bungkusan yang ada di depannya itu.

Hinata yang hatinya masih mengkal gara-gara ulah Sasuke, segera mengusir Sasuke dari kamarnya. Begitu Sasuke menanyakan alasannya, Hinata hanya menjawab pendek. "Kan udah dimaafin. Jadi udah nggak ada urusan lagi, kan?"

"Ya, elah! Terus tuh dua makanan yang katanya buat gue gimana?" tanya Sasuke.

"Ya, bakalan gue makan lah!" jawab Hinata tak peduli.

"Egois loe!" seru Sasuke sebal. "Kok loe yang ngambek sih sekarang?" tanya Sasuke tak mengerti.

Hinata yang tadinya hendak menutup pintu, membuka kembali pintunya dan menatap iris onyx Sasuke lekat-lekat dan berkata. "Eh, colo! Gue tuh ngerasa kehilangan loe dari kemarin tahu! Nggak enak banget! Apa-apa sendiri, nggak ada lagi yang mau nemenin gue buat hang out, belanja, ngerjain tugas, de-es-be. Tega banget sih loe, Sasu-kun! Kenapa loe mendiamkan gue selama berhari-hari? !"

Sasuke ber-'ooh' pelan dan menperhatikan wajah Hinata dari dekat. Lelaki berambut raven itu memampang cengiran khasnya, yang kalau menurut Hinata sangat menyebalkan. "Loe suka sama gue ya, Hinata? Makanya sekarang loe ngambek sama gue, and cembokir pas liat gue jalan sama Ino? Mengaku sajalah! Gue nggak bakalan marah kok! Dan sejujurnya, gue juga suka sama loe."

Hinata bengong. Ia heran sekali mendengar penuturan 'ajaib' itu keluar dari mulut Sasuke yang biasanya mengeluarkan kata-kata pedas yang cukup bikin kuping panas. "Loe barusan bilang apaan sih, Sasuke? Gue nggak ngerti," kata Hinata heran.

"Mau nggak loe jadi pacar gue? Kalau loe mau, nanti setiap hari loe gue traktir makan siang. Tempatnya terserah loe, dan gantinya makan malamnya loe yang traktir. Gimana?" tanya Sasuke tetap dengan cengiran jahil terpampang di wajahnya.

Hinata yang cemas dengan ceracauan nggak jelas Sasuke, memegang dahi Sasuke. Aneh, nggak panas kok! Tapi...

"Woi, loe kira gue sakit apa?" bentak Sasuke galak.

"Emangnya nggak?" Hinata malah berbalik nanya.

"Kalau kemarin sih, gue emang lagi sakit gigi. Makanya gue jadi males ngobrol sama siapapun, especially loe. Soalnya loe pasti bakalan ngetawain gue, b'coz gue pernah bilang 'mendingan gue sakit gigi daripada sakit hati'!" Sasuke menghentikan ucapannya sesaat untuk mengambil nafas, dan melanjutkan perkataannya lagi. "Tapi sekarang, gue ralat. Sakit gigi tuh nggak enak banget! Senut-senut bikin kesel, nyaris bikin gue stress. Untung aja Bundanya Ino dokter gigi, jadi gue bisa dapat diskon."

"Ooh, jadi itu sebabnya. Makanya loe minta antar sama Ino? Lah, kok loe nggak bilang kalau loe lagi sakit gigi? Emang bagian mananya yang sakit?" tanya Hinata.

"Geraham belakang gue pada tumbuh. Sakit banget, coy! Makanya gue males ngomong sama loe. Terus, pas gue cerita sama Ino. Dia bilang kalau ibunya dokter gigi, makanya tadi gue nyamperin ke rumahnya," jawab Sasuke panjang lebar.

"Iya, gue tahu kalau sakit gigi itu nggak enak. Tapi, sakit hati juga nggak enak, Sasu-kun. Baru kali ini gue ngerasain yang namanya sakit hati," tandas Hinata menimpali ucapan Sasuke.

"Hehehe, berarti bener dong, kalau loe suka sama gue. Berarti gue boleh dong, jadi pacar loe? Hehehe, kalau begitu kita mesti ngerayain hari ini sebagai hari jadian kita! Gue bakal traktir loe malam ini. Ok?" tukas Sasuke kelewat ceria.

"Terima kasih banyak, Sasu-kun. Ternyata biarpun loe cuek bebek, jahil, dan kadang ceria nggak tau malu, loe baik banget. Ya sudah, keluar dulu gih... Dari kamar gue. Gue mau ganti baju," kata Hinata penuh haru. Ia melambaikan tangannya menyuruh agar cowok berambut raven itu untuk keluar dari kamarnya.

"Ngapain ganti baju! Gue mau ngajakin loe makan di kedai ramen Ichiraku, bukannya candle light dinner di restoran bintang lima!" ujar Sasuke tanpa tedeng aling-aling lagi.

Hinata langsung menyambit Sasuke dengan sepatu bootnya. Sementara Sasuke hanya tertawa puas sambil meninggalkan tempat itu. Wajahnya kini berseri-seri seperti biasanya.

**Owari**

Keterangan * :

1) Salah kostum.

2) Feminin. Pokoknya kecewek-cewekan deh. ^-^V

3) Gampang sakit hatian. Nggak bisa dikomentarin sedikit. Apa-apa pasti dimasukkan ke hati. XP

Bagaimana, Aam-han? Apakah hasilnya bagus? Atau malah nggak jelas, jelek, dan abal? Maafkan saya, saya berusaha keras agar hasilnya bagus. Jika ada yang kurang berkenan di hatimu, tolong maafkan saya.

Dan kalau Aam-han atau semua yang baca fic ini ngerasa hints SasuHina-nya kurang maafkan saya! Saya sedang terserang virus WB yang minta ampun bikin saya gondok setengah mati! (kurang? Tambah aja ndiri! *dihajar karena kurang ajar*)

Jika ada typo, bisakah kalian memberitahu saya? Saya harap saya bisa memperbaikinya secepat mungkin, agar karya ini lebih enak dibaca. Akhir kata, keberatankah jika saya meminta imbalan berupa review? Please Tekan tombol biru di bawah, ya?