Rainy Heart On Rainy Days

By Cie Maknae AdmrHyukkie

Cast : Yoseob, Junhyung, Dujun, (main) Eunhyuk, Donghae (slight)

Genre : Angst

Rate : T

.

.

.

Jangan dibaca jika anda sedang bersedih.

.

.

.

Bagian 1 dari 2

Hujan! Dulu aku tak begitu benci pada hujan. Aku malah teramat sangat menyukainya. Hujan adalah anugerah, masih kuingat Umma sering mengatakannya. Bagaimana tidak? Karena hujan, tumbuhan bisa tumbuh dan bukankah dari tumbuhan yang tumbuh itulah kita bisa makan? Aku juga suka udara sejuk yang ditimbulkannya, aku benci panas. Selain itu aku juga suka harum tanah sehabis hujan. Hmmmm menyegarkan untuk dihirup.

Dulu kalau hujan tiba, aku akan menghampiri jendela, membukanya lebar. Menikmati setiap bunyi rintikannya yang mengenai atap. Menikmati tamparan gerimisnya yang menyejukkan. Tentu saja kecuali kalau hujannya sudah sangat deras plus diiringi guntur dan petir. Aku tetap menikmati meski jendelanya terpaksa harus kututup rapat.

Kenapa kukatakan dulu berulang-ulang, karena sekarang aku benci! Sangat benci pada hujan. Bila hujan turun aku akan bersembunyi di sudut tempat tidurku. Menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal. Menyumpal telingaku dengan kapas. Aku benci suara rintik, aku benci rasa dinginnya, aku benci bau hujan, aku benci. Aku benci. AKU BENCI!

.

.

.

.

.

.

FLASH BACK

Seperti biasa kuhabiskan waktuku di sini. Aku tak punya teman, tapi aku tak bisa bilang pada Umma dan Appa kalau aku tak punya teman. Maka sepulang sekolah aku akan bersembunyi di sini, pura-pura asyik bermain bersama teman-teman, dan pulang ketika sore menjelang. Apa yang kulakukan di bawah jembatan seperti ini. Aku melakukan apa pun untuk membunuh waktu. Menggambar, belajar, dan paling sering menyanyi. Suara kendaraan di atas jembatan akan menyamarkan nyanyianku. Kadang aku menciptakan lagu di sini. Tentu saja tidak terlalu bagus.

Kenapa aku tak punya teman? Jangan tanya itu, karena aku juga tidak tahu. Mungkin karena kependiamanku atau aku tak menarik untuk dijadikan teman. Aku tidak terlalu pintar tapi tidak juga bodoh. Aku benar-benar anak yang sangat biasa. Ya ada beberapa sih yang sering menyapaku atau sekedar mengobrol, tapi itu tidak sampai pada tahap mereka mengajakku pulang bersama, main bersama ataupun belajar bersama. Tapi tidak apa-apa, aku juga suka kesunyian dan kesendirian seperti ini, meski kadang-kadang aku juga membencinya.

Hari ini aku harus lebih lama tinggal di bawah jembatan ini, aku mengerjakan tugas menggambarku. Dan di sini benar-benar tempat strategis untuk menggambar. Pemandangannya banyak yang bisa jadi inspirasi. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik dan sesosok tubuh muncul di hadapanku, kami sama-sama berteriak kaget.

"Oh My God.. aku kira ada hantu berkeliaran sore-sore." Dia mendekat, setelah beberapa saat kami hanya saling menatap dengan ekspresi terkejut, "Kau manusia kan?" tanyanya.

"Tentu saja. Lihat tubuhku tidak transparan kan?" jawabku sedikit ketus. Malah dia dengan wajah pucatnya terlihat lebih mirip hantu.

"Ahahaha iya mian-mian aku benar-benar kaget. Nah, adik kecil apa yang kau lakukan di tempat gelap seperti ini?" katanya sambil duduk di sampingku.

Apa? Adik kecil? Apa dia tidak lihat seragam SMAku. "Aku bukan anak kecil!"

Ia menatapku menyelidik. Menyebalkan! Akhirnya pandangannya jatuh pada seragamku.

"Benarkah? Oh iya kau SMA juga? Wah, kau sungguh sungguh awet muda kalau begitu. Kau terlihat seperti anak SD."

What? Aigoo... orang ini benar-benar menyebalkan. Kalau saja ini sudah selesai aku akan pergi saja. Aku berusaha mengabaikannya.

"Kau kah yang menyanyi tadi?" tanyanya setelah beberapa saat kami terdiam.

"Kenapa? Mau mengatakan kalau nyanyianku seperti anak TK?"

"Ahahahah tentu saja tidak. Aku malah kagum, dari tadi aku berdiri di atas jembatan. Samar-samar aku mendengar nyanyian. Aku kira itu bunyi dari radio atau televisi rumah di sekitar sini. Aku penasaran karena suara itu terdengar murni dan dekat, makanya coba melihat ke sini, dan rupanya aku bertemu dengan hantu bersuara indah."

Orang ini, ia memuji atau menghina sih.

"Aku memuji loh. Suaramu bagus."

Kok dia tahu sih apa yang kupikirkan, "Gomawo." Akhirnya ucapku lirih, aku anak baik-baik yang tahu kesopanan.

"Sama-sama. Emmm kau sedang mengerjakan tugas?"

Aku menghembuskan nafas, akhirnya selesai juga. Aku menatap jam tangan. Oh tidak, ini sudah lambat sekali dari jam pulangku. Aku segera bangkit. Umma dan Appa pasti akan sangat khawatir.

"Mau pulang ya? Kalau gitu sampai jumpa lagi. Bolehkan aku di sini dulu?"

"Terserah." Jawabku sambil cepat-cepat berlari pulang.

.

.

.

.

.

.

Besoknya seperti biasa aku berangkat sekolah sendiri. Masuk ke kelas, sedikit berbasa-basi dengan teman yang kukenal dan kemudian duduk di bangku tetapku, bangku terakhir di sudut kiri. Aku lalu segera menenggelamkan diri dalam buku cerita yang kubawa, setiap hari ini yang kulakukan, kalau tidak membaca buku aku pasti bingung mau melakukan apa.

Untuk pertama kalinya, tiba-tiba ada yang menggeser bangku di sampingku dan mendudukinya. Aku mengalihkan perhatianku dari buku dan... Oh My... namja yang kemarin? Ada apa dia di sini? Emmm seragamnya sama denganku, jangan bilang dia mau sekolah di sini. Atau ya dia pasti memang sekolah di sini.

"Hai adik kecil, ketemu lagi kita..." sapanya yang membuatku mempoutkan bibir. Aishhh apa aku sekerdil itu sampai dia suka sekali memanggilku adik kecil. "Oh iya kita belum kenalan loh..." uuh dia mengabaikan ekspresi kesalku. Dasar!

Dengan kasar aku membalik halaman bukuku, pura-pura konsentrasi terhadap lembaran yang sedang terbuka saat ini.

"Ooh kau marah?" tanyanya, aku hanya mendengus dan kembali membuka keras-keras halaman buku itu. "Mian.. kau tidak suka dipanggil adik kecil ya, baiklah aku tidak akan begitu lagi. Ayo kenalan." Katanya sambil menutup bukuku.

Aku semakin mempoutkan bibirku, "Jangan pasang ekspresi imut seperti itu." What Imut? Aku marah tahu. "JunHyung Imnida. Dan kau..." ia memandang name tag di dadaku... "Yo Seob... or Soebi saja kupanggil, lebih sesuai dengan fisikmu."

"Terserah!" ketusku sambil kembali membuka bukuku. Dari sudut mataku kulihat ia malah tersenyum sambil memandangku. Aku segera memelototinya, "Yaaahh kenapa kau terus memandangiku?"

Ia malah semakin melebarkan senyumnya, "Habis kau imut."

"Aku namja, jangan panggil aku imut!"

"Aku tahu kau namja, tapi kau imut Soebi!" jawabnya keras kepala.

"Huh kau tak punya cermin. Lihat wajahmu sendiri di cermin. Kau juga sama imutnya, kulitmu putih matamu kecil, bibirmu tipis, mirip sekali perempuan." Bentakku sedikit keras, dan ia bukannya marah ia malah tertawa terbahak-bahak.

"Aku tidak tahu kalau kau memperhatikankku sedetail itu." Oh My... pipiku memanas dengan sendirinya mendengar itu. Dengan kasar aku segera membuka buku kembali berusaha mengabaikan mahluk di sampingku

"Pssst Soebi..." bisiknya sambil mendekat. Ya ampun apalagi sih dia.

"Apa..." dan ... ya ampun... aku segera memundurkan kepalaku, hampir saja wajahku bersentuhan dengannya. "Ada apa lagi sih?" tanyaku pelan.

"Apa setiap hari seperti ini?"

"Apanya?" tanyaku tak mengerti.

"Itu teman-temanmu apa setiap hari mereka suka memandangimu.. emmm lebih tepatnya memandangi diam-diam..?"

"Mwo?" aku memandang berkeliling dan ternyata benar beberapa namja dan yoeja sedang memandangi bangkuku dan secepat kilat berbalik ketika tahu kuperhatikan. Aku tak memperhatikan dulu, apa mereka sering memandangiku? Sepertinya tidak. Mungkin gara-gara dia duduk di bangkuku. Iya pasti karena itu. Dia kan keren, pasti mereka heran kenapa tiba-tiba dia duduk di bangkuku.

"Aissshhh benar-benar tak peka. Jangan-jangan malah kau tak punya teman di sini!"

Deggg, entah kenapa meski itu benar, aku sakit hati. "Iya aku memang tak punya teman, puas?" aku kembali menyiksa bukuku dengan membukanya keras-keras.

"Mian... oke aku akan diam sekarang." Katanya sambil mulai membuka buku.

Bel berdentang. Siswa yang masih berkeliaran segera duduk di bangkunya masing-masing. Begitupun Pak Guru, ia memperkenalkan Jun Hyung sebagaimana kalau ada murid baru. Wah ternyata dia pindahan dari sekolah ternama, kenapa ia pindah ke sekolah di sudut kota terpencil seperti ini? aneh! Jangan-jangan karena dia anak nakal, mukanya memang imut, tapi tatapannya tajam.

.

.

.

.

.

.

"Kau tidak istirahat?" tanya Jun Hyung, ketika aku masih setia dengan bangkuku ketika semua siswa lain berhamburan menuju luar kelas.

Aku menggeleng. Aku tak tahu harus ke mana, aku selalu di kelas tiap istirahat tiba. "Aku bawa bekal kok. Mau?" aku segera mengeluarkan bekalku dan mengangsurkannya pada Jun.

Ia mengambil satu kue yang kubawa, "Issh kau ini aneh sekali. Bukannya tadi kau sebal padaku? Kenapa sekarang jadi baik?"

Hemm? Benar juga, bukannya aku kesal padanya. Tapi aku bukan orang pendendam, kalau aku kesal, ya hanya pada saat itu saja, setelahnya aku akan lupa lagi. "Iya aku memang sebal, tapi itu tadi." Jawabku ketus.

"Kau ini benar-benar unik," katanya lagi sambil tersenyum. "Unik dalam artian positif loh." Katanya lagi melihat mukaku mengerut.

Terdengar langkah terburu-buru dan sesosok tubuh kemudian muncul dari balik pintu, "Yo Seob, sudah kuduga kau ada di sini, eh..."

Itu Dujun-Hyung dan ia langsung terdiam melihatku dan Jun Hyung. Dujun-Hyung adalah seniorku (oh tidak lebih tepatnya dia adalah idolaku), dia mempunyai segala hal yang kuinginkan dalam hidup, pintar, berwibawa, tampan, dan supel. Dia salah satu orang yang bisa kubilang teman, karena dia sering menyapaku plus sedikit mengobrol.

"Eh.. Hyung." Jawabku.

Dujun masuk dia membungkukkan badan sedikit sebagai sapaan pada Jun Hyung. Wah nama mereka sama ya.. sama sama ada Jun-nya. Aku jadi senyum sendiri dalam hati.

"Bisa bantu aku?"

Aku menegakkan tubuhku. Apa sih yang tidak buat dia. "Apa? Kalau bisa pasti akan kubantu."

"Sekolah kan mengadakan panggung pertunjukkan di acara Ulang Tahun Sekolah nanti. Semua sudah fix, tapi bandku mengalami sedikit masalah. Kemarin pulang latihan, gitaris dan vocalis kami mengalami kecelakaan. Waktunya mepet. Bukankah kau bisa menyanyi? Bisakah kau gantikan?"

Aku menatap Dujun tak percaya, dia memintaku? Benarkah? Akhirnya aku serasa punya teman? Padahal dulu kami bertemu tak sengaja, waktu itu aku pulang paling akhir karena mengerjakan dulu tugas di perpustakaan. Tahunya Hujan turun dengan lebat. Aku sih senang saja, meski sedikit seram juga di sekolah sendirian ketika sore dan hujan. Untuk mengusir rasa takut, aku bersenandung pelan.

Tak lama ada yang keluar dari ruang OSIS, dia adalah Dujun sang ketua OSIS yang terkenal dengan kharisma dan kebijaksanaannya. Dia menyapaku. Kami pun berbincang. Dia bilang suka sekali suaraku. Sejak saat itu kalau bertemu ia pasti menyapaku, meski tidak terlalu akrab, tapi aku senang.

"Bagaimana?" tanyanya sekali lagi.

Aku segera mengangguk. Dia tersenyum lega. Kemudian mengangsurkan gulungan kertas yang dari tadi dia pegang, "Ini lagunya, kau pasti pernah dengar." Aku mengangguk semangat. Segera kubuka gulungan kertas itu ada kunci gitarnya juga. "Emm Seobie..."

Aku menoleh, hah? Dia juga memanggilku Seobie? Wah, Tuhan sedang baik padaku hari ini. Dua orang secara tiba-tiba jadi dekat denganku dan memanggilku dengan panggilan yang akrab, oh Tuhan aku senang sekali.

"Gomawo." Dia memberiku senyum yang langsung membuat dadaku berdetak-detak. Tidak! Ada apa dengan dadaku.

"Ehmmm... gitarisnya?" aku mengalihkan tatapanku dari Dujun Hyung dan menatap JunHyung yang bertanya.

"Belum dapat, aku baru akan mencari. Kenapa? Kau bisa? Emmm murid baru ya? Aku belum pernah melihatmu."

Jun Hyung berdiri dia membungkukan badan, "Iya. JunHyung Imnida."

"Dujun..." jawabnya simpel.

"Emm aku bisa main gitar, tapi kalau kau tak keberatan sih.." katanya sambil menggaruk-gariuk kepalanya.

"Tentu saja tidak. Syukurlah, padahal aku sudah kebingungan dari tadi. Latihannya nanti sore. Kalian boleh berlatih berdua dulu, sampai sore. Tentunya kalau kalian tak ada kesibukan lain. Nah, permisi ya aku harus kembali dulu."

Dia memberikan senyum manis itu lagi padaku, membuatku tiba-tiba merasa membeku. Ada apa sih denganku? Sebuah tangan tiba-tiba melambai di mataku. Aku menatap Jun si pemilik tangan itu heran.

"Sebegitu terpesonanya. Ayo kita mulai latihan. Sambil menunggu bel masuk."

Aku hanya mempoutkan bibirku padanya, membuat dia terkekeh lagi. Kenapa sih orang ini. "Tapi mana gitarnya?"

"Hmm apa kau tak melihat apa yang kubawa tadi," matanya mengarah pada kantong hitam yang disampirkan di dinding. Iya itu kan kantong gitar. Aku hanya nyengir, dan dia mendengus.

Dia mengambil dan mengeluarkan gitarnya. Aku menggelar kertas lagu itu. "On Rainy Day" wah ini lagu kesukaanku. Lembar kedua, "Hello" okay ini tak masalah aku sudah hapal kedua lagu ini. Tinggal menyamakan dengan bandnya nanti.

Dan kami pun mulai berlatih.

.

.

.

.

.

.

Jun memetik gitarnya pelan, dia bilang sudah tahu kunci nada untuk lagu ini. Aku pun mulai menyanyi.

Sesangi eoduwojigo
Joyonghi biga naerimyeon
Yeojeonhi geudaero

(ketika dunia menggelap... pelan-pelan hujan turun... semuanya masih tetap..)

Dia terus memetik gitarnya. Aku memejamkan mata mencoba membayangkan isi lagu ini. ini lagu sedih dan aku belum pernah mengalami kesedihan semendalam ini. Tapi aku coba bayangkan kesepianku selama ini. Betapa aku rindu sosok teman.. emmm sahabat lebih tepatnya. Great! Bagian hujan turunnya bisa kubayangkan, mengingat begitu banyak memori hujan yang kusimpan di otakku.

Oneuldo eogimeobsi nan
Beoseonajil motane
Neoui saenggak aneseo

(bahkan hari ini tanpa terkecuali... aku tak bisa lari dari itu... aku tak bisa lari dari fikiranku tentangmu...)

Ije...
Kkeuchiraneun geol aljiman
Miryeoniran geol aljiman
Ije anil geol aljiman

( kini... aku tahu itu semua telah berakhir... aku tahu itu hanya kebodohanku... kini aku tahu itu tidak benar..)

Geukkajit jajonsime neol japji motaetdeon naega
Jogeum aswiul ppuninikka

( aku hanya kecewa pada diriku sendiri... yang tidak mampu untuk mendapatkan genggaman tanganmu... karena harga diriku..)

Biga oneun naren nareul chajawa
Bameul saewo goerophida
Biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
Seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji

(ketika hari berhujan.. kau datang dan menemukanku.. menyiksaku sepanjang malam... ketika hujan mulai berhenti.. kau juga ikut.. pelan.. sedikit demi sedikit kau akan berhenti..)

Kemudian aku terdiam. Kenapa lagunya sesedih ini, aku baru sadar. Aku membuka mata, dan kulihat Jun sedang menatapku tak berkedip. Wah saking menghayati aku tak sadar, kalau ia sudah tak memainkan gitarnya. Akhirnya ia kembali fokus, memberikan senyum yang sedikit membuatku merinding. Kenapa dia tersenyum seperti itu. Dia kembali memetik gitarnya. Baru saja aku mau melarang, ini bagian RAP dan aku tak bisa, tapi suaranya keluar... giliranku yang memandangnya tak berkedip.

Chwihaenna bwa geuman masyeoya doel geot gatae
Biga tteoreojinikka nado tteoreojil geot gatae
Mwo nega bogo sipdageona geureon geon anya
Daman uriga gajin sigani jom nalkaroul ppun
Nega cham johahaesseotdeon ireon narimyeon
Ajik neomu saengsaenghan gieogeul kkeonaenoko
Chueogiran deoche ilbureo bareul deullyeonwa
Beoseonaryeogo balbeodungjocha chiji anha

(Aku pasti mabuk.. aku pikir aku harus berhenti mabuk. Sejak hujak turun, aku fikir.. aku terjatuh dengan kuat... baiklah ini tak berarti bahwa aku merindukanmu.. tidak ini tidak berarti itu.. ini hanya berarti bahwa waktu yang kita punya sedikit berlalu terlalu cepat.. ketika itu adalah hari yang kau sangat sukai... aku tetap membuka kenangan tentangmu.. membuat alasan bahwa semua itu hanya kenangan .. aku membuat langkah untuk maju.. aku tidak.. bahkan membuat usaha untuk melarikan diri..)

Aku menganga. Suaranya... penghayatannya... aku bahkan bisa merasakan kepedihan. Dia tersenyum, senyuman miris. Dan membuat tanda agar aku melanjutkan lagunya.

Ije
Neoreul da jiwonaetjiman
Modu da biwonaetjiman
Ttodasi biga naerimyeon

(sekarang... aku hapus semua tentangmu.. aku keluarkan semua tentangmu.. tapi ketika hujan turun lagi...)

Aku tercekat, kenapa sekarang aku merasa sedih. Aku merasa seakan aku yang mengalami ini, pengaruh dari Jun Hyung kah? Dia seakan mengalirkan perasaan hatinya lewat lagu itu.

Himdeulge sumgyeonwatdeon neoui modeun gieokdeuri
Dasi dorawa neol chatna bwa

(semua kenangan tentangmu.. yang kupunya tanpa bersusah payah.. itu semua kembali.. itu memperlihatkanmu...)

Dia ikut bernyanyi mengikutiku dengan suara pelan.

Biga oneun naren nareul chajawa
Bameul saewo goerophida
Biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
Seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji

(ketika hari berhujan.. kau datang dan menemukanku.. menyiksaku sepanjang malam... ketika hujan mulai berhenti.. kau juga ikuti.. pelan.. sedikit demi sedikit kau akan berhenti..)

Neoegero
Ijen doragal gireun eobtjiman
Jigeum haengbokhan neoreul bomyeo
Nan geuraedo useobolge neol jabeul su isseotdeon
Himi naegen eobseosseunikka

(sekarang tidak ada jalan untukku kembali.. tapi melihat wajah bahagiamu.. aku akan tetap coba tertawa.. semenjak aku adalah seseorang tanpa kekuatan untuk menghentikanmu)

Ia kembali tersenyum miris. Aku terdiam, karena ini bagian rap lagi.

Eochapi kkeutnabeorin geol ije wa eojjeogesseo
Dwineutge huhoena haneun geoji deoltteoreojin nomcheoreom
Bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
Geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji

(apa yang bisa kulakukan mengenai sesuatu yang sudah berakhir? Aku hanya menyesal telah seperti orang yang bodoh.. bodohnya aku.. hujan selalu turun jadi itu akan terulang lagi.. ketika hujan berhenti.. itu juga saat aku bisa berhenti...)

Bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
Geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji

(hujan selalu turun jadi itu akan terulang lagi.. ketika hujan berhenti.. itu juga saat aku bisa berhenti...)

Aku terpaku.

"Jangan menatapku seperti itu. Nanti kau akan jatuh cinta padaku!" katanya dengan cengiran jail. Aku segera tersadar. Menyesal telah memuji-muji dalam hati. Untung aku belum mengatakan sepatah kata pun.

"Cih! Mana mungkin? Aku masih normal." Ucapku sambil mengerucutkan bibir.

"Hmmm baguslah kau memang tak boleh jatuh cinta padaku." Deg, ia terlihat sangat serius mengucapkan itu, tapi cengiran jailnya kembali tercipta, "Normal huh? Lalu kenapa kau menatap senior tadi tanpa berkedip..." dia mendekat dan mengendus-ngendus badanku, "Aku mencium bau orang yang jatuh cinta."

Aku segera menggeplak kepalanya dengan gulungan kertas! Dia malah terkekeh lagi. Menyebalkan!

.

.

.

.

.

.

Begitulah dengan sangat mengejutkan Tuhan mengirimkan dua orang teman sekaligus padaku. Apalagi ketika band kami sukses menyanyikan lagu itu. Entah perasaanku tapi sekarang mulai banyak orang yang mengajakku berbincang. Mereka baru tahu kalau aku punya suara emas. Dan banyak yang bilang aku imut. Kini aku tersenyum mendapat panggilan itu, mungkin aku harus berterimakasih pada Jun, karena dialah yang mengeluarkan aura imutku.

Aku juga semakin dekat dengan dua Jun itu. Jun Hyung selalau menemaniku kemanapun, bahkan akhirnya ada juga yang mengunjungi rumahku sebagai temanku. Dialah Jun Hyung. Dia pintar bermain musik dan juga menciptakan lagu. Padahal tampang sangarnya tidak cocok melankolis hahah. Sedangkan Dujun, dia juga selalu membuat hatiku nyaman bila berdekatan dengannya. Aku mungkin menyimpan perasaan padanya. Ahh Seobie pabbo! Dia kan namja! Dan bukankah kau bilang sendiri bahwa kau normal? Tapi entah itulah perasaanku.

.

.

.

.

.

"Junnie..." aku menepuk pundaknya. Jun sedang menelungkupkan wajahnya di meja ketika aku datang. Dia Cuma menggumam sebagai jawaban.

"Umma menanyakanmu, kapan kau main lagi katanya?" aku ikut menelungkupkan pipiku di meja memandang ke arahnya.

Kepalanya bergerak, ia mengikutiku bedanya dia mengarahkan wajahnya ke arahku. Deg! Kenapa lagi dengan hatiku. Kenapa dadaku berdebaran.

Junnie terlihat sedikit pucat. Matanya masih menutup. Aku mengangkat lenganku dan tanpa sadar menyentuh pipinya. Matanya seketika terbuka, aku membeku. Ketika sadar aku buru-buru mengangkat lenganku lagi, tapi dia menahan lenganku, membawanya kembali ke pipinya.

"Aku sedikit pusing Seobie, dibelai seperti itu rasanya menyenangkan." Katanya sambil memejamkan mata lagi seolah menikmati belaian tanganku. Tapi iya dia sakit sepertinya, pipinya panas.

"Ma.. maaf kalau aku mengganggu." Terdengar suara dari pintu kelas.

Aku tersentak dan segera mengangkat wajahku. Junnie juga, dia sedikit mengerjap-ngerjap matanya. DuJun Hyung?

"Emmm Cuma mau memberi tahu.. kami diundang untuk manggung di kafe nanti malam. Meski band kami sudah lengkap sekarang. Mereka ingin kalian juga tampil, mungkin berdua."

Benarkah? Aaah aku senang sekali. Aku selalu semangat untuk menyanyi. "Iya baik aku mau... aku mau." Aku menoleh pada Jun dan baru kusadar kalau ia kan sedang sakit.

Tapi dia tersenyum, tangannya terangkat dan membelai rambutku, "Aku juga mau kok. Sebentar lagi aku pasti sembuh."

Aku tersenyum dan kembali menatap, Dujun. Hah? Kenapa dia mematung begitu. Aku mengikuti arah pandangnya. Ia menatap tangan Jun yang ada di kepalaku. Apa perasaanku saja, tapi dia terlihat sedikit sedih. Atau jangan-jangan dia menyangka ada apa-apa antara ku dengan Junnie. Aku buru-buru melepas belaian Jun.

"Iya kita bisa."

Dia tersenyum, "Baiklah nanti kita berkumpul di sini Jam 7. Emm aku permisi dulu."

Aku mengangguk. Dia akan melangkah keluar. Aku segera menyusulnya berlari keluar. "Emm Hyung..."

Dia menoleh dan melemparkan tatapan tanya. "Aku dan Junnie emm maksudku Junhyung tak ada hubungan apa-apa."

Oh my.. apa yang barusan aku katakan. Memang dia peduli? Aduuh rasanya ingin kutampar bibirku.

Dia mendekat dan menyunggingkan senyum lagi, tangannya terangkat dan membelai rambutku. "Benarkah? Aku senang mendengarnya, Seobie." Kemudian dia mengusap pipiku dan melangkah menjauh.

Hah? Apa? Aku memegang pipiku yang terasa panas. Dia bilang dia senang mendengar itu. Apa artinya dia juga sama. Aku tak bertepuk sebelah tangan? Benarkah?

.

.

.

.

.

Sukses lagi! Penampilan duoku dengan Jun mendapat sambutan hangat. Padahal kami tak seterkenal bandnya Dujun-Hyung. Kami menyanyikan lagu Thanks To. Itu gubahan Jun Hyung. Lagunya ceria, membuat keceriaanku juga menguar. Kembali semua bilang aku imut. Ahhh senangnya.

Pulangnya aku diantar oleh duo Jun. Apa mereka fikir aku gadis yang takut pulang sendirian. Tapi aku tak mau melewati kesempatan berdua dengan Dujun-Hyung. Ya sudahlah aku melangkah sambil bersenandung dan melompat-lompat kecil. Duo Jun ada di kanan-kiriku. Kami berjalan menuju halte bus.

"Kau ini! Benar-benar seperti anak-anak." Aku hanya mengerucutkan bibirku pada Junnie, dia kelihatan cukup sehat sekarang, dan keren... semua Yeoja di kafe tadi tak berkedip memandangnya.

"Tak apa. Aku suka melihatnya." Aku tersenyum manis pada Dujun Hyung. Junnie mendengus.

Suara ponsel berbunyi, rupanya punya Dujun Hyung. Ia berbisik-bisik sebentar. Kemudian menatapku dengan raut penyesalan. "Mian.. Seobie.. aku tidak jadi mengantarmu. Ada sedikit urusan di rumah."

Aku mengangguk maklum "Tak apa Hyung. Lain kali juga kan masih bisa."

Dia mengangguk tersenyum dan membelai rambutku. Kemudian sedikit menganggukkan kepala pada Junnie sebelum pergi.

Entah kenapa aku tak merasa sedih, mungkin masih efek kebahagiaan ku tadi. Lagipula masih ada Junnie kan.

Akhirnya kami tiba di bus. Heemm sepi sekali Cuma ada dua atau tiga orang. Junnie menggandeng tanganku, membuat rasa hangat menjalari tanganku dan sampai ke pipiku. Kenapa denganku? Kami duduk di kursi belakang. Aku dekat jendela. Tiba-tiba kaca jendela seperti ada yang mengetuk pelan dan banyak. Aku segera tersenyum itu hujan! Aku menoleh ke samping untuk bercerita pada Jun, tapi...

Jun sedang memejamkan mata erat. Dia menyurukkan kepalanya kebawah, kedua lengannya menutupi kedua telinganya erat. Kenapa dia?"

.

.

.

TBC

.

.

.

Lagu di atas adalah lagunya BEAST/B2ST yang berjudul "On Rainy Day" atau "Biga Onen Narel", saya sendiri yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dari lirik versi Englishnya, jadi pasti banyak yang meleset heee,

Baiklah terimakasih bagi yang sudah berkenan membaca dan terimakasih juga bagi yang berkenan meriview ^^