Xi Luhan meninggalkan kehidupan Midwestern setelah lulus dari perguruan tinggi dan menuju Los Angeles untuk bekerja pada sebuah agen pencari bakat di Hollywood.

Oh Sehun adalah seorang produser/sutradara/penulis termuda dan paling cemerlang di Hollywood. Dia kaya, sukses, tampan, dan tidak pernah kekurangan wanita, tapi hanya ada satu wanita yang dia inginkan, dan dia berniat untuk mewujudkannya.

.

.

.

peringatan!

cerita ini mengandung muatan dewasa. bagi pembaca yang belum cukup umur dan tidak nyaman dengan muatan dewasa. dianjurkan untuk tidak membacanya. kebijakan pembaca, sangat diperlukan.

.

DON'T LIKE! DON'T READ!

.

REMAKE HUNHAN GS! ROMANCE MATURE DRAMA

pichaa remake hunhan ver

Fade Into You #1

by Kate Dawes

Chapter 1

.

.

Luhan telah tinggal dan bekerja di Los Angeles baru tiga minggu ketika ia bertemu dengan pria yang akan mengubah segalanya baginya. Luhan pernah mendengar namanya sebelumnya, tapi hanya selama beberapa minggu terakhir ketika bekerja di sekitar Hollywood.

Sebagai seorang gadis biasa, baru lulus dari Ohio State University, Luhan belum pernah mendengar tentang Oh Sehun sebelumnya. Mungkin pernah, tapi ia tidak pernah sedikitpun memperhatikan ketika namanya muncul di dilayar sebuah film.

Sehun adalah penulis dan produser, Luhan mengaku bersalah—sebenarnya tidak peduli—untuk tidak mencari tahu siapa Sehun sebelum Luhan mulai melihat namanya di dokumen dan mendengar namanya di kantor.

Sebelum berjalan ke kantor Sehun, Luhan tidak pernah melihatnya sebelumnya, Luhan menemani bosnya Kim Junmyeon, untuk rapat. Junmyeon sedang melobi, agar salah satu klien di agensi mereka bisa mendapatkan peran di film yang diproduseri oleh Sehun.

Hampir selama satu jam berada di kantor Sehun, Luhan duduk di sana menatapnya, tak bisa fokus dengan rapat yang berlangsung.

Tingginya kira-kira 6 kaki (182 cm), dengan bahu lebar dan pinggang langsing, itu bukan bentuk fisik seorang binaragawan, tipe kesukaan Luhan, tapi dia memiliki bentuk tubuh seperti huruf V.

Luhan kira pakaian yang dikenakannya cukup membantu. Celana panjang abu-abu gelap, dan kancing kemeja putih dengan dua atau tiga kancing pertama terbuka, mengungkapkan kulit halus dan merata.

Rambutnya cukup panjang untuk bisa diacak-acak jika saja ada seorang gadis punya kesempatan untuk menggerakkan jari-jari diatasnya.

Pada awal pertemuan, rambutnya tampak disisir ke belakang dan Luhan bertanya-tanya apa dia salah satu dari orang-orang yang berlebihan memakai gel?

Tapi setelah berjam-jam, rambutnya mulai mengering, dan Luhan pikir mungkin Sehun baru saja mandi di kamar mandi pribadi di kantornya.

Mungkin Sehun sudah bekerja sebelum rapat, dan dalam tiga puluh menit ketika Luhan menunggu di ruang tunggu, Sehun berada di kamar mandi sambil menyabuni…

See??

Itulah sebabnya kenapa Luhan merasa terganggu. Dan sejujurnya, ini sedikit membuatnya marah. Luhan datang ke kota ini untuk bekerja, membangun dirinya sendiri, memulai hidup. Luhan tak mau menjadi tidak mampu dalam mengendalikan diri disetiap area hidupnya, apalagi dengan pria.

Luhan pernah bermasalah dengan pria, dan ketika ia tiba di LA, Luhan berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengucapkan selamat tinggal pada semua itu untuk waktu yang sangat lama.

Bekerja.

Luhan berada di sini untuk bekerja. Ia terus berusaha untuk meyakinkan diri sendiri, mengulanginya seperti mantra terus dan terus dan berulang-ulang…

"Bagaimana pendapat Anda, Nona Xi?"

Ini akan menjadi cukup buruk jika kata-kata itu keluar dari mulut Junmyeon. Tapi itu keluar dari mulut Sehun, Luhan duduk disebelah bosnya dan diseberang seorang produser Hollywood, tertangkap basah karena Luhan melamun.

Luhan sudah menatap ke arah Sehun, memindahkan pandangannya dari bibir ke matanya. Luhan langsung melihat bahwa matanya campuran antara biru terang dan abu-abu, tapi kali ini Luhan melihat bahwa satu alisnya dinaikkan untuk menekankan pertanyaan yang ditujukannya padanya.

Tanpa ragu Luhan berkata, "Dengan segala hormat, Tuan Oh, saya menghargai di minta untuk memberikan masukan, tapi Tuan Kim adalah ahlinya di sini."

Kata Luhan dengan senyum dan menatap sekilas ke arah Junmyeon.

Untungnya, Junmyeon mengerti isyarat Luhan dan langsung memberikan argumen untuk mendukung klien mereka.

Beberapa kali Sehun melirik padanya, Luhan khawatir bahwa dia bisa melihat apa yang ia pikirkan.

Ketika rapat usai, Sehun bangkit dan menghampiri Junmyeon, Sehun menjabat tangannya dan menempatkan tangan yang lainnya di belakang lengan Junmyeon.

Luhan belajar di mata kuliah psikologi bahwa itu adalah sikap yang menunjukkan kekuasaan dan dominasi. Luhan tak terkejut, itu sudah biasa di Hollywood.

Sehun menatap Luhan, "Nona Xi, senang bertemu dengan Anda."

"Terima kasih Tuan Oh."

Luhan menerima uluran jabat tangannya, "Panggil aku Sehun."

Tangannya besar dan kuat, dan jabat tangannya hangat. Jika Luhan ingin sedikit melodramatis, ada aliran listrik kecil yang berlompatan dari tangan mereka. Tapi itu tidak terjadi, kehangatan jabat tangannya sudah cukup mendebarkan.

"Baik Sehun, panggil aku Luhan."

Sehun tersenyum, "Luhan"

Dan mereka semua pun berbalik menuju pintu.

Junmyeon pergi duluan menuju ke ruang tunggu, di mana dia dengan cepat langsung bercakap-cakap dengan sekretaris Sehun,

"Sepertinya kita hampir setiap hari berbicara di telepon…"

Percakapan mereka meredup ketika Luhan merasa tangan Sehun dipunggungnya. Sehun membungkuk dibahunya, mulutnya dekat ditelinga Luhan.

"Cara mengelak yang bagus, tadi."

Luhan menoleh, "Apa maksudmu?"

"Ketika aku bertanya, apa yang kau pikirkan Luhan, kau menanganinya dengan sangat bagus."

"Aku tidak—"

Luhan akan mulai berbohong tapi Sehun langsung menyelanya.

"Tidak apa-apa." Sehun tertawa. "Aku sedang menggodamu. Lain waktu kita akan bicara, segera, aku yakin itu."

Luhan merasakan aliran darah mengalir deras ke mukanya. Bagus, merona dalam suasana profesional.

Junmyeon menemui mereka lagi, dan sekali lagi berterima kasih kepada Sehun, Luhan tidak pernah sesenang itu ketika akhirnya mereka dalam perjalanan pulang.

.

.

.

Perjalanan kembali dari studio ke kantor sangat singkat, dan ketika menyetir, Junmyeon selalu mengatakan bahwa rapat berjalan dengan lancar, dan artis mereka, Jung Soojung, sudah hampir bisa dipastikan akan mendapat peran, dan itu adalah hal yang besar bagi agensi mereka.

Ketika lampu merah, Junmyeon menatap Luhan.

"Ngomong-ngomong, kau melakukan hal yang sangat bagus tadi. Aku sangat menghargainya."

"Apa itu?"

"Caramu memperlakukanku, maksudku, kau sudah cukup paham dalam masalah ini dan bisa berkomentar, kalau tidak, aku tidak akan mengajakmu sama sekali, tapi… baiklah terima kasih."

"Sama-sama."

Luhan sedikit khawatir Junmyeon mengetahui alasannya yang sebenarnya, Sehun yakin untuk memilih bertanya pada Luhan. Tapi Junmyeon berpikir Luhan hanya asisten yang baik, yang membiarkan bosnya untuk menangani semuanya.

.

.

.

Sisa hari berjalan dengan baik, meskipun banyak dihabiskan dengan memikirkan tentang Sehun. Luhan yakin, ia tidak pernah melihat contoh yang sempurna.

Luhan tak habis pikir, Sehun harusnya menjadi bintang film daripada menjadi orang di belakang layar.

Kenapa? Apa Sehun pernah berakting dan tidak menyukainya? Atau gagal?

Menjelang sore, Luhan akhirnya menggoogle nama Sehun menggunakan telepon genggam. ia merasa sedikit paranoid akan tertangkap basah ketika melakukan penelitian tentang dirinya setelah rapat, yang seharusnya Luhan lakukan sebelumnya.

Luhan menscroll ke bawah, di bagian daftar kreditnya: tiga judul film sebagai penulis, sembilan judul film sebagai produser. Tak ada akting atau sutradara.

Luhan sudah kagum padanya pada saat rapat berlangsung, dan semakin kagum, ketika mengetahui bahwa dia menulis salah satu film favoritnya, dan pernah di nominasikan untuk mendapatkan Oscar.

Whoa.

Pria ini adalah orang besar dari yang Luhan kira, dan ia tiba-tiba merasa bodoh karena tidak mengetahuinya. Meskipun Junmyeon tidak menjelaskan, tapi dia sudah mengatakan bahwa ini adalah pertemuan terpentingnya yang Junmyeon dapatkan sepanjang tahun ini.

Luhan scroll ke atas, dan melihat tanggal lahirnya. Sehun baru 29 tahun. Dan sangat tidak biasa, meraih kesuksesan di level diumurnya yang masih muda. Dia terlihat santai, ramah, tidak sombong dan tidak menutup diri. Terutama dengan komentarnya yang melegakan hati, ketika Luhan meninggalkan kantornya.

Pada akhirnya Luhan benar-benar terpesona dengan Oh Sehun, dan ia tak tahu berapa banyak kenikmatan dan rasa sakit yang akan Luhan rasakan di beberapa bulan ke depan.

.

.

.

Luhan meninggalkan kantor dengan gugup, bukan hanya gara-gara Sehun, tapi juga karena ia masih baru dengan pekerjaannya di Hollywood, dan Luhan adalah bagian utama dari apa yang bisa menjadi masalah besar dengan bintang pendatang baru dan sebuah film blockbuster.

Untuk mengurangi kecemasannya, Luhan membuka tutup Volkswagen Beetle barunya, dan membiarkan udara California menerpa rambutnya ketika Luhan menyetir pulang.

Ketika sampai di rumah, Luhan membuka pintu dan menemukan Baekhyun sedang mengangkangi seorang pria di sofa.

Byun Baekhyun dua tahun lebih tua darinya, dan sudah tinggal di California selama tiga tahun. Dia adalah teman kakak Luhan -Kyungsoo, dan benar-benar sudah seperti saudara.

Baekhyun adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu seluruh kebenaran tentang mengapa Luhan ingin melarikan diri dari Ohio.

Apa yang orang-orang tidak ketahui adalah pada saat tingkat terakhirnya di Ohio State, Kris sudah berselingkuh dengan lebih dari 3 wanita. Itu saja alasan Luhan untuk mencampakkannya, tapi ada hal penting yang tidak ia ceritakan, sekalipun kepada orang tuanya. Satu-satunya orang yang tahu hanyalah Kyungsoo dan Baekhyun.

Baekhyun datang ke Hollywood untuk mengejar mimpinya sebagai artis, tapi seperti kebanyakan, Baekhyun akhirnya menjadi seorang waitress sambil menunggu dia di temukan oleh seorang pencari bakat.

Yang membuat Luhan kagum, Baekhyun tidak pernah memintanya untuk melakukan sesuatu dan meminta Junmyeon untuk menawarinya pekerjaan. Baekhyun bertekad untuk melakukan usahanya sendiri.

Ketika Baekhyun mendengar pintu terbuka, dia menoleh,

"Oh, hey."

Baekhyun tidak beringsut dari pria itu. Mereka berdua berpakaian, dan Luhan merasa tidak enak, karena ia masuk pada saat mereka baru saja memulai.

Tentu saja Baekhyun bisa melakukannya di kamar, tapi ini adalah kondo miliknya, jadi Luhan tidak bisa mengeluh.

"Hey, maaf." Luhan berbalik dan menutup pintu.

"Jangan khawatir."

Luhan berbalik dan berjalan melalui ruang tamu dan kamar tidur, tetapi Baekhyun menghentikannya.

"Ini Chanyeol." kata Baekhyun menatap Luhan kemudian menatap Chanyeol.

Luhan tersenyum, "Hai."

Luhan kembali menatap Baekhyun, yang menyandarkan kepalanya di bahu Chanyeol, sambil tetap mengangkanginya.

"Aku akan ke kamarku."

Baekhyun bangkit meninggalkan Chanyeol,

"Tidak apa-apa, kami sedang memikirkan apa yang akan kami lakukan untuk makan malam. Ada ide?" tanya Baekhyun.

"Kau libur malam ini?"

"Oh, ya. Mereka memiliki banyak acara untuk di jadwalkan dan bertanya apakah aku ingin liburan."

Hal itu terjadi setidaknya lima kali dalam tiga minggu sejak Luhan tiba di LA. Luhan bertanya-tanya kenapa Baekhyun mampu membiayai hidupnya meski sering libur, tapi itu bukan urusannya.

Chanyeol sedikitpun tidak memperhatikan percakapan mereka, Matanya tertuju ke arah Baekhyun, terutama ke payudaranya, yang kelihatan berusaha keluar dari baju Baekhyun yang ketat, Luhan merasa bahwa Chanyeol benar-benar tidak peduli dengan rencana makan malam pada saat itu.

Akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam di Little Sushi.

Sayangnya Chanyeol ikut bergabung bersama mereka. Luhan ingin bercerita semua tentang Sehun kepada Baekhyun, tapi Luhan tak ingin Chanyeol ikut mendengarnya.

Sesudah makan malam, Baekhyun berkata akan pergi ke tempat Chanyeol, dan mungkin akan pulang larut malam.

.

.

.

Dalam perjalanan pulang, Luhan berpikir apa yang akan ia lakukan malam ini. Luhan bisa saja menelepon Kyungsoo, tapi terlalu cepat untuk bercerita tentang Sehun pada kakaknya itu.

Luhan menghabiskan malam dengan menonton beberapa film karya Sehun di Netflix, dan bertanya-tanya kapan ia berjumpa dengannya lagi.

.

.

.

Minggu depannya, Luhan tidak melihat Sehun, ia bicara sekali dengannya, ketika Junmyeon memintanya untuk menghubungkan dirinya dengan Sehun ditelepon.

Satu malam, sesudah makan dan minum lebih dari segelas anggur, Luhan bercerita kepada Baekhyun tentang pertemuannya dengan Sehun.

"Oh Sehun?"

"Ya."

"Siapa dia?"

Luhan tertawa, "Aku tak tahu siapa dia sebelumnya, sampai aku mencari tahu. Dan ini terjadi setelah aku bertemu dengannya,"

Luhan menceritakan semuanya tentang rapat itu.

"Oh, ya aku tahu filmnya, ya ampun, aku hanya tidak tahu namanya."

Mayoritas seperti itu. Menurut Junmyeon, dan dikonfirmasi oleh pengalaman Luhan sendiri, orang jarang tahu penulis dan produser, kecuali untuk beberapa nama besar.

"Dan," Luhan berkata, "Bagian terburuknya adalah, dia sangat tampan dan seksi."

"Kenapa itu menjadi bagian terburuknya?"

"Karena, aku harus bekerja dengannya dan aku tidak bisa fokus ketika dia ada didekatku atau ketika dia ada di telepon."

Baekhyun meneguk minumannya dan menggelengkan kepalanya.

"Kau di Hollywood, sayang. Bersiaplah untuk terpesona oleh banyak orang yang seperti itu."

.

.

.

Baekhyun menelepon ke kantor pada hari jumat sore.

"Ayo ke Vegas!"

"Apa? kapan?"

"Akhir pekan ini."

Luhan tidak siap untuk bepergian ke mana pun, apalagi ke Vegas,

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Ini Vegas, sayang! Kita tidak butuh alasan apapun. Tapi jika kau membutuhkan alasan, ini bagus untuk merayakan sebulan pertamamu bekerja pada the biz."

Baekhyun adalah satu-satunya orang yang Luhan kenal yang menyebut dunia hiburan dengan "The Biz." Luhan melihat jam di komputernya—4:16.

"Kedengarannya bagus, pertama-tama kupikir aku tak punya pakaian khusus ke Vegas, dan—"

"Oke, kau mencari-cari alasan untuk tidak pergi, tapi kau akan pergi."

"Kata siapa?"

Suaranya menggema, seperti pada saat dia berjalan ke kamar mandi.

"Kataku. Ayolah ini hanya dua hari. Percayalah, kau tak akan menyesalinya."

Hening, akhirnya Luhan memikirkan sesuatu.

"Siapa saja yang pergi?"

"Hanya kau dan aku."

Luhan senang, ketika mendengar Chanyeol tidak ikut. Ada sesuatu pada laki-laki itu yang tidak Luhan sukai, seperti cara dia menatap Baekhyun, cara dia menatapnya, ketika Baekhyun meninggalkan kamar.

Chanyeol tak banyak bicara. Tapi dia suka menatap dalam-dalam, itu sangat mengganggu, Luhan tak tahu, apa yang Baekhyun lihat pada diri Chanyeol, dan Luhan tak akan bertanya, itu bukan urusannya.

Baekhyun semakin membujuknya.

"Aku akan membayar biaya bensin dan semua hal lainnya, serahkan padaku."

"Kau tak perlu melakukan itu."

"Aku tahu aku tak perlu. Tapi aku mau."

"Baiklah," kata Luhan. "Kapan kau ingin pergi?"

.

.

.

Pada pukul sembilan malam, mereka sudah menyetir dua jam dari sekitar empat jam perjalanan menuju Vegas. Cuacanya bagus, dan sedikit macet, meskipun mereka terjebak di belakang sebuah RV di suatu tempat di Nevada yang memperlambat perjalanan mereka.

"Bagaimana kabar Kyungsoo?" Baekhyun bertanya.

Ini membuat Luhan sadar, ia sudah tidak berbicara dengannya sekitar seminggu, suatu rekor bagi mereka. Luhan sangat sibuk dan tidak sempat meneleponnya. Dan tentu saja, Kyungsoo juga tidak menelepon Luhan, jadi ia tidak merasa bersalah. Dua jalan yang berbeda, hanya itu.

"Kukira dia baik-baik saja," jawab Luhan.

"Kau kira?"

Luhan menjelaskan bagaimana ia tidak menelepon Kyungsoo akhir-akhir ini. Baekhyun mengecilkan suara stereo.

"Kupikir dia akan suka di sini."

"Ha, aku meragukan itu."

"Aku tahu, maksudku, jika dia diberikan kesempatan, jika dia diberi sedikit kesempatan."

"Ya."

Apa yang coba Baekhyun katakan adalah, Kyungsoo telah mengambil rute yang sama dengan ibu Luhan, menikah muda, punya anak dua, dan menjadi ibu rumah tangga, tak ada ambisi lain di luar hal-hal itu. Jujur, Luhan menghormati itu.

Luhan hanya berharap Kyungsoo bisa melihat dunia sebelum dia menikah. Kyungsoo hanya dua tahun lebih tua dari Luhan, tapi dia bertindak seperti berumur tiga puluh tahun.

"Oh, well," Baekhyun berkata. "Dia yang rugi."

"Ya."

Percakapan itu tidak akan semakin jauh bahkan jika Luhan berusaha menghentikannya, karena tak lama kemudian mereka melihat lampu-lampu Vegas dan orang-orang seperti memberi isyarat untuk datang ke sana. Luhan sangat gembira.

.

.

.

Mereka tiba di hotel, menyerahkan kunci mobil ke valet, dan masuk ke dalam, yang hanya bisa Luhan gambarkan sebagai sensory overload.

Cahaya, musik, denting mesin permainan, berdengung, bersenandung dan berdering. Orang di mana-mana. Orang-orang yang terlihat sedih. Orang-orang yang mencari kegembiraan. Orang-orang tampak seperti kesurupan. Luhan pasti bagian dari kelompok terakhir.

Mereka langsung ke kamar, menyegarkan diri, dan berpakaian untuk malam pertama di Vegas. Luhan punya gaun hitam favoritnya, heels hitam, anting bulat dari perak, dan kalung perak dengan liontin anggrek Gehry—hadiah dari ibunya.

"Aku tidak terlihat seperti pelacur, kan?" kata Baekhyun.

Luhan menjulurkan kepalanya keluar dari kamar mandi, sambil memakai anting-anting.

"Tentu saja tidak, kau terlihat seksi."

Luhan melihat dirinya lagi di cermin. Ia benar-benar merasa agak seksi.

Mereka turun ke kasino pada tengah malam. Ini sudah menjadi lebih sibuk dalam waktu yang relatif singkat ketika mereka berada di lantai atas.

"Ini adalah ketika Vegas benar-benar akan di mulai," kata Baekhyun pada Luhan saat mereka keluar lift.

Sementara Baekhyun bersikeras membayar semuanya, Luhan tidak akan membiarkan dia memberinya uang untuk berjudi. Luhan menghargai Baekhyun membayar tagihan untuk tempat mereka menginap tapi tidak untuk berjudi.

Luhan hanya minum tiga gelas anggur dan melihat orang-orang, dan pada akhirnya memang sangat menarik hiburan di tempat seperti Las Vegas.

Orang terakhir yang Luhan ingin lihat adalah Sehun, tapi dia di sana, berdiri di dekat meja permainan craps, terlihat menakjubkan, tentu saja.

Wajahnya halus, dan Sehun mengenakan celana panjang hitam, blazer hitam, dan kemeja biru, tanpa dasi. Sehun tampak lebih tinggi. Mungkin itu hanya kontras frame yang kuat di samping setengah lusin atau lebih orang-orang. Dan wanita.

Siapa yang bisa melupakan wanita? Mereka semua pirang, dan mereka semua tergantung pada dirinya di antara guliran dadu.

Luhan memikirkan kembali pertanyaan Baekhyun apakah dia tampak seperti pelacur, Luhan tidak perlu khawatir. Wanita-wanita ini tampak lebih dari pelacur. Mungkin itulah mereka. Perkiraan Luhan tentang Sehun tiba-tiba jatuh sedikit.

Luhan berdiri di sana mungkin selama lima menit, menonton, dan kemudian Baekhyun muncul di sampingnya.

"Sialan blackjack. Ini curang!"

Tanpa berhenti menatap Sehun, Luhan berkata,

"Kalah besar, ya?"

"Yup. Aku biasanya lebih baik di… apa yang kau lihat?"

"Bukan apa," kata Luhan. "Siapa."

"Oke. Siapa."

Baekhyun berbalik untuk berdiri di sampingnya dan melihat ke arah yang Luhan tunjuk.

"Dia hot."

"Sudah kubilang. Itulah Oh Sehun."

Baekhyun memegang gelas anggur miring di mulutnya.

"Oh, wow."

"Ya. Wow saja tidaklah cukup."

"Lihatlah pelacur-pelacur tak tahu malu itu di sekelilingnya."

Sekarang, sudah cukup banyak yang Luhan lihat. Beberapa dari mereka tampaknya melangkah terlalu jauh hingga sepertinya akan menjatuhkan gaun mereka di sana di kasino terbuka dan membiarkan Sehun melakukan apapun pada mereka.

"Mari kita pergi ke tempat lain," kata Luhan.

Baekhyun mulai mengatakan sesuatu tentang permainan yang di sebut Keno ketika Luhan melihat Sehun sekali lagi. Seharusnya tidak ia lakukan. Dan Luhan tidak akan bertatapan dengannya, dan Sehun tidak akan melambaikan tangan ke arahnya.

"Oh, tidak," kata Luhan pelan.

"Itu tidak harus permainan Keno. Kita bisa menemukan—"

"Tidak," kata Luhan. "Dia melihatku."

Baekhyun memandang ke seberang ke arah Sehun.

"Dia memanggilmu ke sana."

Luhan tahu ia seharusnya datang. mereka memiliki bisnis dengannya dan mengabaikan Sehun bukan keputusan bisnis yang cerdas.

Banyak yang tergantung dengan keputusannya mengenai apakah Soojung akan mendapatkan peran atau tidak.

"Pergilah!" Baekhyun mendorong Luhan. "Aku ingin melihat tampang wanita-wanita itu ketika kau sampai di sana."

Luhan menatapnya. "Terima kasih banyak."

Baekhyun tersenyum dan berkata, "Kau selalu dapat mengandalkanku untuk memberi dukungan."

.

.

.

Saat Luhan mulai berjalan menuju Sehun, itu seperti seseorang telah menurunkan volume suara seisi kasino. Mata Luhan tertuju pada dirinya. Itu adalah pengalaman pertamanya.

Luhan melalui kerumunan wanita di sekelilingnya. Mereka enggan untuk memberikannya jalan sampai Sehun mengulurkan tangannya dan Luhan mengulurkan tangan untuk meraihnya.

"Halo, Luhan."

"Tuan Sehun. Eh maksudku, hai, Sehun. Maaf. Kau mengatakan kepadaku untuk tidak memanggil Tuan Oh, dan aku…"

Ya Tuhan, betapa memalukannya. Luhan terdengar begitu bodoh, bahkan tidak menyelesaikan kalimatnya. Luhan memutuskan untuk diam.

"Sebenarnya, aku lebih senang di panggil Tuan Sehun."

Luhan menghargai humornya. Ini membuatnya nyaman sedikit.

"Apa yang kau minum?"

"Anggur. Chardonnay."

Sehun melambai ke pelayan dan menyuruhnya untuk membawa Chardonnay.

"Dan satu White Russian untukku."

Pelayan berkata, "Ya, Sir,"

Dan ketika dia berjalan pergi, Sehun berbalik kearahnya.

"Terima kasih," kata Luhan.

"Kau tahu tentang permainan craps?"

Luhan menatap meja yang membingungkan, kemudian naik ke bandar. Ia tak pernah bermain craps dan tidak mungkin akan tahu caranya dalam dua detik.

"Aku akan menganggap itu sebagai jawaban tidak," kata Sehun.

"Kau benar."

"Tidak masalah." Sehun ke meja dan mengambil dadu. "Lagipula, Kau di sini hanya menjadi keberuntunganku."

"Aku tidak yakin aku tipe keberuntungan yang kau inginkan."

Sehun menatapnya dari atas dan ke bawah, kemudian naik lagi.

"Kurasa kau persis seperti apa yang kuinginkan."

Wajah Luhan memerah. Ia merasa panas menjalar mulai dari dadanya dan naik sampai ke leher. Apa yang Luhan butuhkan setelah mendengar itu adalah segelas air dingin. Tidak untuk di minum, tapi untuk menyiram wajahnya dan membangunkannya.

Pelayan kembali dengan minuman mereka. Sehun menaruh uang seratus dolar pada nampan dan mengucapkan terima kasih. Sehun menyodorkan segelas anggur, mengangkat gelas White Russian-nya dan berkata,

"Untuk Vegas."

Mereka mendentingkan gelas bersama-sama, dan saat Luhan menyesap anggur ia membiarkan matanya berkeliaran di kerumunan di sekitar mereka.

Para wanita pasti tidak menyukai apa yang mereka lihat. Luhan membayangkan beberapa dari mereka telah menghabiskan beberapa jam menempel padanya seperti perban, dan di sini Luhan, seorang gadis yang bagi mereka tampaknya datang entah dari mana, dan sekarang adalah obyek rayuan Sehun. Merayu dengan intens. Mungkin lebih dari itu…

Sehun mengangkat genggaman tangannya di antara wajah mereka dan membuka jari-jarinya, menunjukkan dadunya.

"Tiuplah."

Alis di dahi Luhan terangkat. Tidak perlu pikiran kotor untuk paham dengan segala macam interpretasi cabul tentang kata-katanya, tapi itu bukan maksud kata-katanya. Itu adalah apa yang Sehun katakan.

Ada nada memerintah, yang disampaikan dengan resonansi mendalam dari suaranya yang sangat jantan.

"Ayo lakukan," desaknya saat Luhan ragu-ragu.

Sehun mengangkat tangannya dekat ke wajah Luhan. Luhan menarik napas tajam, kemudian meniup dadu, dan sepersekian detik kemudian Sehun meluncurkannya ke atas meja. Ketika dadu itu akhirnya berhenti, Luhan melihat bahwa masing-masing telah mendarat pada angka dua.

"Hard way four." bandar berkata, dan meraup dadu.

Orang-orang di sekitar mereka bersorak. Sehun menatapnya.

"Kerja yang bagus."

"Itu bagus, kukira."

.

.

.

Selama lima belas menit berikutnya, Sehun mencoba menjelaskan permainan itu pada Luhan. Luhan hanya paham sangat sedikit. Tapi Sehun sangat baik.

Pada saat Luhan berdiri di sampingnya, dia telah memenangkan lima puluh ribu dolar. Itu hanya salah satu aspek tambahan pada malam itu yang membuat kepala Luhan berputar.

Baekhyun telah berada di kerumunan, dan ketika mereka berhenti bermain Luhan memperkenalkannya kepada Sehun.

"Baekhyun, senang bertemu dengan Anda. Oh sehun."

Baekhyun tersenyum ketika mereka berjabat tangan.

"Saya adalah penggemar dari karya Anda."

"Terima kasih."

Ini adalah bagian di mana Luhan pikir Baekhyun akan memberi isyarat halus—atau mungkin tidak begitu halus—petunjuk bahwa Baekhyun adalah seorang aktris, tapi itu tidak Baekhyun lakukan.

Jadi Luhan yang melakukannya. Tapi Baekhyun menghentikannya.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua," kata Baekhyun tiba-tiba. "Tuan Oh, senang rasanya bertemu dengan Anda."

Ketika Sehun menatapnya, Luhan melihat Baekhyun benar-benar tidak nyaman.

"Aku akan menunggu di kamar. Atau… terserah. Selamat bersenang-senang!"

Dan dengan itu, Baekhyun pergi ke tempat lain di kasino, meninggalkan Luhan berdiri bersama Sehun, bertanya-tanya apa yang harus Luhan lakukan sekarang.

.

.

.

tobe continue

.

.

.

29 Desember 2017

haaaiiiii, semoga gak bosen yaa ketemu lagi ama akuuu hahahaa mumpung lagi gak sibuk nii

kali ini aku bawa fade series buat kalian, perjalanan cinta sepasang adam dan hawa yang panas sepanas matahari jam 12 siang wkkk

mungkin diantara kalian udah ada yg baca serian ini, dan aku sukaaaa, bener2 bikin ser seran ama kisah cinta mereka, dan bagian... bikin ketar ketir bacanya.

dan ini kisah cinta yaaa guys, inget CINTA. cuman ada sehun ama luhan yang berbagi kasih. gak ada konflik yg berat. sebenernya ini cerita gak cuman tentang sex, tapi mengajarkan kita harus saling sayang, percaya, setia, menghargai, dan melindungi pasangan kita hahahahha semoga aja kalian gak bosen yaa.

see yaaaa