"Aku sangat menyukaimu! Tolong kali ini, terimalah aku! Jadilah pacarku!"
Permata biru gadis berambut pirang madu itu terbelalak untuk kesekian kalinya mendapatkan pernyataan cinta dari pemuda doppleganger di hadapannya ini.
"Aku tidak mau jadi pacarmu!"
Kagamine Len, 17 tahun, pernyataan cintanya yang ke-92 berakhir kandas dengan penolakan yang super sadis.
ooo
Suki x Kirai
A Vocaloid Fanfiction
Desclaimer : Vocaloid bukan milik saya
Rated : T
Genre : Romance, Drama.
Main Chara : Kagamine Len, Kagamine Rin, Shion Kaito, Hatsune Miku.
Based on Vocaloid song : Suki Kirai by Kagamine Twins
*Fic ini ditulis hanya untuk hiburan semata.*
Selamat membaca~
ooo
Chapter 1 : Tidak Peka!
Namanya Rin Caroline, putri tunggal dari pasangan Leon Caroline dan Lily Caroline. Gadis blasteran Jepang-Belanda, berusia 17 tahun, duduk di kelas 3A SMA Crypton. Memiliki paras yang imut, rambut pirang madu yang indah, manik biru langit yang besar dan bulat, pipi chubby yang menggemaskan, dan tubuh lolita. Populer di sekolah, jenius dan selalu menjadi juara kelas, jago bahasa asing—terutama bahasa Belanda yang merupakan bahasa ibunya—jago melukis, memiliki suara indah yang imut bak malaikat, dan yang terakhir, jago main biola. Dia adalah sosok gadis yang hampir sempurna, kalau saja bukan karena satu hal. Dia nyebelin dan rada nggak peka.
Disinilah dia, di kamar megah bak milik seorang putri raja, bernuansakan warna pink, dengan berbagai boneka dan benda-benda feminim bertaburan di kamarnya. Berada di atas ranjang queen size-nya dengan posisi tengkurap memeluk guling, menyembunyikan wajahnya yang memerah bak kepiting rebus. Beberapa sumpah serapah yang seharusnya tidak pantas didengar keluar dari bibir mungil gadis itu.
"Dasar Len payah! Len mony*t! Len anj***! Kenapa sih dia nggak nyerah juga mengganggu hidupku! Padahal aku sudah menolaknya berkali-kali. Bahkan dengan kata-kata kasar. Tapi, dia masih saja merengek memintaku menerima cintanya. Dia manusia bukan sih? Kenapa dia masih bisa tahan padahal sudah diperlakukan seperti itu?"
Rin terus menggerutu sambil sesekali memukuli gulingnya yang tak bersalah. Hah, nyebelin. Begitulah, perasaannya terus dongkol dan wajahnya terus-terusan tertekuk akibat kejadian tadi pagi. Iya, tadi pagi. Saat upacara tiap hari senin akan dilaksanakan, tiba-tiba saja, pemuda bersurai pirang madu dan bermata sama sepertinya datang ke kelasnya dan menyatakan cinta kepada Rin di depan kelasnya. Tentu saja, Rin malu berat karena kejadian itu disaksikan oleh seluruh teman sekelasnya, ditambah beberapa siswa dari kelas lain. Apalagi ini bukan yang pertama kalinya. Kalau Rin mengingat kejadian itu lagi, rasanya Rin ingin membunuh pemuda itu sekarang juga. Rin marah. Rin benci. Ia sangat membenci pemuda yang terus mengganggunya setiap hari.
Rin menatap diary-nya yang tergeletak di atas meja sebelah tempat tidurnya dan menyambarnya dengan kasar. Ia membolak-balikan halaman diary tersebut hingga berhenti di satu halaman yang setengah kosong.
Penolakan ke-92. Tertulis dengan jelas di buku diary-nya. Ini sudah yang ke-92 kalinya pemuda itu menyatakan cinta kepada Rin dan Rin menolaknya. Apa setelah sebanyak ini, pemuda itu masih tidak mau menyerah?
Rin tidak mengerti kenapa pemuda itu bersikeras sekali ingin menjadi pacar Rin. Ia tidak mengerti kenapa pemuda itu sangat menyukainya. Padahal pemuda itu tau, Rin sangat membencinya. Tapi, kenapa dia tidak menyerah juga?
Rin pasrah. Ia menjatuhkan kepalanya ke atas bantal empuk miliknya. Matanya mulai berkaca-kaca. Rin tidak tahan. Rin benar-benar dongkol. Ingin sekali dia menangis sekarang.
"Disaat seperti ini, aku butuh dia disampingku," batin Rin. Ia kembali teringat dengan sosok yang selalu membuatnya hangat selama ini.
TOK! TOK! TOK!
Pintu kamar Rin diketuk dari luar. Buru-buru Rin mengusap matanya yang hampir mengeluarkan cairan bening itu.
"Rin, apa kamu di dalam? Kaito sedang menunggumu di ruang tamu."
Itu suara Lily, ibunya Rin. Mendegar nama Kaito yang disebutkan ibunya, wajah Rin langsung berubah sumringah.
"Suruh masuk ke kamarku aja, Ma," teriak Rin dari dalam kamar. Tak perlu menunggu waktu lama, seorang pemuda bersurai sebiru samudera membuka pintu kamarnya. Ia menatap Rin lembut dengan kedua saphire blue-nya, lalu tersenyum. Manis sekali.
"Hai, Rin. Nggak apa-apa nih kalau aku masuk?" tanya pemuda itu sopan.
"Apa sih, kamu ini? Kamu kan udah sering main ke kamarku. Jangan canggung gitu," jawab Rin. Pemuda itu tertawa.
"Hahaha, iya. Kamu benar juga," pemuda itu melangkah masuk lalu duduk di atas karpet yang menutupi lantai dingin di kamar Rin. Rin ikut turun dari ranjang dan duduk di hadapan Kaito.
"Nih, aku bawain kamu kue stroberi sama jus jeruk kesukaanmu. Masih hangat dan segar," ujar Kaito sambil mengeluarkan makanan yang dimaksud dari dalam tas kertas yang dibawanya sejak tadi.
"Um, terima kasih," Rin tersenyum, manis sekali. Selagi Kaito mengeluarkan kue dan jus jeruk dari tas tersebut, Rin tak henti-hetinya memandangi pemuda itu. Ah, wajah itu. Wajah tampan yang selalu tersenyum hangat. Wajah yang selalu ceria. Wajah yang Rin sukai.
Shion Kaito adalah nama lengkap pemuda itu. Seumuran dengan Rin, namun punya tubuh yang tinggi dan atletis. Terlahir dengan wajah super tampan dan aura seorang pangeran. Punya kharisma yang khas dan misterius, populer di sekolah karena jenius—dia orang terjenius pertama seantero sekolah, dengan Rin di posisi kedua—berbakat dalam bidang olahraga, jago musik, memiliki suara yang lembut saat bernyanyi, dan satu lagi yang paling berpengaruh—dia ketua OSIS.
Kaito itu merupakan sahabat Rin sejak kecil. Saat masih SD, saat Rin masih tinggal di Belanda, ia kedapatan teman baru dari Jepang. Kalau tidak salah saat Rin duduk di kelas 2. Saat itu, Kaito masih imut sekali. Dia masih sangat kecil dan pendek. Tinggi tubuhnya pun hampir sama dengan Rin. Sifatnya juga masih polos, khas sifat anak-anak.
Saat tinggal di Belanda, Keluarga Kaito tinggal di sebelah rumah Rin. Ternyata, perusahaan keluarga Kaito bekerja sama dengan perusahaan milik keluarga Rin, karena itu hubungan keluarga mereka sangatlah dekat. Karena hubungan itu juga, Rin jadi bersahabat dengan Kaito. Kedua orang tua mereka merasa Rin dan Kaito cocok sekali, sehingga mereka berencana untuk menjodohkan Rin dan Kaito setelah mereka dewasa nanti. Karena saat itu Rin dan Kaito masih belum mengerti, mereka senang-senang saja mendengarnya. Mereka tidak tau kalau kedua orang tua mereka serius merencanakannya.
Setelah lulus SD, keluarga Kaito kembali ke Jepang untuk mengurus perusahaan mereka disana. Mau tidak mau, Rin dan Kaito harus berpisah. Saat itu, Rin sedih sekali, namun Kaito tetap tersenyum. Kaito berjanji untuk bertemu lagi dengan Rin suatu hari nanti.
Mereka pun berpisah ketika masuk SMP. Rin tetap melanjutkan SMP-nya di Belanda, sedangkan Kaito melanjutkan di negeri kelahirannya. Namun, hubungan mereka tidak benar-benar terputus. Rin dan Kaito masih sering berbalas e-mail untuk saling bertukar kabar.
Ketika Rin masuk SMA, ayahnya tiba-tiba merencanakan untuk tinggal di Jepang dan membangung perusahaan cabang disana. Betapa senangnya Rin saat mendengarnya. Karena dengan begitu, Rin dapat bertemu lagi dengan Kaito, walaupun harus berpisah dengan kampung halamannya sendiri.
Ketika pindah rumah, Rin tidak menyangka kalau tetangga yang tinggal di sebelah rumahnya adalah Kaito. Rin tidak menyangka pertemuannya dengan Kaito akan secepat itu. Ah, dunia memang sempit. Setelah mengurus kepindahan rumah keluarganya, Rin mendaftarkan dirinya di SMA Crypton—salah satu SMA populer di Jepang—tempat Kaito bersekolah, agar Rin dapat terus bersama-sama dengan Kaito.
Tapi, dia tidak menyangka kalau keputusannya mendaftar di sekolah itu mengarahkan dirinya pada sebuah bencana besar yang dipicu oleh seorang pemuda shota bernama Kagamine Len.
"Nah, sudah siap. Silahkan dimakan, Rin-hime," Kaito menghidangkan kue dan jus yang sejak tadi dipersiapkannya sambil tersenyum sangat manis pada Rin, menyadarkan Rin pada kenangan lamanya bersama Kaito. Rin kembali tersenyum pada Kaito. Ah, senang sekali rasanya jika Kaito memperlakukannya seperti ini, apalagi dengan panggilan hime yang diberikan Kaito yang selalu berhasil membuat Rin seakan terbang.
"Arigatou, Kaito-ouji." Rin mencicip sesuap kue stroberi. Rasa lembut dan manis pun membanjiri mulutnya.
"Ini enak sekali, Ouji!" seru Rin. Kaito tersenyum puas sambil membusungkan dadanya bangga.
"Hehehe, tentu saja. Segala pastry buatan pâtissièreKaito selalu jadi yang terbaik," ujar Kaito sombong. Rin tertawa lepas.
Salah satu dari sekian banyak hal yang Rin sukai dari Kaito adalah masakannya. Yap, Kaito itu jago memasak, walau dia seorang laki-laki. Bakat memasaknya ia dapatkan dari privat dengan ibunya sejak kecil. Ia jago memasak makanan apa saja, terutama makanan manis—mengingat Kaito adalah pecinta makanan manis. Ia jago dalam hal membuat kudapan dengan rasa enak dan penampilan yang sedap dipandang mata. Dialah calon pâtissière berbakat. Sayangnya, Kaito tidak bercita-cita menjadi pâtissière, melainkan ia ingin menjadi dokter. Pâtissière hanyalah cita-cita sampingan jika cita-citanya sebagai dokter tidak terwujud.
Back to story…
Kaito memandang Rin yang sedang memakan kuenya lekat-lekat. Merasa dipandangi terus membuat Rin risih sekaligus malu. Dengan wajah yang sedikit merona, ia menatap Kaito.
"Kenapa Kai, kamu mau kue juga?" tawar Rin. Kaito tersenyum misterus.
"Kamu mau suapin aku?" goda Kaito. Seketika wajah Rin tambah memerah.
"E-eh? Tapi, sendoknya kan cuma satu."
"Nggak papa. Aku mau kok sendok bekas mulut Rin." Sekarang Kaito tersenyum nakal.
"Apaan sih, maksudnya? Dia ini kenapa? Kalau dia makan kue pakai sendok bekas aku, berarti… INDIRET KISS!"
Dan Rin pun perang dengan batinnya sendiri. Kaito tertawa lepas.
"Hahaha, nggak kok. Aku bercanda. Aku udah kenyang, udah banyak makan es krim tadi," ujar Kaito. Rin memandang Kaito sambil cemberut.
"Ah, Rin! Kamu kelamaan sih! Padahal tadi kesempatan yang bagus untuk melakukan indirect kiss!" Rin merutuki dirinya sendiri.
"Oh ya, Rin. Tadi pagi, kamu ditembak lagi ya sama Len? Aku nggak di kelas tadi, jadi aku nggak tau," tanya Kaito. Rin mendelik Kaito tajam. Ah, malas deh. Kenapa Kaito harus bahas topik itu sih? Rin jadi bete lagi, kan?
"Iya, emangnya kenapa?" jawab Rin malas.
"Kamu jawab apa?"
Rin tambah enggan. Ia memutar bola matanya bosan. "Kamu pasti udah tau jawabannya kan?"
"Kamu tolak lagi?" Rin hanya mengangguk karena baginya itu adalah pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab.
"Kenapa?" Rupanya, Kaito masih penasaran.
"Karena aku nggak suka," Rin menjawab dengan simpel bisa sadis. Kalau orangnya ada disini, sudah dipastikan hatinya akan hancur berkeping-keping.
"Kok, kamu jahat sih Rin? Kamu nggak kasihan sama dia?"
Rin kini menatap Kaito dengan tajam. Aneh, kenapa Rin jadi yang salah disini?
"Kamu mau belain dia gitu?" tanya Rin jutek.
"Bukan gitu Rin, jangan ngambek dulu," Kaito serba salah. "Maksudku, kamu itu jangan terlalu kejam sama dia. Kamu inget kan udah berapa kali kamu nolak dia?"
"Hu'um, 92 kali."
"Eh, buset!" Kaito cengo. "N-nah, tuh kan. Udah banyak banget. Seenggaknya kamu coba bicarain baik-baik sama dia. Selama ini kan kamu nolak dia dengan um—kasar," Kaito takut-takut mengatakannya karena Rin kini menatapnya dengan tatapan seakan ingin membunuhnya. "Kalau kamu ngomong baik-baik sama dia, mungkin aja dia bakal ngerti."
Rin menghela napas lelah. "Aku udah pernah coba buat ngomong baik-baik sama dia. Tapi, tetap aja. Nggak ada bedanya. Dia malah nambah maksa aku buat jadi pacar dia," jelas Rin.
Kaito diam memandangi Rin. Tiba-tiba, dia kembali tersenyum. "Kalau begitu, kenapa kamu nggak coba membuka hatimu buat dia?"
"E-eh?" Rin terperanjat. Ia langsung menoleh horror menatap Kaito.
"Kamu belum pernah pacaran kan? Kenapa nggak coba sekali-sekali? Siapa tau Len jadi pacar pertama dan terakhirmu." Setelah mengatakannya, Kaito langsung mendapat Ignite Pass KW dari Rin yang mendadak jago melempar bantal. Rin cemberut. Wajahnya kembali memerah antara malu bercampur kesal.
"Dasar, BaKaito. Aku sebenarnya selama ini ingin pacaran tau. Tapi, aku maunya bukan sama Len. Tapi sama…"
Rin menatap Kaito yang mengelus wajahnya sedikit sakit akibat tertimpa bantal.
"…kamu."
"Eh?" Kaito memang sedikit budeg, tapi ia yakin ia mendengar dengan jelas bahwa Rin menggumamkan sesuatu.
"Kamu ngomong apa Rin?"
Rin langsung kelabakan. "Ng-nggak kok, aku nggak ngomong apa-apa, hehehe." Kaito meresponnya hanya dengan ber'oh ria.
"Oh ya Kaito, sebenarnya selama ini ada yang ingin aku omongin sama kamu," nada Rin berubah serius. Wajah Kaito pun ikutan serius.
"Apa?"
Rin agak deg-degan juga ingin menanyakannya, tapi ia harus. Ia sudah lelah terjebak dengan semua ini. "Selama ini, kamu nganggep aku itu apa?"
Dan Kaito melongo bodoh. "Hah?"
"M-maksudku, kenapa kamu selama ini selalu baik sama aku? Perhatian juga, kamu selalu mempedulikanku—"
Kaito tiba-tiba saja tersenyum sangat lembut. "Tentu saja kan, karena kamu udah seperti…"
Kaito menggantungkan kalimatnya dengan dramatis. Rin tambah doki-doki menunggunya. Ingin sekali ia mendengar jawaban seperti "Tuan putrik," atau apalah itu yang penting romantis. Jika Kaito benar-benar mengatakannya, maka Rin akan meminta Papa dan Mamanya beserta kedua orang tua Kaito untuk mempercepat pesta pertunangan mereka. Namun, jawaban seperti itu tidak akan pernah Rin terima. Karena—
"…adik kandungku."
—selama ini Rin terjebak dalam kakak-adik zone. Dan Rin sukse menjedukkan kepalanya ke lantai terdekat.
Kaito tertawa, entah apa yang lucu. Rin merutukinya dalam hati. Dasar nggak peka! Iya, sama kayak kamu, Rin.
"Rin, jalan-jalan yuk. Kita ke mall atau ke game center. Atau kemana kek, asalkan kita bisa main. Asalkan kita nggak bosan dan kamu nggak cemberut lagi," ajak Kaito.
Rin menatap Kaito yang kini nyengir lebar nggak jelas. Sebuah senyum yang sempat hilang kembali terlukiskan di wajah imut milik Rin.
"Ok, tapi kamu yang traktir ya."
"Hah~ iya iya, terserah kamu saja."
Kaito memang tidak peka, tapi setidaknya dia selalu punya banyak cara untuk menghibur dan membuat Rin tersenyum kembali.
Bersambung…
Hah! Dari kemaren aku lagi gila bikin fic vocaloid, padahal masih banyak fic yang numpuk. Ya udahlah gak papa. Oh ya, fic ini sebenarnya udah lama di otak, tapi tadinya bukan buat fandom ini. Tapi, aku ingin ikut meramaikan fandom ini dengan karyaku yang abal ini! XD
Soal pairnya sendiri, kalian pasti udah bisa nebak. Pokoknya, keempat chara utamanya adalah vocaloid yang paling ku favoritkan!
Ok, chapter ini sebenarnya cuma prolog jadi yang hadir baru Kaito sama Rin, dengan Len yang jadi cameo. Chapter depan, Len dan Miku akan hadir untuk menghibur kalian. Karena itu, sampai jumpa di chapter selanjutnya ya!
