Title : Yakusoku yo
Author : DaisyDaisuki
Chapter : Prolog/?
Pairing : Rui x Yuuto (Main), Kazuki x Yuuto (slight)
Fandom: ScReW
Petir menyambar tiada henti, hujan turun membasahi bumi. Langit seolah baru saja patah hati. Murka, sedih, dan perasaan-perasaan melankolis yang terkadang rasanya menyebalkan untuk dimiliki. Tetapi tetap saja untuk ukuran manusia, tidak memiliki perasaan hanya akan membuat hidup seperti telur tanpa garam (?). Datar, hambar, dan cenderung tidak enak.
Di sebuah kamar kecil berbau melon, duduk seorang anak laki-laki berambut cokelat gelap. Ia meringkuk, menutupi telinga dengan kedua tangan kecilnya. Ketika suara petir kembali menggelegar, tubuh ringkih itu tersentak, kemudian bergetar.
'CKREK'
Pintu terbuka, menampakkan sosok pemuda mungil berpakaian ala gadis lolita, lengkap dengan rambut hitam sebahu-nya.
"Yuuchan?" panggilnya pelan.
Yang dipanggil 'Yuuchan' tersentak. Dan dengan langkah 'heboh' ia mendekati sepupu kesayangannya itu. Yuuchan menubruknya hingga jatuh sambil memeluknya seerat mungkin.
"Doushitte, Yuuchan?.."
Tetapi Yuuchan tidak menjawab. Ia justru mengeratkan pelukannya. Rui –nama anak itu- menghela nafas. Ia mencoba duduk dan menepuk-nepuk punggung kecil yang gemetar ketakutan itu.
"Daijobu… Ruicchi di sini." Bisiknya menenangkan.
"Jangan tinggalin Yuuto… Yuuto ngga mau sendirian.." ujarnya polos tanpa melepas pandangannya dari manik hazel Rui.
Rui tersenyum hangat. Menepuk kepala Yuuto lembut, ia pun menggandeng sepupu yang setahun lebih muda darinya itu keluar kamar.
.
.
.
Rui's POV
"Kasihan sekali, Yuuto-chan harus kehilangan orangtua di umur yang masih lima tahun itu.."
"Ya.. Aku ingin sekali merawat Yuuto, tetapi di rumah sudah ada Rui-chan."
"Bukankah mereka dekat? Kenapa tidak kau rawat saja?"
"Ah, dengan Rui saja sudah merepotkan.."
Berisik…
Kalian 'kan orang dewasa, kenapa tidak bisa lihat situasi? Saat ini Yuuto dan aku bisa mendengar omong kosong kalian.
Kupeluk Yuuto erat. Kurasakan bahu kecil ini menghentak-hentak. Aku tahu kalau ia masih menangis. Baru saja tadi malam kami melewati badai dengan 'agak' tenang. Sekarang harus menerima kenyataan perginya Yuri-san dan Minoru-san. Dekapanku mengerat saat mendengar suara-suara berisik yang saling menyerahkan hak asuh Yuuto. Ingat, bukan MEMPEREBUTKAN. Bedanya, kalau saling memperebutkan ada semacam desire untuk memiliki. Kalau saling menyalahkan? Hmf, tentu saja desire itu berubah jadi 'membuang'.
Aku menatap tante yang merawatku selama dua tahun ini. Aku juga sama seperti Yuuto. Aku kehilangan orangtua saat umurku tiga tahun. Sejauh ini aku hanya tahu dari mulut orang dan foto berukuran 4R yang terpajang di kamarku.
"Aku tidak bisa merawat Yuuto-kun.." bisik wanita muda itu pada suaminya.
Hatiku serasa sakit. Padahal selama ini Yuri-san selalu bersikap baik padaku. Memberiku makan dan tak jarang aku berasumsi bahwa Yuri dan Minoru-san adalah orangtua kandungku. Heran deh... Apa salahnya berbaik hati menerima Yuuto sebagai adikku? Toh umur kami hanya beda satu tahun. Kami bisa berusaha agar masuk sekolah bagus, membanggakan kalian. Manusia tidak tahu terima kasih.
Kuhela nafas pelan. Sepatah kalimat yang akan meluncur dari bibirku memang beresiko tinggi. Tapi aku sudah bertekad..
"AKULAH YANG AKAN MENGASUH YUUTO!" teriakku lantang.
Semua mata menatapku dengan pandangan aneh, ruangan hening seketika. Memang untuk anak umur enam tahun sepertiku tidak akan becus merawat Yuuto. Tapi setidaknya itu lebih baik daripada melihat mereka saling lempar tanggung jawab. Rasanya sama saja mereka mempermainkan Yuuto tanpa tahu perasaan anak kecil yang baru saja kehilangan panutannya.
"Tante dan Om 'kan semuanya orang dewasa, kenapa tidak berpikiran dewasa saja sih? Padahal Yuri-san dan Minoru-san orangnya sangat baik dan peduli padaku. Tetapi Tante dan Om semua malah bersikap begini, saling lempar tanggung jawab tanpa memikirkan perasaan Yuuto yang mendengar." Sindirku panjang lebar.
Kurasakan tangan kecil yang menggenggam tanganku mengerat. Aku tahu Yuuto takut. Aku juga tidak kalah takut berteriak seperti itu. Good news-nya mereka terdiam. Bungkam, membisu. AHA! Pasti tidak ada yang mengira bahwa aku, Rui si anak ingusan bisa bicara seperti itu. Kaget? Simpan perasaan itu nanti, wahai Om dan Tante-ku tercinta~
End of Rui's POV
.
.
.
'PLOK PLOK PLOK'
Suara tepukan tangan ringan memecah kesunyian. Semua menatap kearah datangnya suara. Pandangan itu berujung pada sosok Kakek yang memakai baju pemakaman serba hitam yang kontras dengan kumis dan rambutnya yang putih.
"Hajimemashite! Saya adalah Ayah Yuri Amakusa. Ah.. Iie, Yuri Urayama." jelasnya melepas topi fedora-nya.
"Hak asuh Yuuto akan jatuh ke tangan Saya. Saya akan mengambil Yuuto dan merawatnya di Tokyo." sambung pria itu sembari tersenyum lembut menatap Rui dan Yuuto.
"A, apa anda yakin?" Tanya Bibi Rui ambigu, antara senang karena masalah Yuuto selesai dan khawatir reputasinya turun.
"Ya. Daripada Yuuto dilempar-lempar seperti mainan lebih baik saya bawa dia ke kota."
Yuuto menarik kemeja Rui erat-erat. Matanya menutup rapat. Rui tahu pasti, jika Yuuto dibawa ke Tokyo konsekuensinya mereka akan terpisah jarak ratusan kilometer. Rui tidak sanggup melihat Yuuto tiap hari menangis karena Rui tidak ada di sampingnya.
"Yuuto… Yuuto ngga mau pisah dari Ruicchi…" ujarnya sesenggukan.
Pria tua itu berjalan mendekat. Telapak tangan besarnya menepuk kepala Yuuto dan Rui dengan lembut.
"Daijobu."
Beberapa detik kemudian, sosok 'penolong' itu beranjak pergi, mengajak kerabat-kerabat Yuuto untuk bicara di tempat yang lebih private. Setelah hari itu, yang Yuuto dan Rui tahu hanyalah satu. Bahwa kakek itu membuat mereka berdua tinggal bersama di Tokyo
.
.
.
TBC~
