MINNA~ KONOE RYOKO DESUUU~ Berhubung hampir setahun aku nggak nongol setelah mengepost cerita di fandom Utapri, kali ini aku kembali lagi dengan seribu-ribu khayalan yang ada di otak~ /hentikan ngaco/. Nah, Minna yang penggemar utapri udah pada nggak asing kan dengan para personel Quartet Night? Yup! Kali ini, Ryoko membuat cerita yang karakter utamanya adalah Quartet Night (lagi)~. Kenapa Quartet Night? Karena Starish is too mainstream :""D /langsung dibom sama fans-fansnya starish/. Ah gomen~ Bukan maksud Ryoko jahat... cuman, Ryoko lebih dapet feel persahabatan dari pihak Quartet Night :"D /ngarang/. Ah sudahlah... dari pada Ryoko banyak cincang, lebih baik Minna segera membaca karya terbaruku :"D sementara itu, saya mau bertapa untuk cerita terbaru di fandom 07-Ghost :""D. Saa~ dozoo~ Selamat menikmati~ :""D


The Fate of Our World

Chapter 1: The Beginning

Disclaimer: Utapri itu punyanya Broccoli~ Tapi fic ini 2000% punya saya :"D

Rated: T

Genre: Advanture and Friendship.

Warning: OOC, typo(s), Author/Characters POV, and etc~

.

.

–Shining Entertaiment Office.

"Minnaaa~ Ohaaaayou~" seru seorang pemuda bermanik coklat dengan riang memasuki sebuah ruangan di mana tiga rekannya tengah bersantai dan terlarut dalam pekerjaan mereka masing-masing. Ada yang sedang membaca scenario, mengutak-atik laptop dan makan siang.

"…Reiji. Ini sudah siang." Sahut pemuda berambut teal yang melirik ke arah pemuda tadi.

"Temeee…. Ako hambpir tersyedok, boka!" protes pemuda lain sembari mengunyah makanan di mulutnya.

"Kurosaki. Telan dulu makananmu sebelum kau mengatakan sesuatu. Tidak pernahkah kau diajari sopan santun oleh orang tuamu? Aku tak percaya bahwa kau adalah konglomerat." Timpal pemuda yang mengenakan kacamata sembari menatap Kurosaki Ranmaru dengan tajam.

"Cih! Diam kau, Camus! Sekarang ini aku adalah seorang rocker!" tunjuk Ranmaru pada Camus menggunakan sumpit yang ia gunakan untuk makan tadi.

"Ya ampun~ Myu-chan~ Ranraaan~ Jangan bertengkar~ masih paagi~" relai Reiji dengan wajah damainya, "Ano nee~ Kalian harus lihat salah satu hadiah penggemar yang menarik untukku!" bujuk Reiji sembari memperlihatkan sebuah kotak berwarna hitam berpita putih yang telihat sangat elegan.

Ranmaru dan Camus pun terdiam. Mereka sekiranya penasaran dengan isi dari kotak tersebut. Ai yang sedari tadi bermain dengan laptopnya pun ikut berdiri dan menghampiri ketiga rekannya itu. Reiji yang senang ketika ketiga rekannya itu sangat antusias pun membuka kotak pemberian penggemar yang ditujukan kepada mereka berempat. Setelah kotak hitam tersebut dibuka, di dalamnya terdapat sebuah buku bergambar keempat pemuda versi chibi dengan pakaian petualang yang menurut mereka terlihat keren.

Ranmaru mengambil buku tersebut dari dalam kotak. Pemuda itu nampak memperhatikan buku handmade itu, "Apa ini? Buku cerita anak-anak?" tanya Ranmaru.

"Entah hanya aku, atau keempat orang itu terlihat seperti kita?" sambung Camus dengan menyipitkan matanya.

Ai mengangguk tanda setuju dengan pendapat pemuda yang berasal dari Silk Palace itu, "Nampaknya memang benar. Ranmaru, apa isinya?"

"Noo~ Jangan kasih spoiler~ Lebih baik kita baca bersama-samaa~" seru Reiji yang merebut dengan paksa buku tersebut dari tangan Ranmaru. Ia pun segera menghempaskan dirinya di sofa dan membujuk ketiga rekannya untuk ikut membaca buku tersebut.

"Shikatanai. Aku penasaran." Ucap Ranmaru yang seger duduk di samping Reiji, diikuti Ai yang duduk di sisi lain dan Camus yang berdiri di belakang sofa.

Reiji yang sangat antusias pun membuka lembar pertama buku cerita yang nampaknya dibuat dengan segenap cinta dari penggemar mereka berempat.

.

.

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis di sebuah pulau kecil yang bernama Circle Island. Dahulu, pulau kecil itu tak dihuni oleh manusia. Konon katanya, di pulau tersebut hiduplah seorang penyihir legendaris yang tak terkalahkan. Hanya beberapa orang saja yang dapat menemui sang penyihir, hanya saja ada sebuah kabar burung yang mengatakan bahwa sang penyihir telah mati dan pulau tersebut, telah menjadi pulau tak bertuan. Namun ketika adanya perluasan dari sebuah negara, Silk Palace, pulau tersebut menjadi pulau yang ramai dan dihuni oleh penduduk dari berbagai penjuru negeri. Tetapi, penduduk di sana percaya, bahwa penyihir tersebut masih bersemanyam di dalam hutan tak berpenghuni. Penduduk juga percaya bahwa sang gadis yang tinggal di sanalah yang merupakan perwujudan dari penyihir legendaris itu.

"Nah, bagaimana? Aku ingin memastikan mengenai penyihir legendaris itu!" ujar seorang pemuda sembari melihat sebuah pulau dari kejauhan menggunakan teropongnya.

"Penyihir legendaris ya? Kau serius, Reiji?" sahut seorang pemuda lainnya yang tengah asyik berbaring di perahu kecil yang mereka naiki.

Reiji, pemuda berambut coklat tadi mengangguk, "Tentu saja, Ranran!" sahutnya penuh semangat, namun ia hanya mendapat sebuah tatapan penuh amarah dari teman seperjalanannya itu.

"Namaku Ranmaru. Berapa kali kukatakan agar kau tidak memanggilku dengan sebutan 'Ranran' seperti itu! Cih!" kata Ranmaru kesal.

"Ahahaha gomen gomen~ Lihat! Pulaunya sudah dekat!" balas Reiji yang kini mengalihkan pembicaraan.

Reiji dan Ranmaru adalah dua pemuda yang berasal dari Desa Warrior. Keduanya adalah petualang yang memiliki tujuan untuk menyelidiki semua misteri yang ada di Bumi yang mereka pijaki itu. Namun, sesungguhnya mereka mempunyai tujuan utama dalam petualangan mereka. Mereka ingin bertambah kuat sehingga mereka bisa membalaskan dendam desanya yang dihancurkan oleh Negeri yang tengah berjaya yaitu Silk Palace.

"Uwohoo! Lihat Ranran~ kota ini ramai sekali~" seru Reiji yang segera berlari ketika ia turun dari perahu kecil yang mereka naiki. Pemuda berambut coklat itu meninggalkan Ranmaru dengan sekejap mata.

"Oi, Baka! Sudah kubilang jangan sebut aku dengan sebutan 'Ranran'! Dan…. Tunggu aku, aho!" sahut Ranmaru sembari mengejar teman sejak kecilnya itu.

Setelah lama berlari, akhirnya Ranmaru berhasil menemukan Reiji yang tengah berbincang dengan seorang penduduk kota. Ia dengan napasnya yang tinggal separuh itu menghampiri Reiji dan menepuknya dari belakang. Sang penduduk merasa terkejut dengan kehadiran Ranmaru. Pasalnya, Ranmaru memang memiliki wajah yang sedikit menyeramkan, bagaimana pun juga ia adalah seorang petarung.

"Daijoubu yo, Pak tua. Dia temanku, namanya Ranran~" ucap Reiji yang berusaha mengalihkan perhatian orang tua itu kembali padanya.

"Sudah berapa kali aku katakan, hah?! Namaku Ranmaru!" seru Ranmaru yang kesal akan sikap Reiji yang sedikit seenaknya pada dirinya.

"Nyahaha~ dame yo Ranran Aku tengah mengumpulkan informasi tentang di mana penyihir itu berada~ Benarkan pak tua?" sahut Reiji ketika ia menyadari Ranmaru telah memasang kuda-kuda untuk menonjoknya.

Ranmaru pun mengerti. Ia mengurunkan niatnya untuk memukul Reiji dan ikut mendengarkan informasi yang tengah diberikan oleh seorang pria tua. Pria tua itu menunjuk sebuah hutan yang letaknya tidak jauh dari kota kecil itu. Menurut informasi tersebut, seorang gadislah yang tinggal di dalam hutan itu. Keduanya semakin penasaran akan kebenaran dari cerita pria tadi. Apalagi ketika mereka diberi tahu, kini banyak kejadian aneh yang terjadi sejak sang gadis menampakkan dirinya di depan penduduk kota. Jikalau gadis tadi memang penyihir, mereka ingin mengalahkannya untuk sekedar latihan meningkatkan kekuatan mereka. Terlebih mereka ingin menolong penduduk kota itu yang resah dibuatnya. Keduanya memutuskan untuk pergi menemui sang gadis yang berada di hutan itu.

"Jadi, Ranran~ Kau sudah siap kan untuk misi kita selanjutnya?" tanya Reiji sedikit menggoda, "tenang saja~ Kalau Ranran takut, ada aku di sini~ Aku akan melindungi Ranran dengan segenap cintaku~"

Ranmaru segera menatap Reiji dengan tajam, "Cih… Dasar sial kau, Reiji! Siapa takut, hah?! Lagi pula jangan sok perhatian padaku, kau membuat perutku geli. Lalu kau membuat kita terlihat seperti sepasang kekasih! Aku NORMAL tahu! NORMAL!" jawab Ranmaru panjang lebar.

"Nyahaha~ gomen~ gomen~ Lagi pula aku pun masih normal~" sahut Reiji sembari memberikan wink pada beberapa gadis kota yang berpapasan dengan mereka berdua.

"….Kau itu…. Kalau kau bertingkah seperti itu… lebih baik aku saja yang pergi!" ucap Ranmaru yang segera mempercepat jalannya dan meninggalkan Reiji yang masih asyik menggoda para gadis kota.

Tolong aku. Aku tidak mau sendiri seperti ini…

Tiba-tiba Ranmaru mendengar suara seorang gadis. Ia segera menyapukan pandangannya ke segala sudut di sekitarnya. Namun, ia tidak menemukan sumber suara. Sedikit merinding, pemuda itu segera kembali menghampiri Reiji yang masih dengan dunianya itu.

.

.

Hari berikutnya, Reiji dan Ranmaru sudah sampai di tengah-tengah hutan. Mereka sudah berjalan kurang lebih enam belas jam dari hari kemarin. Matahari kembali menenggelamkan dirinya, menandakan bahwa hari sudah malam. Kedua pemuda itu terus mencari cara agar bisa menemukan gadis yang konon katanya hidup di dalam hutan yang berbahaya itu.

"…Reiji, di sana ada serigala yang siap memperhatikan kita. Nampaknya ia kelaparan. Hati-hati." Bisik Ranmaru pada Reiji yang berjalan di belakangnya.

"Heee? Dame yo~ dame~ Ranran nggak boleh berburuk sangka pada teman-temanmu yang unyu-unyu itu~" sahut Reiji yang membuat Ranmaru naik darah.

"Apa maksudmu, hah?! Mereka bukan teman-temanku, mereka nggak unyu dan aku tidak mau berteman dengan mereka, aho!" sahut Ranmaru yang terpancing jebakan Reiji.

"Nyahaha~ padahal Ranran kan manusia serigala~" ucap Reiji sembari tertawa puas. Kemudian Ranmaru hanya bisa menodongkan tombaknya ke arah Reiji dengan tatapan kesal.

Tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang. Suasana hutan di malam itu semakin mencekam, kedua pemuda itu masih siaga memperhatikan serigala-serigala buas yang semakin mendekat ke arah mereka berdua. Reiji dengan kuda-kudanya bersiap memakai two-handed sword miliknya. Sementara Ranmaru dengan tombaknya siap menyerang serigala-serigala itu.

Dengan cepat para serigala itu berlari dan hampir saja menerkam Ranmaru yang berada di depan Reiji. Namun, seseorang datang dan menghentikan gerak dari serigala-serigala tersebut. Seseorang dengan rambut terurainya yang sepundak. Warna teal-nya terlihat tak cerah karena malam yang begitu gelap. Mata aqua-nya menatap lurus ke arah Ranmaru dan Reiji.

"Dame. Mereka bukan orang-orang jahat, kalian tidak perlu takut seperti itu." Ucapnya pada serigala-serigala tadi, ia yang berperawakan seperti seorang gadis itu mengelus lembut para serigala tadi layaknya hewan peliharaannya.

"Reiji… dia-" bisik Ranmaru pada Reiji namun pemuda berambut abu-abu itu terkejut ketika ia mendapatkan temannya itu tengah berada di tengah-tengah gerombolan serigala yang sedang dimanja oleh pemiliknya, "OI BAKA! APA YANG KAU LAKUKAN, HAH?!"

"Kyaaa~ aku dielus gadis manis~" ucap Reiji dengan senang.

"BAKAA! BAGAIMANA KALAU DIA ITU PENYIHIR YANG KITA CARI?!" teriak Ranmaru yang segera menarik Reiji dari gerombolan serigala-serigala itu.

Remaja itu menatap keduanya dengan sangat dingin. Ia membuat Reiji dan Ranmaru sedikit bergidik, "Kalian siapa? Mengapa kalian ada di sini?" tanya remaja tadi dengan tenang.

"Aku Reiji, dan dia Ranran. Kami berdua adalah Double-R!" jawab Reiji dengan asalnya, kemudian ia mendapat sebuah hadiah pukulan dari Ranmaru.

"Ahaha kau ekspresif sekali ya? Namaku Ai." ucap Ai yang tertawa kecil.

"Ranran! Aku dipuji gadis manis! Aku dipuji gadis manis!" seru Reiji sembari memeluk Ranmaru dengan senang.

"….Reiji, kau yakin dia itu seorang gadis? Aku sih nggak yakin." Bisik Ranmaru pada Reiji.

"Moo! Ranran nggak sopan! Kau nggak boleh berburuk sangka seperti itu pada seorang gadis!" seru Reiji menyalahkan pertanyaan Ranmaru.

"Sudah kuduga kalian bukan orang jahat. Bagaimana jika kalian beristirahat di rumahku? Lagi pula ini sudah larut, dan lebih banyak binatang buas yang berkeliaran di malam hari." Ajak Ai pada kedua pemuda itu.

Ranmaru memberi kode pada Reiji agar menuruti ajakan remaja itu. Sesungguhnya mereka berdua ingin tahu apakah Ai adalah gadis yang dimaksud oleh pria tua kemarin di kota. Keduanya pun segera mengikuti Ai yang berjalan untuk menunjukkan tempat tinggalnya. Selain itu, Reiji dan Ranmaru sudah kehabisan bekal, mereka berharap setidaknya sang tuan rumah memberikan mereka sesuap nasi.

Tidak lama berjalan, terdengar suara langkah kaki kuda yang semakin mendekat. Di saat yang bersamaan, sebuah anak panah melesat tepat ke arah Ai, dengan cepat Ranmaru segera menepis anak panah tersebut menggunakan tombaknya. Sementara Reiji bersiap untuk menyerang balik, namun, ia mengurunkan niatnya ketika melihat seorang pemuda dengan pakaian royal family yang turun dari atas kuda itu. Sementara kuda-kuda yang lain ditunggangi oleh prajurit istana.

"…Camus-ouji-sam..a" ucap Reiji tercengang.

"Akhirnya kutemukan juga kau penyihir sial! Kau telah membunuh kakakku dan tiba saatnya kau harus membayar semua itu!" seru Camus dengan menunjuk Ai yang berada di belakang Ranmaru.

.

.

Reiji's PoV

Darah…. Hanyalah darah yang berceceran yang kulihat di desa ini. Seharusnya desa ini dipenuhi canda tawa, tapi tidak hari ini. Ke mana desaku yang amat kubangga kan? Desa dengan petarung yang tangguh, desa tempatku berlatih bersama teman-teman, dan desa yang selalu menjadi tempatku pulang.

Teriakan para penduduk itu membuatku merinding. Mereka merajuk meminta pertolongan. Tapi para tentara kerajaan itu tidak bergeming untuk mengampuni mereka. Aku ingin menolong mereka… tapi mengapa? Mengapa tubuhku sama sekali tidak bisa beranjak dari tempatku kini. Sial. Apa yang harus kulakukan?!

"Reiji!" teriak seorang pemuda berambut abu-abu yang menghampiriku, "Hei! Apa yang terjadi?!" serunya.

"Ran….ran…. boku no…. imouto…" ucapku dengan terbata-bata sembari membopong adikku yang sekarat.

"Ranmaru-dono! Segera tinggalkan desa ini!" seru seorang pria dengan kimono hitam. Namun tiba-tiba seorang pemuda dengan kudanya menebas pria itu dengan pedang miliknya. Pemuda yang dilapisi armor itu melihat ke arah kami berdua.

Nee… Ranran…. Apa kita bertiga akan berakhir sama dengan penduduk desa yang lain?

"Camus-ouji-sama! Kami mendapat kabar dari Ratu untuk menyudahi penyerangan ini. Desa Warrior ini sudah jatuh ke tangan Silk Palace!" ucap seorang tentara itu pada pemuda berlapis armor tadi.

Keduanya pun beranjak dari tempat mereka berdiri tadi. Meninggalkan kami berdua dan adikku yang entah masih bisa diselamatkan atau tidak di desa yang kini menjadi bau anyir akibat darah-darah yang mengalir dari tubuh para penduduk desa yang kucintai ini.

Kami yang berharap masih ada penduduk desa yang selamat, nampaknya harus mengubur dalam-dalam harapan kami. Nampaknya adikku pun tidak bisa menahan deritanya lagi akibat panah yang tepat mengenai jantungnya. Aku memangku adikku, kuberi ia semangat untuk hidup. Namun usahaku nihil hasilnya. Ternyata Dewa tidak memperkenankan adikku hidup bersamaku lagi. Ia menghembuskan napas terakhirnya dengan menyebut namaku. Hatiku terenyuh, rasanya ingin sekali menangis. Tetapi untuk apa? Adikku tak kan kembali.

"Reiji…. Ore… ore wa…" dia temanku, Kurosaki Ranmaru namanya. Sosok pemuda yang gigih dan pantang menyerah itu adalah anak kepala desa di desa Warrior ini. Namun kini ia menangis di hadapanku, "Aku bersumpah akan membalaskan dendam semuanya!"

Dendam? Hei Ranran… Apa itu yang ada di benakmu kini? Bukankah dirimu tidak pernah menyimpan hal buruk seperti itu dipikiranmu?

"Silk Palace…. Harus membayarnya…" ucapnya geram, "Silk Palace harus hancur di tanganku!"

Aku hanya bisa terdiam. Ya, hanya diam membisu sembari memeluk seorang gadis yang merupakan keluargaku satu-satunya. Sementara itu, Ranmaru hanya bisa mengutuk perbuatan Silk Palace yang merupakan satu kerajaan yang tengah berkuasa itu.

.

.

Normal PoV

Saat itu Reiji hanya tercengan ketika teman seperjuangannya, Ranmaru, secara tiba-tiba menyerang Camus. Tetapi sayang, Camus dikawal oleh beberapa prajurit yang siap menyerang jika ada yang mengusik tuan mereka. Para prajurit itu dengan sigap melindungi sang tuan dan membuat Ranmaru terjatuh. Pemuda itu hanya memandangi Camus dengan geram.

"Ranran! Daijoubu ka?!" seru Reiji yang segera berlari menghampiri Ranmaru.

"Cih! Sial!" umpat Ranmaru kesal.

Camus memandang rendah pada kedua sahabat itu, "Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian." Ucapnya dengan sinis, "Hei kau penyihir sial! Aku akan kupastikan kau dapat kubunuh!" seru Camus sembari menunjuk Ai dengan pedang yang terlihat sangat tajam dan mampu memotong tubuh manusia dengan sekali tebas saja.

Ai hanya diam. Ia mencoba tenang dan tidak menggubris perkataan Camus. Kemudian, dengan mengorbankan darahnya, Ai berbisik dan nampak mengucapkan mantra-mantra sihir. Tiba-tiba saja tempat mereka berdiri itu diselimuti kabut tebal yang menutupi pandangan mereka. Tidak lama kemudian kabut tersebut hilang. Namun, semuanya telah lenyap.

.

.

Sinar Matahari pagi memaksa masuk ke dalam sebuah ruangan melalui fentilasi udara. Kedua pemuda yang saja memasuki area hutan terlarang itu membuka mata mereka secara perlahan. Keduanya terkejut ketika mendapati diri mereka berada di dalam sebuah kamar yang cukup terawat. Mereka saling berpandangan dan berusaha meyakinkan diri mereka bahwa hal ini nyata.

"….Reiji, kau tahu di mana ini?" tanya Ranmaru mengawali pembicaraan.

Reiji menggeleng, "Bukankah seharusnya kita ada di hutan. Dan… para prajurit istana itu… bagaimana?!" jawab Reiji, "Bukan! Apa yang telah terjadi?! Ranran! Apa yang telah terjadi pada kita berdua?!"

"Cih! Kau kira aku tahu?! Sudah sebaiknya kita selidiki di mana kita berada." Sahut Ranmaru sembari beranjak dari atas sebuah futon yang tergelar di lantai.

"Hee! Tunggu aku, Ranraaaan!" seru Reiji yang segera menyusul sahabatnya itu.

Ranmaru dan Reiji segera keluar dari ruangan tadi. Mereka menelusuri sebuah lorong dan terdapat anak tangga menuju lantai atas. Nampaknya mereka sedang berada di ruang bawah tanah. Keduanya pun memberanikan diri untuk melangkahkan kedua kaki mereka menaiki anak tangga tersebut. Namun apa yang tidak disangka muncul di hadapan mereka. Seorang remaja dengan rambut tealnya tengah duduk menanti mereka.

"Selamat datang di rumahku, dua pemuda takdir." Senyuman melingkar dari remaja itu, "Bagaimana tidur dua hari kalian?"

"….Ai?"

Reiji dan Ranmaru memandangi Ai yang masih duduk melipat kedua tangannya. Pandangan mata yang diberikan Ai pada mereka berdua begitu lurus dan tajam. Bagaikan sedang dipelajari oleh sang remaja bermanik aqua tersebut. Entah apa, tetapi suasana di antara mereka bertiga menjadi tegang. Ya, ketika Ranmaru menghampiri remaja itu dan menggebrak sebuah meja di hadapan Ai.

"Oi, teme! Aku yakin kau ada hubungannya dengan semua ini! Cepat ceritakan apa yang terjadi semalam!" seru Ranmaru yang tidak suka berbasa-basi.

"Da-Dame yo Ranran! Jangan kasar pada seorang gadis manis seperti Ai!" sahut Reiji seraya menahan emosi Ranmaru yang hampir meledak itu.

Ai menghela napas ketika Reiji dan Ranmaru memulai pertengkaran mereka. Remaja itu bertopang dagu dan menatap keduanya lagi. Menunggu keduanya berhenti beradu mulut dan kembali memperhatikan dirinya, "Kuberi tahu satu hal. Aku seorang laki-laki." Ucap Ai memecah keheningan rumah itu.

Reiji dan Ranmaru hanya bisa diam mendengar pengakuan dari Ai. Nampaknya yang sangat terpukul mengenai informasi ini adalah Reiji, "A-APA?! KAU SEORANG LAKI-LAKI?!" seru Reiji sembari berlari menghampiri Ai dan menggenggam pundak remaja itu.

"….sudah kuduga," sahut Ranmaru sembari menepuk keningnya dengan tangannya sendiri, "Reiji… Sebaiknya kau tajamkan penglihatanmu sebagai seorang laki-laki."

"Ke-Kejaaam! Aku patah hati!" teriak Reiji yang meratapi nasibnya karena telah tertipu oleh perawakan Ai yang nampak seperti seorang gadis itu.

Ai kembali menghela napas panjang, "Jadi, kalian ke sini untuk menemui sang 'gadis' anak dari penyihir legendaris itu kan? A-" kata Ai lagi.

"Sebelum itu… Apa yang terjadi dengan semut-semut Silk Palace itu?" tanya Ranmaru pada Ai.

Ai menatap Ranmaru dengan lurus, "Jangan memotong orang lain saat ia berbicara." Jawab Ai sembari mempertahankan tatapan datarnya itu, "Kau sama sekali tak diajari sopan santun oleh orang tuamu?" lanjutnya lagi.

"Ap- Cih!" umpat Ranmaru sedikit tersinggung dengan perkataan Ai. Namun ia menyadari bahwa masalah ada pada dirinya.

"Gadis yang kalian maksud itu ada ibuku. Namun beliau sudah tiada semenjak setahun yang lalu," kata Ai lagi, ia meneruskan perkataannya yang dipotong oleh Ranmaru tadi, "Tetapi, beliau kembali ketika melihat kalian berdua menginjakkan kaki di pulau ini."

"Hah? Aku tak mengerti apa maksudmu." Tanggap Ranmaru sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

Reiji pun menyetujui tanggapan Ranmaru, "Ai, bisa kau jelaskan apa maksudmu? Tadi katamu penyihir itu tidak ada. Tapi beliau kembali… kami tak mengerti!"

"Jika kalian berfikir lebih keras, kuyakin kalian akan mengerti sendiri," sahut Ai yang kini tersenyum nakal.

Ranmaru dan Reiji saling berpandangan tidak mengerti. Keduanya kembali memutar otak. Tak lama kemudian mata Reiji berbinar seakan ia sudah mengetahui jawabannya. Ia mengacungkan tangannya agar Ai dan Ranmaru memperhatikan dirinya, "Hei! Itu karena penyihir itu seorang penyihir kan?" ucap Reiji.

"Hah? Aku tak mengerti." Timpal Ranmaru sembari menggaruk kepalanya lagi.

Reiji menepuk keningnya, kemudian ia tersenyum pada Ranmaru, "Begini Ranran, Penyihir itu abadi. Walau sudah mati, arwahnya akan mendiami wadah yang baru."

Ai menepuk tangannya tanda ia memberi selamat pada Reiji, "Seratus untukmu Reiji."

"Tunggu dulu. Aku masih belum bisa menelan pembicaraan kalian!" sahut Ranmaru sembari mengacak-acak rambutnya dengan wajah frustasinya itu, "Apa maksudnya 'wadah yang baru'?!"

"Baaaaka. Wadah itu tubuh." jawab Ai singkat dan Ranmaru hanya bisa ber-oh ria, "Hei. Bukankah sebelumnya mendiang ibuku sudah mengontakmu saat kau di kota?" lanjut Ai seraya bangkit dari kursi yang ia duduki tadi.

"Mengontak?" tanya Ranmaru dan Reiji secara bersamaan.

"Kalau tidak salah itu, padamu Ranmaru." Jawab Ai lagi.

"Aku?" Ranmaru pun sesegera mungkin mengingat-ingat siapa saja yang ia temui di kota. Namun, akhirnya pemuda yang memiliki sepasang mata dengan warna berbeda itu mengingat satu hal, "Aku… mendengar suara seorang gadis saat itu."

Ai mengangguk. Ternyata dugaannya tepat bahwa Ranmaru-lah yang telah mendengar suara mendiang ibunya. Pemuda berambut teal itu pun secara mendadak bertekuk lutut di hadapan kedua pemuda dari desa warrior itu. Tentu saja Reiji dan Ranmaru terkejut dan mempertanyakan perlakuan Ai terhadap mereka berdua. Saat itu, dengan pandangan yang sangat serius dan yakin, Ai menyampaikan maksudnya.

"Tidak salah lagi, kalian yang para pemuda yang akan mengubah takdir dunia nanti. Maka dari itu, bawalah aku sebagai pelindung dalam petualangan kalian berdua." Ucap Ai dengan jelas.

Reiji dan Ranmaru tertegun. Mereka hanya diam melihat perbuatan pemuda yang mereka temui di hutan terlarang itu. Mereka tidak tahu harus membalas atau merespon kalimat yang baru saja Ai lontarkan pada mereka berdua. Pemuda yang akan mengubah takdir dunia katanya. Keduanya hanya bisa memutar otak mereka berdua. Mencari titik terang mengenai hal yang baru saja Ai ucapkan.

"Begini… sebelumnya, mendiang ibu meramalkan bahwa akan tiba saatnya dunia akan jatuh ke tangan satu kerajaan yang berkuasa. Namun saat itu dunia tidaklah sedamai dahulu kala. Tapi, semuanya akan berubah jika para pemuda takdir bergerak menyelamatkan dunia. Dan… aku yakin bahwa kalianlah pemuda takdir itu. Mendiang Ibu berpesan, jikalau sudah tiba saatnya para pemuda itu akan datang mencari ibu maka merekalah para pemuda itu, lalu ibu pun berpesan jikalau aku bertemu dengan mereka, aku harus mengabdi dan selalu melindungi mereka."

"Dan… aku yakin bahwa kalianlah pemuda takdir itu. Maka dari itu izinkan aku untuk bergabung dengan kalian berdua."

Ai menjelaskan kembali dengan panjang lebar. Perkataannya hanya membuat Reiji dan Ranmaru saling berpandangan. Mereka seakan meyakinkan keyakinan masing-masing. Bagaimanapun Ai hanyalah orang yang baru muncul di kehidupan mereka, Ai masih belum jelas kawan atau lawan. Bisa saja ini hanya jebakan.

"Hmm… Ai… Kami menghargai maksudmu, tapi…" kata Reiji dengan ragu.

Ranmaru menatap Reiji. Ia tahu bahwa Reiji tidak pandai untuk menolak permintaan seseorang. Terlebih Reiji adalah seorang kakak yang penyayang, ia tak akan mau jika seseorang tersakiti akibat dirinya, "Hei, bocah. Kami tidak bisa menerimamu dalam perjalanan kami. Kau hanyalah orang luar."

"Orang…. Luar?" sahut Ai tidak mengerti dengan perkataan Ranmaru.

"Begini. Kau itu… tidak tahu siapa kami sebenarnya kan? Dan untuk apa kami mengadakan perjalanan ini." Kata Ranmaru menjelaskan, "Terlebih, kami tidak tahu sesungguhnya kau ada dipihak kami atau bukan."

"Tentu saja aku ada dipihak kalian!" seru Ai berusaha meyakinkan.

"Ai… Gomen ne. Bukannya kami menolakmu untuk menjadi teman seperjalanan kami. Tetapi, kami tidak ingin melibatkan masalah ini pada orang lain." Jelas Reiji sembari menepuk pundak Ai, "Nee mungkin saja kau salah. Kurasa kami bukanlah para pemuda takdir yang kau sebut itu. Jadi, kau pun tidak perlu bertekuk lutut seperti ini."

"Tapi A-"

"Haah… bocah. Kau takkan mengerti. Ayo Reiji, masalah mengenai penyihir itu sudah selesai kan? Lebih baik kita kembali melanjutkan perjalanan. Masih banyak yang harus kita selesaikan kan?" usul Ranmaru sembari menguap. Reiji pun mengangguk tanda setuju.

Mendengar hal itu, Ai bangkit dan menatap Ranmaru dengan dingin, "Kalian…. Jika kalian tidak mengizinkanku ikut dengan kalian… maka… Maka aku tidak akan membiarkan kalian pergi dari hutan ini!"

Tiba-tiba pemuda berambut teal itu membaca mantra. Angin kencang tiba-tiba berhembus di dalam ruangan itu. Lalu benda-benda di sekitar mereka melayang. Reiji dan Ranmaru sangat terkejut. Aura hitam yang Ai tunjukkan pada mereka berdua sangat menakutkan.

"Akan kubuktikan bahwa ramalan mendiang ibu tidak salah. Jika aku menang dalam pertarungan ini, kalian harus mengizinkanku untuk ikut dalam perjalanan kalian! Hal ini demi terlaksananya tugas yang diberikan mendiang Ibu padaku!" seru Ai yang sesegara mungkin menyerang Reiji dan Ranmaru dengan cepat.

Lalu…. apa yang akan terjadi setelah ini?


Yak~ Chapter pertama selesai sudaaah~ Bagaimana menurut Minna mengenai karya terbaru saya yang masih random ini? :""D Sedikit bocoran untuk di chapter berikutnya, akan muncul beberapa karakter dari STARISH! YEEEEY~ Mau tahu siapa yang akan muncul? Dan berperan sebagai apa? Nantikan episode selanjutnyaaa~ /dor/

Ah iya~ Ryoko juga membuka request, kritik, dan saran untuk membangun karya Ryoko di fandom Utapri ini. Khususnya untuk cerita Ryoko kali ini :D Nah Minna~ Silahkan cerita saya direview :"D /maubanget~~/ Nah, Minna~ Sampai jumpa di chapter selanjutnyaaa~ /hug from meh~/