Chapter 1 : Friends X and X Enemy - Let's Run!

Matahari bersinar terik, angin bertiup lembut dan suara para pedagang menghias jalanan Kota Zaban. Seorang gadis berambut cokelat sebahu menatap para pedagang dengan mata berbinar-binar sambil berjalan bersama navigatornya.

"Kota Zaban sangat menyenangkan! Setelah aku menjadi hunter, aku mau ke sini lagi!" kata gadis itu ceria.

"Kalau begitu, kau harus semangat di ujian hunter ini sehingga kau bisa cepat menjadi hunter dan jalan-jalan ke sini, Lica." respon navigatornya sambil tetap berjalan.

"Ya, aku akan semangat dan berjuang keras." jawab Lica dengan tatapan mata tegas.

"Kita sudah sampai." ucap navigator sambil menunjuk bangunan tua yang menjual steak.

"Bangunan untuk ujian hunter yang unik." gumam Lica. Lica dan navigatornya pun memasuki kedai kecil itu dan menuju ruang belakang kedai.

"Berjuang, Lica. Aku pergi dulu. Jaa nee." pamit navigator.

"Arigatou, Shiori-san. Jaa nee." balas Lica sambil tersenyum tipis. Navigator membalas senyum Lica dan meninggalkannya sendirian di ruangan tersebut. Lica duduk diam di salah satu kursi sambil memandangi sekelilingnya.

"Zeett!" Tiba-tiba ruangan tempat Lica berada mulai bergerak. "Huh, apalagi yang akan terjadi?" pikir Lica sambil menggaruk kepalanya pelan. Matanya tertuju pada layar kecil di atas pintu elevator. Di dalam layar kecil itu tertera angka yang terus berubah.

"Sudah lantai 30 lebih dan masih bergerak. Akan sampai lantai berapa?!" kata Lica sambil memegang meja di hadapannya.

"B45..."

"B69..."

"B87..."

"B99... dan B100."

"Ting!" bunyi mesin elevator terdengar dan ruangan itu berhenti bergerak. Lica melepaskan pegangannya dari meja dan mulai berdiri tegak.

"Siap atau tidak, ujian akan dimulai!" kata Lica untuk menyemangati dirinya sendiri. Lica melangkah keluar dari ruangan itu dan melihat ratusan orang di hadapannya. Ratusan pasang mata milik para peserta ujian hunter menatap balik Lica dengan tatapan tajam dan sinis. Lica menelan ludah dan memilih memalingkan wajahnya.

"Mata mereka saja sudah menakutkan apalagi diri mereka." pikirnya sambil sweatdrop.

"Permisi, ini nomor pesertamu. Tolong selalu dikenakan dan jangan hilang." ucap seseorang dengan kepala jelly hijau sambil menyodorkan papan nomor ke Lica.

"399 ya." Lica mengambil papan nomor itu sambil menciumnya pelan. "Semoga ini nomor keberuntunganku." Setelah itu, Lica pun memasang papan nomor itu di dada kirinya.

"Hey! Kau baru pertama kali ikut ujian hunter ini ya?" kata seseorang sambil menepuk pundak Lica dari belakang.

"Ya. Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lica polos kepada laki-laki besar yang memakai baju biru.

"Aku tahu karena aku sudah sering melihat orang sepertimu. Aku sudah terbiasa melihat peserta baru yang kikuk karena aku adalah seorang peserta ujian veteran yang sudah mengikuti ujian berkali-kali dan ini yang ke-35. Perkenalkan namaku Tonpa!" kata Tonpa semangat. Lica menatap Tonpa dengan sedikit sweatdrop di keningnya, tetapi dia merasa senang karena masih ada peserta ujian hunter yang ramah.2

"Kau sangat ramah! Akhirnya aku bertemu juga dengan seseorang yang ramah di sini. Orang-orang di sini tampak menyeramkan. Ngomong-ngomong namaku Lica. Salam kenal." kata Lica sambil menjabat tangan Tonpa.

Tonpa menunjukkan senyum yang sedikit menyeringai kepada Lica. "Ternyata anak ini sangat polos dan mudah sekali dibodohi." pikir Tonpa licik. "Ngomong-ngomong sebagai tanda persahabatan, kuberikan kau sekaleng jus jeruk." ucap Tonpa sambil menyodorkan sebuah kaleng ke Lica.

Tanpa ragu-ragu, Lica pun meraih kaleng itu. "Arigatou, Tonpa!"

"Tidak masalah, aku permisi dulu." ucap Tonpa sambil melangkah meninggalkan Lica.

Lica tersenyum tipis melihat punggung Tonpa. Dalam hati, Lica berpikir kalau tak seharusnya dia melihat seseorang hanya dari penampilan luar. Buktinya saja Tonpa yang terlihat aneh dan agak mencurigakan bisa sebaik ini kepadanya. Lica pun berjalan sembari membuka jus jeruk yang baru diperolehnya.

"Creesh!" Jus jeruk kaleng itu terbuka dan Lica menghirup aroma jeruk dari kaleng itu. Wanginya benar-benar segar, menurut Lica. Lica pun hendak meminum jus itu, namun belum sempat jus itu membasahi tenggorokannya, ia tersandung dan jatuh ke lantai. "Duak!"

"Aw!" rintih Lica sambil memegangi kepalanya yang terantuk lantai. Lica mengusap kepalanya dan menyadari bahwa jus kaleng miliknya jatuh ke lantai. Ia terdiam menatap jus miliknya yang berceceran di lantai.

"Idiot." gerutu seseorang.

"Idiot?" Lica menoleh ke belakang dan melihat anak laki-laki berambut putih yang memegang skateboard. Mata Lica melihat ke arah kaki anak laki-laki dan kembali menatap mata anak laki-laki itu dengan tatapan tajam.

"Aku tidak idiot! Kau yang idiot. Lihat apa yang kau perbuat! Kau membuat jusku tumpah!" teriak Lica di wajah laki-laki itu.

"Kau yang idiot! Bagaimana bisa kau tersandung? Aku sudah meluruskan kakiku dari awal di sini dan kau bisa jatuh? Kau sangat idiot." balas laki-laki itu juga dengan nada galak.

"Freak!" teriak Lica kemudian ia menjulurkan lidahnya dan berlari meninggalkan laki-laki itu. "Padahal aku benar-benar ingin minum jus itu. Dasar anak laki-laki menyebalkan! Aku coba minta Tonpa lagi saja. Dia kan baik." gumam Lica. Lica berlari kecil dan mencari Tonpa hingga akhirnya ia menemukan Tonpa bersama dengan 3 laki-laki. 2 orang dari mereka terlihat cukup dewasa dan 1 orang lagi seumuran dengan Lica.

"Tonpa!" teriak Lica. "Boleh kuminta jus jeruk lagi? Jus milikku tumpah karena seorang anak laki-laki menyebalkan."

"Tentu saja! Oh iya, untuk kalian bertiga juga ada. Ini sebagai tanda persahabatan kita." ucap Tonpa sambil membagikan jus kaleng itu kepada 4 orang di sekitarnya.

Lica dan ketiga orang itu menerima kaleng yang disodorkan Tonpa dan segera meminumnya, namun belum sempat cairan berwarna oranye itu membasahi tenggorokan mereka, salah satu dari mereka memuntahkannya.

"Tonpa, sepertinya jus yang kau berikan sudah rusak. Rasanya aneh." ucap laki-laki berambut jabrik yang mengenakan baju berwarna saja semua langsung memuntahkan jus yang ada di mulutnya. Seorang dari mereka yang memakai kemeja dan jas biru mengomeli Tonpa dengan galak. Tonpa hanya bisa berlutut minta maaf dan meninggalkan mereka berempat.

Lica menghela napas pelan dan melirik ke dalam kaleng jus tersebut kemudian melihat Tonpa yang berlari ketakutan. Saat itu, Lica baru menyadari kalau Tonpa tak benar-benar baik. "Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Tonpa pasti sudah memasukkan sesuatu ke dalam jus ini. Baka baka baka!" ucap Lica pelan sambil memukuli keningnya sendiri. Setelah beberapa saat, Lica pun melirik 3 orang yang sempat bersama Tonpa.

"Arigatou. Kalau tanpamu, aku sudah sakit karena jus yang diberikan Tonpa." ucap Lica sembari membungkuk ke hadapan laki-laki berbaju hijau.

"Sama-sama. Ngomong-ngomong, namaku Gon!" kata Gon semangat. "Dia Kurapika dan ini Leorio." tunjuk Gon pada laki-laki di sampingnya yang berambut kuning dan hitam.

"Salam kenal Gon, Kurapika, dan Leorio! Namaku Lica. Semoga kita bisa berteman akrab dan saling membantu." kata Lica sambil menjabat tangan mereka satu persatu. "Gon, berapa umurmu?" tanya Lica.

"Aku 12 tahun." jawab Gon sambil tersenyum ramah. "Kalau begitu, kita sama!" respon Lica sambil menunjukkan salah satu ibu jarinya ke hadapan Gon. "Akhirnya aku bertemu dengan orang yang seumuran denganku!" lanjut Lica sambil menggosok-gosok rambut Gon dengan salah satu tangannya. "Ya. Ini pasti akan menyenangkan!" timpal Gon. Tak memakan waktu lama, mereka berempat saling berteman akrab dan mengobrol asyik tentang ujian hunter yang sebentar lagi akan mereka alami.

"Kriiingg!" Tiba-tiba terdengar bunyi seperti itu di ruangan tersebut dan dinding besi yang menutup ruangan mereka terbuka. Muncullah seorang examiner (penguji) yang berpakaian rapi. Ia memperkenalkan dirinya dan namanya adalah Satotz. Satotz bilang kalau ia akan berjalan dan membawa mereka menuju lokasi diadakannya ujian hunter selanjutnya. Orang-orang bersemangat dan segera berjalan mengikuti Satotz begitu juga Gon, Kurapika, Leorio, dan Lica. Para peserta berjalan, kemudian berjalan agak cepat hingga akhirnya para peserta terpaksa harus berlari karena Satotz bergerak makin cepat.

"Mengapa tiba-tiba jadi berlari?" teriak Leorio dengan keringat bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Sepertinya Satotz menambah kecepatannya lagi." jawab Lica. "Ya, sepertinya begitu, Leorio." tambah Gon.

Leorio hanya menghela napas dan memaksa otot kakinya bergerak lebih cepat. Tepat pada saat itu, muncul seorang anak laki-laki berambut putih yang menggunakan skateboard untuk mengikuti Satotz. "Hey, menggunakan skateboard itu curang!" teriak Leorio galak.

"Dia tidak curang, Leorio. Satotz hanya bilang untuk mengikuti dia. Terserah para peserta untuk berlari atau menggunakan skateboard." jelas Gon. "Kau berada di pihak siapa, Gon?!" teriak Leorio.

Laki-laki yang menggunakan skateboard menoleh ke arah Gon dan mengambil skateboardnya. "Aku juga akan berlari." kata laki-laki itu sambil menyamakan irama larinya dengan Gon. Laki-laki berambut putih ini tampaknya tertarik dengan sikap Gon.

"Namaku Killua. Siapa namamu?" tanya anak laki-laki itu. "Namaku Gon, dia Lica." jawab Gon ramah sambil menunjuk Lica. Lica hanya membuang muka dan memilih melihat ke depan. Lica masih kesal dengan peristiwa jus tumpah karena anak laki-laki di samping Gon.

"Lica, apa kau baik-baik saja?" tanya Gon bingung. Mendengar pertanyaan Gon, Lica langsung mengeluarkan hasrat dan amarah yang sedari tadi disimpannya. "Gon, dia anak laki-laki menyebalkan yang kuceritakan tadi! Dia yang menumpahkan jusku!" teriak Lica sedikit hiperbola sambil menunjuk Killua.

"Itu bukan salahku. Itu karena kau yang idiot!" timpal Killua.

"Kau yang idiot!" teriak Lica.

"Kau!"

"Kau!"

"KAU!" teriak mereka berdua bersamaan. "Cukup, Lica, Killua! Berhenti bertengkar dan ayo kita berteman!" ajak Gon ceria.

"Aku tidak mau berteman dengan anak yang menyebalkan dan tidak sopan seperti dia, Gon." ucap Lica kasar. "Seperti aku mau berteman dengan perempuan idiot dan kasar sepertimu saja." balas Killua. "Ngomong-ngomong berapa umurmu, Gon?" lanjut Killua sambil tersenyum ke arah Gon.

"12." jawab Gon. "Lica juga 12."

"Berarti kita sama, Gon. Ngomong-ngomong, ayo kita berlari lebih cepat." ajak Killua dengan maksud untuk meninggalkan Lica. "Ayo!" respon Gon semangat.

Killua dan Gon pun menambah kecepatan larinya begitu juga dengan Lica. "Kupikir anak perempuan di sebelahmu akan tertinggal, Gon." sindir Killua dengan nada dingin. "Lari Lica sama cepatnya dengan kita, Killua." kata Gon polos yang tidak mengerti maksud Killua. "Jangan kira karena aku anak perempuan, aku tidak bisa berlari secepat anak laki-laki." timpal Lica sambil tersenyum menyeringai ke arah Killua. "Begitukah? Baiklah, Ayo kita bertiga lomba lari dan lihat secepat apa anak perempuan bisa berlari." tawar Killua juga dengan senyum menyeringai dan tatapan mata tajam ke arah Lica. "Ayo!" teriak Gon setuju. "Oke." respon Lica setuju.

Ketiga anak berumur 12 tahun tersebut menambah kembali kecepatannya dan saling beradu. Di sisi lain, para peserta ujian hunter yang lain mulai kelelahan dan banyak yang kehilangan harapan. Salah satunya adalah Leorio. Leorio membuang kopernya dan berdiri diam. Pandangannya sedikit buram dan rasa putus asa membanjiri dirinya.

"Aku tidak akan bisa. Mereka semua monster dan aku hanyalah orang biasa." pikir Leorio. Namun, belum sempat Leorio menyerah 100%, Kurapika memungut koper Leorio dan menyemangatinya. "Bagaimana bisa kau memperoleh banyak uang kalau kau sudah menyerah seperti ini, Leorio?" ucap Kurapika sambil berlari membawa koper dan melewati Leorio.

"Tidak. Aku tidak peduli. Aku masih bisa!" teriak Leorio sambil membuka bajunya dan berlari kencang. Kurapika tersenyum tipis dan ikut membuka pakaian luarnya sambil berlari bersama Leorio. Leorio akan berjuang menjadi hunter agar dia bisa memperoleh cukup uang dan menjadi dokter, begitu juga Kurapika akan berjuang untuk6 kehormatan klannya.

Kembali kepada Gon, Killua, dan Lica yang sedang beradu lari, Gon pun penasaran dengan alasan mereka berdua mengikuti ujian hunter.

"Killua, Lica, apa alasanmu ikut ujian hunter ini?" tanya Gon. Killua dan Lica menoleh ke arah Gon. "Aku dengar ujian hunter itu sulit dan sepertinya akan menyenangkan, tetapi tampaknya sangat mengecewakan. Bagaimana denganmu, Gon?" jawab Killua. Mendengar jawaban Killua, Lica sweatdrop.

"Aku ingin menjadi hunter karena ayahku seorang hunter. Aku ingin tahu alasan ayahku menjadi hunter dan lebih mengetahuinya." kata Gon sambil tersenyum senang. "Aku juga sepertimu, Gon." ucap Lica. "Aku ingin ikut ujian hunter karena ayah dan ibuku bilang kalau aku bisa menjadi lebih baik dan lebih kuat. Selain itu, mereka bilang aku bisa menemukan ikatan persahabatan yang lebih kuat dari apapun juga." lanjut Lica sambil tersenyum.

"Aku tidak bertanya tentang alasanmu, Lica." kata Killua acuh. "Aku menjawab pertanyaan Gon, Kill. Jangan terlalu percaya diri." balas Lica sinis. Mereka berdua saling menatap tajam dan sepertinya Gon merasakan aura pertengkaran di antara mereka. Gon pun segera mengalihkan perhatian mereka. "Lihat ada cahaya di depan sana!" teriak Gon.

"Garis finish!" kata mereka bertiga bersamaan. Mereka bertiga pun memacu kecepatan mereka dan berlari di sebelah Satotz.

"Dan finish!" teriak Gon, Killua, dan Lica. Gon dan Killua sampai pada saat yang bersamaan sementara Lica tersandung di anak tangga terakhir sehingga dia yang terakhir sampai.

"Aku menang!" teriak Gon. "Tidak, aku yang menang!" teriak Killua. "Satotz-san, siapa yang duluan sampai?" tanya Gon kepada Satotz. "Kalian berdua sampai bersamaan." jawabnya. "Kalau begitu, aku membelikanmu makan malam dan kau membelikanku makan malam." kata Gon. Killua yang mendengarnya hanya mampu merespon kalau Gon aneh.

"Hey, lihat Lica yang kalah! Berarti dia yang membelikan kita berdua makan malam!" teriak Killua sambil tersenyum menyeringai. "Aku berlari dengan kecepatan yang sama dengan kalian. Aku hanya tersandung di anak tangga terakhir!" teriak Lica.

"Ya sudah, kita berdua setengah-setengah membelikan makanan umtuk Lica." ucap Gon menenangkan. "Tidak bisa, dia yang kalah." kata Killua bersikeras. "Baiklah! Aku yang membelikan kalian berdua makan malam. Aku bermain sportif!" teriak Lica sambil duduk di samping Gon dan Killua. "Yeay!" teriak mereka berdua. Satotz hanya tersenyum melihat kelakuan ketiga anak tersebut.

"Apakah di sini tempat ujian hunter selanjutnya?" tanya Gon pada Satotz.

"Bukan. Kita harus melewati tempat ini untuk menuju tempat ujian hunter berikutnya." jawab Satotz. Killua dan Gon yang mendengarnya hanya mengangguk dan tetap duduk begitu juga dengan Lica sembari menunggu para peserta yang masih berlari menuju tempat ini.

Kabut masih menebal dan membuat pandangan para peserta kurang jelas dengan lingkungan tempat mereka berlari selanjutnya. Lica hanya menghela napas pelan karena sepertinya petualangan menegangkan dan berbahaya akan segera ia dan para peserta ujian lain alami.


Author Note : Ini adalah cerita pertama saya di fandom Hunter x Hunter. Di cerita ini ada karakter milik saya yaitu Lica, tetapi tenang saja, karena Lica itu bukan oc yang marysue. Dia sama seperti karakter pada umumnya yang punya kelemahan dan Lica itu bukan karakter yang bisa menarik perhatian banyak lawan jenis. Jadi, bagi kalian yang berpikir kalau oc milik saya punya kekuatan dewa dan bergenre harem, tolong buang jauh-jauh pikiran itu ya. ^^ Selamat menikmati!