Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC (Maybe).

"Kau tidak akan punya kesempatan, karena Pak Sasuke mencintaiku."

Sakura menatap gadis muda di depannya dengan seksama. Menurut Sakura, gadis yang mengaku bernama Karin ini cukup cantik dan menarik. Dengan kesempurnaan ragawi yang dia miliki, Sakura tidak akan heran jika Karin bisa mendapatkan laki-laki manapun yang dia mau. Namun Sakura menyayangkan obsesi buruk gadis itu untuk mendapatkan suaminya.

"Oh ya?" mencoba untuk terlihat kuat dan tegar dengan kenyataan yang ada di depannya, Sakura Uchiha, memasang senyum sinis dan mencemooh untuk mengejek kelakuan Karin, "Apa kau yakin dengan hal itu?"

Sakura sendiri merasa kagum dengan ketenangan ala Zen, yang keluar dari suaranya. Padahal perasaannya telah kacau, dan tak menentu setelah mendengar cerita Karin, mengenai hubungan gadis muda itu dengan suaminya, yang bahkan sudah sampai pada tahap yang sangat menghawatirkan.

Sakura menangis dalam hati. Dia merasa kecewa dan terluka dengan kelakuan Sasuke, yang sudah tega menghianati dan menodai pernikahan mereka, yang sudah berjalan selama lima tahun.

Geraman Karin mengalihkan pandangan Sakura, dari gelas jus lemon yang ada di depan mejanya. Gadis muda berambut merah menyala, yang sore ini mengenakan gaun pendek berwarna hijau, yang sangat ketat dan seksi itu, tampak marah melihat reaksi Sakura yang tidak seperti perkiraannya.

"Tentu saja. Memangnya kau pikir selama ini dimana Pak Sasuke menghabiskan waktu, saat dia mengatakan padamu ada rapat hingga larut malam?" Karin menyeringai. Berharap Sakura akan menunjukan sedikit reaksi kecewa, ataupun terluka, untuk memancing pertengkaran wanita itu dengan Sasuke saat dia pulang ke rumah nanti.

Hati Sakura makin hancur mendengar perkataan Karin. Dia terdiam sejenak, mencoba mengingat berapa kali Sasuke pulang larut dalam dua bulan belakangan ini, dia kemudian terkekeh.

"Hanya dua atau tiga malam dalam waktu sebulan, itu tidak membuktikan apapun. Aku lebih lama mengenal Sasuke daripada kau, dan aku tahu Sasuke orang yang seperti apa. Dia memang suka bermain-main di saat dia bosan, tapi dia bukan tipe orang yang mudah membuang sesuatu, yang sebelumnya sulit dia dapatkan."

Karin mengatupkan bibir mendengar perkataan Sakura. Wanita itu menatap Karin, dengan sorot iba.

"Aku tahu seperti apa hubunganmu dengan Sasuke. Dan aku yakin, kau tidak bisa mengerti seperti apa sejatinya hubunganku dengan dia. Kami berdua terikat oleh benang takdir yang kuat, akan sulit untuk membuatnya kusut ataupun putus. Walau kau jauh lebih cantik dan lebih seksi dariku, percayalah Sasuke akan tetap membuangmu dan kembali padaku."

Meski tak yakin dengan perkataannya, Sakura percaya bahwa apapun yang terjadi, Sasuke akan tetap memilihnya. Mereka menjalani masa bahagia dan melewati masa sulit bersama, selama bertahun-tahun.

Sakura sudah mengenal Sasuke, sangat lama, bahkan sebelum terikat tali pernikahan. Keduanya bertemu saat masih SMP, Sasuke adalah Kakak kelas Sakura. Dan di SMA mereka berpacaran. Sempat putus-sambung selama beberapa kali, karena masalah orang ketiga. Hingga akhirnya mereka menikah. Namun Sakura tidak menyangka kalau Sasuke tega menghianati dirinya, dengan gadis muda yang tak lain adalah mahasiswinya sendiri.

BRAKKK!

Gebrakan pada meja di depannya membuat Sakura mendongak, sebelah alisnya terangkat tinggi melihat Karin berdiri dan melotot marah ke arahnya. Dia melirik sekeliling, mendapati para pengunjung di rumah makan, tampak tertarik memperhatikan mereka.

"Kau ... Kau ...," Karin mendesis marah sambil menuding Sakura. Dia hendak memakinya, tapi dia tidak tahu apa yang ingin dia katakan.

"Jangan membuat keributan yang akan mempermalukan dirimu sendiri, Karin," tegur Sakura, "jika orang-orang tahu permasalahan kita, mereka akan lebih membelaku daripada kau. Di mata umum, yang merebut suami orang biasanya selalu menjadi pihak yang salah. Ups." Sakura sengaja mengatakan kalimat terakhirnya dengan keras, dan menarik pengunjung rumah makan.

Karin melirik ke sekelilingnya, beberapa pengunjung yang notabenya adalah Ibu-Ibu, tampak berbisik-bisik sambil menatap sinis ke arahnya.

"Aku akan memastikan, kalau Pak Sasuke akan memilihku dan meninggalkanmu," desis Karin sembari berlalu pergi dengan menahan rasa marah dan malu.

Sakura terdiam memandang kepergian Karin. Dia memutuskan untuk berada di tempat itu selama beberapa saat, untuk mengendalikan emosi.

"Ya Tuhan, kuatkan aku." Sakura mendesah, dia memijat pelipisnya frustrasi, pikiran wanita itu kalut, dan tanpa bisa ditahan air matanya pun tumpah.

Menyembunyikan wajah pada lipatan tangannya di atas meja, Sakura menangis dalam diam. Menumpahkan emosi yang sedari tadi ditahannya. Dia sadar dua bulan belakangan ini sifat suaminya berubah, Sakura pikir itu hanya karena kesibukan Sasuke sebagai dosen, yang harus membimbing beberapa mahasiswa tingkat akhir dalam menyelesaikan skripsi. Sakura tidak pernah berpikir kalau perubahan sifat Sasuke disebabkan oleh perselingkuhan.

Tepukan pada pundaknya membuat Sakura mendongak. Seorang Ibu berwajah simpatik, mengenakan pakaian ala pegawai pemerintahan, tampak tersenyum iba sambil menyodorkan sebungkus tisu padanya.

"Ini, Nak."

Sakura mengangguk menerima tisu tersebut, "Terimakasih, Bu," ucapnya parau, sembari melap air matanya.

Si Ibu mengangguk. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi mengurungkan niatnya. Tahu diri bahwa apa yang terjadi pada Sakura adalah urusan pribadi wanita itu dan suaminya, dia hanya orang luar yang tak dikenal, jadi tak boleh ikut campur. Si Ibu kemudian berpamitan untuk kembali ke mejanya.

Setelah merasa tenang, Sakura memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Dia baru saja akan membayar bon pesanan minumannya dengan Karin tadi, ketika dia merasa ada sesuatu yang salah.

Perutnya sakit, dan ada sesuatu yang basah dan kental yang keluar diantara pahanya. Sakura menunduk, dan memekik terkejut mendapati darah mengalir turun ke kakinya.

"Ya Tuhan!"

Dia tiba-tiba merasa mual dan panik. Bayinya! Buah hati yang masih berada dalam perut hamilnya, yang baru berusia tujuh bulan dua belas hari.

"Bayiku. Bayiku!" Sakura menangis sambil memegangi perut buncitnya. Tubuhnya yang merosot jatuh ke lantai, menarik perhatian pelanggan dan pelayan di rumah makan tersebut. Orang-orang segera menghampiri Sakura. Sebagian dari para ibu dan wanita yang ada di tempat itu memekik panik melihat kondisinya.

"Bayiku, tolong selamatkan bayiku!" isak Sakura, khawatir terjadi sesuatu pada bayi dalam kandungannya.

"Apa yang kalian lakukan?! Jangan menonton saja, cepat bawa perempuan ini ke Rumah Sakit!" Ibu yang tadi menyodorkan tisu pada Sakura, membentak marah pada orang-orang di sekitarnya, yang hanya berkerumun dan menonton si Ibu muda yang mengalami pendarahan, tanpa memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu.

"Aku sudah menemui istrimu dan menceritakan tentang hubungan kita."

Sasuke mendesah putus asa mengingat pembicaraannya dengan Karin di telpon tadi. Gadis itu sudah berbuat terlalu jauh, melibatkan istrinya dalam hubungan terlarang mereka yang seharusnya tidak diketahui oleh siapapun. Sasuke sadar bahwa sikap Karin, yang mulai berani masuk dalam lingkaran kehidupan rumah tangganya adalah karena kesalahanya.

Walau selama ini dia sempat menghindari Karin, karena keagresifan gadis itu yang terang-terangan mendekatinya—tanpa peduli status Sasuke sebagai pria beristri, sebagai laki-laki normal, Sasuke akhirnya tergoda juga pada keindahan fisik Karin. Dia bahkan sempat menghabiskan beberapa malam, melakukan hubungan layaknya suami-istri, bersama mahasiswinya itu.

Awalnya Sasuke hanya main-main dan tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan pada Karin, karena dia tahu Karin memang tipe gadis yang biasa melakukan hubungan bebas. Dari rumor yang beredar di Kampus, Sasuke mendengar bahwa Karin sudah tidur dengan hampir separuh mahasiswa laki-laki di Fakultasnya, dia bahkan pernah 'dipakai' oleh salah satu dosen senior, karena gadis itu ingin mendongkrak nilai IPK-nya.

Namun belakangan, Sasuke merasa hubungan yang terjadi dengan dirinya dan Karin adalah salah. Hubungan fisik, tanpa ikatan, dan tidak dilandasi cinta bisa menjadi sebuah dosa. Oke, Sasuke tahu menurut pandangan dari sisi Karin, hubungan yang terjadi antara mereka dilandasi cinta, karena Karin telah jatuh cinta dan tergila-gila pada Sasuke sejak pertama kali melihatnya.

Selain itu, Sasuke merasa bersalah pada Sakura Uchiha, istrinya, dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Sakura saat mengetahui apa yang sudah dia lakukan. Dan juga kondisi Sakura yang sedang mengandung anaknya, itu membuatnya cemas.

"Belum pulang, Pak Sasuke?"

Sasuke melirik ke arah jam tangannya, saat salah satu rekannya sesama dosen menegur dia.

Sasuke menggeleng, "Belum Pak," ucapnya sambil tersenyum sopan pada lelaki yang jauh lebih tua itu.

Lelaki itu bangkit dari kursi, sambil menjinjing tas kerjanya yang berisi laptop kecil dan beberapa buku, dia berjalan ke arah pintu.

"Kalau begitu saya duluan, Pak."

"Iya."

"Sampai jumpa besok."

"Hn."

Sasuke mendesah saat rekan terakhirnya keluar dari ruangan dosen. Jam sudah menunjukan pukul lima sore, dan memang sudah waktunya pulang, tapi Sasuke mengulur waktu untuk berpikir tentang bagaimana menghadapi Sakura saat pulang nanti. Istrinya itu pasti marah besar.

Sasuke membayangkan Sakura sedang duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Dengan tampang kusut dan mata sembab, bersiap untuk menangis histeris dan melontarkan makian saat dia pulang nanti.

Ponsel Sasuke yang ada di atas meja kerjanya, berdering. Nama Sakura—yang tertulis dengan ID ; Wifeeeey-ku Sayang—pada layar ponselnya itu, membuat Sasuke ragu untuk menekan tombol answer.

Setelah beberapa saat berdebat dengan dirinya sendiri, Sasuke akhirnya menjawab telpon dari Sakura Uchiha, istrinya.

"Halo. Sakura," ucap Sasuke pelan, was-was dengan reaksi Sakura di seberang.

Lelaki itu mengernyitkan dahi, ketika mendengar suara panik seorang Ibu-Ibu yang menelponnya menggunakan ponsel Sakura. Ibu-Ibu itu memberitahu Sasuke, bahwa Sakura sekarang berada di rumah sakit, istrinya itu dalam kondisi kritis setelah mengalami pendarahan, dan Dokter yang menangani sedang berusaha melakukan operasi caesar untuk menyelamatkan bayi mereka.

Jantung Sasuke berdegup kencang dan perutnya mendadak mual, setelah mendengar penjelasan Ibu-Ibu itu. Tak memikirkan apapun lagi, lelaki itu segera pergi ke Rumah sakit yang disebutkan oleh si Ibu, menggunakan motornya.

"Apa yang kau pikirkan?"

Sasuke mendongak menatap sepasang mata hijau, yang balas memandangnya dengan sorot sedih dan terluka.

"Kesempatan kedua," jawab Sasuke. Dia tampak lelah, setelah lebih dari sepuluh jam menghawatirkan keadaan istrinya.

"Kau sudah tahu, kalau aku sudah mengetahui tentang ..."

"Karin memberitahuku tentang pertemuannya denganmu," potong Sasuke.

"Ah," Sakura mengangguk. Mengalihkan pandangan dari Sasuke, dia menatap selang IV yang tertancap di tangannya.

Hening. Sasuke menggeliat tak nyaman di tempat duduknya.

"Katakan sesuatu."

"Memangnya kau ingin aku mengatakan apa?" balas Sakura, mencoba untuk tidak melihat ke arah Sasuke.

Sasuke mendesah, "Apa saja, kau bisa memaki dan menumpahkan semua kekecewaanmu padaku. Tolong jangan mendiamkanku seperti ini," mohonnya.

Sakura mengerjap, menghalau cairan bening yang mulai mengaburkan pandangannya, "Kenapa kau melakukan itu?"

"Aku khilaf." Sasuke menunduk, dadanya terasa sesak oleh perasaan bersalah saat Sakura kembali menatapnya.

"Khilaf? Berselingkuh dan meniduri anak perempuan orang lain, kau sebut khilaf?" Sakura menggeleng tak percaya mendengar jawaban Sasuke, "Aku tidak percaya akan mendengar jawaban seperti itu, dari orang sepintar kau. Sebenarnya apa yang kau pikirkan, saat kau melakukan hal itu? Apa kau sama sekali tidak mengingat keberadaanku sebagai istrimu?" Sakura mulai terisak.

"Maaf."

"Anak kita juga perempuan, Sasuke. Bagaimana jika setelah anak kita dewasa, ada laki-laki yang melakukan hal 'khilaf' padanya. Seperti yang kau lakukan pada gadis malang bernama Karin itu?"

Untuk pertama kali sejak dia tiba di Rumah sakit, Sasuke menitikan air mata. Membayangkan bidadari kecilnya, yang baru beberapa jam melihat dunia, dipermainkan dan dimanfaatkan oleh laki-laki, membuat perasaannya sesak.