Sasuke menarik napas dalam-dalam, kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya. Ia mengumpulkan keberaniannya. Ya, Sasuke sudah memutuskan untuk melakukannya sekarang juga.
"Aku menyukaimu." Singkat, Sasuke berbicara seraya menatap dalam sosok yang ada di hadapannya kini. Wajah datar khas seorang Sasuke masih tertempel pada raut wajahnya.
"Jadilah kekasihku." Lagi, Sasuke berucap dengan singkat. Kini, rona merah yang kelewat tipis terlihat menyembul malu-malu pada pipi putih Sasuke.
"Ck." Namun setelahnya Sasuke mendecak kesal, "Terlalu simpel."
Sasuke menarik napas dalam seraya menutup matanya, lalu mengeluarkannya kembali. Kembali menatap lurus ke depan dengan serius.
"Hei. Kau tahu? Aku suka padamu semenjak masa SMA dulu. Kau itu cantik, meskipun cerewet dan kekanakkan tapi tetap saja itu tak membuat rasa sukaku padamu luntur—"
Sasuke menghentikan ucapannya, kepala yang bermahkotakan rambut biru dongker bermodelkan pantat unggas itu menggeleng cepat.
Hell! Apa yang barusan Ia katakan, ha? Sangat bukan Uchiha sekali!
Oke, percobaan ketiga.
"Aku—"
"Pft."
Percobaan ketiga terhenti saat suara tawa tertahan datang, spontan Sasuke melirik ke arah suara itu berasal, dan menemukan Itachi sedang menahan tawa di ambang pintu.
Fakyu! Jangan bilang Itachi melihat dirinya berbicara di depan cermin sedari tadi?!
"Kau menyukai dirimu sendiri, eh Otouto?" Itachi tersenyum miring seraya menunjuk pantulan diri Sasuke pada cermin.
"PERGI SANA, BAKA-ANIKI!"
"AHAHAHA!"
Naruto © Masashi Kishimoto.
Story (c) Raawrrr.
Warning! AU! OOC, (maybe) Typo(s), alur cepat, etc.
Genre: Romance, Friendship— Humor?.
~ Happy Reading ~
.
.
.
"Cih." Sasuke mengaduk jus tomatnya dengan asal. Aura gelap yang mengelilingi tubuhnya membuat para penghuni kantin segera ambil jarak darinya, kecuali dua pemuda yang memang sahabat Sasuke dari bocah.
"Oh ayolah, Teme. Kuhitung kau sudah lima kali mendecih. Kau ini kenapa sih?" tanya Naruto perha— penasaran. Terlebih, dirinya jengah juga lama-lama melihat si bungsu Uchiha yang sepertinya sedang tidak mood itu.
"Mungkin karena itu?" Garaa yang memang berada di sana membuka suara, dagunya menunjuk ke arah seorang gadis berambut pirang sedang bercengkrama riang dengan seorang pemuda yang diikat ke atas bak pucuk nanas.
"Ah, Ino-chan ya?"
Sasuke mendelik ketika Naruto memanggil Ino dengan sok akrab begitu. Naruto yang ditatap begitu hanya bisa nyengir, gak takut sama sekali. Udah biasa.
"Hn."
"Kau belum juga menyatakan perasaanmu? Payah," cibir Gaara.
Perempatan siku-siku imajiner muncul di dahi mulus Sasuke, tidak terima dibilang payah oleh si Panda Ganteng.
"Kau tahu menyatakan perasaan itu tidak semudah nungging di kamar sendiri!"
"Apa banget alibimu itu, Teme. Benar kata Gaara, kau payah. Aku saja dapat dengan mudah menyatakan perasaanku pada Sakura-chan."
Sasuke memutar bola matanya. "Lalu kau menyuruhku untuk berteriak di lapangan seperti yang kau lakukan saat SMA dulu? Maaf Dobe, aku bukan orang yang tak punya kemaluan sepertimu."
"Tidak punya rasa malu," ralat Gaara.
"Hei! Itu tindakan pemberani, tahu!" Naruto mencoba membela diri.
"Sudahlah," ucap Gaara menengahi, "Dan kau, Sasuke. Apa yang membuatmu tak dapat menyatakan perasaanmu?"
"Gengsinya gede," cibir Naruto.
"Ck! Diam, Dobe!"
"Takut ditolak?"
"Tentu saja tidak! Uchiha ganteng sepertiku tak mungkin ditolak oleh seorang gadis." Nah 'kan, narsisnya keluar deh.
"Lalu? Karena Ino dekat dengan Shikamaru?"
Sasuke membatu. Skakmat. Perkataan Gaara barusan tepat sekali.
"Jadi masalah ituu?!" Naruto jadi gemas, ingin sekali meremas manja rambut Sasuke."Sudah kubilang sedari dulu, 'kan? Ino-chan dan Shikamaru itu hanya sekedar teman masa kecil saja! Percayalah padaku! Sakura-chan juga bilang begitu padaku."
Gaara mengangguk menyetujui, "Percayalah pada Naru, Suke. Sakura 'kan sahabat Ino— dan juga pacar Naruto, jadi mana mungkin Sakura membohong."
Sasuke tetap diam, yah Ia bukannya tidak percaya sih, hanya saja dirinya selalu cemburu jika melihat kedekatan Shikamaru dan Ino. Jadi, Ia selalu berfikir bahwa Shikamaru dan Ino... ada itunya. Hubungan lebih, maksudnya.
Loh. Belum jadi siapa-siapa kok udah cemburu sih, Sas?
"Ayo gerak cepat, Teme. Kau ingin Ino-chan direbut orang lain?"
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Sasuke frustrasi. Pikirannya melayang pada kejadian tadi pagi, di mana Ia mencoba untuk menya— OKE SIP LUPAKAN! SASUKE GAK KUAT NGINGETNYA JUGA!
"Coba berteriak—"
"Tidak, Dobe. Sudah kubilang 'kan kau dan aku itu berbeda."
Naruto manyun. Dia 'kan udah baik-baik ngasih saran, malah ditolak mentah-mentah. Dasar gak sopan!
"Ajak dia makan malam, bagaimana?" usul yang waras diberikan oleh Gaara. Sasuke menatap Gaara, sedikit ragu.
"Aku pernah melakukan ini saat akan menembak Hinata. Dan... hasilnya, aku berhasil," lanjut Gaara lagi, mencoba untuk meyakinkan Sasuke.
"Well, baiklah. Akan kucoba."
"Kalau gagal, coba saja berteriak—"
"No, Dobe. Big no."
Dan Naruto ditolak untuk kedua kalinya.
.
.
.
Sasuke menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang; haruskah Ia menghubungi Ino untuk mengajaknya makan malam atau tidak? Ah, tapi tadi Ia sudah berkata pada Gaara bahwa Ia menerima usulan Gaara.
"Oke. Aku akan mengajaknya."
Sasuke mengambil ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas meja belajar tepat di samping kasur. Matanya melirik jam dinding berbentuk tomat di kamarnya, waktu menunjukkan pukul lima sore. Masih ada waktu dua jam lagi untuk waktu makan malam.
Setelah memilih nomor yang akan dihubungi, Ia lantas menempelkan ponselnya pada telinga sebelah kanannya.
Terdengar bunyi 'Tut... Tut... Tut' di sana, membuat Sasuke harap-harap cemas, takut kalau panggilannya tidak diangkat.
'Halo?'
Ah, akhirnya Ia mendengar suara bidadari tanpa sayap yang telah mencuri hatinya, rasanya atmosfer di sekelilingnya menjadi sejuk, bunga-bungar bertebaran menambah kesan bahagia dalam dirinya— Ah, lebay lu Sas?
'Sasuke-kun?'
Dan panggilan dari Ino sukses membuyarkan lamunannya.
"Ino? Kau ada acara malam ini?" tanya Sasuke, to the point.
'Hm... sepertinya tidak ada, memangnya kenapa?'
Sasuke bersorak dalam hati saat mendengar hal ini. "Err... aku ingin mengajakmu makan malam hari ini, tepat jam tujuh malam. Bisa?"
'Tentu saja bisa!' Entah Sasuke yang terlalu PD atau salah dengar, tapi Ia merasa bahwa Ino sangat antusias menerima ajakannya.
"Baiklah. Jam tujuh, di restoran Suka-Suka, ya?"
'Oke! Sampai ketemu nanti, Sasuke-kun!'
"Hn."
KLIK.
Dan sambungan pun diputus.
.
.
.
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Sasuke setia duduk pada salah satu meja restoran yang berada tepat di sebelah jendela. Matanya sedari tadi fokus menatap pintu masuk restoran.
"Sasuke-kun!"
Nah, akhirnya sosok yang Ia tunggu sedari tadi sudah datang. Seorang gadis berambut pirang panjang yang diikat ponytail, poni panjangnya menutupi sebelah mata indahnya. Dress berwarna biru muda selutut dipadu dengan wedges dengan warna senada menambah daya tarik sang gadis.
"Sudah menunggu lama?" tanya Ino seraya mendudukkan diri di kursi tepat di hadapan Sasuke.
"Belum." Sasuke mengangkat tangannya, memanggil pelayan untuk memesan pesanan mereka.
"Kau mau pesan apa?" tanya Sasuke pada Ino, namun pandangannya terfokus pada daftar menu.
"Um..." Ino juga sama, manik aquamarinenya menelusuri tulisan-tulisan yang tercetak pada daftar menu. "Salad dan Lemon tea."
"Spaghetti ekstra Tomat dan Jus Tomat."
"Baik, satu Salad, satu Spaghetti ekstra Tomat, satu Lemon Tea dan satu Jus Tomat," ulang sang pelayan, "Ada lagi?"
"Tidak."
"Baik, terimakasih. Pesanan anda akan segera diantarkan." Dan pelayan itu pun pamit undur diri.
Selepas kepergian sang pelayan, suasana hening tercipta diantara Sasuke dan Ino. Sasuke sedari tadi sibuk menatapi Ino dalam diam. Ino yang merasa ditatap terus pun akhirnya buka suara.
"Sasuke-kun? Apakah ada yang aneh di wajahku?"
"Ah, tidak."
Ino memiringkan kepalanya, bingung. "Lalu? Kenapa terus melihatku?"
"Kau... cantik."
"Eh? Tumben sekali Sasuke-kun memuji." Ino terkekeh pelan, lalu tersenyum manis, "Terimakasih kalau begitu."
Sasuke terpana akan senyuman Ino yang seakan menghipnotisnya untuk –tetap— menatap Ino. Namun sayangnya, tatapan itu harus dihentikan saat pesanan yang mereka pesan sudah tersaji di depan mata.
"Ittadakimasu," ucap mereka bersama. Suara dentingan alat makan kini terdengar, layaknya alunan musik yang mencoba meramaikan suasana.
Sasuke melirik-lirik Ino, Ia rasa sekarang waktunya untuk mengatakan perasaannya.
"Ino," panggil Sasuke pelan. Ino menghentikan kegiatan makan memakannya dan menatap Sasuke.
"Ya?"
"Aku su—" Sial. Kenapa tenggorokannya seperti tercekat?
"Su?"
"Y-ya— Aku suk—" Cih, kenapa susah sekali mengatakan hal itu?! Dan apa-apaan, kenapa tadi Ia sempat terbata, hah?!
"Yaaa?"
"Aku suka— Aku suka tomat. Makanya aku memesan hidangan yang ada tomatnya." HELL. APA YANG BARUSAN KAU KATAKAN, SASUKE?! SUNGGUH MELENCENG!
"Aku tahu, aku tahu." Ino terkekeh pelan. "Sewaktu SMA dulu kau dapat gelar freakin' tomato, 'kan?"
"Oh, iya."
"Dasar, kukira mau bicara yang lebih penting." Ino mulai melanjutkan memakan pesanannya. "Seperti memberitahuku orang yang kau suka, misalnya?" Ini kode sebenarnya. Namun apa daya, Sasuke sibuk merutuki dirinya sendiri saat ini.
'Tolong hanyutkan aku di rawa-rawa sekarang juga.' Sasuke membatin nelangsa.
.
.
.
Sasuke berjalan gontai menuju kamarnya, mukanya terlihat sangat kusut. Ia sungguh menyesali perbuatannya saat di restoran tadi. Sudah ada kesempatan untuk jujur, eh mulutnya malah menghancurkan semuanya. Sialan sekali.
"Otouto?"
Kepala Sasuke terangkat, melihat Itachi yang baru saja akan membuka pintu kamarnya sendiri—yang kebetulan berada di sebelah kamar Sasuke.
"Kau kenapa?"
"Aniki, bagaimana caramu saat menembak pacarmu?" Bukannya menjawab pertanyaan Itachi, Ia malah memberikan pertanyaan pada Itachi.
Dahi Itachi berkerut tak suka. "Sasuke nyebelin!"
HA?
"Anikimu ini kan belum punya pacar!" Setelah berkata begitu, Itachi membanting pintu kamarnya.
Yah, dia ngambek deh.
"Oh- harusnya tadi aku bertanya 'cara menembak gadis yang disuka', bukan 'menembak pacar'," koreksi Sasuke yang menyadari kesalahannya. Ia melangkah, memasuki kamarnya lalu merebahkan diri di kasur empuknya.
"Cih! Yasudahlah, besok akan kucari jalan yang lain."
Sasuke memejamkan matanya, untuk kali ini biarkan Ia bermimpi tentang Ino-nya tercinta.
.
TBC
.
