-unedited-

Sehun menatap wanita di hadapannya dengan seksama. Semuanya masih sama. Seperti tiga tahun lalu.

"Jadi, bagaimana kabarmu?" Tanya Sehun pada wanita dihadapannya.

"Baik" Ucapnya sambil tersenyum.

"Glad to hear that"

"And how about you?"

"Tidak berubah. Aku masih Oh Seh...no Wu Sehun seperti tiga tahun lalu, kakak"

.

.

"Baby, boleh tolong ambilkan garam disana?" Pinta Jongin pada kekasihnya, Sehun.

"Dengan senang hati, love" Setelah memberikan garamnya pada Jongin, Sehun memeluk Jongin dari belakang.

"Kau membuatku tak bisa bergerak leluasa big baby" Sehun tak peduli. Malah ia semakin mengeratkan pelukannya dan mulai menciumi pundak Jongin yang hanya di tutupi seutas tali bra.

"Sehun, please stop it. Aku harus makan. Kau menguras semua tenagaku semalaman penuh" Ucap Jongin menggerutu. Sehun tersenyum kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Jongin.

"You can eat me Jong" Ucap Sehun sensual. Kemudian Sehun mencium telinga Jongin. Jongin hanya bisa mengigit bibirnya dan menikmati sensasi yang diberikan Sehun.

"Okay, i'll give you ten minutes. Dan berikan aku juga makanan yang enak" Setelah mencium pipi Jongin, Sehun beralih duduk di meja makan.

Tak sampai lima menit, piring berisi tiga lembar bacon, scrambled egg dan beberapa potong sosis siap di depan Sehun. Dan tak lupa mangkuk kecil berisi nasi. Sehun tak bisa sarapan kalau tidak dengan nasi.

"Selamat makan" Ucap Jongin semangat. Sehun tersenyum melihat tingkah Jongin.

"Aku harus ke China minggu depan" Ucap Sehun sambil menatap Jongin.

"Eomma-mu sakit lagi?" Sehun mengangguk.

"Apa aku perlu ikut? Lagipula aku belum pernah bertemu eomma-mu"

"Bagaimana dengan urusan kantormu? Bukankah papa-mu sedang berada di China?"

"Ada Baekhyun yang mengurus semuanya"

"Tapi Jong..." Jongin langsung mengenggam tangan Sehun dan membuat wajah memohon.

"Bukankah kita perlu izin untuk ini?" Tanya Jongin sambil mengelus cincin berlian yang bersemat dijari manisnya.

"Jong..."

"Aku ingin bertemu dengan eomma-mu secara personal. Bukan hanya via video call atau telepon. Ku mohon Sehun, ya ya ya?" Sehun menghela nafas, kemudian menganggukkan kepalanya. Jongin yang melihat itu langsung memeluk Sehun, dan mencium pipinya berkali-kali.

"Kau yang terbaik Sehun. Aku menunggumu dikamar" Ucap Jongin sambil berkedip nakal kearah Sehun.

.

.

"Jadi, bagaimana hidupmu disini?" Tanya Sehun.

"So far, aku masih menikmatinya" Ucap wanita dihadapan Jongin sambil merobek kertas berisi gula, kemudian ia masukkan kedalam gelas berisi teh hangatnya.

"Menikmatinya atau berusaha menikmatinya?" Gerakan wanita itu langsung terhenti dan langsung menatap kearah Sehun.

.

.

Jongin menatap dirinya di pantulan kaca kamar mandi rumah sakit. Jongin luar biasa gugup. Memang iya Jongin yang memaksa Sehun untuk membawanya kesini, tapi tetap saja rasa gugup itu menyelimutinya untuk bertemu dengan eomma-nya Sehun.

Setelah mengecek kembali makeup dan rambutnya, Jongin keluar dari kamar mandi tersebut dan menghampiri Sehun yang sedang menunggunya dengan memainkan ponsel.

"Sudah?" Tanya Sehun sambil memasukkan ponselnya kedalam kantung celana. Jongin mengangguk. Sehun tersenyum melihat Jongin yang gugup, kemudian memeluknya sebentar.

"Tak perlu gugup, kau sudah beberapa kali mengobrol dengan eomma kan?"

"Tapikan ini bertemu langsung Sehun. Bagaimana kalau eomma-mu tak menyukaiku?" Sehun terkekeh mendengar pertanyaan Jongin.

"Percaya padaku, eomma sangat menyukaimu. Bahkan eomma sudah beberapa kali menanyai dirimu kapan menemuinya" Jongin menghelas nafas panjang.

"Tak perlu takut, aku ada disini okay" Kemudian Sehun mengenggam tangan Jongin, dan membawa Jongin menuju kamar inap tempat eomma-nya berada.

.

.

Oh Junmyeon tersenyum melihat Jongin, kekasih putra-nya yang berdiri dengan gugup di sebelah putra-nya.

"Jongin kemarilah" Ucap Junmyeon. Jongin mengangguk, kemudian berjalan kearah ranjang Junmyeon.

"Jangan gugup Jongin. Kata Sehun, kau bersemangat untuk mengunjungiku?" Ucap Junmyeon sambil mengenggam tangan Jongin.

"Iya im..."

"Eomma sayang. Ku dengar Sehun sudah melamarmu, benar?" Jongin mengangguk sambil tersenyum malu.

"Anak itu benar-benar. Bagaimana bisa ia tidak memberitahu eomma-nya untuk melamarmu?" Sehun yang mendengar itu langsung cemberut.

"Eomma, aku mendengarnya" Ucap Sehun.

"Biarkan saja. Siapa suruh kau melamar Jongin tanpa memberitahuku?" Jongin terkekeh mendengar berdebatan antara Junmyeon dan Sehun.

"Ngomong-ngomong, bagaimana Sehun melamarmu? Apa dia melakukannya dengan romantis? Kalau tidak, biar ku hajar anak nakal itu. Bagaimana mungkin wanita seperti diri-mu di lamar dengan tak layak" Jongin langsung tersenyum malu mengingat bagaimana Sehun melamarnya dulu.

...

"Sehunhh...fasterhh...i'm so closeehh" Sehun mengulum senyum melihat Jongin yang berada di bawahnya. Rambut berantakan, keringat yang menyelimuti tubuhnya, mata terpejam dan bibir merah bengkak terbuka.

"Akhh...Sehunhh...aghhh" Desahan Jongin membuat Sehun semakin liar menggerakan pinggangnya.

"Bersamahh...sayanghh" Tubuh Sehun langsung jatuh tepat di sebelah kanan tubuh Jongin, setelah pelepasannya.

Saat nafas Sehun mulai teratur, ia mencium kening Jongin.

"Thankyou for always beside me. Thankyou for always understand me. Thankyou for give me a lot of love. Thankyou for take care of me very well. Thankyou for always give me a beautiful night. I love you Jongin" Ucap Sehun sambil menatap mata Jongin. Tangan kanannya mulai mengambil sesuatu yang berada di bawah bantal.

Jongin menutup mulutnya dengan kedua tangannya, saat melihat kotak beludru berwarna merah yang terbuka dan terpampang cincin berlian disana.

"I know this is not romantic. But, Let's life together as a husband and wife. Let's became a great daddy and mommy in this world. And let's growing old together Jongin. So will you marry me?" Jongin mengangguk dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya. Sehun langsung menyematkan cincin berlian itu di jari manis tangan kiri Jongin.

"Thankyou baby, i love you" Ucap Sehun sambil mengecup bibir Jongin.

"Love you more, Sehunnie" Ucap Jongin sambil mengecup bibir Sehun.

"So can we celebrate it?" Jongin langsung mencerutkan bibirnya saat merasa kejantanan Sehun mulai mengeras lagi.

"Sehun~ aku sudah lelah sungguh"

"Aku janji ini yang terakhir"

"Sehunhhh"

...

"Eomma masih tidak terima, kau tidak mengundang eomma saat kau melamar Jongin" Sehun memang menceritakan bagaimana ia melamar Jongin, tapi bukan kejadian aslinya. Tapi Sehun mengarang bebas. Kalau Sehun menceritakan kejadian aslinya, bisa-bisa Jongin memusuhinya.

"Eomma tak boleh datang, karena itu privasi kami" Ucapan Sehun itu di hadiahi pukulan di lengan oleh Jongin. Sementara Sehun malah mengedipkan matanya kearah Jongin.

"Bagaimana kalau kalian membuat engagement party?" Jongin langsung menatap Sehun.

"Terserah padamu" Ucap Sehun.

"Baiklah, kami akan membuatnya eomma" Junmyeon langsung memeluk Jongin.

"Aku jadi tak sabar memperkenalkanmu dengan teman-temanku. Mereka pasti iri melihat kau menjadi menantuku"

.

.

"Jadi, kapan kau akan kembali ke Korea?" Tanya Sehun pada wanita di hadapannya. Yang di tanya hanya tersenyum.

"Kau tak akan kembali ke Korea?" Tanya Sehun lagi.

"Tentu saja, aku akan kembali. Tapi tidak sekarang"

"Mengapa? Apa kau masih membenci mereka?"

"Seandainya aku bisa membenci mereka, aku akan membenci mereka sampai saat ini. Tapi sayangnya aku tak bisa membenci mereka"

"Lalu kenapa? Apa tiga tahun disini tak cukup untuk membenahi hatimu?"

Wanita itu menggeleng, kemudian tersenyum.

.

.

Sehun yang sedang menyetir mobilnya, sesekali melirik kearah Jongin. Wanitanya itu sedang asik dengan ponselnya.

"Jongin, jangan diami aku" Butuh beberapa detik sebelum Jongin menoleh kearah Sehun.

"Aku tidak mendiamimu sayang" Ucap Jongin sambil mengelus pipi Sehun.

"Tapi kau terus fokus dengan ponselmu" Ucap Sehun dengan nada sedikit merajuk.

"Aigoo...bayi besarku merajuk" Ucap Jongin terkekeh sambil mencubit pelan hidung Sehun. Tangan Sehun menghentikan tangan Jongin yang mencubit hidungnya, kemudian menaruh tangan Jongin dipipinya.

"Kalau kita bersama sampai lima tahun kedepan, apa kau akan tetap seperti ini?" Jongin mengerutkan keningnya.

"Maksudmu?"

"Iya, kau manja seperti ini. Kau bermain dengan wajahku. Kau menjahiliku. Dan kau melakukan semua yang kau lakukan padaku seperti sekarang" Jongin tertawa mendengar ucapan Sehun.

"Jongin, jangan menertawaiku" Ucap Sehun sambil memanyunkan bibirnya. Jongin langsung diam sambil menahan tawanya, kemudian suara tawa Jongin kembali meledak.

"Memangnya kenapa hm? Kenapa kau bertanya seperti itu padaku?" Tanya Jongin saat selesai dengan tawanya.

"Ntahlah, aku hanya takut. Takut kau meninggalkanku" Jongin menggeleng, kemudian memeluk lengan Sehun dan bersandar disana.

"Aku tak akan meninggalkanmu Sehun. Aku adalah orang yang bodoh kalau meninggalkanmu"

"Walaupun sesuatu yang besar terjadi dan mengancam hubungan kita?"

"Kalau seperti itu sepertinya aku akan berpikir ulang"

"Jongin~" Jongin kembali tertawa.

"Iya iya, aku akan disini, bersamamu. Asal kau berjanji padaku, kalau kau akan terus mengenggam tanganku sesulit apapun masalah itu"

"Aku berjanji. Kau juga harus berjanji padaku, kalau kau tak akan pernah melepaskan tanganmu dari genggamanku" Jongin mengangguk.

"Iya, aku berjanji"

.

.

"Apa mereka baik-baik saja Sehun?" Sehun mengangguk.

"Mereka baik-baik saja. Mereka memintaku untuk membawamu pulang"

"Aku akan pulang kalau ingin Sehun"

"Mereka akan..."

"Jangan bahas ini, kumohon. Mereka berhak bahagia" Ucap wanita dihadapan Sehun dengan wajah serius.

"Tapi mereka..."

"Mereka lebih berhak bahagia, daripada diriku Sehun"

.

.

Jongin melangkahkan kakinya menuju ruangan Sehun yang berada di paling ujung. Kebetulan hari ini, setelah mereka makan siang bersama mereka akan melakukan fitting baju untuk pernikahan mereka nanti.

Saat Jongin hendak masuk kedalam ruangan Sehun, sekretaris Sehun menahannya.

"Maaf nyonya, tapi sajangnim sedang ada tamu. Anda bisa menunggunya sebentar disini" Jongin langsung mengangguk dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

Kemudian Jongin melangkahkan kakinya menuju sofa yang berada di sudut ruangan, kemudian mulai memainkan ponselnya.

Tak lama pintu ruangan Sehun terbuka, dan Sehun keluar bersama seorang pria yang tingginya melebihi dirinya. Pria itu tampak familiar untuk Jongin.

"Papa?" Panggil Jongin. Sehun dan pria paruh baya itu menoleh kearah Jongin. Wajah mereka sama-sama terkejut.

"Kau sudah datang?" Tanya Sehun yang sedikit gelagapan. Jongin mengangguk.

"Papa tumben sekali kesini?" Tanya Jongin sambil menghampiri papanya.

"Ah itu... Papa sedang... Sedang..." Papa Jongin sedang berusaha berpikir untuk memberikan jawaban yang tepat. Sementara Jongin terus menatap intens papanya.

"Proyek baru sayang. Papa dan aku sedang merencakan proyek baru" Celetuk Sehun sambil merangkul Jongin.

"Tapi bukankah perusahaan kalian bergerak di bidang yang berbeda? Kau perhotelan dan papa..."

"Papa ingin membuat hotel dan resort di salah satu pulau sayang. Dan kebetulan papa dengar Sehun sedang mencari investor untuk pembangunan hotel dan resortnya. Jadi papa berniat untuk menanamkan modal, iya kan Sehun?" Sehun mengangguk.

"Papa setelah ini mau kemana? Bagaimana kalau kita makan siang bersama? Bukankah kita sudah lama tidak makan bersama?" Ajakan Jongin itu membuat wajah Sehun dan Yifan menjadi panik.

"Maaf sayang, tapi papa ada meeting setelah ini. Bagaimana kalau lain waktu?" Wajah Jongin berubah jadi cemberut.

Semenjak Yifan lebih sering tinggal di China, Jongin jadi lebih sering tinggal di apartment Sehun. Karena Jongin tidak terlalu suka jika ia harus berada si rumah sebesar itu sendirian. Mungkin dulu kalai mama Jongin, Zitao masih ada, Jongin masih betah tinggal disana walaupun ia dan Zitao di kamar masing-masing. Karena Jongin merasa tak sendirian disana. Tapi sekarang, kalau Yifan tak ada, rasa sepi itu selalu Jongin rasakan.

Walaupun dari luar Jongin dan Yifan tidak terlihat dekat, beberapa client perusahaan papanya sampai tak menyangka kalau Jongin dan papanya ayah dan anak. Bahkan awalnya Sehun juga ngira kalau papa Jongin hanyalah bosnya Jongin, karena mereka luar biasa profesionnal diluar. Padahal sejujurnya mereka sangat dekat. Bahkan pernah satu waktu, Yifan harus pergi ke Sydney selama tiga bulan. Baru dua minggu, Jongin langsung terbang ke Sydney dan membantu Yifan menghandle proyek disana padahal papanya tak membutuhkan bantuan Jongin. Dan banyak kejadian kecil yang memperlihatkan betapa dekatnya mereka kalau diluar kantor.

"Anak papa tidak boleh merajuk. Malu, masa sudah mau menikah masih merajuk karena tidak bisa makan dengan papa" Jongin semakin memanyunkan bibirnya. Yifan terkekeh, kemudian membawa Jongin kepelukannya.

"Besok atau lusa saja bagaimana? Kau bisa Sehun?" Sehun mengangguk kaku.

"Bisa Pah" Jongin langsung mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Yifan.

"Janji ya? Awas saja kalau nanti papa sibuk berkencan lagi" Tubuh Yifan langsung menegang.

"Janji tidak?" Tanya Jongin lagi.

"Iya janji" Ucap Yifan.

"Kalau bisa sekalian bawa teman kencan papa. Kalau merasa sama-sama cocok lebih baik langsung menikah saja. Umur kalian kan sudah tua" Ucap Jongin sambil terkekeh. Sementara Yifan dan Sehun hanya tertawa canggung.

"Baiklah, papa pergi dulu. Kalau ada waktu, mampir atau menginaplah" Jongin mengangguk.

Setelah mendapat cium di pucuk kepalanya dan memeluk papanya, Jongin beralih kepada Sehun.

"Jadi, kita mau makan dimana?" Tanya Jongin sambil merangkul lengan Sehun.

"Ini bahkan belum jam makan siang Jongin. Tumben sekali kau sudah datang?" Tanya Sehun sambil merapihkan rambut Jongin yang menutupi wajahnya.

"Pekerjaanku sudah selesai"

"Atau lebih tepatnya papa yang memberikanmu dispensasi waktu, untuk mengurus pernikahan kita?" Wajah Jongin langsung menghadap wajah Sehun, kemudian Jongin tersenyum lebar.

"Dasar" Ucap Sehun sambil mencubit pipi Jongin.

.

.

"Apa kau bahagia?" Tanya Sehun pada wanita dihadapannya yang terus menatap kearah luar jendela.

"Bahagia atau tidak, itu adalah pilihan pribadi masing-masing" Ucap wanita itu tanpa melihat kearah Sehun.

"Kalau begitu, apa pilihanmu?"

"Tidak keduanya. Aku hanya berusaha menikmati hidupku..."

"Kalau begitu kau bahagia"

Ada jeda beberapa saat, sampai Sehun kembali berbicara.

"Aku tidak bahagia dan bukan karena aku yang memilih, tapi karena orang lain memilihkannya untukku"

.

.

Ini sudah satu bulan sebelum Jongin dan Sehun menikah. Yifan juga akan tinggal di Korea sampai pernikahan putrinya. Jongin dan Yifan jadi lebih sering menghabiskan waktu berdua. Ntah Yifan menemani Jongin fitting baju atau Jongin menemani Yifan main golf. Karena mereka berdua tahu, setelah Jongin menikah nanti, Jongin tidak bisa leluasa menemui Yifan. Walaupun Sehun memberi Jongin kebebasan, tapi tetap saja Jongin masih punya pikiran kalau ia akan menjadi istri orang nanti.

Jongin menghampiri Yifan yang sedang duduk di kursi ayunan sambil menatap kearah langit. Ini adalah sesuatu hal yang jarang terjadi, mengingat Yifan pasti akan tiba dirumah diatas jam sebelas malam.

"Kalau aku tidak salah lihat jam tadi, ini masih jam delapan malam" Yifan langsung menatap kearah Jongin yang sudah duduk disebelahnya.

"Kau belum tidur?" Jongin menggeleng.

"Tak terasa ya, bulan depan anak papa sudah menikah"

"Bahkan papa sendiri tidak pernah membayangkan hari itu akan terjadi. Karena itu artinya, tanggungjawabmu bukan ada di papa lagi" Jongin langsung menyenderkan kepalanya di bahu Yifan.

"Jongin?" Jongin hanya mengeluarkan suara deheman.

"Kalau Sehun nanti tidak memberikan apapun yang kau mau, kau bisa hubungi papa dan katakan apa yang kau mau" Jongin mengangguk.

"Kalau kau merindukan papa nanti dan Sehun tidak mengizinkanmu datang bertemu papa, hubungi papa dan papa akan membawamu kerumah papa" Jongin mengangguk lagi, tapi kali ini satu air mata lolos dari matanya.

"Kalau Sehun menyakitimu, walaupun itu hanya seujung kuku, hubungi papa. Papa akan datang langsung dan menghabisinya" Jongin mengangguk lagi.

"Kalau kau punya masalah dan Sehun tidak bisa mendengar ceritamu, hubungi papa. Semalam apapun, papa akan menjawab telepon darimu"

"Kalau kau sakit nanti, walau hanya penyakit ringan, kau harus menghubungi papa okay" Ucap papa Jongin sambil mengelus pelan rambut Jongin.

"Papa juga harus menghubungiku apapun yang terjadi" Yifan mengangguk.

"Jongin?"

"Kau tahukan papa sangat mencintaimu?"

"Kalau kau mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan papa, kau harus percaya papa akan memilih membahagiakanmu daripada membahagiakan diri papa sendiri"

.

.

"Aku tahu ada pepatah yang mengatakan kalau semua cerita cinta tak selalu berakhir bahagia"

"Termasuk cerita kita" Sehun tersentak ketika mendengar ucapan wanita dihadapannya. Walaupun pelan, tapi Sehun dapat mendengarnya secara jelas.

"Tapi pasti di setiap cerita, ada pilihannya masing-masing. Dan dicerita kita, kau yang memilih untuk untuk membuatnya jadi tidak bahagia"

.

.

Hari ini Jongin dan Sehun memilih untuk makan siang didekat gedung wo tempat mereka mempercayakan pernikahan mereka.

Saat memasuki restaurant, mata Jongin menangkap seseorang.

"Sehun?" Sehun yang sedang mencari tempat langsung menoleh kearah Jongin.

"Iya sayang?"

"Bukankah itu pala?" Ucap Jongin sambil menunjuk kearah salah satu meja yang berisi dua orang. Sehun langsung menarik tangan Jongin yang sedang menunjuk, kemudian membawa Jongin kearah meja kosong.

"Sehun ih kenapa sih? Itu beneran papa kan? Samperin aja yuk. Sepertinya juga papa sedang bersama temen kencannya"

"Jong, lebih baik kita makan dulu baru menghampiri papa. Aku sudah lapar"

"Bentar saja okay, setelah itu kita langsung makan. Aku hanya ingin melihat seperti apa temen kencannya papa"

"Kan bisa nanti sayang"

"Bentar saja Sehun, aku janji"

"Jongin..."

"Lagipula itu tidak sopan Sehun. Ayo sebentar aja"

Sehun terus menahan Jongin, agar tidak menghampiri papanya. Namun usahanya gagal, karena Jongin sudah berdiri di hadapan meja papanya.

Jongin diam saat tiba di hadapan meja papanya.

"Eomma?"

.

.

Kini Jongin, Sehun, Junmyeon dan Yifan duduk berhadapan. Tak ada satupun yang membuka pembicaraan, dan membuat Jongin akhirnya membuka suaranya.

"Jadi ada hubungan papa dengan eomma-nya Sehun?" Tanya Jongin.

"Jongin..."

"Kalian berkencan?" Tanya Jongin lagi.

"Jongin, dengarkan papa dulu" Ucap Yifan dengan nada memohon disana.

"Okay, aku pikir kalian memang berkencan" Setelah itu Jongin beranjak dari kursinya dan meninggalkan mereka.

Jongin tak bisa lagi menahan air matanya. Dadanya begitu sesak. Bahkan Jongin sampai beberapa kali hampir terjatuh, karena kakinya yang terasa sangat lemah. Belum lagi Jongin terus menabrak orang-orang yang sedang berjalan kaki. Yang Jongin pikirkan hanya berjalan sejauh mungkin, sampai kakinya tak bisa lagi berjalan.

Tapi sebuah tangan menariknya dan membawanya kedalam pelukan yang selalu membuatnya nyaman.

Tak ada satu kata yang keluar dari mulut Sehun atau Jongin. Jongin hanya terus menangis di bahu Sehun, menyalurkan rasa sakit di dadanya yang begitu menyesakkan.

.

.

"Kau tahu semuanya?" Tanya Jongin. Mereka sekarang sedang duduk di salah satu kedai ice cream. Karena biasanya kalau Jongin sedih, Sehun akan membawanya kesini.

"Kau tahu semuanya Sehun?" Tanya Jongin lagi.

"Aku..." Jongin terus menatap lekat kearah Sehun.

"Ya, aku tahu" Jongin tersenyum getir mendengar ucapan Sehun.

"Jadi hanya aku yang tak tahu apapun?"

"Jong, aku..."

"Apa? Apapun alasannya, kau tak memberitahuku Sehun"

"Aku mau memberitahumu, tapi bukan sekarang" Ucap Sehun sambil mengenggam tangan Jongin.

"Lalu kapan? Setelah kita menikah?" Sehun diam. Jongin memilih mengambil tasnya dan beranjak dari duduknya.

"Jong, kau mau kemana? Kita belum selesai berbicara?" Tahan Sehun.

"Aku lelah. Kita bicarakan ini besok" Setelah itu Jongin meninggalkan Sehun.

.

.

Jongin memilih mengambil proyek ayahnya yang berada di Russia. Tanpa memberitahu siapapun, kecuali Baekhyun sekretarisnya.

Meninggalkan ponselnya di Korea, dan bermodal ponsel baru yang ia beli di Russia. Dan hanya ada nomor Baekhyun disana.

Jongin hanya ingin melarikan diri. Katakan Jongin pengecut, tapi ini memang benar-benar berat untuknya. Jongin tak bisa menghadapinya dan memilih untuk melarikan diri.

Tiga minggu sebelum hari pernikahannya, Jongin mengetahui kalau papanya menjalin hubungan dengan wanita yang nanti akan menjadi ibu mertuanya. Bahkan papanya pernah bilang, kalau ia akan menikahi teman kencannya setelah Jongin menikah nanti.

Satu sisi, Jongin tak ingin membatalkan pernikahannya dengan Sehun. Pernikahan yang sudah ia idam-idamkan selama satu tahun belakangan. Tapi di satu sisi, ia tak bisa egois apalagi untuk kebahagiaan papanya. Semenjak Jongin tahu papanya menjalin hubungan dengan wanita lain setelah mamanya meninggal, Jongin sangat mendukungnya. Apalagi wanita itu bisa membuat papanya kembali tertawa dan tersenyum. Tapi Jongin sama sekali tak pernah berpikir kalau wanita itu adalah calon ibu mertuanya.

Jongin tahu, Yifan dan Sehun terus mencoba menghubunginya. Karena dua nomor Korea, selalu menghubunginya setiap hari. Atau beberapa kali sekretarisnya disini mengatakan bahwa ada tamu dari Korea yang ingin menemuinya. Tapi Jongin memilih untuk mengabaikannya. Karena jujur, Jongin tak bisa memilih diantara keduanya. Karena kedua pilihan itu sama-sama menyakiti hatinya.

Jongin menatap kedua foto yang terpajang di meja kerjanya. Satu foto bersama papanya dan satu foto bersama Sehun. Air matanya kembali jatuh. Ntah berapa kali Jongin menangis dalam sehari, tapi setiap melihat kedua foto itu air mata Jongin kembali mengalir. Dadanya seperti di tusuk ribuan jarum, bahkan pernah satu kali saking sesaknya Jongin sampai dilarikan kerumah sakit.

Jongin pernah mencoba menutup salah satu foto itu, tapi tangannya tak sampai untuk menutup salah satu foto itu. Karena Jongin mencintai papanya dan Sehun sama besar. Jongin membutuhkan papanya dan Sehun sama besarnya. Ia betul-betul tak bisa memilih. Jongin bahkan rasanya bisa gila, kalau harus memilih salah satu.

Tapi di satu malam, ntah kekuatan dari mana, Jongin memilih untuk kebahagiaan papanya. Tak peduli, seberapa lama ia membangun hubungan ini dengan Sehun, seberapa sulit perjalanan cintanya dengan Sehun, seberapa banyak kenangan indah yang terukir, seberapa besar cinta dan sayangnya pada Sehun, seberapa besar impiannya untuk menikah dan membangun keluarga bahagia bersama Sehun, ia memilih untuk mengubur semuanya.

.

.

"Aku memutuskan untuk membatalkan semuanya" Ucap Jongin. Ucapan Jongin itu membuat semuanya kaget.

"Jongin, kau sadar dengan ucapanmu?" Tanya Yifan. Jongin mengangguk.

"Jongin jangan gila. Kita menikah minggu depan" Ucap Sehun sambil mengacak-acak rambutnya.

"Itu lebih baik daripada aku membatalkannya di hari pernikahan kita"

"WU JONGIN" Teriak Sehun.

"KITA TAK BOLEH EGOIS SEHUN" Ucap Jongin sambil menangis.

"Jongin, kau bisa menikah dengan Sehun. Eomma dan papamu akan mengalah" Ucap Junmyeon sambil mengenggam tangan Jongin. Jongin menggeleng pelan.

"Kalian menikahlah. Gantikan posisiku dengan Sehun, dialtar minggu depan" Sehun langsung menarik tangan Jongin.

"Jongin, tatap aku" Jongin memilih menatap arah lain. Karena ia tahu, saat ia melihat mata Sehun ada kekecewaan disana. Kekecewaan yang membuat Jongin semakin menangis dan sesak.

"Impian kita sudah di depan mata Jongin. Kita sudah melakukan semuanya agar minggu depan menjadi pernikahan impianmu" Jongin langsung menatap mata Sehun.

"Kita tak bisa egois Sehun. Ini untuk kebahagiaan mereka" Ucap Jongin pelan.

"Kita cari cara okay. Tapi bukan dengan membatalkan pernikahan seperti ini Jongin" Jongin menggeleng pelan.

"Tak ada cara lain Sehun. Kumohon. Setidaknya lakukan ini untuk membalas budi untuk eomma"

"Jong..."

"Aku mencintaimu Sehun, sangat. Ini juga menyakitiku, tapi aku tak bisa egois" Sehun langsung melepaskan genggaman tangan Jongin.

"Terserah padamu" Setelah itu Sehun berlalu dan meninggalkan Jongin dan orangtua mereka tanpa mengucapkan sepatah katapun.

.

.

Sudah hampir empat hari, Jongin hanya memilih menghabiskah waktunya dikamar, mendengarkan musik-musik mellow dan tak mau berbicara dengan siapapun, termasuk Yifan.

Ada rasa penyesalan di dalam hati Jongin. Kenapa ia begitu bodoh? Bukankah ia pernah berjanji pada Sehun, kalau masalah apapun nanti yang menimpa mereka, Jongin tak akan pernah melepas genggaman tangan Sehun.

Tapi Jongin tak melakukannya.

Jongin juga sudah tahu, kalau Yifan dan Junmyeon pasti akan memilih untuk kebahagiaan anak mereka. Karena Yifan dan Junmyeon pernah mengatakan seperti itu padanya.

Tapi ketika Jongin ingin menjadi egois, memilih kebahagiaannya, hatinya menolak. Sekuat apapun Jongin ingin berusaha ingin menjadi egois, ia tak bisa. Tapi, sekuat apapun ia berusaha untuk merelakan semuanya, ia juga tak bisa.

.

.

Hari ini seharusnya hari pernikahan Jongin dan Sehun. Tapi malah berganti menjadi hari pernikahan Yifan dan Junmyeon. Yifan dan Junmyeon sempat menolak, dan beberapa kali terus membujuk Jongin kalau mereka tak menikah pun tak apa, asal Jongin dan Sehun tersenyum di altar hari ini. Tapi Jongin kembali membujuk mereka. Mengatakan bahwa Jongin dan Sehun baik-baik saja. Padahal Jongin tahu, Sehun sering keluar masuk club dan membuat keributan disana. Tapi Jongin menutup kedua telinga dan matanya, dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.

Jongin sengaja datang subuh ke gereja tempat pemberkatan pernikahan Yifan dan Junmyeon diadakan hari ini. Tangannya sedikit ragu saat ingin mendorong pintu kayu besar itu. Tapi pada akhirnya Jongin mendorongnya.

Wangi bunga langsung menguasai hidung Jongin. Kaki mulai Jongin berjalan diatas altar dan sesekali tangan Jongin memegang bunga yang tersampir di sisi kursi. Sampai akhirnya kaki Jongin terhenti di samping mimbar. Matanya mulai menatap sekeliling gereja itu.

Gereja yang tadinya sederhana dengan nuansa putih klasik ala eropa, kini terlihat mewah. Bunga berwarna putih dan beberapa lilin menghiasinya. Semuanya seperti yang Jongin impikan dan harapkan. Kini mata Jongin tertuju pada pintu gereja yang berada jauh di pandangannya. Matanya mulai terpejam.

Jongin melihat dirinya masuk dengan merangkul lengan Yifan dengan senyumnya. Orang-orang yang berada disana mulai berdiri, tersenyum lebar dan beberapa diantara memuji kecantikan Jongin. Kedua keponakan perempuan Jongin, dari sepupunya berjalan di depannya sambil menabur bunga.

Semakin dekat dengan altar, wajah Sehun terlihat semakin jelas dimata Jongin. Sehun terlihat lebih tampan dengan suit hitam yang ia gunakan. Senyum Sehun pun adalah senyum yang paling indah yang pernah Jongin lihat.

Yifan mulai memberikan tangan Jongin pada Sehun dan mengucapkan beberapa kata untuk Sehun, sebelum akhirnya Yifan mundur dan duduk di kursinya.

Sehun sempat membisikkan kalau Jongin cantik hari ini, sebelum pemberkatan pernikahan mereka dimulai.

"I Sehun, take you Jongin, to be my wife, my partner in life and my one true love. I will cherish our union and love you more each day than I did the day before. I will trust you and respect you, laugh with you and cry with you, loving you faithfully through good times and bad, regardless of the obstacles we may face together. I give you my hand, my heart, and my love, from this day forward for as long as we both shall live"

"I Jongin, take you Sehun, to be my partner, loving what I know of you, and trusting what I do not yet know. I eagerly anticipate the chance to grow together, getting to know the man you will become, and falling in love a little more each day. I promise to love and cherish you through whatever life may bring us"

Setelah itu bibir Sehun langsung ia tempelkan pada bibir Jongin. Sehun melumat bibir Jongin yang kemudian di balas oleh Jongin. Sehun memutus ciuman mereka terlebih dulu, kemudian berkata ia mencintai Jongin dan kembali mengecup bibir Jongin.

Tubuh Jongin langsung limbung ketika ia membuka matanya. Air matanya sudah mengaliri kedua pipinya. Kaki dan tangannya bergetar, sehingga tubuh Jongin harus terjatuh. Perasaannya Jongin sudah tidak bisa dijelaskan lagi. Menyesal, sakit, sesak, gelisah dan kecewa bercampur menjadi satu.

Seharusnya hari ini ia yang menikah dengan Sehun. Seharusnya hari ini adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Seharusnya hari ini adalah awal dari perjalanan hidupnya dengan Sehun. Seharusnya senyumnya hari ini adalah senyum terbaik yang pernah ia berikan.

Tapi hari ini malah menjadi hari yang ingin Jongin lupakan. Hari dimana ia ingin lewatinya. Hari yang seharusnya air matanya keluar untuk kebahagiaan bukan untuk kesedihan. Dan hari dimana ia merasakan sakit yang begitu dalam.

Jongin menyesal. Sangat menyesal.

.

.

"Jongin, kita masih punya waktu untuk menganti pernikahan ini" Ucap Yifan, tapi Jongin menggeleng.

"Papa, tersenyumlah saat pintu terbuka. Jangan menampilkan wajah sedih seperti ini" Ucap Jongin sambil sesekali membetulkan pakaian Yifan.

"Jong..."

"Pintu sudah akan dibuka, ingat tersenyumlah. Aku melihat eomma dulu" Setelah mencium pipi Yifan, Jongin melangkahkan kakinya menjauhi Yifan. Bukan untuk menemui Junmyeon, tapi untuk menangis. Karena air mata yang Jongin pikir tidak akan keluar lagi, karena sedari malam ia sudah menangis. Semakin ingin keluar karena semakin dekat waktu pemberkatan Yifan dan Junmyeon.

.

.

Jongin sempat khawatir, karena Sehun belum juga tiba. Padahal sebentar lagi pemberkatan akan dimulai. Jongin terus menghubungi ponsel Sehun. Tepat empat kali ia menghubungi Sehun, suara pintu terbuka dan menampilkan Sehun lengkap dengan suitnya.

"Maaf aku terlambat. Kalian bisa memulai pemberkatan sekarang" Ucap Sehun, kemudian ia duduk di bagian mempelai perempuan.

Jongin menatap Sehun dari kejauhan. Ia tahu Sehun tak makan dengan baik seminggu ini, karena tubuhnya terlihat mengurus. Ia tahu, Sehun tak tidur dengan baik seminggu ini, karena kantung matanya terlihat hitam dan tebal. Ia tahu, Sehun tak bahagia karena tak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya. Tapi Jongin tak bisa melakukan apapun. Walaupun ia ingin melakukan sesuatu.

Jongin menatap Junmyeon saat ia masuk kedalam gereja. Gaun yang digunakan Junmyeon adalah gaun yang seharusnya ia pakai hari ini. Setelah jas yang Yifan pakai hari ini, seharusnya Sehun yang gunakan. Untuk kesekian kalinya, Jongin tak bisa membendung air matanya. Baekhyun yang berada di sebelahnya mengenggam tangan Jongin, kemudian berbisik.

"Kau bisa pergi keluar. Aku akan meminta bagian dokumentasi untuk merekam dengan jelas pemberkatan papamu dan eomma Sehun"

"Terimakasih Baek" Setelah itu Jongin berjalan menuju pintu samping, yang terbuka.

.

.

Jongin memukul dadanya, menghirup udara dalam-dalam dan berharap kalau rasa sakit dan sesaknya menguap di udara. Tapi itu tak berhasil sama sekali.

Jongin bohong kalau ia tak menginginkan pernikahannya hari ini terlaksana. Jongin bohong kalau ia dengan sepenuh hati bahagia karena pernikahan papanya. Jongin bohong kalau perasannya untuk Sehun sudah hilang. Jongin bohong kalau ia baik-baik saja hari ini.

"Kau bisa menggunakan pundakku untuk tempatmu menangis" Jongin langsung menatap Sehun yang berdiri di sampingnya.

"Apa pemberkatannya sudah selesai?" Tanya Jongin sambil mengelap air matanya.

"Baru saja selesai" Jongin mengangguk.

"Sebaiknya kita kembali, sebelum semua orang menyadari kita menghilang" Tepat saat Jongin melangkahkan kakinya, suara Sehun menahannya.

"Jonginie?" Air mata Jongin kembali keluar.

"Bisa aku memelukmu sekali lagi?"

"Sebelum kita masuk dan status kita adalah saudara"

"Biarkan aku memelukmu sekali lagi sebagai orang yang aku cintai?" Tanya Sehun. Jongin membalikkan tubuhnya dan mengangguk.

"Kau bisa memelukku selama mungkin, karena saat kaki kita menginjakkan kaki diruangan itu, tidak ada Sehunnya Jongin atau Jonginnya Sehun. Tapi yang ada, aku kakakmu dan kau adikku"

Sehun memeluk Jongin seerat mungkin. Seperti Jongin akan pergi dari hidupnya. Seperti ia tak akan pernah melihat Jongin lagi.

Tapi memang benar. Jongin akan pergi dari hidupnya. Tapi bukan dalam artian betul-betul pergi, tapi Jonginnya akan pergi dan berganti menjadi kakaknya.

"Maaf karena hari ini tidak menjadi hari bahagia kita. Maafkan aku Sehun. Aku terlalu egois. Aku tak memikirkan dirimu. Tapi satu hal yang perlu kau tahu. Aku sama hancurnya denganmu. Aku sama sakitnya denganmu. Dan aku menyesal atas semuanya"

.

.

Sehun menyodorkan satu satu undangan berwarna gold, kepada wanita yang ada dihadapannya yang tak lain adalah kakaknya, Wu Jongin.

"Aku menikah bulan depan. Aku tak berharap banyak kau akan datang atau tidak, tapi setidaknya kirimi aku ucapan selamat. Agar aku tahu perasaanmu untukku sudah tidak ada lagi, dan aku bisa menikah serta melupakan dirimu" Jongin menatap undangan itu dalam diam.

"Aku harus kembali sekarang, karena aku tak mau terlambat untuk penerbanganku" Jongin menatap Sehun sambil mengangguk.

"Semoga kau menemukan kebahagianmu disini, di Russia" Setelah itu Sehun bangkit dari duduknya dan meninggalkan Jongin.

Tapi tepat dua langkah Sehun meninggalkan Jongin, Jongin memanggilnya.

"Sehun..." Jongin menatap punggung Sehun. Kalau Sehun berbalik saat itu, Jongin akan mengatakan kalau jangan menikah. Tapi kalau Sehun tak berbalik ia akan mengatakan selamat untuk pernikahannya.

Jongin menghitung mundur. Tiga... dua... satu... punggung Sehun sama sekali tak berbalik.

"Selamat untuk pernikahanmu. Semoga kalian bahagia" Setelah mendengar ucapan Jongin, Sehun langsung meninggalkan Jongin. Sementara Jongin menangis sendirian, karena rasa sakit yang ia derita untuk kedua kalinya.

.

.

.

.

.

.
End

Cerita ini aku repost. Memang ada beberapa yang aku ganti dan aku tambahin.

Aku lagi nulis sequel ff ini, tapi aku gatau kapan upnya. Tapi pasti bakal aku up kok hehe.

Terimakaciii udah mau meluangkan waktunya untuk membaca ff aku.

-Amanda