Disclamer: Death Note belongs to Tsugumi Ohba and Takeshi Obata

Warning: AU, OOC

Ket: All Light's POV, Italic adalah flashback, Italic center isi surat


I Found My Reason To Live, Then It Dissapear


London, 1895

Aku membuka mata coklatku, kulihat diriku berada di sebuah tempat yang sempit. Penjara. Iya, kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini. Jawabannya gampang, karena aku membenci para bangsawan.

Memang tidak semua bangsawan itu egois, kejam dan sebagainya. Tapi kebanyakan dari para bangsawan itu selalu memandang rendah terhadap kami, rakyat jelata. Seolah-olah kami terpisahkan oleh dunia yang berbeda. Jadi mereka bisa seenaknya.

Aku masih ingat masa-masa damai, dimana aku tidak melakukan hal keji seperti ini. Keji? Bagiku ini bukanlah apa-apa. Ini baru sebagian dari tindakanku untuk membuat para bangsawan itu menderita.

Terserah kalian mau mencaci maki diriku atau apa. Yang pasti ini bukanlah kesalahan bagiku, aku berusaha mengikuti kata hatiku saja. Meski jalan pikiranku berbeda dengan orang lain.


Langit terlihat cerah, angin juga bertiup sepoi-sepoi. Cuaca yang sangat bagus. Aku segera menuju halaman depan, melihat kondisi adik perempuanku yang sedang bermain. Ia memiliki tubuh yang lemah, jadi aku harus menjaganya.

"Sayu, kalau kamu sudah capek bilang ya?" ujarku pada adik perempuanku, Sayu.

"Iya..." ujarnya yang masih asyik bermain. Ia sibuk mengejar kupu-kupu yang terbang di dekatnya. Jarang sekali kulihat kupu-kupu di dekat rumah kami.

Aku hanya tersenyum saja melihat kondisi adikku, yang tampaknya sudah membaik. Tidak lama terdengar langkah kaki mendekatiku, aku langsung berbalik melihatnya. Ternyata ibuku datang membawa minuman.

"Light, suruh Sayu minum obat dulu." ujar ibu.

"Iya. Akan aku panggilkan." ujarku.

Aku langsung menghampiri Sayu, tapi aneh. Kenapa Sayu tidak muncul? Tidak mungkin ia mengejar kupu-kupu sampai sejauh itu. Aku segera berlari menuju pintu gerbang rumah kami, dan betapa terkejutnya aku melihat beberapa pria berseragam.

Aku segera mendekati Sayu yang tampaknya gemetaran. Aku berusaha menenangkannya, tapi kehadiran pria-pria itu memang mengerikan. Aku tahu siapa mereka, mereka adalah para polisi terkenal di London. Mereka adalah musuhku...

Kenapa kubilang musuh? Karena mereka-lah yang menyelidiki tentang apa yang kuperbuat selama ini. Bukannya aku tidak tahu diriku akan ketahuan, tapi aku tidak menyangka mereka akan datang di saat seperti ini.

"Mana yang bernama Yagami Light?" tanya salah satu pria itu.

"Nii-chan..." Sayu langsung saja memelukku, ia takut.

Aku memberanikan diri mengatakan pada mereka siapa namaku. Aku, Yagami Light. Orang yang mereka cari. Beberapa pria itu langsung saja mendekatiku, memisahkanku dengan Sayu. Mereka mengikat tanganku.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku.

"Jangan mengelak, Yagami Light. Kau telah terbukti bersalah." jawab salah satu pria itu. Aku tidak tahu siapa namanya, tapi wajahnya yang asing itu bisa langsung aku ingat.

Tampaknya kami cukup membuat keributan, kulihat ayah dan ibu menghampiri kami. Sayu segera berlari menuju ibu. Aku bersyukur Sayu tidak apa-apa.

"Ada apa ini?" tanya ayah.

"Anda ayah dari Yagami Light?" tanya pria itu.

"Iya. Ada apa?"

"Perkenalkan saya Alfon Rudner, kepala polisi London. Saya ingin memberitahukan satu hal kepada Anda."

"Cepat beritahu saja."

"Anak Anda, Yagami Light. Terbukti bersalah atas pembunuhan terhadap 15 bangsawan besar kami. Jadi kami akan membawanya pergi ke penjara."

"APA?"

Kulihat wajah ayah yang shock, ibu langsung menangis begitu juga dengan Sayu. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Itu memang kenyataan, aku menghabisi 15 bangsawan itu. Aku memang tidak menyukai tingkah mereka yang sok berkuasa. Aku muak!

"Benarkah itu, Light?" tanya ayah.

Aku memalingkan wajahku darinya, dan hanya mengangguk pelan. Ayahku langsung lemas, mungkin ia tidak menyangka aku akan melakukan hal sekeji itu. Tapi lihatlah kenyataan, itulah diriku yang sekarang.

"Kami juga harus memberitahu Anda." ujar kepala polisi Alfon.

"Apa?" tanya ayah.

"Kami akan segera membawa anak Anda ke penjara dan ia akan menjalani masa hukuman selama satu tahun sebelum ia akan dihukum mati."

Aku terkejut mendengarnya, terlebih lagi ayah, ibu dan Sayu. Aku tidak menyangka akan dihukum mati atas tindakanku. Hukuman mati? Aku merasa tidak bersalah melakukannya. Ah, sudahlah. Biarkan semuanya terjadi.

"Light akan..." gumam ibu.

"Maaf..." hanya kata itu saja yang dapat aku ucapkan.

Beberapa pria di belakangku langsung saja menarikku menuju kereta kuda, mereka memasukkanku ke dalam kereta kuda tentu dengan tangan terikat dan penjagaan yang ketat.

"Nii-chan!" jerit Sayu.

"Saya permisi dulu." ujar Alfon dan ia memasuki kereta kuda. Lalu kereta kuda pun berjalan meninggalkan rumahku. Meninggalkan keluargaku. Iya, karena tindakanku aku meninggalkan mereka.

.

.

.

Kulihat jalanan yang kami lewati terasa asing bagiku. Dimana ini? Inikah sudut terpencil di Inggris? Kulihat ada sebuah gedung yang sangat besar, gedung penjara. Sesampainya kami disana, kami turun dari kereta kuda.

"Cepat bawa dia!" seru Alfon.

Beberapa pria yang mengikat tanganku langsung saja membawaku masuk ke dalam. Ke dalam kurungan dimana aku tidak akan bisa keluar. Aku ingin saja lari, tapi tanganku diikat kuat. Rasanya tidak mungkin aku bisa lolos.

Aku langsung saja dimasukkan ke dalam sel penjara yang dingin. Disini tidak ada apa-apa, hanya ada satu tempat tidur dan jendela kecil yang cukup untuk ventilasi udara saja. Inikah rasanya berada di dalam penjara?

Aku hanya tersenyum sinis saja mengingat kejadian tadi. Terbukti bersalah, dihukum selama satu tahun untuk menuju hukuman mati. Mereka semua bodoh atau apa? Aku akan memikirkan cara untuk keluar dari sini.


Tapi sampai sekarang, satu bulan telah berlalu dan aku tidak menemukan cara untuk keluar dari sini. Semua cara sudah kucoba, tapi hasilnya nihil.

Bukannya aku tidak pandai membaca situasi, tapi di tempat seperti ini berusaha kabur sama saja dengan bunuh diri. Aku mendengar ketika ada yang berbicara mengenai salah satu tawanan yang tewas karena disiksa.

Kenapa hal itu diperbolehkan? Tujuan kami di sini untuk dihukum dan mungkin dibebaskan jika kami sadar, tapi kalau seperti itu lebih baik langsung saja dibunuh.

.

.

.

"Ck, kali ini apa yang harus aku lakukan?" tanyaku geram kepada para sipir penjara saat mereka mendatangi sel-ku. Mereka menatapku dengan wajah yang, membuatku kesal.

"Kau tidak perlu melakukan apa-apa, cukup lari keliling bangunan ini sebanyak 50 kali." jawab salah satu sipir, yang kutahu ia bernama Ronald.

"Kenapa? Memangnya aku melakukan kesalahan?"

"Kau telat 10 menit saat melakukan kegiatan kerja rutin. Kau tahu, kalian semua harus disiplin."

"Peduli amat dengan disiplin! Yang penting aku mengerjakannya."

'Plak'

Langsung saja pipiku ditampar oleh sipir penjara itu, sakit memang tapi ini bukan apa-apa. Aku hanya memandang sinis ke arah mereka, mereka kira aku takut pada semua ancaman mereka. Mereka salah besar.

"Kau tahu, kau membuatku kesal!" ujar Ronald marah.

"Oh ya? Baguslah." gumamku.

Ronald berjalan mendekati diriku, ia memandangku dengan tajam. Ia langsung saja menyentuh daguku dan tertawa di hadapanku.

"Hahaha... Kau cukup tampan, tapi sayang kau berada di sini," ujarnya. "Tempat ini tidak cocok untuk orang seperti dirimu. Apalagi dengan tindakanmu itu, membunuh 15 bangsawan."

"Kalau aku bisa, aku ingin membunuh kalian juga sekarang."

Lagi-lagi aku ditampar, tapi kali ini berbeda ia juga memukul badanku beberapa kali. Aku sempat terbatuk-batuk karena pukulannya yang cukup keras. Aku memandang ke arah mereka sambil menyeringai.

"Apa yang kau lihat, hah?" seru Ronald dan ia berusaha memukulku. Tapi ia dicegah oleh temannya yang bernama Thomas.

"Sudahlah, kau sudah memukulnya sampai ia seperti itu." ujar Thomas.

"Huh! Kau selamat, lain kali kau akan kuhabisi!" ujar Ronald dengan emosi, lalu ia berjalan meninggalkanku disusul oleh Thomas.

Aku hanya sedikit meringis karena pukulannya itu. Ternyata ketika orang itu pergi, rasa sakitnya baru terasa. Aku berjalan tertatih-tatih menuju tempat tidur, setidaknya aku ingin mengistirahatkan badan.

"Ah, hidup di sini tidak mudah..." gumamku.


Hari ini keseharianku di sini dimulai lagi, semuanya nampak sama. Kami hanya diberi waktu bebas sekitar 20 menit, itu pun dengan jaminan kami tidak akan bisa lolos. Tentu saja, siapa juga yang ingin melarikan diri jika pagar yang ada dialiri listrik tegangan tinggi?

Aku berjalan-jalan saja di sekitar pagar itu, suasana di sini sejuk, anginnya terasa sepoi-sepoi. Setidaknya ini hal yang kusukai di sini. Lalu kulihat ada sosok pemuda. Karena ia memakai jubah, aku tidak bisa melihat wajahnya. Sosoknya terasa asing bagiku.

Tiba-tiba angin bertiup cukup kencang, menerbangkan jubah pemuda itu ke tempatku. Aku hanya berjalan mendekati jubah itu dan menatapnya, pemuda yang tadi segera menghampiriku.

"Maaf, bisa kau ambilkan?" tanyanya.

"Tentu." jawabku dan aku memberikan jubah miliknya padanya. Tentu dengan berhati-hati agar tidak menyentuh langsung pagar.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

Entah kenapa aku melihat pemuda yang ada di hadapanku, pemuda berambut hitam itu sedikit berbeda. Aku tidak tahu apa nama sesuatu yang kurasakan ini, tapi hal ini tidak buruk.

"Kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya pemuda itu.

"Banyak hal yang terjadi." jawabku.

Kulihat ia hanya menganggukkan kepalanya saja, kemudian ia tersenyum padaku. Perasaan apa ini? Aku tidak pernah merasakannya sebelumnya, padahal kami baru bertemu. Tapi melihat senyumnya itu aku merasa senang.

"Besok aku akan kemari." ujar pemuda itu.

"Baiklah..."


Keesokan harinya, ketika waktu bebas aku kemari. Dan benar saja pemuda itu sudah berada di depan pagar, ia melambaikan tangannya padaku. Aku tersenyum saja melihatnya, entah kenapa aku merasa bahagia.

Aku sudah memikirkan hal ini semalam. Inikah cinta? Aku jatuh cinta padanya? Seorang pemuda yang baru aku temui? Aku gila atau apa. Tapi aku akui aku tidak merasa buruk merasakan hal ini padanya.

"Sesuai janji, aku datang." ujar pemuda itu.

"Iya, kau menepati janji." ujarku.

Tiba-tiba saja ia mengeluarkan sebuah kertas, lalu ia melipatnya dan jadi pesawat kertas. Lalu ia menerbangkannya ke tempatku, aku terkejut melihat surat itu.

"Itu untukmu. Dibaca ya?" ujarnya.

"Eh? Baiklah..." gumamku sambil mengambil surat itu.

Lalu pemuda itu berjalan meninggalkanku, tampaknya ia tidak memiliki waktu banyak untuk menemuiku. Tidak apa, asalkan aku melihat wajahnya itu sudah cukup.

Lalu aku membuka surat yang pemuda tadi berikan padaku. Di surat itu tidak tertulis banyak hal, tapi melalui surat itu aku merasa senang.

Untuk seseorang yang aku temui.

Ini adalah pertemuan pertama kita, aku senang kita bisa bertemu.

Kulihat kau selalu terlihat murung, kalau kau mau aku akan menghiburmu.

Bisakah aku melakukannya?

Light terkejut membaca surat itu. Pemuda itu tahu apa yang ia rasakan. Ada ikatan batin atau apa? Light tersenyum saja membaca surat itu.

'Tentu kau bisa melakukannya.' batin Light.


Keesokan harinya, aku segera menuju tempat aku bertemu dengannya. Ia sudah berada di sana, aku langsung saja membuat pesawat kertas dan melemparkannya padanya.

"Hai..." sapaku.

"Ah... Hai." ujarnya. Ia tahu aku melemparkan pesawat kertas. Ia langsung saja menerimanya dan tersenyum padaku. Senyumannya itu, Tuhan aku ingin memiliki dirinya.

"Terima kasih atas niatmu, ya. Aku menghargainya."

"Lalu? Bisakah aku?"

"Tentu... Kamu lihat saja suratku."

Pemuda itu langsung saja membuka surat yang ia terima. Aku menunggu reaksi apa yang akan terjadi ketika ia membaca surat itu.

Terima kasih atas niatmu itu.

Aku sangat menghargainya. Tentu kamu bisa membantuku. Aku senang.

Aku ingin bisa mengenalmu lebih dalam lagi, melalui surat ini.

Bisakah?

Satu hal yang kulihat dari wajah pemuda itu adalah, ia tersenyum. Tampaknya ia pemuda yang ramah. Ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Kau bisa mengenalku lagi." ujarnya.

"Terima kasih..."


Sejak beberapa hari terakhir ini, kami selalu berkirim-kiriman surat. Terkadang kami tidak punya cukup waktu untuk saling bicara. Dengan surat ini kami bisa mengucapkan apa yang kami pikirkan.

.

.

.

"Kapan kamu keluar dari sini?" tanya pemuda itu padaku.

Aku hanya tersenyum tipis. Keluar dari sini? Ah, aku tidak memikirkannya lagi. Setelah satu tahun masa hukuman penjara, aku akan dihukum mati. Tidak ada kesempatan bagiku untuk keluar.

"Entah. Secepatnya, mungkin." jawabku asal.

"Benarkah? Syukurlah..."

Aku mengatakannya, mengatakan kebohongan yang besar. Aku tidak mungkin bisa keluar dari sini. Tidak akan. Tapi, asalkan dengan kebohongan ini aku bisa terus menemui dirimu tidak apa.

Jika aku memiliki dirimu, semangat hidupku. Meski apa yang aku ucapkan adalah kebohongan, tapi aku percaya suatu saat itu akan menjadi kenyataan. Aku ingin berada di sampingmu, dan itu bukan kebohongan.

Melihat dirimu, perlahan-lahan kebahagiaan muncul dalam hidupku. Aku yang merasa menderita di sini, akan bertahan agar bisa melihat senyum manismu. Aku sudah menemukan alasan aku harus bertahan, demi kamu.

Surat-surat yang aku terima darimu adalah pemicu semangat hidupku, semuanya sangat berharga. Aku akan terus menjaganya, seperti aku menjaga perasaanku padamu. Tapi, aku akan mengatakannya di waktu yang tepat.

TBC

A/N: Sudah lama tidak menulis di fandom ini. Aku hanya ingin menulisnya saja, semoga ada yang mau membacanya.

RnR, please?^^