TITLE : Extraordinary (Part 1)
CAST :
JEON JUNGKOOK
KIM TAEHYUNG
PARK JIMIN
KIM SEOKJIN
JUNG HOSEOK
JUNG IL WOO (Jungkook's Father)
PARK SO DAM (Jungkook's Mother)
Top!Tae Bottom!Kook for lifeu.
DAEGU PROVINCE
Jungkook adalah anak biasa berusia 5 tahun yang memiliki keluarga sempurna. Ayah yang begitu menyayanginya, ibu yang begitu perhatian padanya dan hyung yang begitu melindunginya. Sungguh tidak ada lagi yang membuat Jungkook bahagia selain bisa berkumpul dengan keluarga yang ia miliki.
"Hyung.. hyung.. lihat lihat.. aku sudah bisa mengendarai sepeda ini." Teriak Jungkook bahagia sambil mengayuh sepedanya.
Seokjin, sang kakak yang berusia 10 tahun itu hanya tersenyum melihatnya. Ia begitu bangga dengan adik kecilnya yang sudah mandiri seperti itu.
BRUK!
"Jungkook-ah!"
Seokjin segera menghampiri Jungkook yang terjatuh dari sepedanya.
"Jungkook-ah gwenchana?" Tanya Seokjin khawatir.
Dilihatnya lutut Jungkook yang terluka dan mengeluarkan darah. "Astaga! Lututmu Jungkook-ah."
Namun yang Jungkook lakukan bukanlah menangis, ia malah tersenyum riang kepada hyungnya.
"Ini tidak sakit hyung. Jungkook kan kuat."
Seokjin hanya memandang sang adik dengan tatapan takjub. "Ah, uri maknae jinjja charanda. Aku tau kau memang adikku yang kuat. Baiklah sebagai hadiahnya bagaimana kalau kau kuantar pulang dengan menaiki punggungku."
"Yey, asik. Jeongmal gomawo hyung." Jungkook dengan cekatan menaiki punggung Seokjin, mengabaikan rasa sakit yang langsung menyerang lututnya begitu ia bergerak.
Dalam perjalanan pulang Seokjin tahu bahwa sang adik tertidur di gendongannya. Ia merasakan dengkuran nafas Jungkook yang teratur mengenai tengkuknya.
Namun tiba-tiba Jungkook menggerakkan lututnya tidak nyaman. "Akh..." Lirih Jungkook di sela-sela tidurnya.
Seokjin hanya diam mendengar rintihan sang adik. Seokjin tahu bahwa Jungkook adalah anak yang tidak akan memperlihatkan rasa sakitnya di depan siapapun. Seokjin sangat paham bahwa sang adik akan selalu bilang baik-baik saja padahal ia begitu terluka. Sejujurnya Seokjin sangat tidak menyukai sikap sang adik yang seperti itu. Ia ingin sang adik bisa membagi rasa sakitnya supaya Seokjin bisa terus melindunginya. Karena hanya Jungkook lah yang Seokjin sayangi, satu-satunya adik yang ia miliki.
"Uri Jungkook, jika kau merasakan sakit katakanlah supaya aku bisa mengobatimu, jangan pernah kau pendam sendiri semua rasa sakit itu." Ungkap Seokjin pelan.
10 tahun kemudian.
BUSAN PROVINCE
Jungkook menangis menatap gundukan tanah di hadapannya. Sang eomma telah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi. Sebuah kecelakaan menimpa sang eomma, para dokter telah melakukan sebisa mereka namun Tuhan memang memiliki kehendak lain.
"Eomma, kau bilang ingin melihatku tumbuh dewasa tapi kenapa kau sudah meninggalkanku." Ucap Jungkook disela-sela isak tangisnya.
Sudah hampir 5 jam Jungkook duduk disitu dengan airmata yang terus mengalir di kedua matanya. Jangan ditanya lagi, keadaannya sungguh berantakan. Mata yang begitu sembab dan bengkak, rambut yang acak-acakan –jungkook terlalu sering meremasnya-, serta baju yang sudah lusuh.
"Kook-ah, ayo kita pulang, kau harus makan, hari sudah mulai gelap." Seokjin menyentuh bahu Jungkook, mencoba mengajaknya untuk pergi dari makam sang eomma.
Seokjin memang sudah kembali kerumah tadi untuk membersihkan dirinya sekaligus mengisi tenaganya. Walaupun sebenarnya ia juga ingin menemani sang eomma bersama Jungkook disitu namun ia adalah sang kakak disini, jika ia tidak bisa menjaga dirinya sendiri maka siapa yang akan menjaga adiknya.
Jungkook menggeleng atas permintaan Seokjin. Ia masih tidak ingin beranjak dari tempat tersebut.
"Kook-ah, aku tau bahwa kau begitu bersedih. Aku pun begitu sedih dan terpukul eomma meninggalkan kita begitu cepat. Aku sangat menyayanginya. Tapi, tidak kah kau memikirkan perasaan eomma? Bagaimana rasanya ketika ia melihatmu dalam kondisi seperti ini? Ia pasti sangat sedih ketika mengetahuinya Kook."
Seokjin membalikkan tubuh Jungkook untuk menghadap kearahnya. "Lihat aku Kook-ah."
Jungkook masih terisak namun ia mengikuti perintah sang hyung, Jungkook menatap kedua mata Seokjin.
Seokjin mulai berbicara. "Meskipun eomma sudah tidak berada di dunia ini lagi. Ingatlah bahwa ia masih hidup di hati kita dan ingatlah bahwa sesungguhnya ia mengawasi kita dari atas sana. Jadi, apa kau pikir eomma akan bahagia melihatmu berlarut-larut dalam kesedihan terus menerus eoh?"
Jungkook menggeleng perlahan. Seokjin mulai menampakkan senyumnya.
"Jadi mari kita pulang dan membersihkan dirimu, kau juga harus segera mengisi kembali tenagamu." Seokjin menggandeng tangan Jungkook dan mengajaknya untuk pergi.
Namun Jungkook masih ragu, baru beberapa langkah ia kemudian menghentikan langkahnya. "Hyung, aku masih ingin menemani eomma."
Seokjin menghela nafasnya lembut. "Aku tahu, aku akan menemanimu sampai berapa lama pun kau mau untuk berada disini. Tapi jangan sampai menyiksa dirimu sendiri. Ketika kau lapar dan lelah kau harus pulang. Arrachi?"
Jungkook mengangguk perlahan. Seokjin menarik kembali Jungkook untuk mengikutinya pulang kerumah.
4 tahun kemudian.
SEOUL PROVINCE.
Jeon Jungkook 19 tahun.
Jeon Seokjin 24 tahun.
"Jungkook-ah, kali ini masalah apa lagi yang kau buat?" Tanya sosok berwibawa itu dengan marah kepada pemuda cantik yang ada dihadapannya.
"Semua masalah yang kubuat bukan urusanmu lagi Appa." Jawab namja bernama Jungkook itu sarkastik.
PLAK!
Satu tamparan cukup keras mengenai pipi mulus namja tersebut.
"Jika kau memang sudah tidak mau lagi menjadi anakku lebih baik pergi kau dari rumah ini!" bentak sang Appa begitu emosi mendengar perkataan anaknya.
"Heuh, itu yang ingin kulakukan dari dulu."
Jungkook segera melangkah pergi meninggalkan ruangan sang Appa dengan terburu-buru. Rasanya ia tidak mau berlama-lama satu ruangan dengan seseorang yang ia panggil Appa tersebut. Ia merasa seperti kekurangan oksigen dan membuat dadanya menjadi begitu sesak.
"Aku membencimu, Appa." Lirih Jungkook dengan sangat pelan.
Ia langsung menutup pintu ruangan sang Appa sebelum ia mendengar sang Appa memanggil namanya lagi.
Jungkook menahan airmatanya untuk tidak keluar. Sungguh ia tidak mau tampak lemah di dalam rumah mengerikan ini.
"YA! Jeon Jungkook, kenapa kau tidak pernah bisa menjadi anak yang baik heh?" ucap seorang pemuda yang menatap Jungkook dengan pandangan benci.
"Bukan urusanmu, Hoseok-sshi."
Jungkook melangkah melewati Hoseok yang ada didepannya dan mengacuhkan segala ucapan pemuda itu karena ia sedang tidak ingin berdebat, namun ternyata Hoseok menahan lengannya. Membuat Jungkook menghentikan langkahnya.
"YA! Aku hyung-mu, tidak bisa kah kau bertingkah sedikit sopan."
"Tidak bisa! Dan kau bukan hyung-ku." Jungkook langsung menyentakkan tangan Hoseok. Membuat Hoseok jatuh terjerembab namun tidak terlalu keras.
Ketika Hoseok akan berdiri ia melihat Seokjin baru saja turun dari tangga, dan Hoseok sengaja berpura-pura di depan Seokjin.
"Akkhh— Jungkook, sebenarnya apa salahku kepadamu?" ucap Hoseok berusaha tampak seperti seorang korban yang teraniaya, nampak berlebihan.
Seokjin menolehkan pandangannya mendengar suara tersebut. Dilihatnya Hoseo yang terjatuh dilantai dengan Jungkook yang berdiri dihadapannya. "OMO! Hoseok-ah, gwenchanayo?" Seokjin yang langsung berlari dan segera membantunya berdiri.
"Gwenchana hyung, tapi hatiku yang sakit. Jungkook masih belum bisa menerima ku menjadi bagian dari keluarga ini." Hoseok berucap dengan sedikit tersedu.
Astaga! Jungkook memutar matanya malas. Drama apa lagi yang akan terjadi didepan matanya kali ini?
"Jungkook, aku tau kau masih belum mau menerima Hoseok. Tapi, kumohon jangan gunakan kekerasan seperti itu lagi, ne?" nasihat Seokjin kepada Jungkook.
Jungkook menatapnya nanar, "Apa hyung percaya aku yang berbuat seperti itu?"
Seokjin hanya menatap sang adik dengan pandangan sedih, ia yakin Jungkook bukanlah orang seperti itu. Tapi kali ini ia melihat dengan jelas bahwa Hoseok terjatuh di lantai, rasanya tidak mungkin juga bila Hoseok akan membohonginya. Seokjin menatap wajah Jungkook sekali lagi, ia menyadari bahwa pipi pemuda itu memerah.
Pasti Appa menamparnya lagi.
"Jungkook-ah, ayo obati pipimu terlebih dahulu."
Seokjin menarik lengan Jungkook untuk mengikutinya.
Namun tiba-tiba ucapan Hoseok menghentikan langkah mereka "Hyung, tidak kah kau tau bahwa yang terluka disini adalah aku." Tuturnya.
Seokjin mengulurkan tangannya kepada Hoseok, "Kemarilah Hoseok, ayo kita juga obati lukamu."
"Tidak! Aku tidak mau bila harus bersama dengan dia!" Jungkook berujar kasar, ia sungguh tidak suka Hoseok melakukan segala cara untuk menjilat hyung-nya.
Hoseok memasang muka iba. "Jungkook-ah, kumohon jangan seperti itu padaku—
"CUKUP! Hentikan sandiwaramu Jung Hoseok!" kini Jungkook berteriak frustasi. Ia membenci semua kepalsuan yang ada di depan matanya.
"JUNGKOOK! Jangan membentak hyungmu seperti itu." Kata Seokjin tegas.
Namja cantik itu mendecih, jadi kini sang hyung juga tidak mempercayai kata-katanya.
"Dia bukan hyungku dan selamanya tidak akan pernah."
Menyerah. Jungkook menyerah dengan situasi yang terjadi dirumah ini. Ia pergi dan melarikan diri dari rumah. Tempat lain pasti jauh lebih baik dari pada istana yang kau sebut rumah itu.
"Jungkook! Jungkook! Jungkook." Seokjin berusaha mengejar Jungkook, namun terlambat. Sang adik telah masuk kedalam mobilnya dan mengemudi dengan kecepatan tinggi.
.
.
.
Airmata itu sudah tidak bisa dibendung lagi, ia menetes dengan hebat dari mata seorang pemuda bergigi kelinci.
Appa memang sudah membenciku. Baiklah, aku bisa mengerti. Tapi kini, bahkan Seokjin hyung pun lebih memilih namja kuda itu.
Cukup! Aku muak.
"AARGGGGHHH." Jungkook meluapkan emosinya.
Mobil berwarna hitam itu kini melaju semakin kencang. Jungkook mengemudikannya dengan kecepatan tinggi. Ia sudah tidak memperdulikan bunyi klakson dari mobil lain yang terganggu dengan aktivitasnya. Bahkan mungkin ia juga tidak memperdulikan keselamatannya.
Dalam rintik hujan malam ini. Seorang pemuda cantik bergigi kelinci menangis selama perjalanan. Merasa lelah dengan kehidupan yang dijalaninya. Merasa muak dengan semua senyum palsu dan kebaikan palsu yang ada di depan matanya.
Ia menepikan mobilnya dan melangkah keluar dari mobil mewah tersebut. Membiarkan tubuhnya dibasahi rintik hujan yang kini semakin banyak menghujani dirinya. Menyamarkan tetesan Kristal bening yang keluar dari kedua matanya.
'Aku hiks tidak menangis! Ini hanyalah air hujan yang membuat mataku menjadi basah! Hiks aku benar-benar tidak menangis'
.
.
TOK! TOK! TOK!
Bunyi ketukan di pintunya membuat namja pendek itu terbangun.
Hujan turun dengan deras malam ini dan tidur adalah aktivitas yang wajib dilakukan ketika hujan mulai menyapa bumi. Namun, ternyata keadaan sebenarnya memang tidak seindah yang diharapkan. Disaat sang namja sudah bersiap untuk memasuki alam mimpi, bunyi ketukan itu datang. Tidurnya terpaksa tertunda dengan tamu tak diundang yang datang ke apartemennya.
"Sial! Siapa orang yang berkunjung malam-malam begini." Keluhnya.
Ia dengan enggan melangkah menuju pintu apartemen. Sumber suara ketukan itu berasal.
"Nuguya?" Tanya nya lagi ingin memastikan.
TOK! TOK! TOK!
Bukan jawaban yang ia dapat melainkan ketukan pintu itu terdengar lagi.
"HAISHH." Namja bertubuh pendek itu mengerang frustasi. Tamu malam ini sungguh menyebalkan, akhirnya dibukalah dengan paksa pintu tersebut.
"YA! APA YANG KAU—KOOKIE?"
Dilihatnya tubuh Jungkook yang basah kuyup dengan kulit yang sudah memucat dan bibir membiru. Namja itu terkejut melihatnya.
"Mianhae, Jimin hyung. Tapi bolehkah aku menginap malam ini?" Tanya Jungkook dengan bibir yang bergetar, menahan dinginnya malam.
Jimin langsung menarik tangannya untuk masuk dan mendudukkannya di sofa tanpa takut sofa itu akan basah.
Dengan cekatan diambilnya selimut tebal yang ada di dalam lemari dan beberapa baju ganti untuk Jungkook.
"Ya! Segera ganti bajumu, jika tidak kau nanti bisa sakit."
Jungkook hanya memandangnya tanpa ekspresi.
"Jeon Jungkook cepat ganti baju." Titah Jimin sekali lagi.
Namun Jungkook masih tidak beranjak dari duduknya.
"Dengar Jungkook, lebih baik kau ganti baju sekarang dan kau boleh tidur disini atau kau tidak ganti baju tapi kau harus keluar sekarang juga dari apartemenku."
Kini tatapan Jungkook menjadi lebih sayu. "Jadi, kau juga mau mengusirku?"
Jimin terperangah, "Ah- ani, aku hanya tidak ingin kau sakit esok hari, kau harus menjaga kondisi tubuhmu."
"Tubuh ini adalah milikku, jadi jangan pedulikan urusanku." Jungkook menjawab sarkastik.
Jimin menatap kedua manik kelam Jungkook dengan lembut, "Tapi, aku tidak ingin kau sakit, aku peduli padamu Kook-ah."
"Kau peduli padaku?" Tanya Jungkook lagi.
"Tentu saja, kau adalah namja yang kucintai, kau juga sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Sekarang cepat ganti bajumu sekarang juga."
Jungkook ingin menangis lega mendengar penuturan Jimin, entah kenapa sekarang beban yang mengganjal dihatinya sedikat berkurang. Mengingat masih ada seseorang yang peduli dengan keadaannya. Dengan sigap ia langsung mengambil baju ganti yang Jimin berikan. "Arraseo hyung. Gomawo." Seulas senyum tipis terukir di bibir Jungkook.
Jungkook berjalan menuju kamar mandi untuk mengganti bajunya.
.
.
.
Seokjin mengerang frustasi, sejak tadi ia sudah mencari keberadaan adiknya namun tak kunjung ia temukan. Apalagi malam ini hujan turun dengan lebat. Membuat kekhawatiran Seokjin semakin menjadi-jadi.
Ia sudah mengelilingi tempat-tempat yang sering Jungkook kunjungi apabila sedang suntuk, tapi hasilnya nihil. Semua tempat tersebut tidak menunjukkan keberadaan sang adik.
Kemudian Seokjin teringat sesuatu, ia langsung mengambil ponselnya dan mencari sebuah nama yang sudah tidak asing lagi, Kim Taehyung.
Ia menelpon nomor tersebut.
"Yoboseyo."
"Yoboseyo. Taehyung-ah, apakah Jungkook berada di rumahmu?"
"Aniyo, hyung. Waeyo? Apakah Jungkook melarikan diri dari rumah lagi?" Tanya Taehyung di seberang telepon.
"Benar, aku sudah mencarinya kemana-mana. Biasanya aku akan menemukannya ditempat-tempat yang sering Jungkook datangi, tapi kali ini aku benar-benar tidak tahu dia berada dimana."
"Mianhae hyung, ia juga tidak datang ketempatku."
"Ah, geurae. Kalau begitu terima kasih Taehyung-ah."
"Tunggu hyung, aku akan membantumu mencarinya."
"Tidak usah Tae, ini sudah terlalu larut. Aku yakin Jungkook akan baik-baik saja."
Dan sambungan itu terputus.
Seokjin mengehela nafas lelah.
Ia tahu bahwa Jungkook tidak akan melakukan hal tersebut kepada Hoseok, tapi ia juga tidak yakin apakah Hoseok sebenarnya berbohong atau tidak. Sungguh, bukan berarti Seokjin tidak lagi mempercayai adiknya. Tapi percayalah semua ini rumit. Ia sangat menyayangi Jungkook tapi disisi lain ia harus menerima Hoseok dan menganggapnya sebagai adik sendiri.
"Jungkook-ah, maafkan hyung."
.
.
Namja bernama Taehyung itu menatap foto masa kecilnya yang terpasang rapi dengan sebuah pigura cantik disetiap pinggirnya. Dilihatnya foto yang terdapat dua anak kecil didalamnya, foto dirinya dan satu lagi foto seorang namja yang ia cintai.
"Jungkook-ah, dimana dirimu?"
.
.
TBC
So this is my VKook ff to be published.
How? Did you like the story? This is just the beginning. Ya, walaupun aku tau ff ini hanyalah ff absurd but would you mind to comment it? Don't forget to fav and follow me.
This story also publish in wattpad with same username.
Kemudian aku hanya ingin menjelaskan sedikit kenapa dalam ff diatas disebutkan 3 provinsi. Yang pertama adalah Daegu, Busan dan Seoul.
Jadi Jungkook lahir di Busan dan tinggal bersama ibu dan neneknya. Ketika umur 5 tahun sang nenek dan kakek meninggal, ia dan ibunya pergi ke Daegu untuk menyusul sang appa dan Seokjin yang sudah lebih dulu tinggal di Daegu. Di Daegu itulah ia bertemu dengan V dan Suga. Hingga usia 12 tahun ia pindah ke Busan dan bertemu dengan Yugyeom (He also will be on this story). Saat usianya 15 sang eomma meninggal dan Jeon's Fam pindah ke Seoul. Jadi mudahnya begini :
0-5 tahun di Busan
5-12 tahun di Daegu
12-15 tahun di Busan lagi
15-Now di Seoul.
Untuk Taehyung dan Suga mereka juga akhirnya memutuskan untuk pindah ke Seoul di usia 16 tahun.
Kemudian untuk masalah jarak umur mereka masih sama dengan keadaan yang sesungguhnya. Mereka bersekolah di Bangtan Art University, di Bangtan Art ini lebih menonjolkan kelas-kelas yang berhubungan dengan seni, seperti kelas dance, kelas vocal, kelas lukis, kelas puisi, kelas band, kelas rap pun ada, dsb. Namun tentu saja untuk pelajaran dasar seperti matematika, fisika, dan bhs inggris masih ada. Selain kelas ada juga club, ada club dance, ada club vocal, club hip-hop, dsb. Jadi mohon jangan bingung ketika nanti aku menyebutkan kelas dan club ya. Kalau kelas itu mereka memang wajib untuk menghadiri sedangkan untuk club hanyalah optional ya seperti kegiatan ekstrakulikuler, dan satu lagi. Untuk klub tidak terbatas pada seni tapi ada juga club olahraga, club science, dsb.
Okay, thank you untuk yang sudah membaca. Ditunggu vomment kalian. Aku tahu kalau cerita ini masih memiliki banyak kekurangan dan jika kalian menemukannya feel free to talk to me with nice attitude. Thank you once again.
Book ini akan terbit satu minggu sekali. Apabila tidak ada masalah dan ide mengalir dengan lancar. Akan saya usahakan setiap hari weekend. Jadi sampai ketemu minggu depan.
Ditunggu vomment kalian.
#TeamBottomKook
#VKook
#TaeKook
