Chapter 1
"Dimanapun keberadaan obat yang dapat menyembuhkan kalian, aku pasti akan mencarinya kemanapun bahkan jika nyawaku sebagai taruhannya. Karena ini satu-satunya cara untuk menebus kejahatanku di masa lalu."
.
.
Medical Ninja
.
Disclaimer
Naruto belong to Masashi Kishimoto
.
Warning
Divergence fic(?), OOC and typo(s) maybe, beberapa kata yang ga sesuai EYD, Latar fic ini adalah setelah perang dunia shinobi berakhir dengan kemenangan aliansi shinobi.
Lagi-lagi Hibarin dapet inspirasi bikin fic ini dari drama korea kesukaan mama dan ini adalah fic multi chapter pertama yang Hibarin buat. Semoga kalian suka. "^^"
DLDR, Mind to RnR?
#####
Pemuda itu mengambil sebuah kaleng kola setelah memasukkan beberapa koin kedalam mesin minuman di pinggir jalanan yang ramai. Setelah meneguk sedikit isi kaleng tersebut, pemuda itu memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat yang sangat ia hafal. Akhir-akhir ini ia tidak pernah absen untuk mengunjungi tempat itu. Tujuh hari dalam seminggu!
Setelah beberapa saat berjalan, pemuda berambut biru kehitaman itu sampai di depan sebuah pintu geser yang lumayan besar dan tanpa ragu ia memasuki ruangan tersebut. Ia meletakkan sebuah buket bunga di sebuah meja kecil yang diletakkan di antara dua buah tempat tidur rawat disana.
Sasuke menatap kedua jasad yang terdiam kaku di hadapannya dan menghela nafas berat. Di sinilah ia menghabiskan waktunya selama tiga bulan terakhir ini. Sejak berakhirnya perang dunia shinobi dan kematian Uchiha Madara tiga bulan lalu, keadaan dunia shinobi sudah mulai membaik dan berangsur-angsur stabil. Tapi ada sesuatu yang harus dibayar akibat perang tersebut.
Masih jelas sekali dalam ingatannya saat gadis musim semi itu menyelamatkannya dari Madara dan membiarkan tubuhnya menggantikan Sasuke menerima hantaman dari serangan bertubi-tubi iblis Uchiha itu. Kata-kata terakhir yang ia dengar dari gadis bermanik emerald itu terus terngiang dalam benaknya.
"Teruslah hidup Sasuke-kun, hanya kau satu-satunya yang dapat membantu Naruto menjaga desa Konoha. Aku... Uhuk... se-selalu, mencintaimu."
Kalimat singkat namun sarat akan makna itu menambah beban batin Uchiha muda itu. Walaupun ia tidak pernah berjanji pada gadis itu, tetapi ia merasa tidak berguna karena ia juga tidak bisa menjaga sahabat berharganya yang satu lagi.
Pemilik surai raven itu meraih puncak kepala gadis dihadapannya. Beberapa saat ia mengelus surai merah muda halus yang dirindukannya. Ditatapnya sosok yang terbaring itu. Kulit putih yang semakin terlihat pucat, sepasang alis yang cantik, hidung yang mancung, bibir tipis yang kehilangan warna merah mudanya, dan tentunya dua kelopak mata yang menyembunyikan sepasang manik zamrud yang bening.
Sasuke baru sadar, Sakura bertumbuh secantik ini.
"Hn." Semburat kemerahan timbul diwajah stoicnya. Guna menormalkan pikiran, ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat tidur rawat di seberang sana.
Ditatapnya wajah polos itu sejenak. Tangannya hendak menyentuh puncak kepala pemuda yang terbaring tidak sadarkan diri di hadapannya. Namun tiba-tiba ia mengurungkan niatnya.
"Bodoh! Kau bilang kau akan menjadi Hokage! Seharusnya kau tak perlu repot-repot menolongku." teriak Sasuke tertahan. Ia menggenggam kuat besi pinggiran tempat tidur rawat itu.
"Dasar! Dari dulu kau ini tidak pernah berubah." Ditatapnya guratan-guratan halus di wajah sahabat pirangnya itu–tidak lupa dengan tiga pasang guratan besarnya yang seperti kucing.
Damai sekali. Raut penyesalan tidak pernah hilang dari wajah tampan pemuda itu selama tiga bulan ini. Semangat hidup shinobinya semakin menurun setiap ia menatap kedua orang yang sedang tak sadarkan diri di sampingnya ini.
Salah satu alasan ia bersedia kembali ke Konoha adalah dua orang ini, Uzumaki Naruto dan Haruno Sakura. Sahabat yang tak pernah menyerah mengejar dan membujuknya untuk kembali ke jalan yang benar. Terkadang ia menyesali perbuatannya dulu. Andai saja ia tidak termakan hasutan Uchiha Obito setelah mendengarkan cerita Itachi, mungkin jalan ceritanya tidak akan seperti ini.
Uchiha Sasuke, seorang shinobi yang dibesarkan dalam sebuah klan yang besar dan disegani. Klan yang dipercayai untuk mengemban tugas sebagai pasukan kepolisian Konoha karena kekuatannya. Di tambah dengan sebuah anugerah kekkei genkai berupa pupil mata yang istimewa yang diwariskan sang leluhur yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.
Benar apa yang dikatakan oleh Hokage pertama waktu itu. Bukanlah Senju makhluk yang paling menjunjung cinta–berkebalikan dengan apa yang selama ini diketahui oleh para shinobi. Uchiha, sekumpulan makhluk Tuhan yang menghargai dan memiliki cinta lebih dari siapapun. Semakin mereka mencintai, semakin pula mereka tak ingin kehilangan. Sekali saja mereka jatuh akibat kehilangan cintanya, mereka akan tenggelam dalam keputusaasaan dan neraka bernama kegelapan.
Sasuke memutar ulang kembali ingatannya untuk mengingat bukti nyata dari sifat anggota klannya yang terdahulu. Madara, leluhurnya yang tenggelam dalam kegelapan abadi yang disebabkan karena ia kehilangan adik tercintanya yang terbunuh oleh seseorang dari Senju.
Kemudian Obito, shinobi yang mengingatkan Sasuke pada sahabatnya. Siapa yang tidak tau sebesar apa kekacauan dunia shinobi yang didalangi oleh Obito? Terciptanya teroris internasional bernama Akatsuki dan tertangkapnya tujuh dari sembilan bijuu merupakan salah satu jalannya untuk balas dendam kepada dunia shinobi–walaupun tidak kita pungkiri jika Madara juga bertanggung jawab atas semua itu. Latar belakang dari niat buruknya tidak lain adalah peristiwa kematian gadis yang paling dicintainya oleh sahabatnya sendiri–walaupun itu sebuah ketidaksengajaan.
Lalu dirinya sendiri. Tiga tahun lebih ia meninggalkan tempat lahirnya dan berguru pada Orochimaru dengan tujuan untuk mempersiapkan diri dalam ambisinya membalaskan dendam kematian klan Uchiha kepada kakaknya. Lalu setelah ia membunuh Itachi penyesalanlah yang ia dapat ketika mengetahui alasan kakaknya melakukan pembantaian itu dan berbalik untuk menghabisi semua shinobi Konoha.
Akan tetapi Sasuke bersyukur dapat bertemu dengan para Hokage Edo Tensei yang telah meluruskan niatannya sebelum ia terperosok terlalu jauh dalam lubang kegelapan yang tak berujung.
KREET.
Tak lama lamunan Sasuke terhenti ketika seseorang membuka pintu geser ruang rawat inap itu.
"Ah! Sudah kukira kau berada di sini Sasuke-san." ucap seseorang yang baru memasuki ruang rawat Naruto dan Sakura. Sasuke mengalihkan pandangannya menuju sumber suara di dekat pintu.
"Kakashi-sensei memanggilmu ke kantor Hokage sekarang." lanjut pemuda berpakaian serba hijau dan berambut mangkok itu seraya merapatkan kembali pintu ruangan itu. Sasuke menatapnya dengan wajah datar.
"Ada apa Lee?"
"Entahlah. Ia hanya menyuruhku untuk memanggilmu Sasuke-san."
"Penting kah?"
"Aku tidak tau! Lebih baik kau cepat menghadapnya." Lama kelamaan lelaki bernama Lee itu gemas melihat temannya yang sedang terpuruk itu.
"Hn. Aku akan segera kesana."
"Baiklah. Kalau begitu biar aku saja yang menggantikanmu menjaga mereka berdua." Sasuke mengangguk dan perlahan melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu. Sebelum menutup pintu, si raven itu menyempatkan diri untuk melihat kedua sahabatnya yang terbaring itu.
"Dimanapun keberadaan obat yang dapat menyembuhkan kalian, aku pasti akan mencarinya kemanapun bahkan jika nyawaku sebagai taruhannya. Karena ini satu-satunya cara untuk menebus kejahatanku di masa lalu." gumam Sasuke pelan saat meninggalkan Rumah Sakit Konoha
Dalam perjalanan yang hening tanpa suara, tanpa sengaja Sasuke bertemu dengan anggota baru timnya, Sai. Pemuda yang dulu pernah ditugaskan untuk membunuh Sasuke itu perlahan mendekat dan mensejajarkan langkahnya dengan Sasuke.
"Kau baru saja dari rumah sakit ya?" Sai mencoba membuka obrolan dengan teman barunya yang dingin itu.
"Hn."
"Apa kau menyesal?"
"Entahlah." Sasuke menjawab dengan datar dan terdengar sedikit ketus. Mau bagaimana lagi, Sasuke sangat menghindari tema obrolan yang intinya ingin menyalahkan dirinya dan sepertinya Sai ini orang yang terlalu ingin tahu. Tanpa sadar Sasuke melompat ke atas atap guna meninggalkan Sai. Tapi si maestro lukis itu tidak habis akal.
"Kau ingin menghindar lagi, huh?" tanya Sai dari atas burung lukisnya. Sasuke tetap tak bergeming dan melanjutkan perjalanannya. "Sebenarnya sih aku belum bisa mempercayaimu." lanjut Sai.
"Ah maaf, aku tidak bermaksud menyinggungmu, aku hanya mengikuti apa yang ada di buku. Aku hanya ingin berteman dengan teman Naruto sekalipun dia bekas teroris." seru Sai dengan polosnya entah itu disengaja atau tidak.
Sasuke mendengus. Apa orang ini mengerti dengan kata-katanya? Sasuke yang tak ingin ambil pusing pun mempercepat gerakannya menuju gedung Hokage dan meninggalkan Sai yang masih memperhatikannya dari belakang.
.
.
.
"Ada apa kau memanggilku Kakashi-sensei?" tanya Sasuke datar ketika sampai diruangan Kakashi.
"Kemarilah, aku ingin kau mendengarkan kata-kata pertapa Kumogakure ini." jawab lelaki yang sedang menyandang predikat Hokage keenam itu.
Mungkin kalian bingung apa yang terjadi pada Tsunade. Semenjak perang berakhir tiga bulan yang lalu, banyak sekali shinobi hebat yang menjadi korban, salah satu yang menjadi incaran Madara adalah shinobi medis. Tsunade adalah salah satu shinobi medis terhebat yang gugur sebagai pahlawan perang. Dan benar saja, karena shinobi medis yang tersisa hanya dari kalangan pemula, banyak sekali korban yang masih belum dapat pulih hingga saat ini.
"Hn. Ada apa?" tanya Sasuke lagi.
"Jangan terlalu terburu-buru Sasuke. Kau dan Sai baru saja sampai."
"Aku tak punya banyak waktu Kakashi-sensei."
"Dengarkan saja! Ini mungkin lebih baik dari pada kau terus-terusan seperti itu." tegur Kakashi pelan.
"..."
"Baiklah Arai-sama, silahkan kau jelaskan pada mereka tentang ramalanmu."
Seorang lelaki tua–yang terlihat renta–yang dimaksud Kakashi barusan berusaha untuk berdiri dari duduknya. Dengan sigap Shikamaru–yang notabenenya penasehat Hokage–membantu pertapa itu dan mengambilkan tongkat kayu milik pertapa itu.
"Aku mendapatkan mimpi ketika aku dalam perjalanan melewati Konoha." Dengan nada khas orang tua, pertapa tua itu memulai ceritanya saat Sasuke telah berdiri dihadapannya dan menatapnya dengan wajah cepat-kau-beri-tau-aku-apa-yang-hendak-kau-katakan.
"Saat itu aku bermimpi ada seorang malaikat yang dapat menyembuhkan shinobi-shinobi di desa ini."
"Hn?"
"Seorang malaikat yang bercahaya."
"Apa itu bisa dipercaya?"
"Aku tidak menyuruhmu untuk mempercayainya."
"Dimana aku bisa menemuinya?" Potong Sasuke seraya mencengkram pundak pertapa itu.
"Sasuke, jaga sikapmu." Peringatan Kakashi membuat Sasuke melepaskan cengkramannya.
"Malaikat itu muncul dari dalam pohon tertinggi di desa ini. Namun waktu kemunculan sosok malaikat itu tidak dapat diketahui. Hanya itu mimpiku."
"Dan kalian menganggap itu nyata?" desis Sasuke frutasi. Ia sedikit kecewa dengan penjelasan pertapa itu.
"Sasuke jaga ucapanmu. Dihadapan kita adalah pertapa suci di desa Kumogakure. Kemungkinan besar yang beliau mimpikan itu adalah nyata. Itulah sebabnya aku memanggilmu kemari. Aku tak tahan melihat kondisi Konoha seperti ini. Tapi aku tidak menyuruhmu untuk mempercayainya." ucap Kakashi dengan nada sedikit penyesalan. Ia mendesah berat di balik masker yang selalu menghiasi wajahnya.
"Hn. Baiklah aku akan mencarinya."
"Kau akan ditemani Aburame Shino dan Sai."
"Hn."
.
.
.
Ini adalah hari ketiga pencarian dan penantian tim yang diutus Kakashi. Di desa Konoha sendiri terdapat tiga batang pohon yang berdiri kokoh di tempat tertinggi. Maka dari itu mereka berbagi tugas dan menunggu sesuatu muncul dari salah satu pohon tersebut. Shino dan Sai sering bergantian tugas jaga dengan Lee dan Kiba, lain halnya dengan Sasuke yang bersikeras tetap ingin berjaga sendirian. Hanya sesekali ada shinobi utusan Kakashi yang mengantarkan bekal untuknya.
Pemuda bersurai biru kehitaman itu selalu menolak apabila ada seseorang yang ingin menemaninya. Ia merasa cara inilah yang bisa ia lakukan untuk menebus perbuatannya dan bertanggungjawabnya sebagai seseorang yang menyebabkan kedua sahabatnya terbaring tak sadarkan diri.
Hari demi hari yang ia lalui di depan pohon itu ia habiskan untuk berlatih meningkatkan jurus ninjanya. Tidak ia pungkiri jika semangat pantang menyerah sahabat kuningnya telah menular kepada Uchiha muda itu. Menunggu keajaiban yang terjadi sambil berlatih bukanlah sesuatu yang buruk bagi Sasuke. Lagipula ia memiliki banyak waktu untuk itu. Walaupun sesekali ia teringat masa lalu yang menyenangkan bersama tim tujuh, sahabat-sahabat pertamanya.
Melihat kelakuan keras kepala Sasuke membuat penduduk Konoha yang membencinya menjadi prihatin padanya. Memang selalu ada kesempatan kedua untuk berubah dan Sasuke telah membuktikan kesungguhannya untuk berubah.
Perlahan namun pasti pandangan buruk penduduk desa dan shinobi terhadap klan Uchiha mulai membaik, sejalan dengan membaiknya reputasi dan prestise dari nama klan Uchiha seperti di masa kejayaannya dulu.
"Fuuuh!" Entah ini yang keberapa kalinya Sasuke menghembuskan nafasnya. Jika kalian pikir Sasuke bosan, itu salah besar. Setidaknya yang ia lakukan sekarang tidaklah sia-sia, begitu pikir si Uchiha bungsu itu. Dengan melakukan hal ini juga membuatnya dapat menenangkan pikiran dan batinnya.
Lagipula tidak ada lagi gadis-gadis centil yang akan berani mendekatinya. Tiga gadis yang terang-terangan mendekatinya, Sakura, Ino, dan Karin, ketiganya sedang terbaring tidak berdaya karena mereka–yang notabenenya adalah shinobi medis–telah menjadi korban serangan membabi buta Uchiha Madara dalam perang terkutuk itu.
Tidak terasa, ini adalah hari kesepuluh penantian Sasuke.
Malam yang dingin itu telah berganti dengan cahaya matahari yang bersinar dengan terik dan menyengat. Kicauan burung pun membangunkan Sasuke dari istirahat pendeknya. Sejenak ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa sedikit kaku.
"Hoaaahh." dia menguap tanpa menghilangkan ketampanannya. Sekali pun wujudnya saat ini benar-benar berantakan. Sisa-sisa kantuk masih bersarang di kepalanya.
Walaupun sudah beberapa hari ini ia tidak dapat tidur nyenyak tapi hari ini ia merasa sedikit bahagia. Suasana pagi itu pun begitu mendukung. Udara yang bersih dan sejuk, matahari yang bersinar lembut, dan suara rumput-rumput yang saling bergesek satu sama lain.
Sasuke tersenyum jika memikirkan alasan kenapa ia mau membuang waktu seperti ini. Pemilik manik jelaga itu pun bingung kenapa hatinya terasa hangat hanya dengan melakukan hal ini.
Tak lama setelah Sasuke mendapatkan kembali kesadarannya, sebuah cahaya berbentuk lingkaran muncul di permukaan pohon yang tepat berada dihadapan Sasuke.
Tidak ada yang muncul? Tanya batin Sasuke. Tatapan penasaran ia tujukan ke arah lingkaran itu dengan intens. Pemuda bermata kelam itu pun berinisiatif untuk mendekati lingkaran besar itu dan.. Melewatinya.
.
.
.
To be Continue
A/N: Bagaimana teman-teman?
Apa yang terjadi dengan Sasuke?
Udah bisa tebak gimana chapter selanjutnya?
Hibarin kira cukup segini dulu buat chapter pertamanya. Maaf ya kalo feelnya ga kerasa dan berakhir gaje begitu, abisnya Hibarin baru nemu ide dan langsung bikin fic ini. Dan juga Hibarin masih bingung buat ngembangin fic yang alurnya ga kecepetan. Ada yang punya saran kah untuk itu? :o
Ngomong-ngomong terima kasih kalian udah mau sempetin buat baca fic ini. Jangan lupa tinggalkan review, kritik dan sarannya ya. Dukungan kalian sangat berarti loh "^^"
Thanks for reading! See you in the next chapter~ :D
-Hibarin
