Repeat

By GrandpaGyu

Rate : T

Pair : SasuHina

Naruto © Masashi Kishimoto

Mengulang tujuh sapaan berbeda tanpa jelas waktunya. Berinteraksi dengan orang yang sama tapi dengan kepribadian dan identitas yang berbeda

WARNING : ALUR MAJU MUNDUR, CERITA TENTANG PENDERITA GANGGUAN KEJIWAAN DID, EYD BERANTAKAN, MISS TYPO DAN KESALAHAN LAINNYA.

Don't Like Don't Read

RnR

.

..

Happy Reading

.

with love,

GrandpaGyu (-_-)!

CHAPTER 1 : Hyuuga Hinata

Memahami, dipahami, mengerti dan dimengerti. Hidup ini memang penuh dengan timbal balik seperti itu. Tapi tidak juga, ada kalanya apa yang kita berikan tidak memberikan timbal balik yang sesuai. Tidak adil. Ketidak adilanlah yang telah menjerumuskan aku berakhir seperti ini. Menjadi seorang dosen di usiaku yang masih terbilang muda. Perkenalkan, namaku Uchiha Sasuke. Aku adalah anak bungsu keluarga Uchiha –read : Fugaku-Mikoto. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik untuk menjadi seorang dosen. Dulu, dulu sekali. Aku ingin menjadi seorang psikiater. Mengobati orang dengan gangguan kejiwaan, baik itu ringan seperti stress sampai gangguan kejiwaan berat seperti skizofrenia. Tapi, dengan usaha kerasku untuk dapat membuka izin praktekku sendiri, Uchiha Fugaku –ayahku malah mempersulit karirku. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin aku menjadi seorang psikiater. Tidak ada yang bisa dibanggakan dengan pekerjaan sebagai psikiater. Aku mendengus tidak suka mengingat ucapannya saat itu. Apa dia tidak tahu, saat ini banyak orang yang mengalami gangguan kejiwaan karena beban hidup yang semakin berat. Dan pekerjaan seperti psikiater tidak kalah tenar dengan dokter. Mereka sama-sama menyembuhkan orang. Bedanya, jika dokter mengobati luka yang tampak dan nyata, dapat diukur. Sedangkan psikiater mengobati luka yang tidak dapat dilihat dengan mata, luka yang jika dibiarkan dapat memperparah kondisi penderitanya. See, mereka memiliki kesamaan bukan. Karena itulah aku berakhir disini. Ayahku mengatakan bahwa aku boleh kembali mengejar cita-citaku jika aku dapat menyembuhkan orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Dia sedang bercanda. Jangan terlalu dianggap serius. Mana mungkin aku dapat menyembuhkan seorang penderita gangguan kejiwaan sedangkan posisiku hanya sebagai dosen pembimbing sekaligus dosen untuk mengajar mata kuliah ekonomi. Mungkin akan terdengar mungkin jika aku adalah dosen psikologi, tapi memang begitulah ayahku. Dia selalu memberikan kesempatan yang kemungkinan berhasilnya hanya 0,00001 persen. Hampir tidak mungkin. Atau bisa juga kusebut, sangat tidak mungkin.

Tok tok

"A-Ano, sensei apa anda sedang sibuk?"

Aku melirik kearah benda persegi panjang dihadapanku. Di baliknya terdapat seorang perempuan yang mengintip sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Aku bergegas merapikan mejaku yang semula berantakan karena kertas yang bertebaran tidak teratur. Setelah yakin mejaku layak untuk dijadikan tempat diskusi, aku menyuruhnya masuk kedalam.

"Jadi bagaimana perkembangan skipsimu?"

Perempuan bersurai indigo itu menunjukkan laptopnya padaku. Aku membaca setiap kata yang dia tuliskan di Word laptopnya. Aku sedikit mengerutkan keningku saat membaca tulisan mahasiswi dihadapanku ini. Ini hanya perasaanku saja atau memang gaya bahasanya terkesan aneh dan seperti dikerjakan beberapa orang yang berbeda.

"Hyuuga-san, anda tahu saya adalah orang yang tidak akan menolerir segala bentuk plagiasi bukan?"

Hinata –nama perempuan itu mengangguk kecil. Tapi dia tidak juga mengeluarkan suaranya. Jengah juga melihatnya menunduk seperti itu.

"Bisa anda melihat saya saat saya sedang berbicara ?"

Hinata dengan ragu mengangkat wajahnya. Menampilkan wajah putih tanpa cacat miliknya yang bersemu kemerahan. Apa dia sakit.

"Apa anda sakit ? Wajah anda terlihat memerah."

Hinata menggeleng lemah. Semakin aku perhatikan, bukan hanya memerah wajahnya juga terlihat pucat pasi. Sepertinya dia jarang tidur, lihat lingkaran hitam di bawah matanya. Dan –

"S-Saya sama sekali t-tidak melakukan p-plagiasi."

Aku tidak menjawab. Onyxku masih sibuk memicing mengobservasi dahi Hinata yang terlihat bekas luka melintang disana. Dari kepribadiannya, Hinata tidak mungkin melakukan perkelahian, tapi bekas luka itu jelas-jelas hasil goresan pisau. Tidak mungkin Hinata sendiri yang sengaja melukai dirinya sendiri kan. Perhatianku kini teralihkan pada tangan kanan Hinata yang juga memiliki luka yang hampir sama.

"Bisa anda meletakkan tangan kanan anda di atas meja Hyuuga-san."

Hinata dengan ragu meletakkan tangannya di atas meja. Aku kembali mengobservasi keadaan tangannya. Dari yang aku lihat, sepertinya memang dia pernah terlibat perkelahian. Dari jenis lukanya, sepertinya dia berkelahi dengan laki-laki. Jika dengan perempuan pasti hanya luka cakaran yang dia dapatkan, tapi aku tahu jenis luka yang sekarang bersarang di tangan Hinata. Itu adalah jenis luka akibat pukulan benda tumpul seperti pemukul bisbol dan juga pisau lipat. Yang aku heran adalah, kenapa Hinata sempat berkelahi sedangkan laporan skripsinya masih berantakan dan perlu banyak revisi.

"Dengarkan saya Hyuga-san. Kerjakan skripsimu baik-baik. Dan jika anda memiliki waktu untuk berkelahi sebaiknya anda gunakan waktu anda itu untuk merevisi skripsi anda."

Hinata mengerutkan keningnya tidak mengerti. Sekarang aku juga ikut mengerutkan keningku. Apa ada yang salah dengan ucapanku. Sepertinya tidak.

"S-Saya tidak pernah berkelahi sensei."

Aku menyandarkan punggungku di sandaran kursi. Melihat ekspresinya. Jujur. Dia berkata jujur. Tapi ini aneh, harusnya luka yang dia dapatkan itu memang karena berkelahi, kalau tidak kenapa dia bisa terluka seperti itu. Tunggu, kenapa aku menjadi peduli dengannya.

"Kalau bukan berkelahi kenapa dahi dan tangan anda penuh luka seperti itu. Bisa anda jelaskan?"

Hinata terkejut. Dilihatnya tangannya sendiri dan tidak lama dia meraba keningnya sendiri. Wajahnya terlihat bingung. Apa dia mengalami amnesia.

"S-Saya tidak tahu k-kenapa saya bisa terluka seperti ini."

Wajah Hinata mendadak panik. Keringat membasahi wajahnya. Dia duduk dengan perasaan gelisah. Kepalanya mendadak berat. Apa yang terjadi sebenarnya. Pandangannya semakin buram.

"M-Maaf S-Saya permisi dulu Uchiha-sensei."

Ucap Hinata susah payah, dia keluar dari ruanganku dengan sempoyongan. Baru saja aku akan menghampirinya untuk bertanya kondisinya, dia sudah hilang dibalik pintu. Pandanganku berhenti pada laptop yang aku tahu itu adalah milik Hinata. Sepertinya dia lupa membawa laptopnya.

Entah apa yang terjadi. Waktu terasa begitu cepat, saat aku keluar dari gedung aku melihat matahari yang bersiap tenggelam di ufuk barat. Sepertinya aku lagi-lagi harus pulang telat hari ini. Kurogoh saku celanaku untuk menemukan benda persegi panjang yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi. Di layarnya terpampang gambar abstrak yang digambar oleh seorang penderita kepribadian ganda. Aku lagi-lagi mengamati gambar itu lamat-lamat. Walaupun tanpa pola yang jelas, aku bisa merasakan kebingungan dan juga keputusasaan yang tersirat jelas dari corak yang terbentuk. Aku lelah hidup seperti ini. Seseorang sembuhkan aku. Begitulah aku menterjemahkan lukisan tersebut. Aku ingat, dulu aku mengambil photo ini saat mengunjungi pameran seni sepupu jauhku –Sai. Saat aku bertanya siapa pelukis lukisan ini, Sai tidak langsung menjawab. Dia hanya mengatakan bahwa pelukis itu adalah penderita bipolar berat, dan dia tidak ingin identitasnya diketahui. Aku ingin sekali memiliki lukisan itu, tapi sayang pelukis itu tidak menjual lukisannya. Aku ingin membagi apa yang aku rasakan pada orang banyak, karena itulah aku tidak akan menjual lukisan ini. Begitu penuturan Sai yang mengulang ucapan pelukis tersebut.

Drt drt

"Hn."

Aku berjalan menjauh dari gedung. Berjalan angkuh dengan penuh percaya diri. Tangan kananku masih tertempel di telinga kananku, mendengarkan suara dari seberang sana.

"Hn, aku akan kesana setengah jam lagi."

Segera aku memasukkan kembali ponselku kedalam saku celana, dan bergegas masuk kedalam mobil. Tidak lama mobilku melaju kencang meninggalkan lingkungan kampus. Mataku bergerak melirik jam yang terpasang di tangan kiriku. Kalau saja dia bukan satu-satunya teman –musuh baikku, aku pastikan dia hanya akan meninggalkan nama dan tidak akan melihat hari esok. Setelah mnempuh perjalanan sekitar dua puluh lima menit, dengan kecepatan diatas rata-rata aku akhirnya sampai di sebuah bar mini yang tadi disebutkan di pirang.

Aku berjalan masuk kedalam bar, mataku menyusuri setiap sudut bar. Memastikan dimana letak dari si pirang yang seenak jidatnya menyuruhku datang. Apa dia tidak tahu aku sudah sangat lelah hari ini.

"Maaf tuan, ada yang bisa saya bantu?"

Seorang perempuan berpakaian minim datang menghampiriku, aku hanya diam. Aku sama sekali tidak tertarik pada perempuan dengan pakaian kekurangan bahan seperti itu. Bukan tipeku.

"Yo Sasuke hiks kau datang juga hiks ayo kesini !"

Suara cempreng Naruto terdengar jelas ditelingaku. Inilah alasan aku tidak bisa tidak menuruti ucapan Naruto. Naruto yang sedang mabuk akan sangat berbahaya. Dia menjadi lebih emosional, salah berkata sedikit saja dia akan menghajar siapapun yang ada di hadapannya. Tentu aku tidak ingin sahabatku –rivalku ini mengalami masalah dengan berbuat keributan di bar.

"Ayo pulang."

Aku menyeret Naruto tanpa memperdulikan protes Naruto yang jujur saja sedikit –banyak membuat gendang telingaku berdengung karena suara cemprengnya. Sesampainya di parkiran, aku langsung memasukkan Naruto di kursi penumpang dan memasangkan selt beat untuknya.

"Katakan sekarang apa lagi ?"

Ucapku sambil melajukan mobilku menembus jalan Konoha yang tidak pernah sepi. Aku melirik kearah Naruto, suara dengkuran halus terdengar dari bibir Naruto. Apa ini ada hubungannya dengan perempuan bersurai merah muda itu. Sudah berapa kali aku memperingatinya, perempuan gulali itu tidak cocok untuknya.

"Bangun, kita sudah sampai."

Naruto tidak juga membuka matanya. Hah, terpaksa aku harus membopongnya masuk ke dalam. Kapan si pirang dobe ini tidak merepotkanku. Dasar.

Setelah selesai mengatar di dobe pirang itu, aku memutuskan untuk pergi ke swalayan terdekat. Aku baru ingat jika persediaan jus tomat di lemari pendinginku sudah hampir habis. Aku berjalan melewati blok yang berisi aneka kemasan jus. Perhatianku langsung tertuju pada barisan jus tomat yang terlihat lezat dimataku. Aku mengambil semua jus tomat itu dan memasukkan kedalam kerangkang belanja. Namun, saat aku akan mengambil kotak terakhir sebuah tangan juga terjulur kearah kotak tersebut. Aku menoleh. Dia –

"Hyuuga-san ?"

Perempuan itu mengerutkan keningnya. Bingung. Hey, apa aku salah berbicara lagi. Sepertinya tidak.

"Nugu ya ?"

Onyxku membola. Apa dia sedang bercanda. Tapi aku sama sekali tidak melihat nada bercanda di pertanyaannya.

"Anda tidak mengingat dosen anda sendiri?"

Kulihat Hinata berseringai. Terkejut, tentu saja. Apa mungkin dia salah minum obat.

"Dengar ya Ajjushi, aku sama sekali tidak mengenalmu. Oh iya, namaku Kim Hyun Ah. Bukan Hinata. Mungkin kau salah orang."

Tidak mungkin aku salah orang bukan. Aku mengenal wajahnya dengan baik, dia Hinata. Salah satu mahasiswa yang aku bimbing. Tapi kenapa dia berlaku seolah dia tidak mengenaliku. Aneh.

TBC

Extra :

Perempuan itu bernama Kim Hyun Ah, seorang perempuan berdarah Korea. Ciri-cirinya, selalu mengenakan lebih dari satu tindikan di telinganya, suka menggunakan baju pas badan dan bergaya kasual. Umurnya baru menginjak delapan belas tahun. Dia memiliki sifat keras dan kasar. Gayanya tomboy dan tidak takut pada apapun. Hobi berkelahi dan membuat keributan. Dia adalah alter dominan kedua setelah Hinata.