Pernahkah kau mendengar kata 'Takdir'?

Apa kau merasa hidupmu sudah ditentukan?

Lalu, pernahkah kau merasa hidupmu seperti sedang dipermainkan?

And then...

Did you believe about fate?

.

.

.

Standard disclaimer applied

Warning! Alternate Universe, Out Of Character (maybe), Typo(s), Miss-typo(s)

.

.

.

Did You Believe About Fate?

By Chocoaddicted

.

.

.

Enjoy!

.

.

.

Episode satu.

Riak awan seolah menjauh ketika gadis berambut merah muda itu mendekatinya. Semakin ingin ia sentuh, awan itu semakin sulit terjangkau. Awan yang mengembul seperti kumpulan gulali, terlihat layaknya ribuan kapas juga. Ingin ia peluk awan yang ada di angkasa, namun ia sadar itu tidak mungkin terjadi.

Tangannya yang terangkat ke udara perlahan ia tarik kembali ke samping sisi kirinya. Ia kini memerhatikan awan itu dengan senyum lebarnya. Begitu bahagianya ia hanya karena melihat awan. Baginya, jika ia memandang awan maka ia bisa melupakan masalahnya meski hanya sesaat.

Tin tiiiiin!

Suara klakson mobil di belakangnya membuat gadis ini tersadar. Buru-buru ia pegang kembali kendali motornya. Untunglah ia tidak menabrak apapun saat memandang awan di atas langit sana. Gadis yang satu ini sangat tidak hati-hati karena memandang awan saat ia mengendarai motor.

Gadis itu melihat jam tangannya dan waktu menunjukkan pukul 08.30 pagi, yang berarti dua puluh menit lagi ia harus sampai di kampus. Celakanya, kampusnya itu sangat jauh dan jika ditempuh dengan mengendarai motor maka waktu yang dibutuhkan adalah tiga puluh menit, itupun jika tidak macet.

Maka, gadis ini langsung menutup kaca helmet-nya. Memakai masker yang tadi ia turunkan sampai di bawah dagu. Memfokuskan pikirannya dan ia melaju dengan kecepatan penuh menuju kampus tanpa peduli beberapa pengendara lain yang hampir ia masukkan ke dalam rumah sakit.

.

.

.

Ia berjalan dengan terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.50 yang berarti kelas Psikologi Konseling sudah dimulai. Matanya terus sesekali melihat jam dengan wajah panik. Celakanya lagi, kelasnya nanti ada di lantai tiga dan di kampusnya tidak ada lift sama sekali. Dia sudah dapat membayangkan bagaimana lelahnya nanti saat menaiki tangga.

Belokan menuju tangga sudah terlihat, ia segera berlari kecil sambil menggumamkan "Aku telat" berkali-kali. Saat itulah ketika ia melihat jam tangannya, ia bertabrakan dengan seseorang.

BRUK!

Gadis bermata emerald ini mundur dua langkah saat dirinya bertabrakan dengan seseorang tadi dan orang yang ia tabrak hanya mundur satu langkah. Ia lihat orang yang ia tabrak tadi dan matanya memancarkan sebuah kekaguman yang sangat kentara sehingga menyebabkan pipinya merona menggemaskan.

Seorang pria berambut merah dengan tato "Ai" di dahinya hanya memandang gadis ini dengan datar. Mata jade-nya bertemu dengan emerald di depannya. Ia lihat gadis di depannya ini tanpa berkedip sedikit pun menatapnya. Ia tahu gadis di depannya ini sedang terpesona padanya, tapi ia malah menunjukkan sikap dinginnya.

"Jam berapa sekarang?" tanya seorang wanita berambut cokelat kepada temannya yang sedang turun dari tangga.

"Jam sembilan," jawab temannya yang berambut pirang sambil melihat jam tangannya.

Obrolan dari orang yang tidak dikenal gadis inipun menyadarkan ia dari kekagumannya pada sosok laki-laki berwajah tampan ini. Segera ia mengedipkan matanya dan membungkukkan badannya sampai sembilan puluh derajat.

"Gommennasai!" ucapnya. Lalu gadis ini berdiri kembali, memegang sabuk tas selempangnya dengan erat dan berlari menaiki anak tangga.

Si pria berambut merah hanya menolehkan kepalanya mengikuti arah ke mana si gadis berlari. Lalu ia kembali berjalan dengan wajahnya yang datar.

.

.

.

Gadis bermata zamrud ini meletakkan kepalanya di atas meja kantin. Di kepalanya terus terbayang sosok yang tadi ia tabrak. Ia merasa tidak asing dengan sosok itu. Ia terus menggali memorinya untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan tentang siapa pemuda tadi?

Tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya dan melakukan hal yang sama dengan gadis merah muda ini, meletakkan kepalanya di atas meja dan menatap mata emerald di depannya.

"Kau kenapa, Sakura-chan?" tanyanya. Yang ditanya hanya diam dan menatap lawan bicaranya, gadis berambut indigo.

Sakura—gadis merah muda itu, duduk tegak di kursinya. Si gadis indigo pun mengikutinya, duduk tegak memandang sahabatnya yang terlihat galau.

"Hinata, waktu kau bertemu dengan Naruto bagaimana caranya?" tanyanya sambil menatap lawan bicaranya.

Hinata memainkan jari-jarinya kemudian menjawab, "D-di kedai ramen, Sakura-chan."

"Apa sebelum itu kau pernah bertemu dengannya?" tanya Sakura lagi.

Hinata terlihat seperti berpikir, kemudian ia menggeleng. "Belum pernah. I-itu pertemuan pertamaku dengan Naruto-kun." Hinata menatap Sakura dengan wajah penasaran, "kenapa kau menanyakan itu, Sakura-chan?"

Sakura menatap lurus ke depan sambil membayangkan wajah pria yang tadi. "Entahlah, aku merasa tidak asing saat bertemu dengan seseorang tadi. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi, aku lupa."

"Mungkin hanya perasaanmu saja, Sakura-chan." Hinata tersenyum lembut sambil membuka bungkus roti yang tadi ia bawa.

Tidak ada jawaban dari mulut Sakura. Ia merasa sangat yakin jika pernah bertemu dengan laki-laki tadi. Tapi, dimana?

.

.

.

Waktu terus bergulir. Langit sudah berubah warrnanya menjadi oranye. Sakura segera menuju ke tempat parkir kampusnya untuk menuju ke restoran di mana ia bekerja sambilan sebagai pelayan.

Sebelum ia menyalakan motornya, ia mengetikkan sebuah pesan kepada seseorang yang sudah tiga tahun ini berada di sisinya.

To: Sasuke-kun

Aku berangkat ke restoran.

Setelah mengirim pesan singkat itu, Sakura segera menyalakan mesin motornya dan pergi menjauhi kampusnya, Universitas Konoha. Sebuah universitas yang mengkhususkan untuk menyongsong masa depannya menjadi seorang guru. Dan cita-cita Sakura adalah menjadi seorang guru Bimbingan dan Konseling.

Sepasang mata jade memerhatikan sebuah motor matik putih yang akan ke luar dari tempat parkir. Alisnya sedikit mengernyit saat memerhatikan sosok yang mengendarai motor tersebut, namun tepukan seseorang di pundaknya mengalihkan perhatiannya.

"Kau sedang apa melamun di situ, Gaara? Ayo kita pergi!" seru pemuda berambut jabrik berwarna pirang.

"Hn," jawab pemuda yang bernama Gaara tadi sambil menaiki motor yang dibawa oleh si jabrik pirang.

.

.

.

Sakura sedang mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan di restoran pizza di mana ia bekerja sambilan. Ia mengenakan kemeja krem dengan kerutan di bagian tangannya yang pendek. Celana hitam panjang. Celemek berwarna hitam diikat dipinggangnya yang panjangnya sampai lutut. Memakai sepatu kets berwarna putih yang tadi ia pakai sewaktu ke kampus. Rambutnya dicepol satu.

Seseorang berambut diikat empat memandang Sakura dari ujung rambut hingga ujung kaki. Matanya pun mendelik saat melihat sepasang sepatu kets putih yang dipakai Sakura. Sakura sendiri tidak menyadari jika ada yang memerhatikannya.

"Sakura-chan!" serunya lantang membuat Sakura segera membalikkan badannya menghadap si pemilik suara.

"Temari-sama?" ucapnya sambil menelan ludah saat melihat Temari melotot memandangnya.

Temari berjalan mendekat ke arah Sakura lalu melipat kedua tangannya di bawah dada, "Kenapa kau memakai sepatu kets? Di mana Pantofelmu?" tanyanya dengan nada tegas.

Sakura lagi-lagi menelan ludahnya. Benar apa kata teman-teman—yang seprofesi dengannya, yang mengatakan jika Temari itu sangat menyeramkan ketika bicara berhadapan langsung dengannya.

"Ano... ano, Temari-sama..."

"Jawab yang jelas, Sakura!" kata Temari dengan menatap langsung ke mata Sakura.

Sakura membungkukkan badannya sembilan puluh derajat lalu menatap mata Temari, "Gommenasai, Temari-sama. Sepatu Pantofelku haknya patah dan sedang diperbaiki di tukang sol sepatu. Makanya aku pakai sepatu kets," jawab Sakura dengan takut-takut.

Temari menghela napasnya. Lalu ia memerhatikan pakaian Sakura lagi dan ia matanya memandang tajam saku kemeja Sakura. Mengerti apa yang Temari maksud, Sakura segera merogoh kantung celananya dan memakai sebuah name tag di atas saku kemejanya. Dia memandang Temari dengan wajah memelas.

"Baiklah. Untuk saat ini kau kuampuni. Tapi ingat, jika kau ulangi lagi maka skormu sebagai pegawai akan kukurangi lima puluh poin!" tegasnya. Sakura mengangguk sambil tersenyum lebar, "ya sudah, bekerja dengan baik!" lanjut Temari lalu pergi meninggalkan Sakura.

Sakura membungkukkan badannya lagi sambil berseru, "Arigatou gozaimasu, Temari-sama!"

Sakura mengelus dadanya dan menghela napas lega. Benar-benar deh, berhadapan dengan bosnya, Temari, membuat jantungnya hampir copot. Temari di mata Sakura adalah seorang bos yang sangat memegang kedisplinan dan kerja keras. Bahkan dia memakai sistem skor nilai di restorannya ini. Meskipun ini hanya restoran pizza, tapi bekerja di sini tidaklah gampang.

Restoran pizza milik Temari ini sangat terkenal di Konoha, dan gaji di restoran ini cukup tinggi sehingga wajar saja jika Temari sangat objektif melihat pegawainya. Restoran ini tidak pernah sepi pengunjung. Pengunjung di restoran ini kebanyakan adalah anak-anak remaja dan keluarga. Restoran ini bergaya Italia dengan pegawai yang ramah dan sopan juga rasa pizza-nya yang begitu lezat. Benar-benar servis yang sangat memuaskan untuk para pelanggan.

Sakura sekarang sedang membersihkan meja yang baru saja ditinggal oleh sepasang kekasih yang tadi makan di meja tersebut. Sakura menyemprotkan air di meja itu, lalu mengelapnya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Sakura membuat Sakura terlonjak kaget.

"Hahaha... Sebegitu kagetnya. Kau takut aku ini Temari-sama, ya?" tanyanya sambil tertawa lepas.

Sakura memutar kedua bola matanya lalu melanjutkan kegiatannya mengelap meja, "Jangan menggodaku, Ino!" sahut Sakura dengan kesal.

Ino makin tertawa kencang sambil memegangi perutnya, "Makanya jangan pernah coba-coba melanggar peraturan jika masih ingin hidup dengan damai, Sakura."

Sakura mendecak sebal. Lalu menatap Ino dengan sengit, "Lihat saja, nanti juga kau dapat omelan karena menghilangkan name tag-mu!"

Ino menunjukkan bagian atas saku kemejanya di mana ada sebuah name tag hitam di sana. Sakura yang melihatnya langsung melengos menuju dapur meninggalkan Ino yang tersenyum penuh kemenangan.

Tring tring tring...

Suara lonceng menandakan seseorang baru saja masuk ke dalam restoran. Ino langsung menyambutnya dengan ramah.

"Selamat datang di Sabaku's Pizza!" ucapnya ramah. Kedua orang yang baru masuk hanya menyunggingkan senyum mereka. Yang satu senyum lebar, sedangkan yang satu senyum tipis yang bahkan tidak terlihat sedang tersenyum.

Kedua pemuda ini langsung duduk di kursi yang ada di depan meja untuk empat orang. Mereka duduk berhadapan. Ino segera memberikan buku menu kepada mereka berdua. Setelah mencatat pesanan kedua pemuda ini, Ino segera menuju dapur dan memberikan note pesanan mereka ke koki di restoran ini.

Ino datang kembali ke meja mereka dan memberikan minuman pesanan mereka terlebih dahulu. Sedangkan pizza-nya belum matang. Lalu ia segera kembali lagi menuju dapur.

Sakura baru saja selesai membuang sampah, tiba-tiba Ino datang menghampirinya sambil membawa nampan berisi pizza ukuran jumbo di tangan kanan dan spaghetti di tangan kiri.

"Sakura tolong bawa ini ke meja nomor dua belas," Ino menyerahkan pizza dan spaghetti itu pada Sakura. Sakura bingung melihatnya, "aku mau ke toilet dulu!"

Ino pun pergi begitu saja meninggalkan pekerjaannya pada Sakura. Sakura hanya mampu menghela napas dan berjalan menuju meja dua belas.

Sakura melihat meja dua belas diisi oleh salah satu temannya yang sering main ke restoran di mana ia bekerja ini. Namun, di depannya ada seseorang berambut merah. Sakura hanya bisa melihatnya dari belakang. Saat memandang rambut merah itu, Sakura kembali mengingat pemuda yang tadi ia tabrak.

"Ini pizza dan spaghetti-nya," ucap Sakura ceria sambil meletakkan nampan berisi pizza dan spaghetti.

Seseorang yang berambut merah yang tadi Sakura lihat sekarang sedang memerhatikan Sakura dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia mengernyitkan alisnya melihat Sakura memakai sepatu kets. Orang yang sedang ia perhatikan ini sangat berbeda dengan yang ia temui tadi pagi. Meskipun ia memakai baju pelayan, ia tetap terlihat cantik.

"Sakura-chan! Tidak usah seformal itu denganku. Aku 'kan juga sudah sering ke sini!" seru pemuda berambut pirang jabrik yang duduk sebelah kiri Sakura. Sakura belum melihat pemuda berambut merah yang duduk di depannya.

"Aish! Ini sudah peraturan dari bos tahu! Kalau sampai ketahuan aku bisa dicincang olehnya! Kau tahu 'kan bosku itu sangat menyeramkan?" sahut Sakura setengah berbisik.

"Hahaha... Bersabarlah, Sakura-chan. Segalak-galaknya dia, dia tidak mungkin memakanmu!" jawab Naruto sambil bercanda.

"Aiiisssh!" Sakura berniat menjitak Naruto tapi suara perempuan yang sangat ia kenali meneriakkan nama seseorang.

"Gaara!" Temari berlari kecil lalu memeluk Gaara singkat. Sakura langsung merinding seketika saat menengokkan kepalanya ke arah kanan dan dia melihat orang yang sedang ia bicarakan tadi sedang memeluk orang berambut merah yang Sakura belum lihat wajahnya.

Temari melepaskan pelukannya hingga Sakura bisa melihat dengan jelas muka pemuda berambut merah yang sedang duduk dengan tenang. Matanya menatap penuh kekaguman pada sosok tersebut.

"Aku senang sekali akhirnya kau menyempatkan diri main ke restoranku! Dasar adik nakal!" seru Temari sambil berkacak pinggang di depan Gaara. Sakura menelan ludahnya saat mendengar Temari mengatakan kata "Adik".

"Jadi dia adiknya Temari-sama?" batin Sakura panik. Perlahan setetes keringat muncul di keningnya.

Dengan perlahan Gaara menolehkan kepalanya ke arah Sakura. Dia menatap Sakura dengan datar. Sakura menelan ludahnya dengan paksa. Dia merasakan firasat buruk sekarang.

"Kami-sama, tolong aku!" jerit batin Sakura.

.

.

.

Bersambung...

a/n: Annyeong haseyo? Jadi langsung saja, keep atau delete readers? GaaSaku pertamaku nih. Hehehe... Mohon jawabannya di kotak Review ya! Kamsa hamnida ^O^