Fairy Tail Hiro Mashima

Warning: AU, OOC, Typo(s), Bad Diction, Multi Chapter

.

. The Blonde Witch

by

Serly Scarlet & Aquaflew

.

Chapter 1

('=_=)/\(~_~')


Hanya karena kau berbeda. . . bukan berarti kau tidak dapat bahagia.


Penyihir adalah sebutan bagi seorang manusia yang mempelajari dan melakukan sihir, magis, atau kekuatan supranatural.


"Ya ampun, lihat dia. Model bajunya. . . tatanan rambutnya. . . norak!"

"Baunya juga seperti lumut."

"Norak sekali sih. Membuat mata sakit nih!"

"Pssst. Jangan keras-keras."

"Hei, hati-hati. Kalian jangan berurusan dengan dia. Jangan sekalipun dekat-dekat dengannya."

"Memangnya kenapa? Aku juga tidak mau repot-repot berteman dengannya sih"

"Dia si 'blonde itu', lhoo"

"Apa sih? Kalau blonde, aku juga blonde"

"Eh?! Jangan bilang. . . gadis itu. . ?

"Ih, seram!"

"Ya ampun, kenapa aku sial sekali harus melihatnya pagi-pagi begini?"

"Aku tidak kuat melihatnya! Ishh. . aku harap tidak satu kelas dengannya. Tapi, dia manusia 'kan?"

"Namanya kalau tidak salah. . Eh! Uso! Aku sepertinya satu kelas dengan. . . "

"…Si PENYIHIR Pirang!?"

BRAK

Tiba-tiba sebuah pot bunga terjatuh di hadapan para gadis yang sedang menggosip tersebut. Terkejut, para gadis menjadi terdiam seketika. Mereka menatap ngeri pot bunga yang― entah asalnya darimana― hancur menyedihkan. Dengan tanpa suara mereka berjalan cepat meninggalkan tempat perkara.


Fairy Tail High School merupakan sekolah menengah swasta di daerah terpencil kota Magnolia. Musim ini adalah musim di mulainya ajaran baru, terutama bagi para siswa kelas pertama yang baru saja menyelesaikan orientasi. Sedangkan bagi para siswa yang naik tingkat pada musim ini akan mendapatkan ruang kelas baru yang berbeda dari tingkat sebelumnya. Bahkan untuk penghuni kelasnya juga baru karena menggunakan sistem acak. Hal ini, menurut kepala sekolah, merupakan suatu bentuk sistem yang berguna untuk meningkatan hubungan sosialisasi antar siswa.

Fairy Tail High School memiliki gedung utama dengan tingkat empat lantai. Lantai pertama merupakan ruang kepentingan administrasi, staff, ruang guru, dan ruang kepala sekolah. Pengumuman kelas dan daftar nama juga dapat dilihat pada papan pengumuman di koridor lantai satu. Lantai dua, tiga, dan empat merupakan ruang kelas tingkat pertama, dua, dan tiga. Gedung lain yang berada di sekitar gedung utama adalah gedung serba guna yang dapat digunakan sebagai tempat Ekstrakurikuler dan club. Para siswa di berikan fasilitas untuk menyalurkan bakat mereka.


Lucy Heartfilia menyeret kakinya menuju papan pengumuman. Para siswa yang sebelumnya berdesak-desakan di depan papan pengumuman, tiba-tiba memberikan ruang untuk Lucy lewat. Mereka tampak khawatir dan sangat berhati-hati agar tidak sampai membuat kontak sekecil apapun dengan si gadis blonde itu. Lucy yang telah mengetahui kelasnya, pergi dari koridor dengan perlahan-lahan. Para siswa yang sebelumnya terhenti menjadi ribut dan berdesakan kembali untuk melihat papan pengumuman. Ada yang menegeluh, ada yang bersyukur, ada pula yang tampak menggerutu tidak terima.

"Tidaaak! Kenapa aku harus sekelas dengan penyihir ituuuuu?!"

"Ini hari sialku!"

"Aku sangat bersyukur tidak sekelas lagi."

"Aku akan melakukan protes!"

Kira-kira begitulah reaksi mereka terhadap sosok gadis blonde berkepang dua itu…


Lucy memasuki ruang kelas 2-B yang berada di lantai tingkat 3. Puluhan pasang mata menyambutnya dengan tatapan heran bercampur cemas― cemas bukan karena melihat wajah kelelahan Lucy, tapi memikirkan nasib mereka sendiri. Gadis blonde berkepang dua itu tampak berjalan dengan perlahan melewati celah-celah barisan tempat duduk yang ada di dalam kelas itu. Entah apa yang terjadi dengan Lucy, tapi semua orang tampak tidak peduli dan tidak mau peduli. Suasana kelas yang sebelumnya riuh dan ramai, kini menjadi hening. Tidak sedikit dari mereka sedang berbisik-bisik.

Lucy memilih tempat duduk di kursi pojok belakang dekat jendela. Ia menjatuhkan tasnya di atas meja, duduk dengan perlahan, dan menghela napas panjang. Punggungnya terasa sangat berat. Ia berusaha menarik sesuatu di sekitar lehernya dengan paksa.

"Lepaskan!" bisik Lucy. Ke dua tangannya masih berusaha menarik sesuatu. "Aku sudah mengantarmu sampai kelasku. Jadi lepaskan sekarang juga.." bisiknya pelan.

"Tidak. Aku tidak mau!" sahut suara penolakan seperti seorang anak kecil laki-laki dengan nada yang manja. "Di gendong olehmu ternyata sangat nyaman,"

Sebenarnya dari mana asal suara anak kecil itu? Sangat tidak mungkin ada anak kecil yang duduk di bangku sekolah menengah. Kalau pun ada, itu bukan termasuk siswa di sini. Atau bisa juga orang dewasa yang bertubuh kecil karena memiliki keterbelakangan fisik yang membuat pertumbuhan jasmaninya terhambat. Secara medis kelaianan fisik itu dinamakan Sindrom Down. Tapi kenyataannya tidak ada satu pun dari penghuni kelas yang terlihat memiliki keterbelakangan fisik seperti itu. Mereka semua memiliki keadaan fisik yang normal.

Namun sampai saat ini, masih tidak ada seorang pun dari mereka yang normal itu untuk berniat melakukan interaksi dengan Lucy. Mereka sembunyi-sembunyi menatap Lucy dengan pandangan menilai. Salah satu siswi yang kebetulan duduk dua kursi di depan Lucy terlihat sedang berbisik-bisik dengan siswi lain yang berada duduk di bangku depannya lagi. Menggosip. Sedangkan siswa laki-laki yang berada dua kursi disebelah kanannya berusaha terlihat acuh. Seolah-olah tidak mempedulikan keanehan Lucy.

"Lepaskan. Aku sangat lelah," pinta Lucy kembali.

"Lima menit lagi, Oke?"

"Lepaskan. Ku mohon. Orang-orang mulai menatapku aneh lagi," sahut Lucy mulai kesal. Kepalanya menunduk, menyembunyikan wajah cemasnya.

"Ya ampun, kau itu lemah sekali. Huh. Iya-iya aku lepaskan!"

Lucy bernapas lega. Sesuatu yang terasa menjerat lehernya telah menghilang. Lucy sibuk membenarkan kerah kemeja putih dan dasi seragamnya yang sempat bergeser, serta membenarkan posisi kacamata miliknya. Gadis itu kemudian meraih tas miliknya dan mengambil buku yang akan ia gunakan.

"Ne, ne! Gadis aneh.. kenapa kau merasa berat padahal kau hanya menggendong 'Hantu'?"

". . ."

Lucy berusaha mengabaikan. Jika dia terus menanggapi hantu itu, sudah pasti dirinya akan terus mengundang perhatian penghuni kelasnya. Mereka akan menganggap Lucy gila karena berbicara sendirian. Sudah cukup dengan tatapan mencela yang dilayangkan padanya setiap hari, Lucy tidak ingin memperburuk keadaannya.

"Ne, jawab aku!" tuntut si hantu.

". . ."

Merasa diabaikan, sosok hantu anak kecil itu mulai mengganggu Lucy. Rambut pirang gadis itu di tarik-tarik dengan jahil. Sehingga ketika orang awam melihatnya, rambut Lucy yang di kepang dua tampak melayang-layang dengan sendiri. Padahal tidak ada angin yang berhembus. Kejadian ini juga tidak bisa disebut sebagai sulap, karena kenyataannya Lucy memang tidak memiliki bakat seperti itu.

"Hentikaan!" teriak Lucy.

Rambut kepang Lucy yang sebelumnya melayang-layang menjadi terjatuh dengan perlahan. Dalam waktu yang bersamaan, sosok tersebut menghilang dengan wajah sedih. Melihat wajah sedih sang hantu, membuat setitik rasa bersalah hinggap dalam hati Lucy.

Teriakan Lucy membuat penghuni kelas yang sebelumnya berbisik-bisik dan panik menjadi terdiam seketika. Lucy yang terlambat menyadari perbuatannya telah menarik perhatian, segera berlari keluar kelas . . . meninggalkan teman-teman sekelasnya dan seseorang yang sejak awal menatapnya intens.


Lucy menatap refleksi wajah di depannya. Gadis dengan wajah lelah, terutama kantung matanya yang memiliki bayangan hitam seperti mata panda.. Mata dengan iris caramel yang menatap kosong cermin. Bibir tipis dengan warna pink alami yang sedikit pucat. Warna kulit miliknya seluruhnya putih pucat.

Tatapan si gadis beralih pada rambut pirangnya yang sebatas pinggang. Jemarinya membenarkan kepangan rambut yang sebelumnya tampak berantakan karena ditarik-tarik. Setelahnya, jari-jari tersebut menyisir rambut poni agar jatuh di sekitar wajah, menutupi wajahnya yang ayu. Ia kembali memakai kacamata dan tersenyum kaku.

Lucy si gadis aneh dengan dandanan norak. Memakai kacamata model tua dengan rambut pirang tebal yang di kepang dua dan poninya hampir menutupi wajah. Apalagi seragamnya yang sangat tidak menyenangkan untuk di lihat. Baju seragam atasan yang kebesaran 2 nomor dari ukuran aslinya, dan rok yang panjangnya sebatas betis. Padahal kebanyakan para siswi memakai rok pendek 10cm di atas lutut. Kakinya ia balut dengan kaos kaki panjang hingga tenggelam di bawah rok. Kakinya benar-benar tertutup kain.

Belum cukup dengan dandanan mencolok yang norak ini, aura di sekirat Lucy juga tidak menyenangkan. Gadis pirang itu memiliki aura suram yang membuat semua orang kehilangan tawanya dalam sekejap. Ini karena Lucy memiliki kemampuan istimewa , kata sang Ibunda. Tapi bagi Lucy, ini bukan hal spesial. Apanya yang di sebut istimewa atau spesial jika hal itu menyusahkan hidupmu?

"Luuucy~"

DEG

Ini dia. Lucy segera bersiap-siap untuk pergi.

"Tunggu, Lucy.. Hanako kesepian~.. Mainlah.. bersama Hanako…" Suara rengekan gadis kecil berusaha menghentikan niat Lucy.

"Nggak sudi!" tolak Lucy kesal. Gadis pirang itu segera berlari secepat kilat keluar dari toilet perempuan.

Sesaat setelah keberadaan Lucy tidak terlihat lagi, salah satu pintu toilet bergeser pelan hingga terbuka lebar. Terlihat sosok transparan gadis kecil sepuluh tahun dengan kepala tertunduk. Gadis kecil itu perlahan mengangkat wajahnya yang pucat pasi dan tersenyum mengerikan. "Hanako.. akan menunggu.. Lucy," ucapnya sebelum menghilang.


Ya, kemampuan Lucy si gadis blonde berkepang dua ini terbilang unik. Semenjak lahir, ia telah dibekali kemampuan dapat melihat dan berkomunikasi dengan hantu oleh keluarganya. Akibat kemampuan itu, Lucy selalu di ganggu oleh makhluk-makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia normal pada umumnya. Segala kejadian aneh di sekitar Lucy yang di sebabkan oleh hantu membuat Lucy di juluki penyihir oleh teman-temannya.

Harusnya ia di panggil gadis indigo, gadis yang dapat melihat hantu, sixth-sense dan sejenisnya. Tapi kenapa malah dijuluki penyihir? Umpat Lucy dalam hati.

Gadis pirang itu hanya tidak menyadari. Bahwa ketika ia marah atau sedih karena perbuatan seseorang, maka para hantu akan mencelakakan orang yang membuatnya demikian. Seperti ketika tahun pertama masuk sekolah, Lucy di bully beberapa orang karena memiliki dandanan yang dianggap kuno. Lalu tiga hari berikutnya para pelaku pembulian itu tiba-tiba tidak datang ke sekolah. Gosipnya, mereka di hantui hal-hal yang mengerikan.

Beberapa orang ada yang percaya dan ada yang tidak. Orang-orang yang tidak percaya mulai kembali membuli gadis pirang itu. Suatu hari ketika sedang membuli Lucy di kelas, tiba-tiba kelompok orang tersebut kerasukan makhluk lain. Mereka tiba-tiba menangis dan menjerit. Seketika kelas menjadi histeris dan panik.

"Jangan sakiti Lucy!" teriak mereka yang kerasukan.

"Aku minta maaf!"

"Aku minta maaf. . . Lucy!"

Satu jam kemudian, para siswa yang kerasukan dan meracau minta maaf kepada Lucy menjadi tenang setelah Lucy msengangguk―memaafkan. Lalu detik itu juga mereka semua pingsan di saat yang bersamaan.

Sejak itu Lucy di juluki penyihir, dan tidak ada seorangpun yang berani mendekatinya.


DING DONG

Bel pulang sekolah terdengar beberapa saat setelah seorang guru selesai berceramah. Setelah ketua kelas melakukan ritual salam, beberapa penghuni kelas mulai berhamburan keluar dari ruangan.

Lucy masih sibuk membereskan buku dan peralatan menulisnya. Ia akan menunggu hingga penghuni kelas telah sepenuhnya pergi, lalu pulang. Sepasang iris caramel di balik kacamata miliknya menatap isi kelas yang tinggal lima orang termasuk dirinya. Mereka adalah tiga orang laki-laki yang sibuk bergurau di kursi belakang― jauh dari tempat duduk Lucy, dan seorang gadis cantik yang memiliki warna rambut merah darah yang duduk di bagian depan.

Gadis merah― panggil Lucy dalam hati.

Gadis merah itu tiba-tiba berdiri, sedikit membuat Lucy terkejut sebenarnya. Lucy pikir gadis merah itu mendengarnya, padahal ia tidak punya kemampuan telepati. Tapi kemudian gadis merah itu berjalan menuju pintu keluar, membuat Lucy bernapas lega. Aku tidak punya telepati, haha.

Lucy kembali terkejut ketika sosok hantu anak kecil laki-laki yang mengganggunya tadi pagi muncul beberapa meter di depan gadis merah. Lucy menyadari si gadis merah sempat berhenti sejenak sebelum melangkah menghindari makhluk astral itu― tanpa menabrak atau menyentuh sedikit pun, dan berjalan cepat menuju pintu keluar.

Dahi Lucy sedikit berkerut heran. Sebelum sempat mencerna kejadian yang baru saja terjadi, sang hantu kecil itu berteriak dan melambaikan tangannya dengan ceria kepada Lucy. Hal itu membuat Lucy reflek memegang pundaknya yang masih pegal.

"Tidaaak! Jangan lagi.." ujarnya panik dengan suara yang dibuat pelan.


"Aku pulang. . ."

Suara Lucy terdengar lesu. Ia berjalan lemas menuju ruang keluarga. Hantu anak kecil yang meminta gendong itu tidak mau melepaskannya sebelum Lucy membelikannya es krim. Yang benar saja, mana ada hantu makan es krim? Begitu 'kan menurutmu?

Aku hantu modern yang mengikuti perkembangan dunia, kata si hantu cilik.

Hantu modern yang disebutkan di atas hanya bualan. Semua orang juga mengetahui apa itu sesembahan untuk arwah. Dan sesembahan itu dapat berupa makanan yang nantinya dapat di makan oleh hantu.

Dengan teori 'hantu dapat memakan makanan kalau kita mempersembahkan makanan itu untuknya' , Lucy memberikan es krim untuk si hantu anak kecil, dan. . . Ta-da! Si hantu melepaskan Lucy lalu sibuk memakan es krimnya.

Sebelum diikuti kembali, Lucy berlari secepat kilat menuju rumah.

.

.

Lucy kembali menatap ruang tengah keluarga yang terlihat sepi. Matanya meneliti benda-benda aneh yang mendominasi rumahnya. Benda-benda tersebut kebanyakan berupa kertas mantra dan jimat. Dengan menghela napas panjang, Lucy menuju dapur.

"Mama?"

Lucy menatap heran wanita cantik paruh baya yang mirip dirinya tersebut. Ibunya yang mengenakan baju serba hitam tampak sibuk memasak di dapur. Bukan karena baju serba hitam yang di kenakan ibunya yang membuat Lucy heran, tapi kegiatan ibunya― memasak. Ibu Lucy, Laila, tidak memiliki bakat memasak. Tolong garis bawahi kata tidak.

"Oh. Selamat datang sayang. Bagaimana sekolahmu?" sambut Laila ceria.

"Seperti biasa, Ma. Orang-orang masih takut padaku. Mama sedang apa?"

"Tentu saja Mama sedang memasak. Kau tahu, Nyonya Marie memberikan resep mudah. Mama yakin tidak akan gagal kali ini," ucap Laila dengan percaya diri. "Lucy sayang. . apa kau tidak apa-apa?" tanya Laila khawatir.

Lucy tersenyum manis agar ibunya tidak khawatir. Ia memeluk ibunya dan mengangguk. Saat sudah membahas sekolanya yang berat, Lucy akan menjadi anak yang tegar di hadapan orang tuanya. Tidak akan lagi membawa orang tuanya dalam masalahnya. Untuk mencapai dewasa, Lucy bertekad menghadapi setiap masalah dengan berani.

"Jangan khawatir sayang.. Mama yakin suatu saat akan ada seseorang yang mengetahui kebaikan hatimu. Dan kau akan mendapat teman." Laila membelai rambut Lucy dengan sayang.

"Terima kasih, Ma," dikecupnya pipi sang Ibu. "Silahkan memasak kembali, hehe.."

"Oh, kau benar. Mama hampir melupakannya." Laila kembali melakoni kesibukan memasaknya.

"Ma, siapa Nyonya Marie?"

"Roh wanita baik hati yang Mama temui di supermarket." Jawab Laila ceria.

Lucy hanya dapat berswetdrop.


TBC


A/N:

Aquaflew: Yoshaaa! Ini dia fic collab hasil debat saya dengan Serly-san.. Untuk Serly-san, maafkan saya yang sangat merepotkan dan keras kepala ini.. wkwk… Semoga kalian suka :D :D

Serly Scarlet: Suatu kehormatan(?) bagiku kepada Aqua-san yang tiba-tiba mengajakku untuk melakukan fic collab.

Seperti yang dikatakan Aqua-san di atas, aku benar-benar dibuat repot olehnya! Banyak kendala-kendala yang kita berdua alami di medsos (Facebook Msg) saat mencoba bertukar pikiran. Seperti : perdebatan, perkelahian, bibir pecah-pecah, dsb. Ahahahaha…XD #JustKidding.

Baiklah, itu saja dariku. Terucap sama seperti Aqua-san… Semoga kalian bahagia… ^_^


RnR,please!