…
Disclaimer : Masashi Kishimoto, of course
Genre : -Hard-Friendship
Rated : K
Obrolan Senja
Aku sudah lama mengenalnya. Sangat lama.
Entah harus berapa ucapan 'arigatou' yang harus kusampaikan padanya.
Ia sangat mengenalku. Bahkan ketika saat aku tidak mengenali diriku sendiri.
Arigatou.
…
"Sakura-chan?"
"Hm?"
Angin membelai wajahku dengan sangat lembut. Di waktu senggang di era yang damai ini, kami berdua duduk didalam khitmat. Sebuah momen langka. Apalagi jika kita membicarakan 'Naruto' dengan 'duduk khitmat'nya. Aku meliriknya sedikit.
Owh, dia benar-benar tenang sekali.
.
"Apa?" kali ini aku yang bertanya duluan karena tak kunjung mendengar lanjutan kata-katanya setelah memanggil namaku.
Angin berhembus lagi. Aku menggerakkan maju-mundur kakiku yang menggantung dengan rileks. Kami berdua duduk santai menikmati senja diatas dahan pohon besar di bukit hokage. Naruto memberi judul kegiatan sore kami ini dengan "Menikmati Waktu Damai" ketika mengajakku kemari. Tapi aku, lebih suka memberinya judul "Menikmati Waktu Manis Terakhir" untuk kegiatan kami berdua sore ini.
.
"Sakura-chan?" Aku mendengar suaranya memanggilku lagi. Aku pikir, dia ingin membicarakan sesuatu yang penting.
"Ada apa Naruto? Bicaralah. Jangan hanya bolak-balik memanggil namaku saja."
Setelahnya, ia hanya nyengir sambil menggaruk belakang kepalanya.
.
"Apa tidak apa-apa?" aku diam. Aku tahu kata-katanya masih akan berlanjut. "Apa tidak apa-apa aku meraih kebahagianku saat ini?" aku diam. Segera kutolehkan kepalaku padanya yang duduk tepat disamping kananku.
Ia sedang memandangiku serius. Bukan ekspresinya sama sekali.
"Kenapa bertanya padaku? Tidak akan ada apa-apanya, Naruto. Menikahlah, raih kebahagiaanmu. Kau tak perlu izinku."
Aku merasakan hawa aneh darinya. Mata shappire-nya tak lepas memandangiku.
"Karena dengan begitu, berarti aku meninggalkanmu."
"Meninggalkanku? Maksudmu mendahuluiku menikah? Jangan bercanda Naruto. Kau tahu? Seharusnya kau mengatakan hal itu pada Kakashi-sensei. Kau benar-benar mendahuluinya." Aku tertawa. Mencoba mengajaknya bercanda. Tapi tidak berhasil, kukira ia telah mencapai tingkat keseriusan tertingginya.
"Berjanjilah kau akan segera menyusul untuk meraih kebahagiaanmu."
"Emm . . aku . . . sepertinya agak susah untuk menjanjikan hal itu."
Naruto menghembuskan nafasnya kasar. Ia mengalihkan pandangannya dariku. Kini menatap sang senja dengan mulut manyun dan wajah cemberut.
Aku menghembuskan nafas lega. Hawa aneh yang kurasakan disekitarnya tadi telah hilang. Sosok serius Naruto tadi benar-benar mengerikan untukku.
"Aku benar-benar ingin sekali membunuh Sasuke-teme." Aku tertawa mendengarnya. Aku memandangi wajah cemberutnya sekali lagi. Kau . . . hanya benar-benar sayang padaku kan, Naruto?
"Aku benar-benar sayang padamu, Sakura-chan. Karena itu aku ingin sekali melihatmu meraih kebahagiaanmu juga, sepertiku."
Aku tersenyum mendengarnya. Ikut memandangi sang senja.
"Ya. Aku tahu itu, Naruto."
Dia kembali memandangiku. Kini, dengan mata penuh gejolak semangat membara. Wah, aku bahkan seperti melihat api berkobar-kobar dimata birunya.
"Aku pastikan Sasuke-teme akan langsung menikahimu sekembalinya dia ke Konoha. Aku janji."
Aku tertawa kencang mendengarnya. Naruto memandangiku bingung. Berulang kali ia mengatakan bahwa kata-katanya serius ketika melihatku tak kunjung berhenti tertawa. Itu hanya . . . yah, kata-katanya sangat manis.
"Arigatou ne."
Dan aku hanya dapat memberikan seulas senyum dan ucapan terima kasihku untuk segala rasa kepeduliannya.
Arigatou, Naruto
