Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Rated : T
Pair : SasuHina, NaruSaku, ShikaTema, SaiIno, NejiTen
Warning : AU, OOC, OC, Typo, Kata-kata kasar, Sedikit Intrik kekerasan, dll.
If you don't like? So don't read! Happy reading all, please RnR.
Sugar Princess71 Present
.
.
.
"Jam segini kok baru pulang, darimana saja?" Tanya wanita berambut pink dan bermata emerald kepada pria dihadapannya, pria yang sudah sekitar lima tahun menemani hidupnya.
"Aku sibuk Sakura." Jawab lawan bicaranya berambut pirang dengan iris mata berwarna safire.
"Ohhh sibuk ya sampai lupa padaku dan Hoshi., seharian dia menanyaimu tuh." Sahut Sakura sambil menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya.
"Mana dia?" Tanya si pirang sambil celingukkan dengan tas yang masih di sampirkan di punggungnya.
"Sudah tidur." Balas wanita itu ketus.
"Oh," respon sang pria yang diketahui adalah suami dari wanita tersebut lalu melenggang masuk ke kamar meninggalkan sang istri yang hanya menghela nafas kecewa.
.
.
.
"Shika, bisakah kau tidak menghabiskan waktumu dengan tidur?" Tanya wanita berambut pirang dengan kuncir empatnya.
"Mendokusai," ujar Shikamaru singkat dengan mata yang terus terpejam mengacuhkan sang istri yang siap meledak.
"BISAKAH KAU MELEWATI HARI TANPA TIDUR, BERMALAS-MALASAN DAN TERUS MENERUS MENGELUKAN MENDOKUSAI, HAHH?" Teriak Temari penuh amarah dan kekesalan. Namun nyatanya teriakkannya hanya dijawab sang suami dengan mendelikkan sebelah mata dan kemudian kembali melalang buana di dunia mimpi.
Melihat hal itu tanpa sadar Temari menitikkan air matanya yang cepat-cepat dia hapus. Lalu pergi meninggalkan sang suami ke arah dapur dengan tampang kusut.
.
.
.
"Kau tidak bisa lebih lembut sedikit apa?" Keluh seorang pria beriris lavender.
"Gomen anata…" respon lawan bicaranya singkat sambil terus menyisir rambut sang suami.
Selang beberapa menit kemudian di ujung pintu kamar datang seorang bocah laki-laki berumur kira-kira empat tahun. Bocah itu nampak seperti perempuan rambut coklat panjangnya dibiarkan tergerai, pipinya yang chubby menambah kesan imut. Namun dari sorot mata coklatnya yang dingin kesan stoic pun pantas untuk disandang sang bocah.
"Kaa-san Haru mau pipis…" rengeknya sambil memegang bagian depan celananya membuat kedua orang tuanya tersenyum lembut.
Wanita yang dipanggil kaa-san pun bergegas turun dari ranjangnya dan menghentikan kegiatan menyisir sang suami. Namun saat hendak turun dari ranjang, naas rambut sang suami terinjak.
"Ten-ten kau ini tak bisa apa bersikap lembut? Dasar wanita kasar, tidak tahukah rambut ini adalah aset berharga bangsawan Hyuuga? Dasar wanita kampung tidak becus!" Umpat sang suami lalu pergi meluncur keluar kamar mengacuhkan sang anak yang tengah menatapnya.
Sementar Ten-ten hanya bisa mengelus dada menyaksikan sikap sang suami yang dirasanya belakangan ini berubah drastis.
.
.
.
"Tadaima…" sapa pria berkulit pucat seperti mayat dari arah ruang tamu dengan senyum yang selalu hinggap di wajahnya.
"Okaeri anata…" sahut wanita berambut pirang beriris aquamarine tersenyum menyambut pria yang baru tiga bulan resmi menjadi suaminya dan membuatnya mendapat gelar Uchiha sebagai marganya kini.
Saat Ino, nama wanita itu hendak membawa tas sang suami. Tiba-tiba bau gosong tercium dari arah dapur membuat sepasang pengantin baru itu heran.
"Bau apa ini Ino-chan?" Tanya Sai, suami Ino bingung.
"O'ya aku lupa lagi memasak nasi." Ujar Ino lalu berlari ke dapur di ujung ruangan.
.
"Ada apa Ino?" Tanya Sai bingung melihat kelesuan sang istri mata onyxnya mengembara ke penjuru dapur, didapatinya panic gosong dengan asap mengepul.
"Apa itu?" Tanyanya lagi kepada sang istri.
"I..itu na..nasi tadi aku sedang mengaroni nasi, soalnya magic jarnya rusak dan terus nasinya gosong. Kita makan di luar saja ya Sai-kun?" Ungkap Ino terbata sambil tersenyum manja ke arah sang suami.
Bukannya membalas senyuman sang istri, senyum yang selalu hadir di wajahnya sirna tergantikan oleh pandangan sedingin kutub selatan.
"Kau bukannya merasa bersalah malah cengenges1 gak jelas. Kau ini istri macam apa masak nasi saja tidak becus! Dengan gampangnya mengajak makan keluar, tidak tau apa suamimu tuh cape seharian kerja pulang bukannya dilayani malah dibuat kesal!" Bentak Sai dengan kesalnya melempar tasnya ke arah lain kemudian pergi meninggalkan rumah dengan mobil Mercedes Bentznya.. Ino hanya terperangah menatap Sai yang pergi dengan diliputi amarah.
Sai yang selalu tersenyum padanya berubah menjadi Sai yang siap menerkamnya. Rasa bersalah hinggap di hati Ino, ia akui memang ia tidak pandai masak. Tetapi mengapa Sai harus berkata setajam itu padanya? Ino tak sanggup lagi menahan air matanya dia lalu berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya meski ia tahu itu percuma karena Sai tak akan mendengar kepiluan hatinya.
.
.
.
"Masih sibuk dengan pekerjaan ya?" Tanya wanita berparas manis sambil memijat bahu lelaki di hadapannya.
"Hn," respon pria itu singkat dengan tatapan tak teralih dari laptopnya.
"Ku buatkan kopi ya…" tawar wanita itu lagi sambil melenggang pergi dari kamar.
Si pria berambut raven hanya mengangguk singkat mendengar tawaran sang istri dan kembali berkutat di laptop serta dokumun-dokumen pentingnya. Pria bernama Sasuke Uchiha ini memang sangat padat jadwalnya. Apalagi jam terbangnya di dunia bisnis sudah tak di ragukan lagi. Putra kedua keturunan Uchiha ini sangat disibukkan dengan tanggung jawabnya sebagai Direktur Utama Uchiha Corporation di Jepang setelah kakaknya Itachi Uchiha lebih memilih mengurusi cabang di luar negeri dan sepupunya Sai Uchiha memilih menuruti hasratnya di bidang seni dan kolektor lukisan daripada meneruskan bisnis turun-temurun Uchiha.
.
Tak berapa lama kemudian istri sang Dirut, wanita berambut indigo dengan iris sebening mutiara datang membawa secangkir kopi untuk sang suami.
Hinata terus tersenyum melihat mata onyx suaminya tak terlepas dari layar laptop. Dia tidak sadar kalau di depan jalannya ada sebuah bolpoint tergeletak, Hinata tetap berjalan menghampiri sang suami. Sampai tiba-tiba kaki telanjangnya menginjak bolpoint, mengakibatkan dirinya kehilangan keseimbangan dan kopi yang di pegangnya terjatuh bebas ke arah Sasuke membuat sang suami meringis kepanasan. Namun bukan hanya itu saja, kopi itu sukses membuat semua dokumen penting di ranjangnya lenyap tersiram kopi.
"Hinata! Kau ini bodoh apa tolol sih? Masa bawa kopi aja gak becus, kau tau itu semua dokumen penting untuk seminar besok. Kau mau membuat suamimu bangkrut, hahh? Dasar seharusnya aku tidak menikah dengan perempuan mandul keturunan Hyuuga!" Bentak Sasuke murka dan meninggalkan ruangan dengan bantingan pintu sebagai salamnya.
Hinata hanya memandang sendu pintu yang baru saja di banting Sasuke. Hatinya sakit, terluka, kecewa dengan sikap suaminya.
Apa salah Hinata sebagai keturunan Hyuuga? Apa karena Hyuuga adalah saingan bisnis Uchiha. Tetapi, Hinata tak pernah mengkhianati suaminya untuk kesuksesan perusahaan ayahnya. Bahkan dirinya tak pernah berminat menerima tawaran kerja di perusahaan sang ayah. Ok, masalah tentang dirinya keturunan Hyuuga tidak menjadi masalah buat Hinata.
Tetapi mengapa Sasuke tega mengecap dirinya mandul? Hal yang begitu menyakitkan bagi setiap wanita, karena bagi mereka di cap mandul oleh suami sendiri sama saja di anggap SAMPAH!
Memang selama dua tahun pernikahannya berlangsung tanda-tanda kehamilan tak pernah datang. Namun apakah dengan itu Sasuke bisa dengan sadisnya mengecam sang istri mandul.
XXXXX
Indahnya lazuardi di pagi hari tak membuat Hinata tersenyum, wajahnya masih terlihat sendu seperti semalam. Matanya yang indah harus terhalangi dengan kelopak mata yang membengkak, rambut indigonya terlihat tak beraturan.
Di liriknya ranjang di sebelahnya, sepi tak berpenghuni. Rupanya sang suami tak pulang semalam atau mungkin sedang tertidur di sofa. Mencoba membuktikan persepsi yang kedua Hinata beranjak dari kamarnya.
Selangkah demi selangkah Hinata melangkahkan kakinya menuruni tangga, saat tingkat terakhir tangga di capainya bias-bias kekecewaan menerpanya. Sofa berwarna merah marun itu sepi dan bersih dari tanda-tanda manusia. Tatapannya sontak berubah ke arah pintu yang masih tertutup rapat seperti semalam.
Hinata hanya bisa mengela nafas untuk kesekian kalinya. Kemanakah gerangan sang suami pergi?
.
.
.
"Anata,sarapan sudah siap aku masak nasi goreng seafood kesukaanmu." Ujar Ten-ten tersenyum sambil menyiapkan sarapan pagi.
"Hn," gumam Neji yang masih terpaku dengan Koran paginya.
Rupanya sisa pertengkaran kemarin sudah terlupakan sepasang suami istri itu. Terbukti dengan suasana sarapan yang seperti hari-hari biasanya.
"Kaa-san Haru kepedasan nihh minum dong." Ungkap Haru – anak mereka satu-satunya dengan manjanya.
"Iya, sayang…" sahut Ten-ten dengan wajah yang masih diselimuti senyum sambil membantu sang anak.
Kebersamaan keluarga kecil ini tidak berlangsung lama sampai sebuah telepon mengganggu acara keluarga ini. Mendengar dering telepon Neji meletakkan korannya dan menghampiri telepon di meja kecil di tengah sudut ruang tamu.
"Moshi-moshi, dengan kediaman Hyuuga Neji?" Tanya suara di seberang sana.
"Hai, ini saya sendiri dengan siapa ini?" Tanya balik Neji dengan datarnya.
"A-anu tuan Hyuuga-sama ini saya Iruka…" belum sempat Iruka melanjutkan perkataannya, Neji sudah memotongnya karena merasa curiga dengan cara bicara Iruka yang terkesan panik.
"Ada apa Iruka, apa ada masalah dengan perusahaan? Tanyanya to the point.
"Anda benar Hyuuga-sama, perusahaan sedang mengalami krisis dikarenakan anjloknya saham yang mungkin lebih parah dari tragedi wallstreet silam. Banyak perusahaan yang diperkirakan akan terkena dampaknya dan sepertinya beberapa cabang perusahaan yang baru di dirikan juga akan terkena dampaknya?" Tutur Iruka.
'Saham anjlok? Wallstreet?...' batin Neji sambil membolak-balikkan halaman korannya untuk mencari kebenaran berita itu. Dan mata lavendernya langsung terpana melihat headline news yang tadi dilewatkannya. Berita tentang turunnya saham yang sangat drastis dari beberapa hari silam yang selalu mengalami kenaikkan, bagaikan petir di siang bolong bagi para Bisnismen. Begitu juga yang terjadi pada Neji.
"Baik, saya segera kesana." Ujarnya singkat lalu memutus teleponnya.
.
"Mau kemana anata? Kok terburu-buru sekali." Tanya sang istri bingung.
"Aku harus segera ke kantor ada urusan penting." Jawabnya lalu bergegas pergi, tetapi perjalanannya terhalang oleh sepasang tangan mungil yang memeluk kakinya membuatnya tak bisa berjalan.
"Ada apa Haru? Tou-san mau kerja." Tanyanya kepada sang anak sambil ,emgelus helai rambut coklat panjangnya.
"Tou-san kan janji sama Haru mau ngajak ke taman ria hari ini." Rengeknya, membuat pipi chubbynya terlihat sangar menggemaskan.
"Iya, tapi sekarang tou-san gak bisa harus kerja." Ujar Neji sesekali mencubit pipi anaknya.
"Bohong, hari ini kan tou-san libur. Memang Haru gak tahu apa!" Ungkap Haru sambil mengerucutkan bibirnya. Meski demikian sikap lucu sang anak malah membuat Neji kesal.
"Ten-ten urus anakmu mengganggu tau! Tak tahu apa aku sedang sibuk malah kau diamkan anak ini. Kau sengaja ya? Ingin membuat suamimu bangkrut! Kau ini benar-benar ibu yang tidak baik, mengajarkan anaknya manja!" Alih-alih meminta tolong, Neji malah membentak-bentak sang istri. Ten-ten syok mendengar makian suaminya namun dia mencoba tegar dan meraih Haru. Tetapi, pegangan Haru cukup kuat membuat Ten-ten kesulitan melepaskannya.
Melihat hal ini Neji makin bertambah panas, di dorongnya tubuh sang istri dan anaknya. Mengakibatkan kepala Ten-ten beradu dengan dinding. Lalu ditinggalkan sang istri yang kesakitan dan anaknya yang menangisi kepergian ayahnya begitu saja.
Pertahanannya sudah final, Ten-ten menangis sejadi-jadinya sambil merengkuh tubuh mungil anaknya.
.
.
.
Sakura, wanita cantik berambut merah jambu hanya bisa menghela nafas melihat kepergian sang suami yang hanya meninggalkan asap knalpot.
'Lagi-lagi seperti ini, bahkan di waktu liburpun dia tak menyisakkan sedekit waktu saja untuk keluarga. Apa pekerjaannya terlalu sibuk?' Batinnya resah.
Sakura masih terhanyut dengan lamunannya sampai sepasang tangan mungil merengkuh tangan kanannya. Dilirik samping kanannya, Hoshi anak satu-satunya sedang tersenyum manis ke arahnya membuatnya melupakan sedikit masalahnya.
Sakurapun membelai rambut pirang sang anak, yang mengingatkannya pada sang suami. Entah sedang apa suaminya sekarang kesibukkan Naruto akan pekerjaannya membuat dirinya dan Hoshi merasa kehilangan.
"Tou-chan kerja lagi ya kaa-chan?" Tanya sang anak. Sakura hanya menjawab pertanyaannya dengan anggukan.
"Hoshi mau gak anterin kaa-chan belanja?" Tanya Sakura ceria.
"Mau, mau banget kaa-chan nanti kita makan ramen di restoran te…"
"Teuchi. Iya nanti kita makan disana sekarang Hoshi mandi dulu, bau ompol nihh." Ujar Sakura sambil menggandeng anaknya ke dalam rumah.
"Huh enak aja, Hoshi kan udah gak ngompol lagi. Kan Hoshi udah gede kaa-chan."
Sakura hanya manggut-manggut sambil mengusap kepala sang anak yang sangat menggemaskan.
XXXXX
Di sebuah pusat perbelanjaan ternama di Konoha, Konoha Mall adalah tempat paling dicari bagi semua warga di lima Negara besar. Karena kelengkapan yang tidak diragukan lagi serta bentuk bangunan yang megah kolaborasi antar model Victorian dan modern menjadikan pusat perbelanjaan ini laksana istana di tengah hiruk pikuk kesibukkan warga.
Di depan sebuah restourant fastfood terkenal di dunia, WcD. Berdirilah wanita cantik berambut pirang dengan style rambut dikuncir empat sambil menggandeng kedua anaknya serta menggendong bayi mungilnya.
Wanita yang belakangan diketahui bernama Temari masuk ke dalam restaurant tersebut. Saat hendak mengantri untuk memesan makanan. Tiba-tiba anak keduanya, seorang perempuan berambut pirang bermata gelap yang berteriak memanggil ayahnya. Sontak Temari langsung menghadap ke arah panggilan sang anak di dapatinya sang suami sedang bermesraan dengan wanita cantik berambut pink, yang dari ciri-cirinya Temari mengenali gadis tersebut sebagai Tayuya teman SMAnya sekaligus saingannya untuk mendapatkan Shikamaru.
Tanpa pikir panjang dia langsung menghampiri meja sang suami meninggalkan kedua anaknya di depan kasir. Sesampainya disana amarah Temari semakin membuncah menyaksikan sang suami yang hampir mencium wanita itu.
"Dasar wanita kurang ajar tega-teganya merebut suami orang! Kau tidak tau malu Tayuya, cantik-cantik kok tukang rebut suami orang!" Hardik Temari sambil menuangkan minuman yang ada di meja ke wajah wanita itu. Membuat Tayuya histeris karena riasan dan baju bermerknya kotor oleh noda minuman.
"Apa-apaan kau Temari sejak kapan kau jadi liar!" Bentak Shikamaru.
Melihat sang suami yang marah memarahinya, emosi Temari semakin meninggi. Di tamparnya Shikamaru dengan penuh emosi lalu dia berlari menjauh tak menghiraukan tangisan sang bayi yang semakin keras.
Temari terus berlari dengan terisak, membuat dua buah hatinya yang lain bingung. Tanpa pikir panjang Temari langsung menyeret anaknya meninggalkan tempat itu. Dadanya terasa panas, sesak, air mata terus mengalir dari kelopak matanya. Tak disangkanya suami yang dicintainya mengkhianatinya begitu saja.
Temari terus berlari di tengah kerumunan warga, dia tak mempedulikan jutaan pasang mata yang memandangnya dengan tatapan aneh. Hatinya begitu sakit, jiwanya serasa mati, hancur berkeping-keping.
Wanita berusia 25 tahun itu masih tetap berlari sambil menggendong seorang bayi perempuan serta menggandeng dua orang anaknya, seorang anak laki-laki berusia sekitar 7 tahun dan perempuan berusia kira-kira 5 tahun. Hingga tanpa sadar dia menabrak seorang wanita yang tengah menggandeng anaknya dari arah berlawanan. Mengakibatkan kedua wanita itu terjatuh.
"Go…gomen aku tidak sengaja." Kata Temari dengan suara paraunya.
"Iie, tak apa aku yang salah…Temari?" Ungkap wanita beriris emereald saat menyadari sosok wanita yang tidak sengaja menabraknya adalah Temari, sahabat baiknya di SMA.
"Sakura?" Balasnya saat menyadari sahabatnya itu tengah tersenyum ke arahnya tanpa pikir panjang meski dirinya masih terduduk di lanatai dingin Mall, Temari langsung menghambur kepelukkan kawan lamanya.
"Lama tak berjumpa Temari, bagaimana keadaanmu?" Tanya Sakura sambil membalas pelukkan Temari dan mengacuhkan pandangan khalayak ramai yang memandang heran ke arah mereka.
Temari hanya bungkam, menghiraukan pertanyaan Sakura sampai pertahanannya final dan tubuhnya terguncang. Sakura menyadari keanehan pada Temari, dia melepaskan pelukkan Temari, di tatapnya Temari dengan saksama. Dilihatnya sosok teman yang biasanya selalu kuat saat ini nampak rapuh matanya sembab, sisa-sia air mata masih tergenang di pipi pualamnya.
"Ada apa Tema-chan? Kau ada masalah ayo ceritakkan saja padaku." Pinta Sakura tulus.
Temari masih diam seribu bahasa hanya matanyalah yang menjawab semua pertanyaa Sakura.
"Apa ini ada hubungannya dengan Shikamaru?" Tanya Sakura lagi sambil menggendong bayi mungil temannya. Temari hanya mengangguk lemah.
XXXXX
"Moshi-moshi…"
"Ada apa Sakura-chan?"
"Lama tak mendengar suaramu Ino, bagaimana nih kehidupan pengantin baru?" Tanya Sakura.
"Iya sudah lama, biasa saja tak ada yang istimewa." Sakura hanya menghela nafas mendengar jawaban Ino, tak biasanya sahabatnya yang super cerewet ini hanya menjawab pertanyaannya begitu datar padahal Meski hanya via telepon tetapi Sakura sadar teman pirangnya ini sedang ada masalah. Ino yang dikenalnya adalah orang yang paling heboh apalagi dalam membicarakan masalah hubungannya dengan Sai. Meski hanya via telepon tetapi Sakura sadar teman pirangnya ini sedang ada masalah.
"Ino kita ketemuan yuks sudah lama kita tidak saling bertemu, teman-teman yang lain juga ikutan kok." Ajak Sakura.
"Baiklah, dimana?" Kata Ino balik bertanya. Mungkin menurutnya berkumpul bersama teman adalah pilihan yang tepat untuk melupakan masalahnya.
"Di rumahku saat ini jam 3 Pm. Kau harus sudah sampai pig?" Ledek Sakura, menetralisir suasana canggung antara dirinya dan Ino.
"Ok." Balasnya singkat kemudian menutup teleponnya. Sakura hanya terpaku dengan obrolan via teleponnya, tanda tanya besar hinggap di dirinya. Aneh rasanya saat Ino tak balas meledeknya seperti hal biasa yang sering mereka lakukan.
XXXXX
"Minumlah kurasa kau pasti sangat haus." Tawar Sakura.
"Arigatou, maaf merepotkan." Balas Temari lirih.
"Jangan sungkan Temari, aku tau masalahmu berat. Tapi, Temari yang ku kenal bukanlah seorang lemah melainkan wanita yang kuat dan tegar! Kau harus tetap semangat!" Hibur Sakura. Temari hanya membalasnya dengan senyum, setidaknya dia sedikit lega karena telah menceritakan semua masalahnya pada sahabatnya.
"Jika kau tidak siap untuk bertemu dengannya lebih baik kau tinggal saja dulu disini." Ujar Sakura seraya menepuk pundak temannya.
"Tidak usah nanti aku merepotkan, lagipula aku tidak enak dengan Naruto."
"Apa-apaan sih kau ini masa begitu saja merepotkan, kalo masalah Naruto kau tenang saja dia tidak ulang kok hari ini." Tutur Sakura sendu.
"Kenapa? Kau ada masalah, cerita saja padaku Sakura-chan." Tanya Temari heran melihat ekspresi sendu di wajah yang biasanya ceria.
"Masalah? Haha yang benar saja dia hanya sedang kerja di luar kota selama beberapa hari. Kau tinggal saja disini itung-itung nemenin Hoshi, dia pasti senang kalo Tora, Seira dan Michi menginap disini." Ungkap Sakura sambil tertawa dan mengedipkan sebelah mata namun meski demikian Temari sadar Sakura hanya sok tegar di hadapannya.
.
Bel kediaman Namikaze berbunyi, Sakura membuka pintu di dapatinya temab-teman SMAnya sedang tersenyum hangat ke arahnya sakura pun langsung menghambur memeluk mereka setelah lama tak bertemu.
"Ayo, masuk Temari sudah di dalam."
Tanpa ba-bi-bu lagi mendengar penuturan Sakura mereka langsung menghambur ke dalam rumah keluarga Namikaze membuat kedaan rumah menjadi begitu meriah. Terlebih salah seorang dari mereka tidak datang sendiri, Ten-ten membawa anaknya Haru.
.
"Temari lama tak berjumpa..." sapa Hinata, Ino dan Ten-ten diiringi senyum. Temari hanya balik tersenyum, meski dengan senyum yang tak bergairah begitu rapuh.
Menyadari keanehan pada diri Temari yang sangat berbeda dari sosok Temari yang mereka kenal. Ten-ten mewakili Hinata dan Ino mencobe bertanya kepada Temari.
"Temari ada apa? Kau ada masalah ceritakan saja padaku." Bujuk Ten-ten diikuti anggukan kedua temannya. Namun sosok yang ditanya tak merespon, Hinata pun memberanikan untuk bertanya lagi kepada Temari.
"A…ayolah Tema-chan ceritakan pada kami." Ajak Hinata diiringi senyum mautnya yang tak bisa diacuhkan sahabatnya. Namun respon Temari tetap sama, sampai akhirnya suasana hening bahkan Ino yang biasanya selalu menetralisir suasana kini hanya bungkam.
Beberapa menit berlalu dalam diam, hingga dari arah dapur Sakura yang sedang membawa minuman membuat suasans yang canggung kembali serasa akrab.
"Minum dulu nih pasti pada haus ehm tumben pada diem, jangan-jangan tadi abis ketemu cowok cakep ya? Hayyyo ngaku? Hehe…"
Mendengar lelucon Sakura yang garing sahabatnya kembali menanyakan perihal masalah Temari kepada Sakura karena merasa Temari tidak akan berterus terang terhadap mereka.
"Sakura, ada apa dengan Temari?" Tanya Ino terlalu to the point.
Ia melirik kea rah Temari berkontak mata, apakah yang punya masalah hendak berbagi atau tidak. Merasa percuma menyimpan rahasia kepada sahabatnya, diapun menyilahkan Sakura untuk bercerita.
Sakura menceritakan kejadian yang di alami temannya, mengenai perselingkuhan Shikamaru mereka takjub tak menyangka pemuda pemalas itu tega mengkhianati Temari yang begitu senpurna.
"Sudah Temari jangan ditangisi orang bodoh kaya dia! Tidak tahu terima kasih, seharusnya dia bersyukur bisa dapat wanita sehebat kau Tema-chan! Awas saja kalo aku ketemu dengannya aku maki-maki dia. Huhhh laki-laki memang sama saja, sama br*ngs*k!" Umpat Ino. Sementara para sahabatnya hanya menggangguk mendengar umpatan Ino yang begitu berapi-api.
"Iya, bener Tema-chan aku setuju dengan Ino." Ujar Ten-ten.
Mereka terus sibuk menghibur Temari, hingga wanita berkuncir empat itu kembali menunjukkan pesonanya. Keadaan itu tak berlangsung lama sampai lagi-lagi karena Sakura, suasana kembali berubah.
"Ehm, yang pengantin baru bagi-bagi dong ceritanya." Canda Sakura sambil tersenyum jahil.
Mendengar hal itu raut muka Ino langsung berubah masam. Menyaksikan rona wajah si aquamarine yang meredup mereka heran sampai akhirnya Ino membongkar semua kesedihannya.
"Huhhh apanya yang pengantin baru! Si mayat hidup it uterus menyalahkanku, aku atu aku bukan sosok istri idaman yang bisa masak dan melakukan tugas rumah tangga dengan baik. Tapi, dia tega memaki-maki aku bahkan dia tidak pulang semalam!" Curhat Ino terisak, mendengar itu hati sahabatnya terenyuh begitu juga Temari. Ino sosok paling berwarna sekarang hanya satu warna, hitam, kelam, redup. Para sahabat hanya mampu menepuk bahu dan menenangkan sahabatnya, ternyata bukan hanya mereka yang punya masalah si pengantin baru juga demikian, pikir mereka bersamaan.
"Thanks, aku tau kalian juga punya masalah. Cerita aja kita saling berbagi," lanjut Ino masih terisak.
"Iya, kau benar Ino." Ungkap Ten-ten dan menceritakan semua masalahn ya dengan Neji yang selalu marah-marah tidak jelas terhadapnya. Satu curhatan dari Ten-ten membuat Sakura juga berterus terang akan masalahnya. Mengenai Naruto yang jarang pulang dan acuh kepadanya dan juga Hoshi.
Curahan-curahan hati para wanita muda ini diakhiri dengan Hinata yang mencoba menceritakan masalahnya setelah di paksa teman-temannya.
"Ayolah Hinata cerita dong sama kami, aku ja cerita sama kamu meski Neji kakak sepupumu." Rayu Ten-ten.
"Udah Hinata cerita aja aku tau si Sasuke pasti dah menyakitimu, memang si Uchiha adalah orang yang paling b*r*ngs*k!" Bujuk Ino dengan sarkatis.
"Hn, ba..baiklah, sebenarnya…" Hinata mulai menceritakan biduk masalah rumah tangganya yang membuat sahabatnya menitikkan air mata.
"Hinata kau tidak mandul kok, aku yakin si Uchiha itu aja yang impoten!" Ungkap Temari yang sudah kembali bersemangat.
"Iya bener dasar para lelaki bisanya melimpahkan semuanya pada istri!"
"Bener Sakura lagipula kenapa kita harus seperti ini…" ujar Ten-ten memandang ke arah penampilan teman-temannya.
"Iya, kita sekarang begitu lusuh. Padahal dulu kita adalah primadona sekolah. Gara-gara mereka kita jadi seperti ini!" Ungkap Ino dengan sarkatisnya.
"Benar kita harus bangkit mereka bisa semena-mena sama kita kenapa kita enggak?"
"Aku setuju sama kamu Temari, kita balas perlakuan suami-suami kita."
"Ta…tapi nee-chan…"
"Kenapa Hinata? Kamu tidak suka aku balas rasa sakitku ke kakak sepupumu?"
"Bu..bukan gitu nee-chan, ta…tapi mungkin suami ki..ta khi…khilaf."
"Khilaf? Khilaf sampe membuatku geger otak?"
"Sudah Ten-ten kamu jangan keras gitu sama Hinata, meski dia saudara Neji, Hinata itu sahabat kita."
"Iya kau benar Sakura, Hinata maaf aku gak maksud…" belum sempat Ten-ten melanjutkan perkataannya Hinata malah memotongnya.
"Tak apa nee-chan, aku mengerti. Aku ikut ku…kurasa Sasuke su…dah keterlaluan."
"Gitu dong Hinata, ayo teman-teman kita balas suami kita?"
"Rupanya pengantin baru begitu semangat." Ledek Sakura.
"Huh bukan begitu."
"Sudah-sudah jangan bertengkar ayo kita balas suami-suami kita! Ok, PII?"
"PII, apaan itu Temari?" Tanya Ten-ten bingung mewakili sahabatnya yang lain, yang sama bingungnya.
"PII itu Persatuan Istri-Istri." UJar Temari sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Ohhh," ucap mereka berbarengan kemudian berHi Five.
Tiba-tiba Suara Michi – bayi berumur delapan bulan, buah bhati dari Shikamaru dan Temari menangis. Menyudahi acara curhat-curhatan para istri muda dan memulai awal dari acara balas dendam para istri. Bagaimana kisahnya?
TBC
Saya bener-bener minta maaf kalo pada gak suka dengan fic ini. Saya memang lagi error apalagi sebentar lagi ulangan harian fiqih bab cerai, karena sebelumnya bab nikah udah ulangan, saya jadi kepikiran untuk membuat fic ini, hehe. Padahal masih banyak fic in-progress yang belum tamat. Ckckck. O'ya disini gak da maksud ngebash chara semuanya karena semata-mata peran yang saya berikan. Saya siap menerima Flame karena cerita yang ancur ini, tapi please jangan Flame, wokkehh? Berhubung masih ada beberapa fic in-progress yang belum tamat. Saya gak tahu kapan bakal ngelanjutin fic ini…. Gak mau banyak omong karena takut di lempat tomat (?) akhir kata,
REVIEW
V
V
V
V
V
