Prolog. eps#1: Sasuke's POV
Standard Disclaimer Applied: Masashi Kishimoto
Story is by me, Kirio kiraito
Warning: keluar dari karakter, nona salah ketik, amburadul fic, dunia alternatif, vampfic, khilaf de elel.
If u dont like, get out of here dear. I have warn u.
YOUR HEART
Waktu itu, tidak bisa aku jelaskan dengan rangkaian kata-kata, tapi sungguh, penyesalan ini akan selalu membekas dalam hidupku. Menyatu dengan darah, kemudian menjadi daging.
.
.
.
.
.
.
.
Ketika itu, kau dan aku, kita bertemu untuk yang pertama kalinya. Dibawah guguran daun maple yang menguning. Takdir telah menjerat kita. "Ano, apakah anda mengenal Uchiha Itachi?" Suaramu kala itu terdengar begitu lembut menyapa rumah siputku. Dengan wajah memerah yang tertunduk malu-malu, kau sekali lagi menyuarakan pemikiranmu.
"A-ano, aku bertanya padamu sebab kukira kau sedikit mirip dengan orang yang aku cari itu, tuan"
"Ada perlu apa dengannya?" kau kemudian mengangkat wajahmu, memandang aku dengan wajah tirusmu yang sedikit pucat.
"I-itu, aku tidak mengenalmu, tuan. Andapun belum tentu mengenal orang yang aku cari kan?" kau terlihat begitu menggemaskan kala itu.
Aku mendengus rendah. "Dia kakakku"
.
.
.
.
Lalu setelah itu, takdir ternyata benar-benar mempermainkan kita...
.
.
.
.
.
.
Kau, datang berkunjumg kekediamanku. Membawa sebuket besar bunga Lilly yang mampu menyembunyikan tubuh mungil semampaimu didada. Ibuku sedikit histeris ketika melihatmu berdiri tegak didepan pagar kediaman ini. Saat itu aku tengah duduk santai di sebuah kursi di teras rumah. kalian saling berpelukan setelah nya. Seolah kalian sudah saling mengenal sebelumnya, walau mungkin benar adanya. Hanya saja aku tidak mengetahuinya (dan tidak berniat tahu.)
"Konnichiwa, Mikoto-san"
"Ah! Sakura-chan, panggil saja aku Kaa-san. kau manis sekali~ ayo masuk. Itachi ada didalam kok. Langsung saja kekamarnya." ibu, yang biasanya akan selalu bersikap acuh, penuh wibawa, tertutup, dan tidak terlalu banyak bicara, kini telah berbeda nyaris 180 derajat bila bertemu denganmu. Kau, memang racun bagi keluargaku.
Tidak, kau bukan cyanide. Tetapi lebih mengarah pada heroine, kurasa.
.
.
.
.
.
.
.
"Sasuke, kapan kau akan mulai bekerja? posisi direktur diperusahaan Tou-san sedang kosong, kalu kau mau. Lihatlah kakakmu, dia sudah sukses dengan gelar dokter rangkap lawyer nya." perkataan bernada datar namun tegas dari ayahku, entah mengapa mampu menyulut amarah dalam diriku. Dengan santai ayah melenggang melewatiku, setelah membisikkan sebuah kalimat pendek yang mampu menyedot seluruh kewarasanku sebelumnya.
"Kau memang tidak pernah bisa melampau kakakmu, Sasuke."
.
.
.
.
.
.
Lagi, kau mendatangi kediamanku untuk yang kesekian kalinya dalam sebulan ini. Sedikit risih sih, sebab segala tindak tandukmu akan selalu berujung kehebohan. Walau pada akhirnya kau tetap berakhir di kamar Itachi, yang entah sedang apa itu. Dan kau tahu, saat itu, hal tersebut cukup mengganggu konsentrasi belajar rutinku. terutama pada tujuanmu itu. Menemui Itachi.
"Oh, Itachi-kun sedang ke supermarket sebentar. Masuk saja dulu." seperti biasa, ibu akan menyambut kedatanganmu dengan hangat. Dimana hal itu amat sangatlah jarang sekali beliau lakukan pada buah cintanya sendiri. Fenomenal. Fantastic.
.
.
.
.
.
.
.
Dan entah mengapa, disetiap kunjunganmu, ada sesuatu yang selalu berubah...
.
.
.
.
.
.
Wajahmu. Semakin memucat ditiap harinya...
.
.
.
.
.
.
.
Aku melihatmu mencium lembut bibir Itachi, ketika tanpa sengaja ―walau sebenarnya aku sengaja― aku melewati kamar kakakku itu, dimana pintunya yang tidak tertutup dengan sempurna. Masih menyisakan sebuah celah kecil dimana aku bisa mengintip.
.
.
.
.
.
.
.
.
"SASUKE! APA-APAAN KAU ITU?! HAH?! Dasar sial!" Ketika aku baru saja pulang dari kantor ayah dimana aku bekerja paruh waktu, sebuah tamparan keras menohokku. Dengan beban letih sehabis pulang bekerja, aku memandang ayahku dengan nanar. Tak kusangka, bahwa orang yang selama ini begitu aku elu-elukan telah mengatakan hal sampah yang sungguh sangat tidaklah pantas untuk seorang ayah ucapkan terhadap anaknya.
"A-apa?..." pipiku berdenyut nyeri. dia menamparku. kemudian aku menatapnya dengan penuh kebencian
"Tatapan macam apa itu, hah?! kau memang tidak bisa diandalkan seperti kakak―"
"―APA YANG KAU TAHU SELAMA INI?! Kau menanam dua buah pohon, dan hanya terfokus pada satu pohon, tetapi tetap mengharapkan buah dari yang satunya lagi. Yang mana tidak pernah kau perhatikan PERKEMBANGANNYA SAMA SAEKALI KEPARAT!" Cukup. Habis sudah semua kesabaranku. Memuntahkan seluruh emosi kilat yang membuncah ini, ternyata tidak semelegakan yang aku kira. Sesak ini semakin nyata terasa. Terutama ketika mataku tanpa sengaja bertemu pandang dengan mata hitam berkaca ibu yang kini tengah mengintip disela kecil pintu penghubung ruang makan dan ruang utama.
"APA KAU BILANG?!"
[SRAKK!]
Kertas yang ayah lempar tepat diwajahku, tak salah lagi.
―Ini adalah surat penurunan saham sebab sebuah proposal kerja sama yang tak sesuai dengan bidang dari calon pemegang saham. Dimana Itachi, kakakku, telah mengerjakannya atas namaku.
"Aku akan keluar dari rumah ini."
Dan tangisan ibu pecah saat itu juga.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Rasa haus yang memberi sensasi membakar pada tenggorokanku ini, tidak salah lagi. Ini benar-benar menyiksaku. Aku mengerang, mencengkram pinggiran kursi taman untuk menopang tubuh lemasku. "U-ukh! sialh..."
"Kau tak apa tuan?"
seorang gadis berusia belasan tahun datang menghampiriku. Apa yang dilakukan gadis seusianya di waktu nyaris tengah malam ini?
Oh, apa peduliku. justru ini akan sangat menguntungkanku.
"Bi-bisakah kau membantuku, nona?" aku menyeringai ketika dia mengangguk.
.
.
.
"AAAAKKKKHHHH!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Eh, Sasuke-san kan?"
Aku mengalihkan tatapanku dari secangkir kopi pesanan pelanggan yang sedang kuseduh, ke wajah seseorang yang tadi baru saja memanggilku. Terdengar sedikit familiar ditelingaku. Dan ternyata itu kau.
"Tidak, jika kau berniat untuk memberitahukan ibuku mengenai hal ini."
Wajah ―yang entah mengapa― pucatmu memasam. Melipat kedua tangan didepan dada, kau berteriak dengan cukup lantang. Hingga mampu menyedot nyaris seluruh atensi dari para pelanggan lainnya.
"Mana bisa begitu! Ibumu cemas, kau tahu?!"
"Kau tahu privasi?"
"Tidak, week!"
.
.
.
.
.
"Sakura itu kekasih itachi, dilihat dari seringnya ia berkunjung kerumahmu, ditambah lagi mengunjungi kamar itachi, lalu berciuman. kurasa. Dan kekasih, berarti telah menjadi seseorang yang berharga untuk Itachi. Dan menghancurkan Sakura, Sama dengan kehancuran absolut untuk Itachi." Kata-kata Naruto kala siang itu, entah mengapa telah menjadi cahaya tersendiri bagi gelapnya duniaku.
.
.
.
.
.
Dimulai dari kedatangan mu yang nyaris 3 kali dalam seminggu ke cafe tempat aku bekerja, hubungan kita sudah menjadi sedikit lebih akrab. Sudah saling bertukar alamat email, nomor ponsel, dan bahkan menelpon sesekali. Semakin memudahkanku saja. Menuntunku kepada kemenangan absolutku.
"Kau sibuk tidak? Hn. Bagaimana kalau mengunjungi cafeku jam 8 malam ini? Ya, sebagai perayaan ulang tahunku. Oke Bye" Jelas. Aku berbohong.
.
.
.
.
.
.
Mengajakmu untuk meminum bergelas-gelas alkohol dengan kadar yang cukup tinggi, waktu itu kau sudah meracau tak jelas dan nyaris tak sadarkan diri. Keuntungan sedang berpihak padaku. Syukurlah, aku sangat ahli dalam memerangi mabuk akibat alkohol.
"Bumm~ sakitnya hilang! lalu kita akan menikah, ayo lupakan adik bodohku itu~" meracau.
"Ayo Sakura" Kemudian aku menarik paksa tanganmu. Menegakkan tubuhmu yang semula tergeletak diatas meja bar cafe. Cafe Dional'hette tempat kerja paruh waktu sementaraku ini memang akan tutup sebelum jam 6 sore tiba. Jadi jelas, kita hanya berdua disini. Aku akan membawamu ke kamar pegawai yang memang tersedia di cafe ini, kemudian akan menjalankan rencana yang telah aku susun secara matang sebelumnya.
.
.
.
.
Setelah kejadian dimana kau yang berteriak histeris ketika menemukan tubuh telanjang kita dalam satu ranjang, aku dengan sengaja mulai menghindarimu. Dengan tidak membalas semua emailmu, mengabaikan panggilan telepon darimu, dan bersikap jauh lebih cuek dan dingin (dari sebelumnya) kepadamu, Begitulah caraku. Dan lihat, selama sebulan itu kau sama sekali tidak mengusikku. Aku tidak merasa bersalah sama sekali kala itu. Ya, aku yang bodoh itu.
Semuanya terasa begitu tenang, sampai saat dimana kau mendatangi apartementku , dengan sebuah berita yang mampu menjungkir balikkan kehidupan serta rencanaku yang telah aku susun sebaik mungkin sebelumnya.
.
.
.
.
"...Aku hamil.."
.
.
Mana mungkin bisa, kau manusia bukan?
.
.
.
.
.
###########################################################################################
.
.
TBC (telah berseminya cinta)#apaan
.
author bacot area:
KUAMPRET! Saya Udah nulis selama 2 jam setengah, ternyata jadinya fic ini malah jadinya error! ERROR PEMIRSAH! #apaan. Gil(piip)! Saya kira nulis di komputer malah bagus, eh ternyata eh ternyata, malah jadinya kaya kambing gini #apaan. Pake kata align/:'" /tup;sma bla bla bla segala lagi. Lu kate gue kompie apa? Akhirnya, dengan hati kecil yang berat ini, ane terpaksa harus ngetik di hape bb ane! Dimana itu begitu menguras waktu! Satu huruf 5 detik pemirsah!gak bisa pake bold dan italic jadi gx ane pake, soalnya akan muncul huruf2 gaje Oke, makin gaje aja curcol saya #backToFormal. Review ya? Ya? YA? Awas kalo nggak, nggak ane kasi sesuatu nanti! Gyahahaha #gil(piip) review ya! wajib militer!
juga sertakan vote kamu, mengenai bagusan hapus fic your heart ini, atau once upon a time kemarin. yosh! cerita sebenarnya akan ada di chap depan.
Sign.
Kirika tamvan.
kesalahan adalah sesuatu yang lumrah bagi manusia. typo adalah cintaku. tidak bertypo, curigailah. mungkin itu alter egoku.
