Chapter 1
Desclaimer : Naruto, Masashi Khisimoto
Pairing : Naruto/Sakura
.
.
kenyataan yang paling menyedihkan adalah kau menyadari bahwa ternyata kau begitu jatuh cinta kepada seseorang yang kau tahu kau tak bisa memilikinya.
Brian Khrisna
.
.
"Aku akan menikah minggu depan."
Demikian yang dikatakan Sakura pagi itu. Dengan wajah berseri, dan senyuman yang seolah tak pernah berakhir. Dia menemuiku di perpustakaan. Barangkali, ia kira aku sebahagia dirinya ketika mendengar kalimat itu. Tapi... ya, aku tak punya pilihan kecuali ikut tersenyum bersamanya.
"Benarkah?"
Dia duduk di kursi dekat jendela, dimana sinar matahari pagi yang masih berupa semburat kekuningan membias halus wajahnya. "Ya, kau harus datang ya."
Aku diam, tak bisa memberikan jawaban secepat yang biasa kulakukan tiap kali ia meminta sesuatu padaku.
"Kau tidak bisa ya? Oh ya, kau harus menjaga perpustakaan." Ada sedikit kecewa yang tak mampu dia sembunyikan.
Tapi bukan itu alasannya, bukan karena aku harus menjaga perpustakaan ini maka aku tidak bisa datang. Ini soal hati, hatiku, entah bagaimana dia akan kuat melihat gadis itu tersenyum bahagia di atas altar bersama pria lain. Pria yang selalu dia dambakan sejak bertahun-tahun silam.
"Ya, seperti itulah." Aku meringis, berusaha menyembunyikan lara dalam senyum yang tak pernah ia sadari ada luka di sana.
"Aku tidak memaksa sih." Ia mengibaskan tangannya, kembali tersenyum. Senyuman yang selalu membuatku jatuh cinta, lagi dan lagi.
"Aku minta maaf soal itu."
"Tak apa. Kau orang yang sibuk, aku mengerti."
Tidak. Dia tidak pernah mengerti. Dia tidak mengerti bagaimana sakitnya aku dihari ketika dia bertengkar dengan kekasihnya, lalu datang padaku hanya untuk mencari penghiburan. Dia tidak mengerti bagaimana cemburunya aku ketika menjemputnya di hari yang hujan, namun dia memilih pergi dengan yang lain. Dia tidak mengerti, bagaimana aku berusaha keras terlihat baik-baik saja ketika dia membanggakan kekasihnya. Seolah laki-laki terbaik dan terhebat hanya kekasihnya seorang. Padahal jika dipikir-pikir, dia lebih sering menangis karena disakiti. Entah, entah bagaimana dia bisa mencintai seseorang yang cintanya bahkan tak lebih besar dari cintaku. Maka, memang benar kataku jika dia tidak mengerti. Dan tak pernah menjadi seseorang yang mengerti.
"Kirimkan saja fotomu padaku. Biar kupakai sebagai kenang-kenangan."
Wajahnya masih merengut, menatapku seolah aku akan mengatakan 'akan datang' jika terus memasang ekspresi seperti itu. "Ya." Mengangguk tak ikhlas. "Tapi tetap saja rasanya tak seru jika tidak ada kau."
Aku tersenyum tipis. Dulu, dulu sekali kukira dia berkata begitu karena dia memiliki rasa padaku. Tapi, haha... lucu sekali, lucu sekali karena hari dimana aku ingin mengungkapkan rasa, tapi ternyata sudah keduluan Sasuke. Dan dengan bodohnya aku memilih diam saja dan pura-pura turut bahagia. Karena aku takut jika aku bilang aku menyukainya, dia akan pergi. Tak lagi mau menoleh padaku dan tak lagi mau menganggapku sebagai teman. Terserah jika kau menganggapku pengecut, karena tak berani mengungkapkan rasa. Biar saja dia pergi dengan yang lain, selama dia bahagia tanpa memusuhiku, itu saja sudah cukup.
Satu persatu pengunjung mulai datang, dan Sakura dengan senyum terulas tipis di wajahnya pamit untuk pergi.
"Cepat menyusul ya. Gadis yang mendapatkanmu adalah orang yang paling beruntung." Tawanya teriring ketika tangan dengan jemari lentik itu menepuk pundakku.
"Pasti." Sakit sekali ketika kata itu terucap. Aku tidak bisa menangis, aku juga tidak bisa berteriak melepasnya pergi. Hanya mataku yang terus mengawasinya, sambil berdoa dalam hati 'semoga kau bahagia, dan selalu bahagia.'
Karena cinta tak selalu harus memiliki kan?
TBC
