Rhyme A. Black
-
PresenT
-
..MAZE...
-
The sekuel of Magical Love
And
The fict dedicated for NaruHina Fluffy Day
10th april 2010
-
Naruto belongs to Masashi Khisimoto-sensei
-
...NaruHina, The Greatest pairing
Ever after...
Summary :
Naruto mengejar Hinata yang berlari ke taman belakang halaman rumah keluarga Hyuuga. Taman yang di penuhi bunga-bunga dan semak-semak rendah yang membentuk labirin-labirin maze. Naruto mencari kesana-kemari, sebelum akhirnya melihat seorang gadis yang sedang menangis tersedu-sedu di depan air mancur besar melingkar di hadapannya
-
BIG WARNING : OOC, OOC, OOC, MISSTYPO, GAJE, ABAL, DAN aneh, MAYBE?
-
TAKE...1...2..3.. ACTION!!!
-
-
NARUTO menutup pintu kamarnya pelan, lalu berjalan gontai ke tempat tidur king sizenya. Dia cukup lelah hari ini. Apa lagi dia harus berlari-lari karena sahabat masa kecilnya hampir saja celaka. Ya. Hinata Hyuuga adalah sahabatnya. Sahabat yang dulu pernah ditinggalkannya dan pernah berjanji bahwa ia tidak akan pernah melupakannya. Tapi sepertinya, gadis itu sudah lupa akan janjinya sendiri. Entah, tapi mungkin masalah yang bertubi-tubi datang kepadanya adalah sebuah alasan mengapa gadis itu melupakannya. Dia berbaring telentang diatas ranjangnya yang bercorak kyuubi no kitsune, semua bagian dari kamarnya hampir bercorak siluman rubah legendaris dalam mitologi-mitologi jepang. Dari dinding kamarnya, langit-langit, gorden, bantal, kerpet, bahkan kalau mungkin ayahnya mengijinkan, pasti lemarinya juga bercorak sama. Hanya saja menurut ayahnya—Minato-sama— itu terlalu kekanak-kanakan. Lalu kemudian Naruto mmejamkan matanya, kembali mengingat masa-masa indah tiga belas tahun silam. Bagaimana pertemuan pertama mereka.
Dia masih mengingat jelas gadis cengeng yang ditolongnya waktu itu. seragam TK Konoha yang membalut tubuhnya sedikit kotor dan mengalir darah dari sikunya. Naruto yang saat itu berumur lima tahun tidak lagi mengindahkan panggilan teman-temanya yang sedang bermain bola. Dia lebih tertarik untuk mendekati gadis yang sedang terisak di ayunan kecil itu.
Dan sedetik kemudian Naruto yang sekarang tersenyum kecil. Dia merasa konyol akan perkataannya yang begitu dewasa belasan tahun silam.
"Jangan menangis lagi, Hina-chan. Aku akan selalu ada disampingmu."
Ia langsung menutup wajahnya dengan bantal kyuubi kesayangannya. Ughh, wajah Naruto kontan mmerah seketika begitu mengingat hal itu, dan dia pasti akan tersenyum-senyum sendiri. Dasar orang gila. Tapi semua orang isa saja menjadi gila'kan? Bila mereka sedang jatuh cinta?
Cinta...
Apakah itu yang ia rasakan pada sahabatnya itu? tak urung, sewaktu masih di Suna dulu banyak juga gadis-gadis yang mengincarnya. Maklumlah, diakan termaksud cowok keren disekolahnya. Apa lagi dengan statusnya yang mendukung, bahwa dia adalah putra tunggal Namikaze Minato. Yang jelas bahwa seluruh aset-aset perusahaan Namikaze Inc. Akan jatuh ke tangannya.
Kembali ke pokok permasalahan, bahwa Naruto... Naruto sendiri masih bingung dengan perasaan yang kini membalut hatinya. Yang begitu tertekan kencang saat mengetahui nyawa Hinata dalam bahaya sewaktu ditaman bermain tadi. Dia belum pernah berlari secepat itu. dia belum pernah membentak orang sekasar itu. dan, dan dia belum pernah mereasakan perasaan yang begitu aneh ketika Hinata tersenyum kepadanya.
Kerumitan masalah hati, itu semakin menjadi ketika dia mencari kemungkinan-kemungkinan yang ada. Apakah Hinata juga merasakan hal yang sama? Apakah ini hanya perasaan antar sahabat? Apakah setelah ini Hinata akan membencinya?. Pertanyaan-pertanyaan itu tak terjawab, karena ia sendiri tak mampu menjawabya. Biarlah malam yang membawanya. Kini saatnya ia tertidur, karena masih ada satu misi yang harus ia selesaikan.
-
SUASANA Namikaze manor sore itu tampak tak seperti biasanya. Para pelayan ramai berkumpul karena tuan besar mereka sedang uring-uringan saat itu. Pasalnya, putra tunggal sang Namikaze Minato sedang dibutuhkan saat ini dan dia malah sedang tidak ada ditempat. Bergantian dari kepala pelayan—Chiyo-san, tangan kanan Minato-sama—Kakashi-san, bahkan sampai tukang cuci piring yang-entah-siapa-namanya, ditanyai satu persatu. Beberapa kali Kakashi menghubungi ponsel Naruto, namun hasilnya nihil. Tak ada jawaban. Namikaze Minato sejak tadi berjalan mondar-mandir di depan ruang keluarga mereka yang super besar, bisa saja kalau dia tidak hati-hati, dia bisa menabrak salah satu keramik mengkilap yang terletak di pilar-pilar rumah mereka. Dasi yang sudah setengah mati ditata rapi kini mulai miring dan longgar di lehernya, jas coklat bermerknya dihempaskan begitu saja ke atas sofa coklat yang bersulamkan benang emas. Sangat ganjil bila melihat direktur utama Namikaze Inc. Dalam keadaan seperti itu, dia bahkan tidak mengenakan sepatu, hanyalah sebuah sendal jepit dekil yang entah ia dapat darimana.
Tiba-tiba seseorang yang berpakaian satpam datang menghampiri mereka, setelah membungkuk hormat, dia segera melaporkan bahwa putra Namikaze itu telah tiba kembali dirumah. Setelah menerima laporan itu, Minato menghempaskan dirinya ke salah satu sofa coklat tadi dan segera menyuruh satpam tadi kembali ketempatnya.
Naruto memasuki koridor manornya yang pendek dan dan bertangga-tangga landai, saat ini disampingnya telah berjejer belasan wanita yang berpakaian maid. Tanpa mempedulikan Iruka yang terus saja menceramahinya dari belakang—serta ditambah sumpah serapah dan omelan— dia terus berjalan mantap menuju ruang keluarganya, tempat sang raja singa menunggu.
Dia berhenti sejenak, sebelum memasuki pintu menuju rungan keluarga yang berdesain ala eropa. Dia menatap sejenak pada salah satu lukisan van gogh yang tergantung bebas pada sisi kiri koridor manornya.
"Kan sudah kubil—lho kenapa berhenti tuan muda?" Tanya Iruka yang langsung saja menghentikan omelannya dan menatap heran pada putra Namikaze itu.
Tanpa menghiraukan pertanyaan Iruka, Naruto segera beranjak dari tempatnya berdiri. Berjalan dengan tenang melewati ruangan besar yang penuh dengan barang pecah belah mahal milik keluarganya. Menyeberang melewati bagian bawah tangga yang membentuk setengah melingkar—satu disisi kiri ruangan itu dan satunya lagi di sisi kanan— membingkai ruangan besar itu. Naruto memasuki lorong yang berada dibagian bawah tangga kiri, berjalan lurus dan berbelok kekanan, tempat ayahnya menunggu dirinya sedari tadi.
"Darimana saja kau?" Suara berwarna bass khas bapak-bapak itu langsung menyambut Naruto begitu dia memasuki ruang keluarga. Dilihatnya ayahnya telah bangkit dari duduknya dan hanya berjarak beberapa meter lagi dari dirinya.
"Tidak dari mana-mana." Jawabnya asal.
"Pembual. Berpakaian seperti itu kok tidak dari mana-mana." Balas Minato yang melihat Naruto kaos hitam bergambar tengkorak, celana cargo hitam, sepatu converse hitam putih dan juga sweter rajut yang memiliki emblem keemasan berbentuk Kyuubi no Kitsune. Yang, itu adalah lambang dari gank motor yang dipimpin oleh Naruto. Naruto sendiri telah membentuk
"Memang salah yah?"
"Hahh, sudahlah. Bisa keriting aku berbicara denganmu." Ujar Minato-sama gusar. "sekarang cepat sana! Mandi dan ganti pakaianmu dengan yang lebih pantas. Kita akan pergi makan malam ke Hyuuga mansion setengah jam lagi."
Naruto segera berjalan tanpa menghiraukan tatapan ayahnya yang sedang melakukan bull-eyes-no jutsu—tatapan mata ganas— padanya. Dia berhenti sejenak sebelum keluar dari ruangan tesebut. "Yeah. Baiklah. Tunggu aku setengah jam lagi. Aku mau bersiap-siap dulu." Jawabnya
Dan jawaban Naruto tadi berhasil membuat cuping telinga Minato berdiri, menaikkan sebelah alisnya dan berbalik menatap Kakashi yang sejak tadi berdiri menonton pembicaraan mereka.
"Aku tidak salah dengarkan, Kakashi?" Tanyanya. " Baru kali ini kulihat dan kudengar bocah sinting itu mau ke acara formal bersamaku."
Kakashi tersenyum geli dibalik maskernya "Anda tidak salah Minato-san. Sepertinya Naruto salah minum obat". Jawabnya sambil memberikan jas Minato kembali. Minato meraihnya dan memakainya, kemudian duduk untuk mengganti sendal jepitnya dengan sepetu pantofel hitam mengkilapnya.
-
-
DARI dalam pintu kamar mandi itu, selain terdengar suara gerimis jatuhnya air shower, terdengar pula suara nyanyian cempreng dari pemuda pirang yang sedang mandi didalamnya. Nyanyian yang memekakkan telinga itu terhenti, begitu juga dengan suara shower. Lalu terdengar suara siulan lirih dan pintu kamar mandi yang menjeblak terbuka, menampilkan sosok pemuda bertubuh tinggi proporsional yang berjalan keluar menuju lemari baju yang luar biasa besarnya yang berada pada sisi kanan kamar yang juga luar biasa luasnya. Sambil memilah-milah pakaian yang menurutnya oke untuk ia kenakan, ia mengeringkan rambut pirangnya dengan handuk kecil yang tersampir di lehernya. Sesaat ia mengeluarkan celana jins panjang, namun dipikirnya tidak cocok untuk acara semiformal seperti ini. Jadi celana jins panjang tadi terbang melayang dan mendarat tepat diatas ranjang berukuran king size yang ber-bed cover kyuubi no kitsune. Yang merupakan lambang dari gank motor yang dipimpinnya. Setelah kurang lebih sepuluh menit mengacak-acak lemarinya, akhirnya Naruto berhasil menemukan busana yang cocok dipakainya. Sebuah kemeja berwarna putih dan berkancing warna hitam, jas semi formal hitam, dan juga celana pantaloon yang senada dengan warna jasnya.
Naruto kembali mematut dirinya di cermin besar pada salah satu sudut kamarnya. Guna memastikan bahwa ia cukup menarik malam ini. "kemeja ..oke, celana ..oke, sepatu.. oke, dasi... ah, tidak usah pakai dasi. Aku belum jadi bapak-bapak." Ujarnya sendiri ketika sedang menilai-nilai aksesoris tambahannya, akhirnya pilihannya jatuh pada jam tangan Rolex hitam miliknya, hadiah dari almarhum ibunya yang telah meninggal tiga tahun yang lalu.
"Ibu.." gumamnya, begitu ia mengingat kembali sosok wanita setengah baya berambut merah. Ibunya. Ibunya yang cantik dan sabar itu harus meninggal karena hidupnya telah direnggut oleh penyakit kanker rahim. Meninggalnya ibunya telah menjadi pukulan telak bagi dirinya dan juga ayahnya. Sejak saat itu, Minato menjadi sibuk bekerja, tak ada waktu luang walau hanya sekedar berbincang-bincang dengan Naruto. Tapi setidaknya, mulai saat ini, mereka akan kembali membangun hangatnya hubungan antara ayah dan anak yang telah rusak beberapa tahun terakhir ini.
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu, Naruto yang sedang memakai sepatunya menengok ke arah pintu. "Ya masuk, tidak dikunci." Teriaknya. Pintu dari kayu jati itu menjeblak terbuka menampakan sosok Iruka yang sedang memandangi Naruto.
"Minato-sama menyuruh anda cepat-cepat tuan muda."
"Yeah, suruh dia menunggu sebentar lagi." Jawab Naruto sekenanya. Setelah memasang sepatu pantofel hitam miliknya, Naruto beranjak dari tempat duduknya dan mengekor di belakang Iruka.
Ayahnya, Minato-sama tengah mematut dirinya di cermin begitu Naruto memasuki kembali ruangan keluarga tersebut. Naruto menatap heran ayahnya sambil menaikkan sebelah alisnya 'dasar tua bangka. Masih aja sok-sok keren' pikir Naruto yang melihat ayahnya tengah merapikan cambang dan jasnya.
"Ottou-san..." Panggil Naruto, namun belum disambut dengan ayahnya. Yang ada malah Minato-sama semakin narsis bergaya di depan cermin. "MINATO!" Teriak Naruto pada akhirnya dan juga dengan tidak sopannya. Dan sejurus kemudian Minato-sama menoleh dan mendelik ke arahnya.
"Kau ini tidak punya sopan santun ya, bocah?" Tanya Minato-sama sambil berjalan mendekati Naruto.
"Entahlah, sepertinya ketinggalan di kamar mandi." Jawabnya asal sambil nyengir lebar ke ayahnya, yang disambut pukulan ringan dibahunya.
"Ya sudahlah, ayo kita bergegas. Sekarang sudah jam tujuh, Hyuuga pasti sudah menunggu kedatangan kita." Ucapnya lalu berjalan mendahului Naruto.
-
-
"NEJI-NII, siapa sih yang menjadi tamu kita malam ini?" Tanya gadis berambut indigo itu kepada saudara sepupunya, Neji Hyuuga. Saat itu, Hinata tengah memasang anting-anting mutiaranya sampai ketika Sepupunya itu datang dan bersandar di daun pintu kamar Hinata yang terbuka. Neji memakai kemeja hitam bergaris-garis coklat dan celana panjang kain berwarna coklat tua.
"Entahlah. Tapi yang pastinya dia rekan kerja Hiashi-sama. Lekaslah, sepertinya mereka sudah datang." Sahut Neji ketika melihat seorang pelayan dari luar pintu sedang berjalan kearah mereka.
"Neji-sama, Hinata-sama, tuan Hiashi dan tamunya telah menunggu anda berdua." Kata pelayan itu sopan yang sebelumnya membungkuk hormat terlebih dahulu pada Neji dan juga Hinata. Kemudian pelayan itu pamit setelah mendapatkan jawaban dari Neji.
Hinata bangkit dari depan meja riasnya, membuat dress yang dia pakai menjuntai kebawah. Dress model baby doll berwarna putih, dengan bagian pinggang sampai lutut yang berlapis-lapis tampak pas di tubuh ramping Hinata. Setelah kembali memastikan penampilannya baik-baik saja malam ini, dia segera beranjak dari depan cermin dan berjalan menuju Neji yang sedang menunggunya. Neji menolakkan tubuhnya dari daun pintu kamar Hinata, berdiri tegap dan menggandeng serta membimbing Hinata dengan berjalan lebih dulu di depan.
Sementara itu di ruang pertemuan, tampak dua orang bapak-bapak sedang bercakap-cakap. Yang satunya berambut pirang dan yang satunya lagi berambut coklat panjang. Sepertinya mereka sedang membicarakan tentang bisnis atau hal lain. Yang jelas, topik itu membuat satu-satunya pemuda di dalam ruangan itu merenggut sebal, yang sedetik kemudian berubah tampang menjadi bosan.
"Ne, jadi bagaimana Naruto-kun, kau setuju ayahmu menikah lagi?" Tanya bapak-bapak yang bernama Hiashi Hyuuga itu.
Naruto menghela nafas, lalu memutar kedua bola matanya. "Yeah, asal aku di izinkan untuk membakar rumah ketika pesta pernikahan mereka sedang berlangsung". Ucapan sinis Naruto tadi sontak mengundang tawa dari dua orang-tadi, yang satunya terbahak sementara yang lainnya tertawa dengan bahu yang berguncang.
"Naruto, Naruto. Kau ternyata tidak kehilangan selera humormu. Masih sama seperti kau berumur 5 tahun dulu." Ucap Hiashi di sela-sela tawanya.
"Terserah." Ucap Naruto bosan dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Hei- hei, Hiashi. Kau masih ingat tidak sewaktu dia mengatakan mau menikahi Hinata? Hahaha... astaga ekspresimu..." Timpal Minato yang setengah mati menahan tawanya. " seperti habis disengat lebah saja."
Ya tuhan. Bahkan ayahnya masih mengingat kejadian konyol bin memalukan itu? hah, untung saja gadis yang disebut-sebut namanya belum datang. Kalau gadis itu sampai mendengar, mau ditaruh dimana muka Naruto? Di pinggir jalan?. Cih, lagipula, kalau bukan karena ngebetnya dia untuk bertemu Hinata, pasti dia tak mau ke acara yang seperti ini. Memalukan.
Setelahnya, sepertinya Naruto harus berterima kasih kepada tuhan, karena tawa bapak-bapak itu terhenti begitu seorang pelayan Hyuuga datang menghampiri mereka. Menyampaikan bahwa makan malam telah siap dan Hinata, Hanabi, serta Neji sedang menuju ke sana.
"Mari Minato, Naruto-kun. Kita ke ruang makan sekarang." Kata Hiashi sambil bangkit dari duduknya, diikuti oleh Minato dan Naruto yang mengekor di belakangnya. Menyebrangi ruangan yang penuh dengan lukisan-lukisan dari pelukis ternama. Sesaat kemudian mereka telah sampai ke ruang makan keluarga Hyuuga. Ruangan yang cukup besar dengan segala barang-barang porselen yang melengkapinya. Sebuah meja kayu berbentuk persegi panjang dan 8 kursi mewah yang mengintarinya. Candlestick berukuran besar, piring porselen putih, serta peralatan makan lainnya. Masing-masing dari mereka menarik kursi masing-masing. Dan kemudian seorang pelayan mendatangi mereka dan mengisi gelas-gelas mereka dengan air minum.
Naruto kembali memperhatikan dengan seksama ruang makan yang telah pernah ia pijak tiga belas tahun yang lalu. Hampir tidak ada yang berubah, kecuali isi lemari kaca yang berada tepat di samping meja makan mereka dan juga jumlah pelayan Hyuuga. Sisanya, mulai dari jam kuno besar yang menggantung disisi depan ruang makan tersebut, meja, jumlah kursi, bar yang berada di sisi kiri meja makan, serta lampu kristal besar yang menggantung di plavon gipsum yang berukirkan ukiran-ukiran abstrak, itu semua tidak berubah... kecuali siapa yang duduk di kursi-kursi itu..
Pintu ruangan makan itu terbuka, menampakkan tiga sosok orang yang memasuki ruangan tersebut..
Seorang pemuda berambut panjang coklat dengan kemeja hitam bergaris coklatnya, sesosok gadis kecil yang kira-kira berumur tiga belas tahun yang mengenakan baju berkerah lebar dan rok lipit berwarna ungu muda serta... seorang gadis berambut indigo yang di gelung dan dibiarkan sedikit rambutnya menjuntai menyentuh bahu putih mulusnya, dress putih yang dikenakannya itu mampu membuat Naruto terpana. Tak terlepas dia memandangi sosok cantik yang bahkan belum mendonggakkan kepalanya itu, masih terus menunduk sampai ia mencapai meja makan dan duduk berhadapan dengannya.
Seakan berada di antara mimpi dan kenyataan, Naruto langsung saja nyeletuk begitu Hinata menduduki kursinya. "Hai Hina-chan.. akhirnya kita bertemu kembali.."
Hinata tersentak. Dia.. dia mengenal suara bariton itu, suara seseorang yang selama beberapa malam ini terus menghantui mimpi-mimpi indahnya. Seakan bagaikan rekaman kaset rusak yang terus diputar di dalam memori Hinata. Suara yang begitu indah ketika orang itu menyebut namanya. Dia..
-
-
To Be Continued
-
AUTHOR'S SIDE
HUWOOOOO!!! MET HARI FLUFFY NARUHINA!! YEAHAAA!
Oh, NO. Akhrinya, pekan HFNH tiba juga.
Nah, teman-teman NHL, YO dilima hari yang penuh dengan taburan cinta ini mari kita merayakannya!
Haduh, makin gaje aja nih saia. Ini kupersembahkan untuk pairing tercinta NaruHina. Dan juga untuk teman-teman yang menuntut adanya sekuel dari salah satu fict gaje saia *munjuk Magical Love*. Hehehe, maaf yah endingnya jadi gak jelas kayak gitu. Mana saia sudah dapat ancaman lagi, hiiii.
Hai-hai, saekarang bagaimanakah pendapat anda sekalian? Baguskah? Gajekah? Anehkah? Atau...
Yasudlah, daripada saia makin sinting ngebacot disini, mending..
REVIEW! REVIEW! Yang banyak ya..
Tunjukkan antusiasmemu terhadap perayaan HFNH!
Narsiezz dikit gak papa yapzh!
... NaruHina, The Greatest Pairing...
-
Met HFNH
